Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“TRAUMA KEPALA”

DISUSUN OLEH :

1. AURORA REGITA PUTRI


2. JENIFER LEOREN KRISTANTO DRAJAT
3. MARIA JOSEPHINA DIAZ PUTRI
4. PRICILIA AUREL DIFANKA ESTAURINA
5. RAKA THAMUS GETSUNOKO
6. SHEPTY WAHYU CHRISTININGTYAS
7. SRI SINTIA TRIANA DEWI
8. KERENHAPUKH PATTIPEILOHY

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SARJANA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................2

BAB I.............................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3

1.1 Pengertian Trauma Kepala..............................................................................3

1.2 Etiologi............................................................................................................3

1.3 Patofisiologi....................................................................................................4

1.4 Manifestasi Klinis...........................................................................................4

1.5 Klasifikasi.......................................................................................................5

1.6 Penatalaksanaan..............................................................................................7

1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................8

1.8 Komplikasi......................................................................................................9

BAB II.........................................................................................................................10

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN................................................................10

2.1 Pengkajian.........................................................................................................10

2.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................................12

2.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................................12

2.4 Implementasi Keperawatan...............................................................................12

2.5 Evaluasi.............................................................................................................13

BAB III........................................................................................................................14

PENUTUP...................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan........................................................................................................14

3.2 Saran..................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

2
3
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Trauma Kepala

Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala


adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau degenerative,
tetapi disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat mengakibatkan
kerusakan kemampuan kognitif maupun fisik. Trauma kepala merupakan trauma
yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan fisik intelektual,
emosianal, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang
atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi
fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).

Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang
merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan (Rendy, 2012).

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa trauma kepala


merupakan kerusakan pada bentuk kepala yang disebabkan benturan fisik
dari ;uar yang mengakibatkan perubahan fisik intelektual, kemampuan kognitif,
fungsi fisik dan emosional.

1.2 Etiologi

Etiologi dari trauma kepala dikategorikan menjadi cedera primer,


yakni suatu cedera yang diakibatkan akibat benturan, baik langsung maupun
tidak langsung. Kemudian cedera sekunder yaitu cedera yang diakibatkan oleh
cedera saraf melalui akson yang terjadi secara meluas, hipertendi intrakranial,
hipoksia, hipotensi sistemik atau hiperkapnea yang merupakan rangakaian dari
proses patologis sebagai tahapan lanjutan dari cedera kepala primer (Smeltzer
dan Bare, 2015).

4
1.3 Patofisiologi

a. Cidera otak primer


Secara umum, cedera otak primer menunjuk kepada kejadian yang tak
terhindarkan dan disertai kerusakan parenkim yang terjadi sesaat setelah
terjadi trauma (Saatman, dkk, 2008 dan Werner dan Engelhard, 2010). Cedera
ini dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi, rotasi,
kompresi, dan distensi sebagai akibat dari proses akselerasi dan deselerasi.
Kekuatan-kekuatan ini menyebabkan tekanan pada tulang tengkorak yang
dapat mempengaruhi neuron, glia, dan pembuluh darah dan selanjutnya
menyebabkan kerusakan fokal, multifokal maupun difus pada otak. Cedera
otak dapat melibatkan parenkim otak dan / atau pembuluh darah otak. Cedera
pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse axonal injury
(DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak dapat berupa perdarahan
epidural, subdural, subaraknoid, dan intraserebral yang dapat dilihat pada CT-
scan (Indharty, 2012).
b. Cidera otak sekunder
Menunjuk kepada keadaan dimana kerusakan pada otak dapat dihindari
setelah setelah proses trauma. Beberapa contoh gangguan sekunder ini adalah
hipoksia, hipertensi, hiperkarbi, hiponatremi, dan kejang (Saatman, dkk,
2008). Menurut Indharty (2012), cedera otak sekunder merupakan lanjutan
dari cedera otak primer. Hal ini dapat terjadi akibat adanya reaksi peradangan,
biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuroapoptosis,
dan inokulasi bakteri. Faktor intrakranial (lokal) yang mempengaruhi cedera
otak sekunder adalah adanya hematoma intrakranial, iskemik otak akibat
penurunan perfusi ke jaringan di otak, herniasi, penurunan tekanan arterial
otak, tekanan intrakranial yang meningkat, demam, vasospasm, infeksi, dan
kejang. Sebaliknya, faktor ekstrakranial (sistemik) yang mempengaruhi cedera
otak sekunder dikenal dengan istilah “nine deadly H’s” meliputi hipoksemia,
hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermi, hiperglikemi dan hipoglikemi,
hiponatremi, hipoproteinemia, serta hemostasis (Indharty, 2012).

1.4 Manifestasi Klinis

Gejala akut pada cedera otak traumatik yang lebih berat bermacam-
macam namun pada umumnya cedera berat disertai penurunan kesadaran bahkan

5
hingga koma. Menurut American Congress of Rehabilitation Medicine (ACRM),
cedera otak traumatik ringan (mild traumatic brain injury) adalah pasien dengan
gangguan fungsi fisiologis otak yang diakibatkan trauma dengan manifestasi
minimal satu dari berikut ini :

a. Penurunan kesadaran kurang dari 30 menit


b. Hilang memori terhadap kejadian segera sebelum atau sesudah kejadian
(post traumatic amnesia) kurang dari 24 jam
c. Perubahan status mental saat kejadian (disorientasi atau kebingungan)
d. Defisit neurologis fokal transien atau non transien
e. Skor GCS 13-15 setelah 30 menit (Roozenbeek, 2013).

Setelah mengalami cedera otak traumatik, 30-80% pasien mengalami gejala


setelah gegar otak (post concussive). Pada umumnya membaik dalam beberapa
jam hingga beberapa hari, sebagian lainnya dapat berminggu-minggu. Manifestasi
klinis pada cedera otak traumatik ringan (mild TBI) terdiri dari kombinasi gejala
fisik dan gejala neuropsikiatrik, antara lain:

a. Gejala fisik berupa nyeri kepala, pusing, mual, fatigue, gangguan tidur,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau kejang bila terjadi
kerusakan pada lobus temporal atau frontal, yang harus dibedakan dari
epilepsi
b. Gejala neuropsikiatrik yang terdiri dari gangguan kognitif, perilaku, dan
gangguan lainnya.
c. Gangguan kognitif, dapat berupa gangguan pemusatan perhatian,
gangguan memori dan gangguan fungsi eksekutif. Gangguan pemusatan
perhatian dapat berakibat pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
Luasnya gangguan kognitif berkorelasi dengan keparahan cedera.
d. Gejala perilaku yaitu berhubungan dengan kepribadian pasien, antara lain
irritabilitas, gangguan mood, agresi, impulsif, perilaku egois.
e. Gejala lainnya yang berhubungan adalah depresi, gangguan cemas, dan
post traumatic stress disorder (Lozano, 2015).

1.5 Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan GCS

6
Klasifikasi Derajat Keparahan TBI berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS)
Berdasarkan derajat keparahannya dapat dibagi menjadi : Ringan dengan GCS
13-15, durasi amnesia pasca trauma <24 jam. Sedang dengan GCS 9-12,
durasi amnesia pasca trauma 1-6 hari, dan Berat dengan GCS 3-8, durasi
amnesia pasca trauma 7 hari atau lebih

Skala GCS :

Membuka mata
Spontan :
Dengan Perintah : 4
Dengan Nyeri : 3
Tidak Berespon : 2
1

Motorik
Dengan perintah :
Melokalisasi nyeri : 6
Menarik area yang nyeri : 5
Fleksi abnormal (dekortikasi): 4
Ekstensi abnormal (deserebrasi) : 3
Tidak berespon : 2
1

Verbal
Beriorientasi :
Bicara membingungkan : 5
Katakata tidak tepat : 4
Suara tidak dimengerti : 3
Tidak ada respon : 2
1

Sumber : (Young dan Mcnaught, 2011)


b. Klasifikasi patoanatomik

7
Menunjukkan lokasi atau ciri-ciri anatomis yang mengalami abnormalitas.
Fungsi klasifikasi ini adalah untuk terapi yang tepat sasaran. Kebanyakan
pasien dengan trauma yang parah akan memiliki lebih dari satu jenis
perlukaan bila pasien diklasifikasikan menggunakan metode ini. Penilaian
dilakukan dimulai dari bagian luar kepala hingga ke dalam untuk melihat tipe
perlukaan yang terjadi dimulai dari laserasi dan kontusio kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subaraknoid, kontusio dan laserasi otak, perdarahan intraparenkimal,
perdarahan intraventrikular, dan kerusakan fokal maupun difus dari akson.
Masing-masing dari entitas tersebut dapat dideskripsikan lebih jauh lagi
meliputi seberapa luas kerusakan yang terjadi, lokasi, dan distribusinya
(Saatman, dkk, 2008)
c. Klasifikasi berdasarkan mekanisme fisik
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan pada apakah kepala
menabrak secara langsung suatu objek (contact or “impact” loading) ataupun
otak yang bergerak di dalam tulang tengkorak (noncontact or “inertial”
loading) dan akhirnya menimbulkan cedera. Arah dan kekerasan pada kedua
tipe perlukaan tersebut dapat menentukan tipe dan keparahan suatu trauma.
Klasifikasi berdasarkan mekanisme fisik ini memiliki manfaat yang besar
dalam mencegah terjadinya cedera kepala (Saatman, dkk, 2010).

1.6 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Farmakologi
1. Pemberian analgetik untuk menurunkan derajat nyeri kepala akibat
kecelakaan.
2. Pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya syok akibat bacteremia
setelah pasien dirujuk di rumah sakit.
3. Penatalaksanaan pemberian cairan berupa ringer laktat untuk resusitasi
pasien .
4. Pemberian transfusi darah jika Hb kurang dari 10g/dL.
b. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
1. Pasien diberikan posisi head up 15-300 untuk membantu menurunkan
tekanan intrakranial dan memperbaik sirkulasi serebral.
2. Memastikan jalan nafas pasien aman, berikan oksigen 100% yang cukup
untuk menurunkan TIK.

8
3. Menghindari gerakan yang banyak dalam memanipulasi gerakan leher
sebelum cedera servikal dapat disingkirkan dari kecurigaan (Pusbankes,
2018).
4. Pasien di berikan stimulus sensori audiotori dalam meningkatkan status
kesadaran dan meminimalisir kecacatan

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemberian pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan


penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :

1. Pemeriksaan Laboratorium darah


a. Pemeriksaan kadar elektrolit, pada pasien koma sering diitemui
hiponatremia akibat gangguan pengaturan hormon diuretik. Kadar
magnesium juga dapat menurun pada fase akut akibat proses eksitotoksik
b. Pemeriksaan faktor koagulasi (aPTT, PT, tombosit), pasien orang tua
mungkin sedang dalam pengobatan dengan antikoagulan. Pemeriksaan ini
juga bermanfaat untuk menilai risiko perdarahan intrakrania
c. Kadar alkohol dalam darah, untuk menyingkirkan penyebab penurunan
kesadaran atau disorientasi
2. Pemeriksaan radiologi
CT-Scan kepala berperan penting dalam pencitraan cedera kepala. Namun
pada pasien cedera otak traumatik ringan, kelainan pada CT-Scan yang
spesifik tidak sering ditemukan. Kelainan pada gambaran CT-Scan lebih
sering ditemukan pada cedera otak traumatik yang lebih berat. Oleh karena itu
perlu untuk mempertimbangkan indikasi dilakukannya CT-Scan. Indikasi
harus CT-Scan segera (Stippler, 2015):
a. Tanda-tanda fraktur pada tulang tengkorak (basis kranii, depresi, atau
fraktur terbuka)
b. Kelainan pada pemeriksaan neurologis
c. Serangan kejang
d. Muntah lebih dari 1 kali
e. Mekanisme trauma risiko tinggi (terlempar dari kendaraan, pejalan kaki
ditabrak oleh kendaraan)
f. Penurunan skor GCS atau skor GCS persisten kurang dari 15

9
Sedangkan indikasi pertimbangan perlu dilakukan CTScan (Stippler
2015):
a. Usia lebih dari 60 tahun
b. Amnesia anterograd persisten
c. Amnesia retrograd lebih dari 30 menit
d. Koagulopati
e. Terjatuh lebih dari 1 meter
f. Hilang kesadaran lebih dari 30 menit
g. Faktor sosial (tidak dapat dianamnesis untuk riwayat yang jelas)

1.8 Komplikasi

Komplikasi trauma kepala menurut Kasenda (2018) meliputi :

a. Perdarahan intra cranial


b. Kejang
c. Parese saraf cranial
d. Meningitis atau abses otak
e. Infeksi
f. Edema cerebri
g. Kebocoran cairan serobospinal

10
BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Pengkajian kegaawatdaruratan menurut Kasenda (2018) :

a. Primary survey
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma
3) Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol pendarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Secondary survey
1) Kepala

11
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain
7) Aktivitas / istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia,
cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
10) Makanan / cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
12) Nuerosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman,
perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.

12
13) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Kasenda (2018), diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien
dengan trauma kepala :

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala


(D.0017)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (D.0005)

2.3 Intervensi Keperawatan

2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang


telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama
dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

13
2.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan


keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang
digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga
evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan
terus menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

Adapun rujukan nilai normal dari kriteria hasil dari Nursing Output
Clasification yang telah ditentukan adalah:

a. Tekanan intra cranial (TIK) normal : < 15 mmHg (8-18 cmH20) untuk orang
dewasa
b. Tidak ada nyeri kepala
c. Tidak ada kegelisahan
d. Tidak ada penurunan tingkat kesadaran ( compos mentis)
e. Tidak ada gangguan reflex saraf (Brainstem Positif)
f. Pola bernafas normal /tidak sesak
g. Ukuran dan reaksi pupil normal, seimbang dan reaktif kiri dan kanan
h. Laju pernafasan normal
i. Tekanan darah normal

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Brain Injury Association of America. (2009). Types of Brain Injury.


http://www.biausa.org/pages/typeofbraininjury.html (Diakses 6 Maret 23 pukul
12.03)

Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing

Kasenda. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Trauma Kepala Berat di
Ruang ICU RSUD Bahteramas. Politeknik Kesehatan Kendari

Stippler, M. (2015). Craniocerebral Trauma Bradley’s Neurology in Clinical


Practices 7th ed (7th ed.). Elsevier.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Pusbankes, T. (2018). Penatalaksanaan Penyakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Smeltzer dan Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth. Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

16
Roozenbeek, B., Maas, A.I.R. & Menon, D.K., 2013. Nature Reviews
Neurology
.http://www.nature.com/nrneurol/journal/v9/n4/full/nrneurol.2013.22.html
(diakses pada tanggal 6 Maret 23 pukul 13.00)

Werner, C., dan K. Engelhard, 2007. Pathophysiology of Traumatic Brain Injury.


British Journal of Anaesthesy 99.

17

Anda mungkin juga menyukai