A. Defenisis
pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat terjadi
di mana saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja, selama berolahraga,
Traumatic Brain Injury (TBI) adalah cedera otak akut akibat energi
meliputi satu atau lebih kriteria berikut: bingung atau disorientasi, kehilangan
B. Klasifikasi
Ringan dengan GCS 13-15, durasi amnesia pasca trauma <24 jam.
Sedang dengan GCS 9-12, durasi amnesia pasca trauma 1-6 hari, dan
Berat dengan GCS 3-8, durasi amnesia pasca trauma 7 hari atau lebih
2. Klasifikasi pathoanatomic
jauh lagi meliputi seberapa luas kerusakan yang terjadi, lokasi, dan
2. Fraktur depressed tulang kepala, terjadi ketika bagian tulang kepala yang
patah atau retak menekan ke dalam jaringan otak.
bercampur darah yang berasal dari pembuluh darah yang rusak. Hal ini
juga dapat disebabkan oleh guncangan pada otak ke depan dan belakang
5. Diffuse axonal injury atau shearing, melibatkan kerusakan pada sel saraf
danhilangnya hubungan antar neuron. Sehingga mampu menyebabkan
D. Patofisiologi
1. Cedera Otak Primer
Secara umum, cedera otak primer menunjuk kepada kejadian yang tak
terjadi trauma (Saatman, dkk, 2008 dan Werner dan Engelhard, 2007).
parenkim otak dan / atau pembuluh darah otak. Cedera pada parenkim
sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer. Hal ini dapat
E. Manifestasi klinik
Gejala akut pada cedera otak traumatik yang lebih berat bermacam-
macam namun pada umumnya cedera berat disertai penurunan kesadaran
bahkan hingga koma. Menurut American Congress of Rehabilitation
Medicine (ACRM), cedera otak traumatik ringan (mild traumatic brain
injury) adalah pasien dengan gangguan fungsi fisiologis otak yang
diakibatkan trauma dengan manifestasi minimal satu dari berikut ini :
a. Penurunan kesadaran kurang dari 30 menit
b. Hilang memori terhadap kejadian segera sebelum atau sesudah kejadian
(post traumatic amnesia) kurang dari 24 jam
c. Perubahan status mental saat kejadian (disorientasi atau kebingungan)
d. Defisit neurologis fokal transien atau non transien
e. Skor GCS 13-15 setelah 30 menit (Roozenbeek.2018).
a. Gejala fisik berupa nyeri kepala, pusing, mual, fatigue, gangguan tidur,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau kejang bila terjadi
kerusakan pada lobus temporal atau frontal, yang harus dibedakan dari
epilepsy
b. Gejala neuropsikiatrik yang terdiri dari gangguan kognitif, perilaku, dan
gangguan lainnya.
c. Gangguan kognitif, dapat berupa gangguan pemusatan perhatian,
gangguan memori dan gangguan fungsi eksekutif. Gangguan pemusatan
perhatian dapat berakibat pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
Luasnya gangguan kognitif berkorelasi dengan keparahan cedera.
d. Gejala perilaku yaitu berhubungan dengan kepribadian pasien, antara lain
irritabilitas, gangguan mood, agresi, impulsif, perilaku egois.
e. Gejala lainnya yang berhubungan adalah depresi, gangguan cemas, dan
post traumatic stress disorder. (Lozano.2016)
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab.darah
eksitotoksik
intrakrania
2. Pemeriksaan Radiologi
Namun pada pasien cedera otak traumatik ringan, kelainan pada CT-Scan
lebih sering ditemukan pada cedera otak traumatik yang lebih berat. Oleh
Scan.
1. Subjektif :
1. Dispnea
2. Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi
kussmaul cheyne-stokes).
2. Subjektif : 1. Ortopnea
3. Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
2) Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkordinasi
c) Gerakan terbatas
d) Fisik lemah
h. Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera medulla spinalis
3) Trauma
4) Osteotrhitis
4. Hipertermia
a. Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
tubuh
b. Kode : D.0130
c. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
5. Risiko Infeksi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : kemanan dan proteksi
Kode : D.0142
a. Definisi :
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
b. Faktor Risiko
1. Penyakit kronis
2. Efek prosedur invasive
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
1). Gangguan peristaltic
2.) kerusakan integritas kulit
3). Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh Sekunder
1). Penurunan hemoglobin
2). Imununosupres
3). Vaksinasi tidak adekuat
c. Kondis klinis terkait :
1) AIDS
2) Luka Bakar
3) Diabetes Militus
4) Tindakan Invasif
5) Kanker
6) Gagal Ginjal
7) Suhu tubuh diatas normal
b. Penyebab
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi
c. Gejala dan Tanda Mayor
a. Perubahan sirkulasi
b. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c. Kekurangan/kelebihan volume cairan
d. Penurunan mobilitas
e. Bahan kimia initatif
f. Suhu lingkungan yang ekstrem
g. Faktor mekanis (mis. penekanan, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
h. Terapi radiasi
i. Kelembaban
j. Proses penuaan
k. Neuropati perifer
l. Perubahan hormonal
m. Penekanan pada tonjolan tulang
n. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/
melindungi integritas jaringan
10. Resiko Injury / cedera
Kode : D.0136
1) Definisi :
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik
2) Faktor Risiko
Eksternal
a. Terpapar patogen
b. Terpapar zat kimia toksik
c. Terpapar agen nosokomial
d. Ketidaknyamanan Transportasi
Internal
3. Intervensi Keperawatan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) DPP PPNI 2018, yaitu :
1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
a. Intervensi I : PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
1. Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai AGD
j) Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
a) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
a. Intervensi II : MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
1. Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
b) Posisikan semi-Fowler atau Fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
g) Penghisapan endotrakeal
h) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
i) Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
b) Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
1. Observasi
Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
panas penggunaan incubator)
Monitor suhu tubuh
Monitor kadar elektrolit
Monitor haluaran urine
2. Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
1) Observasi :
a) Monitor pola nafas
b) Monitor bunyi napas tambahan
2) Terapeutik :
a) Posisikan semi fowler atau fowler
b) Berikan minum hangat
c) Berikan oksigen, jika perlu
3) Edukasi :
a) Ajarkan teknik batuk efektif
4) Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
6. Resiko Infeksi
PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539)
1. Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
1. Observasi
Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit,turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah)
Monitor intake dan output cairan
2. Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan
Berikan posisi modified trendelenburg
Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah
1. Observasi
Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis.
nyeri, kelelahan)
2. Terapeutik
Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu
terang)
Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
3. Edukasi
Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
4. Kolaborasi
Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
9. Resiko kerusakan integritas kulit / jaringan
PERAWATAN LUKA( I.14564 )
Observasi
1. Terapiutik
lepaskan balutan dan plester secara perlahan
Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai
kebutuhan
Bersihkan jaringan nekrotik
Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
Pasang balutan sesuai jenis luka
Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien
Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous), jika perlu
2. Edukasi
Jelaskan tandan dan gejala infeksi
Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
3. Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement(mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
10. Resiko Injury / cedera
MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN
Observasi
a. Identifikasi kebutuhan keselamatan
b. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Tindakan Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Indikator Diagnostik, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Young, A., & McNaught, C.-E. (2017). The physiolo-g y of wound healing.
Surgery, 29(10), 475–479. https://doi.org/10.1016/j.mpsur.2011.06.011