PENDAHULUAN
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.
Abses paru sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan umumnya
terjadi pada pasien usia lanjut karena terdapat peningkatan insidens penyakit
periondontal dan peningkatan prevalensi aspirasi. Kemajuan ilmu kedokteran saat
ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan) karena adanya
perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anastesi yang
lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang
memudahkan terjadinya aspirasi pada populasi dengan immunocompremised.
Untuk melihat lokasi dan bentuk lesi maka dilakukan pemeriksaan radiologik
sebagai pemeriksaan penunjang abses paru. Pemeriksaan radiologik yang akan
digunakan antara lain Foto polos, Ultrasonografi (USG) dan Magnetik Resonance
Imaging (MRI). Pada pemeriksaan foto polos sangat membantu untuk melihat
lokasi lesi dan bentuk abses paru.
Antibiotik tunggal tidak menghasilkan hasil yang memuaskan kecuali pus bisa
di drainase dari kavitas abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi
melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin
terbantu melalui drainase postural.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeruginosa
- Escherichia coli
- Haemophilus Influenzae
- Actinomyces Species
- Nocardia Species
- Gram negatif bacilli
c. Kelompok :
- Jamur : Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatu,
Pneumocystis carinii, Coccidioide, Pneumocystis carinii,
Coccidioides.
- Parasit : Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani,
Stronglyoides stercoralis.
- Mikobakterium
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam
kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru :
3
2.3. PATOFISIOLOGI ABSES PARU
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama
dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan
nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi
abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah
ke saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya
mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada
pemeriksaan radiografik Abses yang pecah akan keluar bersama batuk
sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses paru
yang baru. Kadang-kadang abses pecah ke dalam rongga pleura dan
menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan pneumotoraks atau
empiema.
2. Patofisiologi
Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada
penderita dengan faktor predisposisi. bakteri mengadakan
multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis.
Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level
bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga
dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan proses
abses ditempat lain (nesisitatum) misalnya abses hepar. Abses hepar
bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus
diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah
kanan dan rongga pleura.
b. Abses bisa mengalami ruptur kedalam bronkus, dengan isinya
diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi
air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura
4
sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula
bronkopleura.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai
proses pembentukan abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi
karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada
aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai
juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe
peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai
pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila
terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
5
Aspirasi berulang, proses lanjut
pneumonia inhalasi bakteria.
Proses peradangan
Reflek Batuk
Bersihan Jalan
Nafas
6
2.4. GAMBARAN KLINIS ABSES PARU
1. Gejala klinis
Gejala penyakit timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi. Gejalanya
menyerupai pneumonia pada umumnya, diantaranya :
a. Panas badan
7
Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses
tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam
beberapa jam sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan
paru yang mengalami ganggren.
8
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan
dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi
redup/pekak, bunyi napas mengilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan
jantung ke arah kontra lateral tempat lesi. Pada abses paru bisa dijumpai jari
tubuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan
ronki basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-
tanda efusi pleura.
Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang-
kadang terdengar suara amforik, suara nafas bronchial atau amforik terjadi bila
kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka
disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik.
1. Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan
dinding dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi
redup/pekak, bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda
pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kearah
kontralateral tempat lesi.
2. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan sampai
demam tinggi, batuk purulen dengan sputum berbau amis dan penurunan
berat badan.
3. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas, infeksi
gigi, serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi.
9
4. Pemeriksaan labaratorium. Peningkatan jumlah leukosit yang umumnya
mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat ditemukan pada abses paru
yang lama.
5. Bronkoskopi dengan biopsi sikatan yang terlindung dan bilasan bronkus
merupakan cara diagnostik yang paling baik dengan akurasi diagnostik
bakteriologi melebihi 80%. Cara ini hendaknya dilakukan pada pasien
AIDS sebelum dimulai pengobatan karena banyaknya kuman yang terlibat
dan sulit diprediksi secara klinis. Selain itu 10%-25% dari penyebab abses
paru pada orang dewasa adalah karsinoma bronkogenik, dan 60%
diantaranya dapat didiagnosa dengan memakia bronkoskopi.
6. Aspirasi Jarum Perkutan, merupakan cara dengan akurasi yang tinggi
untuk melakukan diagnosis bakteriologis, dengan spesifisitas melebihi
aspirasi transtrakeal.
2.5.1. LABORATORIUM
1. Pada pemeriksaan darah didapatkan LED meningkat > 58 mm / 1 jam,
leukositosis (10.000-30.000/mm3). Bila abses berlangsung lama sering
ditemukan adanya anemia.
2. Pemeriksaan sputum dapat membantu dalam menemukan mikroorganisme
penyebab abses, namun sputum tersebut hendaknya diperoleh dari aspirasi
transtrakeal, transtorakal, atau bilasan/sikatan bronkus, karena sputum
yang dibatukkan akan terkontaminasi dengan organisme anaerob normal
pada rongga mulut dan saluran napas atas. Prosedur invasif ini tidak biasa
dilakukan, kecuali bila respon terhadap antibiotik tidak adekuat.
10
2.5.2. RADIOLOGI
A. Foto Thorax
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan
bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya
menggambarkan gambaran opak dari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya
berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan
ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat.
11
Posisi Lateral : Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan
didalamnya (panah putih).
B. CT- Scan
CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam
menegakkan diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah
kontras yang dapat bercampur dengan perselubungan disekitar lesi
sehingga batas margin dapat diidentifikasi.
Gambaran khas CT-Scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar
dengan kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru
berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau
berpindah letak.
12
Gambaran CT scan contrast-enhanced axial menunjukkan lesi kavitas yang
besar di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal (black arrow). Kavitas
memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi
inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow arrow). Terlihat adanya sudut lancip
dengan dinding posterior dada.
C. Utrasound
Pemeiksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru.
Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic
bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya
tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira sebesar
2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan dinding
membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran hipoechoic di
tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)
13
2.6. DIAGNOSIS BANDING ABSES PARU
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi.
Pada penyakit ini biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.
Pada tuberculosis didapatkan BTA. Pada penyakit aktif, dapat dijumpai
gambaran bercak-bercak berawan dan kavitas, sedangkan pada keadaan
tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang berbentuk garis.
14
Gambar 5. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid level
3. Empiema
15
2.7. PENATALAKSANAAN ABSES PARU
16
- Kemudian dilanjutkan dengan penisilin oral 4 x 500-750 mg/hari.
Antibiotik parenteral diganti ke oral bila pasien tidak panas lagi dan merasa
sudah baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta unit/hari dan metronidazol 2
gram/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri anaerob) yang
diberikan selama 10 hari dikatakan sama efektifnya dengan klindamisin,
walaupun begitu harus diingat bahwa beberapa bakteri anaerob seperti
Prevotella, Bakterioides Spp. dan Fusobacterium karena memproduksi -
laktamase, resisten terhadap penisilin.
17
Staphylococcus aureus yang methicillin resistant seperti yang disebabkan
oleh emboli paru septik nosokomial, pilihannya adalah vankomisin.
18
mengalami drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik
melewati bronkus langsung ke lokasi abses.
Abses paru yang berkembang cepat antara lain yang terjadi pada pasien
immunocompromised dengan etiologi seperti mucoraceae membutuhkan
reseksi paru dengan segera disamping pemberian antibiotik. Reseksi paru juga
diindikasikan pada abses paru yang responsnya minimal dengan antibiotik,
abses paru dengan ukuran yang besar dengan infark paru.
Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat
dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah
kebocoran isi abses kedalam rongga pleura.
19
2.8. PENCEGAHAN ABSES PARU
Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan
selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan
mungkin akan menyisakan sesuatu bronkiektasis, kor pulmonal, dan
amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi,
kakeksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada
manula.
20
2.10. PROGNOSIS ABSES PARU
21