Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL

BLOK SISTEM INDERA

Disusun Oleh :

Nama : Nur Azizah Ainun


NPM : 219 210 038
Grup Tutor A5

Fasilitator

dr. Julenda Sebayang, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada yang telah membina dan mengarahkan kami dalam
pembelajaran tutorial. Makalah “Tutorial Blok Sistem Indera” ini saya buat guna memenuhi
salah satu tuntutan tugas pada proses pembelajaran Tutorial.

Saya menyadari, laporan ini banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari Dosen Tutor kami, demi perbaikan pada penulisan selanjutnya.

Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan
terima kasih.

Medan, 08 November 2021

Nur Azizah Ainun


Pemicu

Seorang perempuan berumur 16 tahun datang ke puskesmas dengan keluhn hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan bila terpapar asap rokok dan cuaca dingin. Gejala semakin
memburuk pada saat bangun tidur pagi hari. Kadang disertai dengan sneezing dan rinore.
Riwayat batuk dan demam tidak dijumpai. Riwayat anggota keluarga mengidap alergi tidak
dijumpai.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Rinore : Rhinorrhea atau rinorea adalah suatu kondisi dimana rongga hidung
dipenuhi dengan sejumlah besar cairan lendir.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Hidung tersumbat kiri dan kanan
2. Dijumpai mukosa dan oedem
3. Konkha inferior berwarna merah tua

III. ANALISA MASALAH


1. Adanya paparan terhadap suatu iritan yang memicu ketidakseimbangan sistem
saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa
hidung
2. Dikarenakan oleh faktor alergi, serperti alergi terhadap paparan asap rokok dan
cuaca yang dingin, yang menyebabkan mukosa hidung oedem
3. Diawali dengan pembuluh darah di dalam hidung melebar. Pelebaran pembuluh
darah ini membuat dinding hidung membengkak. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terasa tidak nyaman atau iritasi
IV. KERANGKA KONSEP

Perempuan, 16 tahun

Puskesmas

1. Hidung tersumbat kiri dan kanan

2. Dijumpai mukosa dan oedem

3. Konkha inferior berwarna merah tua

1. Adanya paparan terhadap suatu iritan yang memicu


ketidakseimbangan sistem saraf otonom dalam
mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa
hidung

2. Dikarenakan oleh faktor alergi, serperti alergi


terhadap paparan asap rokok dan cuaca yang dingin,
yang menyebabkan mukosa hidung oedem

3. Diawali dengan pembuluh darah di dalam hidung


melebar. Pelebaran pembuluh darah ini membuat
dinding hidung membengkak. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terasa tidak nyaman atau iritasi

1. Rhinitis Vasomotor

2. Rhinitis Alergi
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Anatomi hidung
2. Definisi dari kedua DD
3. Manifestasi klinis dx
4. Epidemiologi dx
5. Etiologi dx
6. Patogenesis dari dx
7. Diagnosis dx
8. Pemeriksaan penunjang dx
9. Penatalaksanaan dx
10. Prognosis

VI. PEMBAHASAN

1. Anatomi hidung
Anatomi Hidung
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari nares anterior hingga
koana di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi membagi
tengah bagian hidung dalam menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian inferior kavum nasi berbatasan dengan kavum oris dipisahkan oleh palatum
durum. Ke arah posterior berhubungan dengan nasofaring melalui koana. Di sebelah lateral
dan depan dibatasi oleh nasus externus. Di sebelah lateral belakang berbatasan dengan
orbita : sinus maksilaris, sinus etmoidalis, fossa pterygopalatina, fossa pterigoides.
A) Dasar hidung
Dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. Atap
hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, dan tulang-tulang os nasale, os
frontale lamina cribrosa, os etmoidale, dan corpus os sphenoidale. Dinding medial rongga
hidung adalah septum nasi. Septum nasi terdiri atas kartilago septi nasi, lamina
perpendikularis os etmoidale, dan os vomer. Sedangkan di daerah apex nasi, septum nasi
disempurnakan oleh kulit, jaringan subkutis, dan kartilago alaris major.
B) Dinding lateral
Dinding lateral dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu di anterior terdapat prosesus
frontalis os maksila, di medial terdapat os etmoidal, os maksila serta konka, dan di posterior
terdapat lamina perpendikularis os palatum, dan lamina pterigoides medial. Bagian
terpending pada dinding lateral adalah empat buah konka. Konka terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior kemudian konka yang lebih kecil adalah konka media,
konka superior dan yang paling kecil adalah konka suprema. Konka suprema biasanya akan
mengalami rudimenter. Diantara konkakonka dan dinding lateral hidung terdapat rongga
sempit yang dinamakan dengan meatus. Terdapat tiga meatus yaitu meatus inferior, media
dan superior.
C) Septum Hidung
Septum membagi kavum nasi menjadi ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum,
premaksila dan kolumela membranosa. Bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista
maksila, krista palatina dan krista sfenoid.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,
a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut Pleksus Kiesselbach
(Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma,
sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V1).
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris
juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V2), serabut parasimpatis dari
n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka
media.

2. Definisi dari kedua DD


a. Rhinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya
edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh
iritan spesifik.
b. Rhinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus hidung akibat inflamasi
yang dimediasi oleh IgE pada lapisan membran yang diinduksi oleh paparan alergen.

3. Manifestasi klinis dx
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan
rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau
serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian
dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi. Keluhan bersin-bersin
tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di
hidung dan mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena
adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan
sebagainya. Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok
( post nasal drip).
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan,
yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners / sneezers ). Prognosis
pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan
rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk
memastikan diagnosisnya.

4. Epidemiologi dx
Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan
sebanyak 30 – 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rinitis vasomotor
dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita. Walaupun demikian
insidens pastinya tidak diketahui. Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.3 Secara umum
prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 – 21%.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai
sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung
yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai
pada dekade ke 3.
Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien,
menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.
Sunaryo, dkk (1998) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS
Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % )
sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07
% ).

5. Etiologi dx
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan
keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keseimbangan vasomotor :
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi
dan bau yang merangsang.
3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue

6. Patogenesis dari dx
Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluhpembuluh darah
pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai
alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini
merupakan refleks hipersensitivitas mukosa hidung yang non – spesifik. Serangan dapat
muncul akibat pengaruh beberapa faktor pemicu.
1. Latar belakang
- adanya paparan terhadap suatu iritan yang memicu ketidakseimbangan sistem saraf
otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung sehingga
vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung menyebabkan hidung tersumbat
dan rinore.
- disebut juga “ rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) “ - merupakan respon non – spesifik
terhadap perubahan – perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana
merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergen nya.
- tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-mediated
hypersensitivity )
2. Pemicu ( triggers ) :
- alkohol - perubahan temperatur / kelembapan
- makanan yang panas dan pedas
- bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
- asap rokok atau polusi udara lainnya
- faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
- penyakit – penyakit endokrin
- obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

7. Diagnosis dx
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan
disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi
dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya
mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak
mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi
dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak
rata). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada
rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total
dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan
tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel
neutrofil dalam sekret.
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin
tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.
8. Pemeriksaan penunjang dx
Pemeriksaan Tes cukit kulit: negatif yang menjadi acuan diagnose rhinitis vasomotor.

9. Penatalaksanaan dx
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung
tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine ( oral ) serta
Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin
dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya
digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.
Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat
( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).
- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate )
- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan pada
n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka
kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

10. Prognosis
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik
dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.
VII. KESIMPULAN
1. Berdasarkankan kasus disimpulkan bahwa pasien menderita Rinitis Vasomotor
2. Diagnosa ini didukung oleh :
Gejala klinis meliputi Hidung tersumbat kiri dan kanan, Dijumpai mukosa dan oedem,
Konkha inferior berwarna merah tua. Pemeriksaan Tes cukit kulit: negatif yang
menjadi acuan diagnose rhinitis vasomotor
3. Penatalaksanaan : Kortikosteroid topikal digunakan paling sedikit selama 1 atau 2
minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
4. Diedukasikan untuk menghindari faktor pemicu seperti asap rokok dan cuaca
dingin
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :
Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1994 . h. 1 – 25.

Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis Media dan
Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta
: Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 – 9.

Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC,
Jakarta, 1986, h. 183 – 8

Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti


Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI,
1997. h. 89 – 95.

Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1997. h. 107 – 8.
Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30
Oktober, 1999.

Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka Pada Penderita


Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XI, Yogyakarta, 4-7
Oktober, 1995.

Anda mungkin juga menyukai