Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM INDERA

Disusun Oleh :

Nama : Sarita Vasti Telaumbanua


NPM : 219 210 039
Grup Tutor A5

Fasilitator

dr. Julenda Irianti Sebayang, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada dr. Julenda Irianti Sebayang, M.Biomed yang telah membina dan
mengarahkan kami dalam pembelajaran tutorial. Makalah “Tutorial Sistem Indera” ini saya buat
guna memenuhi salah satu tuntutan tugas pada proses pembelajaran Tutorial.

Saya menyadari, laporan ini banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari Dosen Tutor kami, demi perbaikan pada penulisan selanjutnya.

Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima
kasih.

Medan, 9 November 2021

Sarita Vasti Telaumbanua


PEMICU

Seorang perempuan berumur 16 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan bila terpapar asap rokok dan cuaca dingin. Gejala semakin memburuk
pada saat bangun tidur pagi hari. Kadang disertai dengan sneezing dan rinore. Riwayat batuk dan
demam tidak dijumpai. Riwayat anggota keluarga mengidap alergi tidak dijumpai.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dijumpai:

Kesadaran: Composmentis, TD: 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, reguler, frekuensi
nafas 20x/menit, temperatur 36,5°C.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium:

Eosinofil: 250 sel/mm3

IgE spesifik: tidak meningkat

Darah rutin dalam batas normal

Pemeriksaan Tes cukit kulit: negatif

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Rinore
Rinore berasal dari bahasa yunani “ rhinos ” yaitu hidung dan “ -rrhea” yang berarti
cairan. Rinore atau hidung berair secara umum dapat diartikan sebagaikeluarnya
cairan dari hidung yang salah satunya disebabkan oleh adanya suatu proses
inflamasi atau iritasi. Cairan yang keluar dapat bewarna jernih, hijau ataupun coklat.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Hidung tersumbat kiri dan kanan
2. Dijumpai mukosa dan oedem
3. Konkha inferior berwarna merah tua
III. ANALISA MASALAH
1. Adanya paparan terhadap suatu iritan yang memicu ketidakseimbangan sistem saraf
otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung
2. Dikarenakan oleh faktor alergi, serperti alergi terhadap paparan asap rokok dan cuaca
yang dingin, yang menyebabkan mukosa hidung oedem
3. Diawali dengan pembuluh darah di dalam hidung melebar. Pelebaran pembuluh darah
ini membuat dinding hidung membengkak. Hal inilah yang dapat menyebabkan terasa
tidak nyaman atau iritasi
IV. KERANGKA KONSEP

Perempuan, 16 tahun

Puskesmas

1. Hidung tersumbat kiri dan kanan

2. Dijumpai mukosa dan oedem

3. Konkha inferior berwarna merah tua

1. Adanya paparan terhadap suatu iritan yang memicu


ketidakseimbangan sistem saraf otonom dalam
mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa
hidung

2. Dikarenakan oleh faktor alergi, serperti alergi


terhadap paparan asap rokok dan cuaca yang dingin,
yang menyebabkan mukosa hidung oedem

3. Diawali dengan pembuluh darah di dalam hidung


melebar. Pelebaran pembuluh darah ini membuat
dinding hidung membengkak. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terasa tidak nyaman atau iritasi

1. Rhinitis Vasomotor

2. Rhinitis Alergi
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Anatomi hidung
2. Definisi dari kedua DD
3. Manifestasi klinis dx
4. Epidemiologi dx
5. Etiologi dx
6. Patogenesis dari dx
7. Diagnosis dx
8. Pemeriksaan penunjang dx
9. Penatalaksanaan dx
10. Prognosis

VI. PEMBAHASAN
1. Anatomi hidung
A. Hidung Luar.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung ( bridge )
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung ( apeks )
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung ( nares anterior )
Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari :
1. Sepasang os nasalis ( tulang hidung )
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontalis Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan
yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor )
3. Beberapa pasang kartilago alar minor
4. Tepi anterior kartilago septum nasi
Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu :
1. Kelompok dilator :
- m. dilator nares ( anterior dan posterior )
- m. proserus
- kaput angulare m. kuadratus labii superior
2. Kelompok konstriktor :
- m. nasalis
- m. depresor septi
B. Hidung dalam
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior
disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior ( koana ) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
a. Vestibulum
Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.
b. Septum nasi
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
Bagian tulang terdiri dari :
- lamina perpendikularis os etmoid
- vomer
- krista nasalis os maksila
- krista nasalis os palatine
Bagian tulang rawan terdiri dari :
- kartilago septum ( lamina kuadrangularis )
- kolumela
c. Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus
horisontal os palatum.
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis
os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n.
olfaktoriusyang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan
menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
Dinding lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila,
os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina
perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah
konka media dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Meatus nasi
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar
hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara
duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus
frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid
posterior dan sinus sfenoid.
Dinding medial
Dinding medial hidung adalah septum nasi.
Pendarahan Hidung
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:
1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior
dan dinding lateral hidung.
2. a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika ), mendarahi septum
bagian superior posterior.
3. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke
dinding lateral hidung dan a. septi posterior yang menyebar pada septum
nasi.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang
keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki
rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor,
yang disebut pleksus Kiesselbach ( Little’s area ) yang letaknya superfisial
dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.8
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
vena oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.
Persarafan hidung
1. Saraf motorik oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung
bagianluar.
2. Saraf sensoris.
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n. etmoidalis anterior, merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal
dari n. oftalmika ( N.V-1 ). Rongga hidung lainnya , sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion
sfenopalatina.
3. Saraf otonom.
Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu :
a. Saraf post ganglion saraf simpatis ( Adrenergik ). Saraf simpatis
meninggalkan korda spinalis setinggi T1 – 3, berjalan ke atas dan
mengadakan sinapsis pada ganglion servikalis superior. Serabut post
sinapsis berjalan sepanjang pleksus karotikus dan kemudian sebagai n.
petrosus profundus bergabung dengan serabut saraf parasimpatis yaitu
n. petrosus superfisialis mayor membentuk n. vidianus yang berjalan
didalam kanalis pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis
didalam ganglion sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang
palatine mayor ke pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis
secara dominan mempunyai peranan penting terhadap sistem vaskuler
hidung dan sangat sedikit mempengaruhi kelenjar.
b. Serabut saraf preganglion parasimpatis ( kolinergik ).
Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nucleus
salivatorius superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus
superfisialis mayor berjalan menuju ganglion sfenopalatina dan
mengadakan sinapsis didalam ganglion tersebut. Serabut-serabut post
ganglion menyebar menuju mukosa hidung. Peranan saraf
parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang
menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan
erektil. Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls
sekretomotorik / parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore
akan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu.
4. Olfaktorius ( penciuman )
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.
2. Definisi dari kedua DD
1) Rhinitis Vasomotor
Rhinitis Vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan
adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung
apabila terpapar oleh iritan spesifik. Pada kondisi ini, terjadi peradangan pada
bagian dalam hidung yang tidak disebabkan oleh adanya pemicu alergi.
2) Rhinitis Alergi
Rhinitis Alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus hidung akibat
inflamasi yang dimediasi oleh IgE pada lapisan membran yang diinduksi oleh
paparan alergen.3 Pada tahun 1929 ditetapkan 3 gejala utamanya antara lain
bersin – bersin, hidung tersumbat dan keluarnya sekret hidung.1 Selain itu juga
terdapat gejala hidung gatal dan gejala – gejala tersebut berlangsung lebih dari 1
jam sehari dalam dua hari berurutan atau lebih.20 Rinitis alergi merupakan
manifestasi penyakit alergi tipe I yang paling sering ditemui di masyarakat, jika
tidak mendapatkan penanganan dapat terjadi komplikasi berupa asma,
rinosinusitis, konjungtivitis alergi, polip hidung, otitis media dengan efusi, dan
maloklusi gigi.

3. Manifestasi klinis dx
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan
rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat
mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang
dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.
Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan
tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat memburuk pada pagi
hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1 Selain itu juga dapat
dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan,
yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners / sneezers ).
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh
karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan
pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.

4. Epidemiologi dx
Rinithis vasomotor dapat terjadi pada semua tingkatan usia, tidak ada kecenderungan
unutk lebih sering ditemukan pada usia tua meskipun keadaan ini merupakan bagian
dari proses penuaan. Epidemiologi penyakit ini tidak jelas karena perbedaan definisi
dan pemahaman tentang patofisiologi dari penyakit ini. Pada penelitian retrospektif
dengan mengambil 362 sampel secara random, 70% dianataranya rhinitis non alergi
yang dialami pada usia dewasa. Di lain pihak hanya 8,5% yang menderita rhinitis
kronik diwah usia 20 tahun. Penelitian lain menunjukkan bahwa 50%pasien rhinitis
kronis adalah rhinitis non alergi dimana sebagian besar adalah rhinitis vasomotor.

5. Etiologi dx
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan
keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu. Beberapa faktor
yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti
ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara
yang tinggi dan bau yang merangsang.
3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil
dan hipotiroidisme.
4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

6. Patogenesis dari dx
Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluhpembuluh darah
pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai
alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan
ini merupakan refleks hipersensitivitas mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan
dapat muncul akibat pengaruh beberapa factor pemicu.
1. Latar belakang
a) adanya paparan terhadap suatu iritan ! memicu ketidakseimbangan sistem
saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa
hidung ! vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung ! hidung
tersumbat dan rinore.
b) disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “
c) merupakan respon non – spesifik terhadap perubahan – perubahan
lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon
terhadap protein spesifik pada zat allergen nya. - tidak berhubungan dengan
reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-mediated hypersensitivity )
2. Pemicu ( triggers ) :
a) Alcohol
b) perubahan temperatur / kelembapan
c) makanan yang panas dan pedas
d) bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
e) asap rokok atau polusi udara lainnya
f) faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
g) penyakit – penyakit endokrin
h) obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

7. Diagnosis dx
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan
disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai
riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.1,6,11
Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan
tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3 Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka
hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat juga
dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapa licin atau berbenjol ( tidak rata ).
Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.
Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test )
biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal.
Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam
jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel
neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang
edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.

Riwayat penyakit - Tidak berhubungan dengan musim


- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
Pemeriksaan THT - Struktur abnormal ( - )
- Tanda – tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
-Hipertrofi konka inferior sering
dijumpai
Radiologi X – Ray / CT - Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan
sinus
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa
Bakteriologi - Rinitis bakterial ( - )
Test alergi Ig E total -Normal
Prick Test - Negatif atau positif lemah
RAST - Negatif atau positif lemah

8. Pemeriksaan penunjang dx
Rhinitis vasomotor umumnya dapat didiagnosis secara klinis. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab rhinitis lainnya.
Pada rhinitis vasomotor, umumnya didapatkan tes alergi yang negatif dan tidak ada
antibodi IgE serum terhadap alergen tertentu.
Sitologi nasal berguna untuk menganalisa penanda inflamasi dari epitel sel nasal.
Bila ditemukan eosinofilia sebanyak 5-20%, maka diagnosis mengarah pada
nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES).
Apabila pada anamnesis dan endoskopi nasal terdapat kecurigaan sinusitis, maka
CT scan dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan bila dicurigai terdapat
massa pada kepala dan leher. Namun pada kasus rhinitis vasomotor, pencitraan tidak
banyak membantu penegakkan diagnosis.

9. Penatalaksanaan dx
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan
gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11-17
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan
hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine
( oral ) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.Kortikosteroid topikal
mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan
menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.
Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai
hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,
Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan
utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )
Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau
triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical
cautery ).
- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior
turbinate )
- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan
pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.
Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat.
Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan
dapat menimbulkan berbagai komplikasi
10. Prognosis
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik
dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan.11

KESIMPULAN
1. Berdasarkankan kasus disimpulkan bahwa pasien menderita Rinitis Vasomotor
2. Diagnosa ini didukung oleh :
Gejala klinis meliputi Hidung tersumbat kiri dan kanan, Dijumpai mukosa dan
oedem, Konkha inferior berwarna merah tua. Pemeriksaan Tes cukit kulit:
negatif yang menjadi acuan diagnose rhinitis vasomotor
3. Penatalaksanaan : Kortikosteroid topikal digunakan paling sedikit selama 1 atau
2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
4. Diedukasikan untuk menghindari faktor pemicu seperti asap rokok dan cuaca
dingin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti
Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta :Balai Penerbit FK UI,
1997. h. 89 – 95.
2. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :
Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1994 . h. 1 – 25.
3. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 -
30 Oktober, 1999.
4. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference.
2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3.
5. Leader P, Geiger Z. Vasomotor Rhinitis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547704/
6. Regional allergy & asthma consultants, Vasomotor (Non allergic) Rhinitis. Avaible from:
www. Regional allergy & asthma consultants, Vasomotor (Non allergic) Rhinitis.html. last
up date on :july 13, 2009.

Anda mungkin juga menyukai