Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN KASUS

EKSHIBISIONISME

Oleh:
dr. Maharani Kartika Anggraeni

Pendamping:
dr. Indah Alfia, SpKJ
dr. Kristina Sulistyowati

Wahana:
RSUD Kertosono

RSUD Kertosono
Nganjuk
2019
PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Maharani Kartika Anggraeni


Nama Wahana : RSUD Kertosono
Topik : Ekshibisionisme
Tanggal Kasus : 11 April 2019
Nama Pasien : Tn. IB No. RM : 19183241
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Indah Alfia, SpKJ
Tempat Presentasi : RSUD Kertosono dr. Kristina Sulistyowati
Obyektif Presentasi:
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja  Dewasa o Bumil
 Deskripsi : Laki-laki 42 tahun, suka menunjukkan kemaluan kepada lawan jenis sejak
20 tahun yang lalu
o Tujuan : penegakkan diagnosis ekshibisionisme, mengetahui tatalaksana,
indikasi rawat inap dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Bahan bahasan :  Tinjauan o Riset  Kasus o Audit
Pustaka
Cara membahas :  Diskusi o Presentasi & o Email o Pos
Diskusi
Data pasien Nama : Tn. IB/42 tahun Nomor Registrasi : 19183241
Nama RS : RSUD Kertosono
Data utama untuk bahan diskusi :

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Suka menunjukkan kemaluan kepada lawan jenis
Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang, memakai kaos berkerah berwarna hitam,
datang ke poli jiwa ditemani istrinya, menyambut jabat tangan pemeriksa. Pasien mengaku suka
menunjukkan kemaluannya kepada lawan jenis. Biasanya pasien menunjukkan kemaluannya dalam
keadaan tidak ramai dan pasien sedang tidak melakukan aktivitas apapun. Keinginan tersebut muncul
tiba-tiba dan pasien merasa sadar saat melakukan namun tidak bisa mengontrolnya. Pasien mengaku
biasanya akan menunjukkan kemaluannya sampai puas dan terjadi orgasme.
Heteroanamnesis (Ny. A, isteri pasien)
Menurut istri pasien, pasien sering menunjukkan kemaluannyanya kepada lawan jenis. Istri pasien
menyadari hal ini sejak mereka menikah 20 tahun yang lalu. Biasanya pasien melakukannya saat di
luar rumah. Istri pasien biasanya mendapatkan berita itu dari orang-orang di sekitar seperti
tetangganya. Pasien lebih sering menunjukkan kemaluannya saat sedang tidak melakukan aktivitas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ibu dengan gangguan jiwa suka melantur dan bicara sendiri tidak pernah berobat.

Riwayat Kehidupan Pribadi


- Riwayat Kelahiran:
Pasien lahir normal.
- Riwayat Perkembangan:
Tumbuh normal seperti anak seusianya.
- Riwayat Pendidikan:
Pasien bersekolah sampai lulus SD.
- Riwayat Pekerjaan:
Pasien bekerja sebagai supir angkutan truk.
- Riwayat Keluarga:
Pasien sudah menikah selama 20 tahun dengan pasangan pilihan sendiri, mempunyai dua anak,
laki dan perempuan. Usia anak terkecil 12 tahun.
- Riwayat Sosial:
Pasien aktif kegiatan kampung, menjadi panitia qurban Idul Adha, suka bercengkrama dengan
tetangga.
- Riwayat NAPZA:
Pasien tidak mengonsumsi alkohol, rokok, maupun narkoba.

FAKTOR PENCETUS
Salah satu pencetus yang menyebabkan pasien menunjukkan kemaluannya adalah saat sedang
bertengkar dengan istrinya.

FAKTOR PREMORBID
Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap
keadaan pasien saat ini.

FAKTOR ORGANIK
Tidak ditemukan.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internistik
Keadaan Umum : cukup, tampak sakit sedang, kesan gizi cukup
Kesadaran : compos mentis (GCS: E4 M6 V5)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat
Laju Pernapasan : 18x/menit
Saturasi Oksigen : 97%
Suhu aksiler : 36.7oC
Status Gizi
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 168 cm
BMI : 21.3 kg/m2 (normal)

Kepala / Leher
Mata : konjungtiva palpebra anemis (+/+)
sklera ikterik (-/-)
edema palpebra (-/-)
perdarahan subconjunctiva (-/-)
pupil bulat isokor 3mm/3mm
refleks cahaya langsung dan konsensual (+/+)
Hidung : septum nasi tidak ada deviasi
sekret (-/-)
epistaxis (-/-)
pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : tajam pendengaran dalam batas normal
bentuk telinga normotia
pembengkakan (-/-)
serumen (-/-)
sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
mukosa anemis (+)
tonsil T1/T1
faring hiperemis (-)
atrofi papil lidah (-)
gusi berdarah (-)
Leher : trakea di tengah, tidak ada deviasi
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada distensi vena jugularis
teraba pulsasi arteri carotis

Thorax
Umum : bentuk thorax normal dan simetris
payudara normal, tidak ginaecomastia
kulit normal, tidak ada spider nevi dan vena kolateral
tidak ditemukan kelainan pada axilla
Pulmo
Depan Belakang
PEMERIKSAAN
Kanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSI
Bentuk Simetris
Pergerakan Simetris + + + +
Pemakaian otot
-
napas bantu
PALPASI
Trachea Tidak ada deviasi trakea
Pergerakan Simetris + + + +
Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Fremitus raba Simetris Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Nyeri epigastrium -
Pelebaran ICS - - - -
PERKUSI
Sonor Sonor Sonor Sonor
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
- - - -
Nyeri ketok - - - -
- - - -
Kronig isthmus 5 cm 5 cm
Batas paru hati ICS 6
AUSKULTASI
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Veiskuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara amforik - - - -

Suara bisik - - - -

Suara Percakapan - - - -
Bronkofoni - - - -
Egofoni - - - -
- - - -
Ronkhi - - - -
- - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -

Cor
Inspeksi : tak tampak ictus cordis
tak tampak pulsasi jantung
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
tidak didapatkan thrill
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar
tak tampak massa
tak tampak vena colateral atau caput medusae
umbilicus masuk ke dalam
striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) peristaltik normal
Palpasi : sopele, nyeri tekan (-)
turgor kulit normal, tonus otot normal
hepar dan lien tidak teraba
ballotment ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA (-/-)
undulasi (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Ekstremitas
Atas Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, purpura, dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan, tampak anemis, sianosis (-/-)
Jari: tidak didapat kelainan, clubbing finger (-/-)
Edema: tidak didapatkan
Bawah Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, purpura, dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: tidak didapat kelainan, tampak anemis, sianosis (-/-)
Jari: tidak didapat kelainan, clubbing finger (-/-)
Edema: tidak didapatkan

B. Status Neurologi
- GCS :456
- N. Cranialis : Pupil bulat isokor Ø 3 mm / 3 mm,
Reflek cahaya +/+
- Visus OD/OS : Menurun
- Motorik : Dalam batas normal
- Sensorik : Dalam batas normal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Meningeal Sign : Negatif

C. Status Psikiatrik
1. Kesan Umum: Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang, memakai
kaos berkerah berwarna hitam, datang ke poli jiwa ditemani istrinya, menyambut jabat
tangan pemeriksa dan duduk di depan pemeriksa.

2. Kontak: (+) Verbal, relevan, lancar.

3. Kesadaran: Compos mentis

4. Orientasi: Orientasi waktu, tempat dan orang baik

5. Daya Ingat: Dalam batas normal

6. Mood / Afek: Adekuat

7. Proses Berpikir:

- Bentuk : Realistik

- Arus : Lambat

- Isi : Kesulitan mengendalikan keinginan menunjukkan kemaluannya

8. Intelegensi: Dalam batas normal

9. Persepsi: Dalam batas normal

10. Psikomotor: Dalam batas normal

11. Kemauan: Dalam batas normal

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL PPDGJ III


Axis I : Ekshibisionisme (F65.2)
Axis II : Tidak ditemukan
Axis III : Tidak ditemukan
Axis IV : Masalah dengan primary support group dan lingkungan sosial
Axis V : GAF Scale terbaik 1 tahun terakhir : 80-71
PENANGANAN HOLISTIK
1. Farmakoterapi:
Depakote 250 mg 2x1 tab po
Clofritis 10 mg 2x½ tab po
Risperidone 2 mg 2x½ tab po
2. Psikoterapi suportif
3. Psikoedukasi Keluarga
4. Kontrol 10 hari lagi

MONITORING
1. Keluhan – keluhan pasien.
2. Keteraturan minum obat.
3. Efek samping obat.

FOLLOW UP
21/04/2019 S: Pasien mengaku sudah tidak menunjukkan kemaluannya pada lawan jenis selain
istrinya, namun keinginan itu masih ada. Biasanya bila keinginan tersebut mucul,
pasien mencoba untuk menyibukkan diri.
O: TD: 110/70 N: 82 x/menit RR: 20 x/menit t: 36,8 oC
Status psikiatrik:
1. Kesan Umum: Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang,
memakai kaos berkerah berwarna hitam, datang ke poli jiwa ditemani
istrinya, menyambut jabat tangan pemeriksa dan duduk di depan pemeriksa.
2. Kontak: (+) Verbal, relevan, lancar.
3. Kesadaran: Compos mentis
4. Orientasi: Orientasi waktu, tempat dan orang baik
5. Daya Ingat: Dalam batas normal
6. Mood / Afek: Adekuat
7. Proses Berpikir:
Bentuk: Realistik
Arus : Lambat
Isi : Kesulitan mengendalikan keinginan menunjukkan kemaluannya
8. Intelegensi: Dalam batas normal
9. Persepsi: Dalam batas normal
10. Psikomotor: Dalam batas normal
11. Kemauan: Dalam batas normal
A: F 65.2 Ekshibisionisme
P:
- Farmakoterapi:
- Depakote 250 mg 2x1 tab po
- Clofritis 10 mg 2x½ tab po
- Risperidone 2 mg 2x½ tab po
- Psikoterapi suportif
- Psikoedukasi Keluarga

Daftar Pustaka :
1. Elvira, Sylvia D. dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
2. Maramis, Willy F. dan Albert A. Maramis, 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP).
3. Maslim, Rusdi, 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III dan DSM-5.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
4. Maslim, Rusdi, 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gangguan preferensi seksual adalah gangguan arah tujuan seksual. Arah-tujuan bukan lagi menrupakan
partner dari jenis kelamin yang lain, seperti dalam hubungan heteroseksual yang umumnya dianggap biasa.
Pada gangguan ini, cara utama untuk mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual adalah dengan objek lain
atau dengan cara lain dari yang umumnya dianggap biasa. Mungkin ia dapat melakukan tindakan heteroseksual,
tetapi hal ini bagi dia tidak begitu memuaskan, tidak begitu disukai.

ETIOLOGI

Dorongan seksual mempunyai dua aspek, yaitu aspek daya-kemmpuan dan aspek arah-tuuan. Freud
membagi lagi arah-tujuan ini menjadi objek seksual dan maksud seksual. Pada kedua aspek itu, daya-
kemampuan dan arah-tujuan, dapat saja terjadi gangguan yang ternyata tidak saling berhubungan, yaitu
gangguan pada satu aspek bukan karena gangguan pada aspek yang lain, misalnya homoseksualitas (gangguan
arah-tujuan) bukan karena hiperseksualitas (gangguan daya-kemampuan).

Gangguan preferensi seksual mungkin primer (sebabnya belum diketahui betul), mungkin sekunder
(hanya merupakan gejala gangguan lain yang diketahui, misalnya sebagai gejala aterosklerosis otak,
skizofrenia, neurosis obsesif-kompulsif, dan sebagainya) atau mungkin hanya temporer (karena tidak ada
partner heteroseksual, bila dalam keadaan normal, maka kembali ke heteroseksual biasa).

GEJALA DAN KLASIFIKASI


PPDGJ-III membagi gangguan preferensi seksual sebagai berikut:
F 65 Gangguan preferensi seksual
F 65.0 Fetihisme
F 65.1 Transvestisme fetihistik
F 65.2 Ekshibisionisme
F 65.3 Voyeurisme
F 65.4 Pedofilia
F 65.5 Sadomasokisme
F 65.6 Gangguan preferensi seksual multiple
F 65.8 Gangguan preferensi seksual lainnya
F 65.9 Gangguan preferensi seksual YTT

Fetihisme: keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan seksual terutama dengan
memakai (atau memiliki) sebagai pengganti ibjek seksual sebuah benda yang khas dipakai oleh orang
dengan seks yang lain, misalnya sepatu, pakaian dalam, kaos kaki, rambut, dan lain-lain.

Transvestisme fetihistik: keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan seksual
terutama dengan memakai pakaian dan berperan sebagai orang dengan seks berlainan.

Ekshibisionisme: memperlihatkan genitalianya di depan umum (kepada orang lain) untuk mencapai
rangsangan dan pemuasaan seksual.

Voyeurisme atau skopofilia: keadaan seseorang yang mengamati tindakan seksual atau ketelanjangan
(orang lain) sebagai cara utama untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual.

Pedofilia: memakai sebagai objek terutama seorang anak dari seks yang sama atau berlainan.

Sadomasokisme: seorang gadis mencapai rangsangan dan pemuasaan seksual terutama dengan
menyakiti (secara fisik dan psikologis) objek seksualnya, seorang masokis bila disakiti oleh objek
seksualnya. Seorang sadis yang kemudian menjadi masokis disebut sado-masokis.

Gangguan preferensi seksual lainnya


Seks oral (kunilingus: kontak mulut/lidah dengan alat kelamin wanita; felasio: kontak mulut dengan
penis, dan anilingus: kontak mulut dengan anus), dilakukan sebagai cara utama untuk memperoleh
rangsangan dan pemuasan seksual, bila bukan cara utama untuk memperoleh rangsangan dan
pemuasan seksual, maka merupakan cara yang normal atau sebagai variasi sewaktu permulaan
hubungan heteroseksual yang normal.
Bestialitas atau sodomi: mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual dengan binatang;
nekrofilia: hubungan seks dengan mayat; froteurisme atau friksionisme: menggosokkan penis pada
pantat/badan wanita yang berpakaian, di tempat yang penuh sesak manusia; koprofilia:
didefekasi/mendefekasi partner, atau memakan feses untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan
seksual; urolagnia: dengan urine.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Untuk kriteria diagnostic diperlukan syarat bahwa pada pasien terdapat fantasi yang sangat
kuat yang bersifat rekuren, dorongan atau perilaku seks yang melibatkan objek-objek nonmanusiwi,
yang menyangkut penderitaan atau penghinaan diri sendiri, pasangan anak-anak atau orang-orang lain
yang tidak bersedia, yang terjadi dalam kurun waktu sedikitnya 6 bulan. Juga perilaku ini, dorongan
seks, dan fantasinya harus menimbulkan distress secara klinis berarti atau mengakibatkan gangguan
dalam kehidupan social, okupasional atau aspek fungsi lain.
Pedoman diagnostik mengenai gangguan preferensi seksual tercantum dalam PPDGJ III:
F65.2 Ekshibisionisme
- Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing
(biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau
niat untuk berhubungan lebih akrab.
- Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan
pada wanita, remaja, atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak aman di tempat
umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita
menjadi meningkat.
- Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi
pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultan) dengan kehidupan
seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian
dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
- Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan
dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien” (suatu benda asing bagi dirinya.

TATA LAKSANA
Sebagai terapi biasanya diberikan antipsikotik depot, anti-androgen seperti cyproterone
acetate dan medoxyprogesterone acetate yang umumnya diberikan untuk menekan libido mereka.
Terapi ini dinamakan kastrasi secara kimiawi. Psikoterapi dapat berupa psikoterapi dinamik, terapi
perilaku atau cognitive behavioral therapy yang diberikan sendiri atau Bersama dalam terapi
kelompok.
Prinsip pengobatan gangguan preferensi seksual sama seperti homoseksualitas. Psikoterapi
dapat membantu gangguan emosi yang ada dan disebutkan bila perlu dibantu dengan SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor), tranquilizer atau neuroleptika. Dapat dicoba juga dengan terapi
perilaku (desensitasi dan “reconditioning”)
Pengobatan gangguan preferensi seksual memang sukar, terutama bila tidak mendapat
motivasi untuk merubah perilakunya. Biarpun arah-tujuan dorongan seksual sudah tidak dapat diubah
lagi, tetapi dengan psikoterapi, bimbingan, dan penyuluhan setidaknya penderita mampu untuk tidak
menuruti dorongannya. Kemampuan (atau kekuatan) seksual pada seorang dengan gangguan
preferensi seksual sama saja dengan kemampuan atau dorongan seksual pada seorang heteroseksual,
yaitu mungkin lemah atau mungkin kuat. Keduanya dapat saja berusaha sedapat-dapatnya
mengendalikan dirinya, bukan dengan emosi, tetapi dengan penalaran dan keteguhan hati.

Anda mungkin juga menyukai