Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN NHS


RUANGAN MAWAR RSUD UNDATA PALU

DISUSUN OLEH :
MARIA ULFA
2021030249

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2021

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi

Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau


temporer dari disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh
kehilangan fungsi motorik, sesorik atau visual secara tiba-tiba. Stroke
iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh organ distal.Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder1.
B. Etiologi

Penyebab stroke non hemoragik disebabkan oleh faktor yaitu


1. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis
dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat
untuk menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan
perfusi otak menurun.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki
berat badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m²
3. Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan
kemudian berakibat pada stroke2.
C. Patofisiologi

Stroke non hemoragik terjadi karena sumbatan yang diakibatkan


oleh bekuan di dalam arteri besar pada sirkulasi sereberum, sumbatan
atau obstruksi ini dapat disebabkan oleh emboli maupun
thrombus.Thrombus terbentuk akibat plak dari arteosklerosis sehingga
sering kali terjadi penyumbatan pasokan darah ke organ di tempat
terjadinya thrombosis. Aterosklerosis merupakan insiator utama
thrombosis yang berikatan dengan kehilangan endotel dan aliran
vascular abnormal, selain itu akan menimbulkan obstruksi.
Potonganpotongan thrombus terutama thrombus kecil yang biasanya
disebut dengan emboli akan lepas dan berjalan mengikuti aliran darah.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, sehingga
hal itu menyebabkan aliran darah menuju ke otak menjadi berkurang.
Sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa dapat menyebabkan
asidosis, akibat asidosis natrium, klorida dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan sel otak. Hal tersebut dapat
mengakibatkan edema setempat. Kalsium akan masuk dan memicu
serangkaian radikal bebas, kemudian terjadi kerusakan membrane sel
dan tubuh mengalami gangguan neuromuscular3.
D. Pathway

Penyakit yang mendasari stroke (alkohol,


hiperkolestroid,merokok, stress, depresi, kegemukan)

Anoreksi (elastitas pembuluh Kepekatan darah


Pembentukan thrombus
darah menurun) meningkat

Obstrusi thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada nervus


motorik dilobus frontalis V, VII, IX, X
hemisphere/hemiplagia
Penurunan kemampuan otot
Hambatan mengunyah/menelan
Mobilitas
mobilitas fisik
menurun

Gangguan Gangguan Defisit nutrisi


integritas Tirah baring menelan
kulit/jaringan

Defisit
perawatan diri
E. Manifestase Klinik

Manifestasi klinis stroke menurut adalah


1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang
penglihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat
kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada
malam hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek.
c. Diplopia Penglihatan ganda4.
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Ataksia
1) Berjalan tidak mantap, tegak.
2) Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang
luas.
c. Disartria Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia Kesulitan dalam menelan4.
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia
reseptif4.
4. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori
jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,
kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrae buruk,
perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol
diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan
dan marah, perasaan isolasi.
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita


stroke menurut adalah sebagai berikut:
1. Head CT Scan Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik,
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.Pemeriksaan
ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan.
2. Elektro Kardografi (EKG) Sangat perlu karena insiden penyakit
jantung seperti: atrial fibrilasi, MCI (myocard infark) cukup tinggi
pada pasienpasien stroke.
3. Ultrasonografi Dopller Dopller ekstra maupun intrakranial dapat
menentukan adanya stenosis atau oklusi, keadaan kolateral atau
rekanalisasi. Juga dapat dimintakan pemeriksaan ultrasound
khususnya echocardiac misalnya: transthoracic atau
transoespagheal jika untuk mencari sumber thrombus sebagai
etiologi stroke4.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
1) Darah perifer lengkap dan hitung petelet
2) INR, APTT
3) Serum elektrolit
4) Gula darah
5) CRP dan LED
6) Fungsi hati dan fungsi ginjal
b. Pemeriksaan khusus atau indikasi
1) Protein C, S, AT III
2) Cardioplin antibodies
3) Hemocystein
4) Vasculitis-screnning (ANA, Lupus AC)
5) CSF
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke non


hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik yaitu melakukan
mobilisasi sedini mungkin saat kondisi neurologis dan hemodinamik
penderita sudah membaik atau stabil. Mobilisasi harus dilakukan
secara rutin dan terus-menerus. Latihan Range of Motion (ROM)
merupakan salah satu bentuk latihan untuk rehabilitasi yang dinilai
cukup efektif untuk mencegah dampak yang timbul akibat gangguan
mobilitas fisik. Latihan ROM adalah jenis latihan yang dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan ketahanan gerak sendi
normal(Mustaqib, 2013). Selain itu, ROM merupakan suatu latihan
yang dilakukan pada sendi untuk dapat memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, pasien akan menggerakkan masing- 14
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun
aktif .
ROM pasif adalah latihan yang diberikan kepada pasien yang
mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan
pada tulang maupun sendi karena pasien tidak dapat melakukannya
sendiri, sehingga pasien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh
pasientanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan.
Tujuan ROM yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan
otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah,
mencegah kelainan bentuk Latihan ini merupakan salah satu bentuk
intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi penderita dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen di rumah sakit,
sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada
keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita4.
ASUHAN KEPERAWATAN

Proses Keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh


perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, manentukan diagnosa, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhankeperawatan
yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada
setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan2.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan mengumpulkan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna
mengetahui permasalahan yang ada2. Pengkajian pada pasien stroke meliputi:
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang atau obyek ditempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada malam hari,
tidak menyadari obyek atau batas obyek
c. Diplopia Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
b. Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak.Tidak mampu menyatukan kaki,
perlu dasar berdiri yang luas.
c. Disatria Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan,
mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif.
4. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka
pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan
untuk berkonsentrasi, perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan
isolasi2.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan  Memantau tingkat kesadaran, refleks batuk, muntah dan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam kemampuan menelan
gangguan saraf diharapkan gangguan menelan  Menyuapkan makan dalam bentuk jumlah kecil
kranialis teratasi. Dengan kriteria hasil:
1. Dapat mempertahankan makanan
dalam mulut
2. Kemampuan menelan adekuat
3. Kemampuan mengosobgkan
rongga mulut
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan  Monitor nutrisi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam  Identifikasi perubahan berat badan terakhir
dengan diharapkan status nutrisi baik.  Monitor turgor kulit dan mobilitas
ketidakmampuan Dengan kriteria hasil:  Lakukan evaluasi menelan
menelan makanan  Frekuensi makan  Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
 Berat badan asupan nutrisi
 Manejemen nutrisi
 Lakukan/bantu pasien terkait dengan perawatan
mulut sebelumnya
 Identifikasi adanya alergi/intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Dukungan mobilisasi Observasi
fisik berhubungan keperawatan selama 3 kali 24 jam,  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan gangguan maka diharapkan gangguan mobilitas  Identifikasi adanya toleransi fisik saat melakukan
neuromuscular fisik dapat teratasi, dengan kriteria pergerakan
hasil :  Monitor tekanan darah sebelum memulai mobilitas
1. Pergerakan ekstremitas  Monitor keadaan umum selama melakukan mobilisasi
meningkat Terapeutik
2. Kekuatan otot meningkat  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
3. Rentang gerak (ROM) meningkat (misalnya pagar tempat tidur)
4. Nyeri menurun
 Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu 3)
5. Kecemasan menurun
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
6. Kaku sendi menurun
meningkatkan pergerakan
7. Gerakan tidak terkoordinasi
menurun
8. Gerakan terbatas menurun Edukasi
9. Kelemahan fisik menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
Pengaturan posisi Observasi
 Monitor status oksigenasi
Terapeutik
 Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
 Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat
meningkatkan nyeri

4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Dukungan perawatan diri


berhubungan dengan keperawatan selama 3 kali 24 jam, Observasi
gangguan maka diharapkan deficit perawatan  Monitor tingkat kemandirian
muskuloskeletal diri dapat teratasi. Dengan kriteria  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
hasil: berpakaian, berhias, dan makan
1. Kemampuan mandi meningkat Terapeutik
2. Kemampuan mengenakan  Sediakan lingkungan yang terapeutik ( mis: suasana
pakaian meningkat rileks, privasi)
3. Kemampuan makan meningkat  Siapkan keperluan pribadi (mis: sikat gigi, sabun
4. Verbalisasi keinginan melakukan mandi)
perawatan diri meningkat  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
5 Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit
kulit berhubungan keperawatan selama 3 kali 24 jam,  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
dengan penurunan maka diharapkan gangguan  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
mobilitas intergritas kulit teratasi. Dengan  Anjurkan menggunakan pelembab
kriteria hasil :  Anjurkan minum air yang cukup
1. Perfusi jaringan meningkat  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
2. Tidak ada tanda tanda infeksi  Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Kerusakan jaringan menurun
4. Kerusakan lapisan kulit
5. Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien
dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1 2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1)
Monitor status oksigenasi Terapeutik 1) Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif 2) Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri
24 implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan Evaluasi2.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data
yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan
rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat
akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan
pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang
telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas
untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan
yang diberikan2.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Patofisiologi WL. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta


EGC. 2006;2(6):1385–9.
2. Puspitariani. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik [Internet]. Journal Of
Chemical Information And Modeling. 2017. Available From:
File:///C:/Users/User/Downloads/Fvm939e.Pdf
3. Chang E. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. EGC; 2009.
4. Redwidra. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. “D” Dengan Stroke
Iskhemik Di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera
Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat [Internet]. Karya Tulis Ilmiah.
Stikes Perintis Padang. 2018. Available From:
Http://Repo.Stikesperintis.Ac.Id/180/1/62 Redwidra.Pdf
5. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
6. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
7. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai