LAPORAN KASUS
EKSHIBISIONISME
Oleh:
dr. Maharani Kartika Anggraeni
Pendamping:
dr. Indah Alfia, SpKJ
dr. Kristina Sulistyowati
Wahana:
RSUD Kertosono
RSUD Kertosono
Nganjuk
2019
PORTOFOLIO
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Suka menunjukkan kemaluan kepada lawan jenis
Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang, memakai kaos berkerah berwarna hitam,
datang ke poli jiwa ditemani istrinya, menyambut jabat tangan pemeriksa. Pasien mengaku suka
menunjukkan kemaluannya kepada lawan jenis. Biasanya pasien menunjukkan kemaluannya dalam
keadaan tidak ramai dan pasien sedang tidak melakukan aktivitas apapun. Keinginan tersebut muncul
tiba-tiba dan pasien merasa sadar saat melakukan namun tidak bisa mengontrolnya. Pasien mengaku
biasanya akan menunjukkan kemaluannya sampai puas dan terjadi orgasme.
Heteroanamnesis (Ny. A, isteri pasien)
Menurut istri pasien, pasien sering menunjukkan kemaluannyanya kepada lawan jenis. Istri pasien
menyadari hal ini sejak mereka menikah 20 tahun yang lalu. Biasanya pasien melakukannya saat di
luar rumah. Istri pasien biasanya mendapatkan berita itu dari orang-orang di sekitar seperti
tetangganya. Pasien lebih sering menunjukkan kemaluannya saat sedang tidak melakukan aktivitas.
FAKTOR PENCETUS
Salah satu pencetus yang menyebabkan pasien menunjukkan kemaluannya adalah saat sedang
bertengkar dengan istrinya.
FAKTOR PREMORBID
Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap
keadaan pasien saat ini.
FAKTOR ORGANIK
Tidak ditemukan.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internistik
Keadaan Umum : cukup, tampak sakit sedang, kesan gizi cukup
Kesadaran : compos mentis (GCS: E4 M6 V5)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat
Laju Pernapasan : 18x/menit
Saturasi Oksigen : 97%
Suhu aksiler : 36.7oC
Status Gizi
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 168 cm
BMI : 21.3 kg/m2 (normal)
Kepala / Leher
Mata : konjungtiva palpebra anemis (+/+)
sklera ikterik (-/-)
edema palpebra (-/-)
perdarahan subconjunctiva (-/-)
pupil bulat isokor 3mm/3mm
refleks cahaya langsung dan konsensual (+/+)
Hidung : septum nasi tidak ada deviasi
sekret (-/-)
epistaxis (-/-)
pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : tajam pendengaran dalam batas normal
bentuk telinga normotia
pembengkakan (-/-)
serumen (-/-)
sekret (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-)
mukosa anemis (+)
tonsil T1/T1
faring hiperemis (-)
atrofi papil lidah (-)
gusi berdarah (-)
Leher : trakea di tengah, tidak ada deviasi
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada distensi vena jugularis
teraba pulsasi arteri carotis
Thorax
Umum : bentuk thorax normal dan simetris
payudara normal, tidak ginaecomastia
kulit normal, tidak ada spider nevi dan vena kolateral
tidak ditemukan kelainan pada axilla
Pulmo
Depan Belakang
PEMERIKSAAN
Kanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSI
Bentuk Simetris
Pergerakan Simetris + + + +
Pemakaian otot
-
napas bantu
PALPASI
Trachea Tidak ada deviasi trakea
Pergerakan Simetris + + + +
Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Fremitus raba Simetris Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Kanan = Kiri Kanan = Kiri
Nyeri epigastrium -
Pelebaran ICS - - - -
PERKUSI
Sonor Sonor Sonor Sonor
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
- - - -
Nyeri ketok - - - -
- - - -
Kronig isthmus 5 cm 5 cm
Batas paru hati ICS 6
AUSKULTASI
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Veiskuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara amforik - - - -
Suara bisik - - - -
Suara Percakapan - - - -
Bronkofoni - - - -
Egofoni - - - -
- - - -
Ronkhi - - - -
- - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -
Cor
Inspeksi : tak tampak ictus cordis
tak tampak pulsasi jantung
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
tidak didapatkan thrill
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
tak tampak massa
tak tampak vena colateral atau caput medusae
umbilicus masuk ke dalam
striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) peristaltik normal
Palpasi : sopele, nyeri tekan (-)
turgor kulit normal, tonus otot normal
hepar dan lien tidak teraba
ballotment ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA (-/-)
undulasi (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Atas Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, purpura, dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan, tampak anemis, sianosis (-/-)
Jari: tidak didapat kelainan, clubbing finger (-/-)
Edema: tidak didapatkan
Bawah Akral hangat kering merah
Tidak didapatkan ptechiae, purpura, dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: tidak didapat kelainan, tampak anemis, sianosis (-/-)
Jari: tidak didapat kelainan, clubbing finger (-/-)
Edema: tidak didapatkan
B. Status Neurologi
- GCS :456
- N. Cranialis : Pupil bulat isokor Ø 3 mm / 3 mm,
Reflek cahaya +/+
- Visus OD/OS : Menurun
- Motorik : Dalam batas normal
- Sensorik : Dalam batas normal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Meningeal Sign : Negatif
C. Status Psikiatrik
1. Kesan Umum: Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang, memakai
kaos berkerah berwarna hitam, datang ke poli jiwa ditemani istrinya, menyambut jabat
tangan pemeriksa dan duduk di depan pemeriksa.
7. Proses Berpikir:
- Bentuk : Realistik
- Arus : Lambat
MONITORING
1. Keluhan – keluhan pasien.
2. Keteraturan minum obat.
3. Efek samping obat.
FOLLOW UP
21/04/2019 S: Pasien mengaku sudah tidak menunjukkan kemaluannya pada lawan jenis selain
istrinya, namun keinginan itu masih ada. Biasanya bila keinginan tersebut mucul,
pasien mencoba untuk menyibukkan diri.
O: TD: 110/70 N: 82 x/menit RR: 20 x/menit t: 36,8 oC
Status psikiatrik:
1. Kesan Umum: Pasien pria dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang,
memakai kaos berkerah berwarna hitam, datang ke poli jiwa ditemani
istrinya, menyambut jabat tangan pemeriksa dan duduk di depan pemeriksa.
2. Kontak: (+) Verbal, relevan, lancar.
3. Kesadaran: Compos mentis
4. Orientasi: Orientasi waktu, tempat dan orang baik
5. Daya Ingat: Dalam batas normal
6. Mood / Afek: Adekuat
7. Proses Berpikir:
Bentuk: Realistik
Arus : Lambat
Isi : Kesulitan mengendalikan keinginan menunjukkan kemaluannya
8. Intelegensi: Dalam batas normal
9. Persepsi: Dalam batas normal
10. Psikomotor: Dalam batas normal
11. Kemauan: Dalam batas normal
A: F 65.2 Ekshibisionisme
P:
- Farmakoterapi:
- Depakote 250 mg 2x1 tab po
- Clofritis 10 mg 2x½ tab po
- Risperidone 2 mg 2x½ tab po
- Psikoterapi suportif
- Psikoedukasi Keluarga
Daftar Pustaka :
1. Elvira, Sylvia D. dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
2. Maramis, Willy F. dan Albert A. Maramis, 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP).
3. Maslim, Rusdi, 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III dan DSM-5.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
4. Maslim, Rusdi, 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gangguan preferensi seksual adalah gangguan arah tujuan seksual. Arah-tujuan bukan lagi menrupakan
partner dari jenis kelamin yang lain, seperti dalam hubungan heteroseksual yang umumnya dianggap biasa.
Pada gangguan ini, cara utama untuk mendapatkan rangsangan dan kepuasan seksual adalah dengan objek lain
atau dengan cara lain dari yang umumnya dianggap biasa. Mungkin ia dapat melakukan tindakan heteroseksual,
tetapi hal ini bagi dia tidak begitu memuaskan, tidak begitu disukai.
ETIOLOGI
Dorongan seksual mempunyai dua aspek, yaitu aspek daya-kemmpuan dan aspek arah-tuuan. Freud
membagi lagi arah-tujuan ini menjadi objek seksual dan maksud seksual. Pada kedua aspek itu, daya-
kemampuan dan arah-tujuan, dapat saja terjadi gangguan yang ternyata tidak saling berhubungan, yaitu
gangguan pada satu aspek bukan karena gangguan pada aspek yang lain, misalnya homoseksualitas (gangguan
arah-tujuan) bukan karena hiperseksualitas (gangguan daya-kemampuan).
Gangguan preferensi seksual mungkin primer (sebabnya belum diketahui betul), mungkin sekunder
(hanya merupakan gejala gangguan lain yang diketahui, misalnya sebagai gejala aterosklerosis otak,
skizofrenia, neurosis obsesif-kompulsif, dan sebagainya) atau mungkin hanya temporer (karena tidak ada
partner heteroseksual, bila dalam keadaan normal, maka kembali ke heteroseksual biasa).
Fetihisme: keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan seksual terutama dengan
memakai (atau memiliki) sebagai pengganti ibjek seksual sebuah benda yang khas dipakai oleh orang
dengan seks yang lain, misalnya sepatu, pakaian dalam, kaos kaki, rambut, dan lain-lain.
Transvestisme fetihistik: keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan seksual
terutama dengan memakai pakaian dan berperan sebagai orang dengan seks berlainan.
Ekshibisionisme: memperlihatkan genitalianya di depan umum (kepada orang lain) untuk mencapai
rangsangan dan pemuasaan seksual.
Voyeurisme atau skopofilia: keadaan seseorang yang mengamati tindakan seksual atau ketelanjangan
(orang lain) sebagai cara utama untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual.
Pedofilia: memakai sebagai objek terutama seorang anak dari seks yang sama atau berlainan.
Sadomasokisme: seorang gadis mencapai rangsangan dan pemuasaan seksual terutama dengan
menyakiti (secara fisik dan psikologis) objek seksualnya, seorang masokis bila disakiti oleh objek
seksualnya. Seorang sadis yang kemudian menjadi masokis disebut sado-masokis.
TATA LAKSANA
Sebagai terapi biasanya diberikan antipsikotik depot, anti-androgen seperti cyproterone
acetate dan medoxyprogesterone acetate yang umumnya diberikan untuk menekan libido mereka.
Terapi ini dinamakan kastrasi secara kimiawi. Psikoterapi dapat berupa psikoterapi dinamik, terapi
perilaku atau cognitive behavioral therapy yang diberikan sendiri atau Bersama dalam terapi
kelompok.
Prinsip pengobatan gangguan preferensi seksual sama seperti homoseksualitas. Psikoterapi
dapat membantu gangguan emosi yang ada dan disebutkan bila perlu dibantu dengan SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor), tranquilizer atau neuroleptika. Dapat dicoba juga dengan terapi
perilaku (desensitasi dan “reconditioning”)
Pengobatan gangguan preferensi seksual memang sukar, terutama bila tidak mendapat
motivasi untuk merubah perilakunya. Biarpun arah-tujuan dorongan seksual sudah tidak dapat diubah
lagi, tetapi dengan psikoterapi, bimbingan, dan penyuluhan setidaknya penderita mampu untuk tidak
menuruti dorongannya. Kemampuan (atau kekuatan) seksual pada seorang dengan gangguan
preferensi seksual sama saja dengan kemampuan atau dorongan seksual pada seorang heteroseksual,
yaitu mungkin lemah atau mungkin kuat. Keduanya dapat saja berusaha sedapat-dapatnya
mengendalikan dirinya, bukan dengan emosi, tetapi dengan penalaran dan keteguhan hati.