A. Hemodialisis
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan
darah melalui membrane semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan
dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke
dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang
berarti memindahkan.
Hemodialisis adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari
sampah metabolism dan racun tumbuh bila ginjal sudah tak berfungsi. Disini
digunakan ginjal buatan yang berbentuk mesin hemodialisis. Cara kerjanya
adalah: darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa pipa plastic menuju mesin
ginjal buatan (mesin hemodialisis). Setelah darah bersih dari sisa metabolism dan
racun tubuh, darah akan kembali ke tubuh. Pada GGA
dilakukan hemodialisis sampai fungsi ginjal membaik. Pada GGK berat,
dilakukan hemodialisis 2 – 3 kali seminggu, diulang seumur hidup atau sampai
dilakukan cangkok ginjal.
Pada PGK, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam
suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang
terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang
dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen
dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi
larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung
sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan
mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi
yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sarna
di kedua kompartemen (difusi).
Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke
kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif
pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi
(Gambar 1). Besar pori pada selaput akap menentukm besar malpkul zat terlarut
yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih
lambat dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan
perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila:
1. Perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar,
2. Diberi tekanan hidrolik di kompartemen darah, dan
3. Bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi.
Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan
efisiensi (Gambar 2). Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat
tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen.
Terdapat 4 jenis membran dialiser yaitu:
selulosa,
selulosa yang diperkaya,
selulo sintetik, dan
membran sintetik.
Pada membran selulosa terjadi aktivasi komplemen oleh gugus hidroksil
bebas, karena itu penggunaan membran ini cenderung berkurang digantikan oleh
membran lain. Aktivasi sistem komplemen oleh membran lain tidak sehebat
aktivasi oleh membran selulosa.
Gambar 5. fistula AV
PRINSIP DASAR PROSES HEMODIALISIS
Gambar 6. Skema proses dialisis
Sirkuit darah dari sistem dialisis mula-mula dilengkapi dengan larutan
garam atau darah sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Hemodialisis
dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa
dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel
buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri
cairan dialisis yang bebas pirogen.
Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahankonsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke
arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua
kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari
kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan
tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini
disebut ultrafiltrasi . Tekanan darah penderita mungkin cukup untuk meluncurkan
darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh) atau juga memerlukan pompa
darah untuk membantu aliran sekitar 200- 400 ml/menit .
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat
terlarut tersebut makin tinggi bila (1) perbedaankonsentrasi di kedua
kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrostatik di kompartemen darah,
dan (3) bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan
dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi.
Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen.
Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat
sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. Zat dengan berat molekul ringan yang
terdapat dalam cairan dialisat akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah
pasien selama dialisis. Karena itu kandungan solut cairan dialisat harus dalam
batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Cairan dia!isat perlu dimurnikan
agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh.
Dengan teknik reverse osmosis air akan melewati membran semi permeabel yang
memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul
kecil seperti urea, natrium, dan klorida.
Pada proses dialisis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini
akan terjadi aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan
darah. Karena itu pada dialisis diperlukan pemberian heparin selama dialisis
berlangsung. Ada tiga teknik pemberian heparin yaitu teknik heparin rutin,
heparin minimal, dan bebas heparin. Pada teknik heparin rutin, teknik yang paling
sering digunakan sehari-hari. Heparin diberikan dengan cara bolus diikuti dengan
continous infusion. Pada keadaan di mana risiko perdarahan sedang atau berat
digunakan teknik heparin minimal dan teknik bebas heparin. Contoh beberapa
keadaan risiko perdarahan berat misalnya pada pasien dengan perdarahan
intraserebral, trombositopenia, koagulopati, dan pascaoperasi dengan perdarahan.
Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan
menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah penderita.
B. Peritoneum Dialisis
Bila dua macam cairan dengan kepekatan yang berbeda dibatasi
oleh membrane semipermeabel, maka oleh karena proses konveksi dan difusi
kepekatan cairan akan berubah. Cairan yang kurang pekat akan menjadi lebih
pekat dan yang pekat menjadi kurang pekat.
Pada peritoneal dialisis, sebagai membran semipermeable
adalah peritoneum (selaput perut). Cairan dialisat adalah cairan yang mempunyai
komposit zat terlarut yang mirip dengan plasma darah. Caranya adalah: cairan
dialisat dialirkan ke dalam rongga perut, dibiarkan selama 30 menit di dalam
rongga perut. Disini terjadi proses konveksi dan difusi, sehingga
sampah metabolism dan racun tubuh akan berpindah ke cairan dialisat. Kemudian
cairan dialisat dikeluarkan. Hal ini dilakukan berulang ulang sampai sampah
metabolism dan racun tubuh berkurang.
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang
bekerja sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane
semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang
berlebihan & solute yang berisi racun yang akan dibuang. Peritonium dialisis juga
dapat diartikan sebagai dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai
sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui
pembuluh darah. Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh
seperti ureum yang tinggi pada GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan
lain sebagainya.
Anatomi Membran Peritoneum :
1. Rongga Peritoneum
Rongga peritoneum adalah bagian dari perut yang membungkus organ-
organ, seperti lambung, ginjal, usus, dll. Di dalam rongga perut ini
terdapat banyak sel-sel darah kecil (kapiler) yang berada pada satu sisi
dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain.
Rongga peritoneum berisi + 100ml cairan yang berfungsi untuk
lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum. Pada orang dewasa
normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter tanpa
menimbulkan gangguan.
2.Membran Peritoneum
Membran peritoneum merupakan lapisan tipis bersifat semi permeable.
Luas permukaan + 1,55m2 yang terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. Bagian yang menutupi / melapisi dinding rongga perut (parietal
peritoneum), + 20% dari total luas membran peritoneum.
b. Bagian yang menutup organ di dalam perut (vasceral peritoneum), +
80% dari luas total membran peritoneum. Total suplai darah pada
membran peritoneum dalam keadan basal + 60 – 100 ml/mnt.
Prinsip Dasar PD
Kateter CAPD (tenchoff catheter) dimasukkan ke dalam rongga peritoneum
melalui teknik operasi. Konsentrasi adalah kata-kata yang sering kita dengar di
dalam cairan CAPD.
Cairan Dialisat
Susunan cairan dialisat mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada
plasma darah normal. Komposisi elektrolit cairan dialisat bervariasi, namun
prinsipnya kurang lebih seperti terlihat pada Tabel 1. Pada umumnya cairan
dialisat tidak mengandung kalium, karena tujuannya untuk mengeluarkan kalium
yang tertimbun karena terganggunya fungsi ginjal. Bila DP dilakukan pada pasien
dengan kadar kalium dalam batas normal, untuk mencegah terjadinya
hipokalemia. dalam cairan dialisat dapat ditambahkan kalium 3,3-4,5 mEq/ liter
cairan dialisat. Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung: 5.650 gram NaCI, 0294
gram CaCI,, 0,153 gram MgCI, Natrium laktat4.880 gram dan 15.000 gram
glukosa. Bila cairan dialisat mengandung kadar glukosa lebih dari 1.5% kita sebut
cairan dialisat hipertonik (2,5; 35; dan 4,25%).
Berdasarkan prinsip perbedaan tekanan osmotik, maka cairan dialisat
hipertonik ini dapat digunakan untuk mengeluarkan cairan tubuh yang berlebihan.
Heparin ditambahkan dalam cairan dialisat dengan tujuan untuk mencegah
pembentukan fibrin yang dapat mengganggu aliran cairan, biasanya diberikan
pada permulaan dialisat dengan dosis 500-1000 U tiap 2 liter cairan.