Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kmampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional. (Widagdo, 2008).
Manifestasi klinis yang dapat dirasakan pada pasien salah satunya hematoma subdural
seperti: berubah-ubah hilang kesadaran, sakit kepala, otot wajah melemah,
melemahnya tingkat pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan, kontralateral
hemiparesis, tanda-tanda babinsky positif, tanda-tanda pupil dilatasi, tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial, serta hiperaktif reflek tendon.
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun
psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan
penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala
adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh
kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh
karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan
morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan
dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya
pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
cidera kepala?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperwatan pada pasien yang mengalami cidera
kepala sehingga dapat dilakukan pentalaksaan penyakit secara cepat dan tepat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. Parah : Keparahan cedera kepala dapat
dikelompokan menjadi 3 yaitu parah : GCS 3 – 8, Sedang : GCS 9 – 12, Ringan :
GCS 13 – 15.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang dapat
menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang
tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama kematian dan kecacatan akibat trauma di banyak negara berkembang
[ CITATION Ris16 \l 1033 ].

Cedera kepala didefinisikan sebagai penyakit non degeneratif dan non


kongenital yang disebabkan oleh massa mekanik dari luar tubuh, cedera ini akan
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dan psikososial, yang dapat terjadi
sementara atau permanen, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran [ CITATION
Raw16 \l 1033 ]

2.2 Etiologi

Cedera kepala disebabkan oleh:


a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom

2
2.3 Manifestasi

Cedera kepala terjadi karena adanya kekuatan mekanis terhadap cranium dan
struktur di dalamnya yang menyebabkan terjadinya kerusakan sementara atau
menetap. Melaju dengan kecepatan tinggi dan kemudian berhenti secara mendadak
dapat menyebabkan benturan otak pada bagian dalam tulang tengkorak pada arah
yang berlawanan, seringkali mekanisme memutar saat terjadi cedera kepala
menyebabkan jejas pada struktur mikroneuron dan menyebabkan diffuse axonal
injury (DAI). Peluru dengan kecepatan tinggi akan merusak neuron dan struktur
pembuluh darah, menyebabkan kavitasi ruangan yang lebih luas dari pada tembakan
peluru yang di lakukan dari jarak dekat.
Adanya impact dan inertia pada kepala akan menyebabkan terjadinya cedera
pada kepala, cedera ini dapat dobagi berdasar waktu menjadi cedera kepala primen
dan cedera kepala sekunder, berdasar sifat dan lokasinya dibagi menjadi cedera fokal
dan cedera difus [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
Pada pemeriksaan klinis biasanya yang dipakai untuk menentukan cidera kelapa
menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi ciderakelapa ringan
dan berat.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur
a. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
b. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika GCS keluar dari telinga dan hidung
c. Laserasi atau konstusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah

Kondisi cidera kepala yang dapat terjadi antara lain :


a. Komosio selebri

Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan <10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
b. Kontusio selebri

Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan >10menit) atau
terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio selebri sering terjadi dan sebagian
besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada
setiap bagian dari otak. Kontusio selebri dalam waktu beberapa jam aau hari,
dapat berubah menjadi pendarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan
operasi.

3
c. Laserasi selebri

Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
cranium.

4
2.4 Patofisiologi

2.5 Tes diagnostic


a. CT-Scan
b. MRI
c. Cerebral Angiography.
d. Serial EEG

5
e. X-Ray
f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial

2.6 Komplikasi

Komplikasi pada cedera kepala yaitu dapat menyebabkan perubahan


kesadaran, koma, vegetatife, kematian otak, kejangTIK, infeksi, kerusakan pembuluh
darah, kerusakan Saraf, gangguan kecerdasan, gangguan komunikasi, perubahan
perilaku, perubahan emosional, gangguan panca indra, DLL.

2.7 Penatakansanaan
Penanganan cidera kepala [ CITATION Nur15 \l 1033 ]
a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip – prinsip ABC (Airway-Breating-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung
memperhebat peningkatan TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
b. Semua cidera kepala berak memerlukan tindakan itubasi pada kesempatan
pertama.
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cidera atau gangguan –
gangguan tubuh lainnya.
d. Pemeriksaan neurologis mencakup responsmata, motoric, verbal, pemeriksaan
pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
e. Penangan cidera – cidera dibagian lainnya
f. Pemberian pengobatan seperti : antidemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
g. Tindakan pemeriksaan diagnistik seperti: scan tomografi computer otak,
angiografi sebebral, dan lainnya.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kmampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional. (Widagdo, 2008).
Manifestasi klinis orang yang mengalami cedera kepala akut memiliki beberapa
tanda dan gejala. Dengan mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala, dapat
dibedakan antara cedera kepala ringan dan berat. Cedera ringan dapat menimbulkan
gejala seperti hilang kesadaran, periode konfusi (kebingungan) transien, somnolen,
gelisah, iritabilitas, pucat , muntah (satu kali atau lebih) dan untuk cidera berat seperti
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan retina, paralisis ekstraokular
(terutama saraf kranial VI), hemiparesis, kuadriplegia, peningkatan suhu tubuh, cara
berjalan yang goyah, dan perdarahan retina.
Komplikasi pada cedera kepala terjadi perdarahan kecil-kecil pada permukaan
otak yang tersebar melalui substansi otak daerah tersebut dan bila area 10 contusio besar
akan menimbulkan efek massa yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan aliran darah ke otak menurun
dan terjadi henti aliran darah ke otak/ iskemik. Bila terjadi iskemik komplet dan lebih
dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada
iskemik serebral, pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk
mempertahankan aliran darah yang disertai dengan lambatnya denyutan nadi dan
pernafasan yang tidak teratur. Dampak terhadap medula oblongata yang merupakan
pusat pengatur pernafasan terjadi gangguan pola nafas. Maka dari itulah pentingnya
pelaksanaan penanganan pada pasien cidera kepala harus dilakukan secara cepat dan
tepat.
3.2 Saran
1. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien cidera
kepala dengan cepat dan tepat.
2. Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, epidemologi,
anatomi dan fisiologi pada kepala, penatalaksanaan cidera kepala, tanda dan gejala,

7
pemeriksaan diagnostik untuk pasien cidera kepala, agar dalam menjalankan proses
keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat.

8
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. Z. (2013). Cedera Kepala . Jakarta : Sagung Seto.

Nurarif, A. H., & S, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa dan Nanda
Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.

Rawis , M., Lalenoh , D., & Kumaat , L. (2016). Profil pasien cedera kepala sedang dan berat yang
dirawat di ICU dan HCU . Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016 , 2.

Ristanto, R., Indra, M. R., & Poeranto, S. (2016). AKURASI REVISED TRAUMA SCORE
SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITY PASIEN CEDERA KEPALA . Jurnal Kesehatan
Hesti Wira Sakti, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016. Hlm. 76-90 , 2.

Anda mungkin juga menyukai