Anda di halaman 1dari 7

Tugas Individu

Praktik Profesi Keperawatan Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN MASALAH UTAMA
RESIKO BUNUH DIRI

OLEH :
FIQRIATUL HIDAYAH
C121 13 004

Preseptor Institusi Preseptor Lahan

(Hapsah, S.Kep,Ns., M. Kep) (Hapsah, S.Kep,Ns., M. Kep)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Kasus (Masalah utama: Resiko bunuh diri)


a. Definisi
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien
berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang
tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik
untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat
yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak
melakukan tindakan bunuh diri (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015). Bunuh diri
adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan
dengan sengaja dilakukan seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin terjadi
pada waktu singkat (Dalami, Suliswati, Rochmimah, Suryati, & Lestari, 2014).
b. Etiologi
Stuart (2013) menjelaskan bahwa terdapat dua klasifikasi seseorang melakukan
bunuh diri yaitu:
1) Faktor Predisposisi
Terdapat lima poin utama faktor predisposisi yang menunjang pemahaman
perilaku bunuh diri sepanjang siklus kehidupan adalah:
a) Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang membuat individu
berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan
zat, dan skizofrenia.
b) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
e) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2) Faktor Presipitasi
Perilaku bunuh diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
individu. Pencetusnya seringkali berupa kejadian kehidupan yang memalukan
seperti masalah interpersonal, dipermalukan didepan umum, kehilangan
pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, dengan mengetahui seseorang
yang mencoba atau melakukan bunuh diri juga dapat membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
c. Tanda dan Gejala
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Impulsif.
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11) Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
d. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori menurut Yusuf, Fitryasari, &
Nihayati (2015) yaitu:
1) Bunuh diri egoistik, akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang
buruk.
2) Bunuh diri altruistik, akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3) Bunuh diri anomik, akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu.

Sementara itu, Yosep & Sutini (2016) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri, meliputi:
1) Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
2) Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3) Bunuh diri egoistic
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2. Proses terjadinya resiko bunuh diri
1. Rentan Respon

RESPONSADAPTIF RESPONS MALADAPTIF


Peningkatan Berisiko Destruktif Pencederaan Bunuh Diri
Diri Destruktif Diri Tidak Diri
Langsung

Perilaku bunuh diri menurut Fitria (2009) dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
sebagai berikut:
a. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan
bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.
b. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yangdirencanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain).
c. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat) yaitu suatu perinagtan secara langsung
maupun tidak langsung, verbal atau onverbal bahwa seseorang sedang
mengupayakan bunuh diri.
2. Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan
terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah
dipantau oleh petugas kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cat cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas
menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan
melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis lainnya, menerima
pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan harga diri
pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap,
membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan keluarga
dalam rencana asuhan keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam
waktu yang lama.
3. a. Pohon masalah

Akibat Risiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core problem Risiko Bunuh Diri

Etiologi Harga Diri Rendah


b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Subjektif Objektif
Memiliki riwayat penyakit mental Mengalami depresi, cemas, dan
perasaan putus asa
Menyatakan pikiran, harapan, dan Respon kurang dan gelisah
perencanaan bunuh diri
Menyatakan bahwa sering Menunjukkan sikap agresif
mengalami kehilangan secara
bertubi-tubi dan bersamaan
Menderita penyakit yang Tidak koperatif dalam menjalani
prognosisnya kurang baik pengobatan
Menyalahkan diri sendiri, perasaan Berbicara lamban, keletihan,
gagal dan tidak berharga menarik diri dari lingkungan sosial
Menyatakan perasaan tertekan Penurunan berat badan

4. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri
5. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Suliswati, Rochmimah, Suryati, K. R., & Lestari, W. (2014). Asuhan Keperawatan Klien
denganGangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.

Fitria, N. (2009). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan untuk 7 diagnosis keperawatan jiwa berat. . Jakarta: Salemba Medika.

Kusumawati, & Hartono. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health Nursing .
Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai