Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN

PENYAKIT TRAUMATIC BRAIN INJURY (TBI)

Oleh:
Marwani, S.Kep
70900121016

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XX

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Traumatic brain injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun patologi pada
otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat terjadi di mana saja
termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja, selama berolahraga, ataupun di medan perang
(Manley dan Mass, 2013).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri,
serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan
suatu proses terjadinya cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Wijaya, 2013).
Traumatic Brain Injury (TBI) adalah cedera otak akut akibat energi mekanik
terhadap kepala dari kekuatan eksternal. Identifikasi klinis TBI meliputi satu atau lebih
kriteria berikut: bingung atau disorientasi, kehilangan kesadaran, amnesia pasca trauma,
atau abnormalitas neurologi lain (tanda fokal neurologis,kejang, lesi intrakranial).
B. Etiologi
Etiologi dari trauma kepala dikategorikan menjadi cedera primer, yakni suatu
cedera yang diakibatkan akibat benturan, baik langsung maupun tidak langsung.
Kemudian cedera sekunder yaitu cedera yang diakibatkan oleh cedera saraf melalui akson
yang terjadi secara meluas, hipertendi intrakranial, hipoksia, hipotensi sistemik atau
hiperkapnea yang merupakan rangakaian dari proses patologis sebagai tahapan lanjutan
dari cedera kepala primer (Smeltzer dan Bare, 2015).
C. Klasifikasi
a. Klasifikasi Berdasarkan GCS
Klasifikasi Derajat Keparahan TBI berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS)
Berdasarkan derajat keparahannya dapat dibagi menjadi : Ringan dengan GCS 13-15,
durasi amnesia pasca trauma <24 jam. Sedang dengan GCS 9-12, durasi amnesia pasca
trauma 1-6 hari, dan Berat dengan GCS 3-8, durasi amnesia pasca trauma 7 hari atau
lebih (Young dan Mcnaught, 2011).
Skala GCS:
Membuka mata :
Spontan :4
Dengan peritah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1
Motorik :
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal (dekortikasi) :3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) :2
Tidak berespon :1
Verbal :
Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4

Kata-kata tidak tepat :3

Suara tidak di mengerti :2

Tidak ada respon :1

b. Klasifikasi Patoanatomik
Menunjukkan lokasi atau ciri-ciri anatomis yang mengalami abnormalitas.
Fungsi klasifikasi ini adalah untuk terapi yang tepat sasaran. Kebanyakan pasien
dengan trauma yang parah akan memiliki lebih dari satu jenis perlukaan bila pasien
diklasifikasikan menggunakan metode ini. Penilaian dilakukan dimulai dari bagian
luar kepala hingga ke dalam untuk melihat tipe perlukaan yang terjadi dimulai dari
laserasi dan kontusio kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid, kontusio dan laserasi otak, perdarahan
intraparenkimal, perdarahan intraventrikular, dan kerusakan fokal maupun difus dari
akson. Masing-masing dari entitas tersebut dapat dideskripsikan lebih jauh lagi
meliputi seberapa luas kerusakan yang terjadi, lokasi, dan distribusinya (Saatman, dkk,
2008)
c. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Fisik
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan pada apakah kepala
menabrak secara langsung suatu objek (contact or “impact” loading) ataupun otak
yang bergerak di dalam tulang tengkorak (noncontact or “inertial” loading) dan
akhirnya menimbulkan cedera. Arah dan kekerasan pada kedua tipe perlukaan tersebut
dapat menentukan tipe dan keparahan suatu trauma. Klasifikasi berdasarkan
mekanisme fisik ini memiliki manfaat yang besar dalam mencegah terjadinya cedera
kepala (Saatman, dkk, 2010).

D. Patofisiologi
1. Cedera Otak Primer
Secara umum, cedera otak primer menunjuk kepada kejadian yang tak
terhindarkan dan disertai kerusakan parenkim yang terjadi sesaat setelah terjadi
trauma (Saatman, dkk, 2008 dan Werner dan Engelhard, 2010). Cedera ini dapat
berasal dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi, rotasi, kompresi, dan distensi
sebagai akibat dari proses akselerasi dan deselerasi. Kekuatan-kekuatan ini
menyebabkan tekanan pada tulang tengkorak yang dapat mempengaruhi neuron, glia,
dan pembuluh darah dan selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifokal
maupun difus pada otak. Cedera otak dapat melibatkan parenkim otak dan / atau
pembuluh darah otak. Cedera pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun
diffuse axonal injury (DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak dapat
berupa perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, dan intraserebral yang dapat
dilihat pada CT-scan (Indharty, 2012).
2. Cedera Otak Sekunder
Menunjuk kepada keadaan dimana kerusakan pada otak dapat dihindari setelah
setelah proses trauma. Beberapa contoh gangguan sekunder ini adalah hipoksia,
hipertensi, hiperkarbi, hiponatremi, dan kejang (Saatman, dkk, 2008). Menurut
Indharty (2012), cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya reaksi peradangan, biokimia, pengaruh
neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuro- apoptosis, dan inokulasi bakteri.
Faktor intrakranial (lokal) yang mempengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya
hematoma intrakranial, iskemik otak akibat penurunan perfusi ke jaringan di otak,
herniasi, penurunan tekanan arterial otak, tekanan intrakranial

E. Manifestasi Klinik

Gejala akut pada cedera otak traumatik yang lebih berat bermacam-macam namun
pada umumnya cedera berat disertai penurunan kesadaran bahkan hingga koma. Menurut
American Congress of Rehabilitation Medicine (ACRM), cedera otak traumatik ringan
(mild traumatic brain injury) adalah pasien dengan gangguan fungsi fisiologis otak yang
diakibatkan trauma dengan manifestasi minimal satu dari berikut ini :

1. Penurunan kesadaran kurang dari 30 menit

2. Hilang memori terhadap kejadian segera sebelum atau sesudah kejadian (post
traumatic amnesia) kurang dari 24 jam

3. Perubahan status mental saat kejadian (disorientasi atau kebingungan)

4. Defisit neurologis fokal transien atau non transien

5. Skor GCS 13-15 setelah 30 menit (Roozenbeek, 2013).

Setelah mengalami cedera otak traumatik, 30-80% pasien mengalami gejala setelah
gegar otak (post concussive). Pada umumnya membaik dalam beberapa jam hingga
beberapa hari, sebagian lainnya dapat berminggu-minggu. Manifestasi klinis pada cedera
otak traumatik ringan (mild TBI) terdiri dari kombinasi gejala fisik dan gejala
neuropsikiatrik, antara lain:
1. Gejala fisik berupa nyeri kepala, pusing, mual, fatigue, gangguan tidur, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, atau kejang bila terjadi kerusakan pada lobus
temporal atau frontal, yang harus dibedakan dari epilepsi
2. Gejala neuropsikiatrik yang terdiri dari gangguan kognitif, perilaku, dan gangguan
lainnya.
3. Gangguan kognitif, dapat berupa gangguan pemusatan perhatian, gangguan memori
dan gangguan fungsi eksekutif. Gangguan pemusatan perhatian dapat berakibat
pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Luasnya gangguan kognitif
berkorelasi dengan keparahan cedera.
4. Gejala perilaku yaitu berhubungan dengan kepribadian pasien, antara lain
irritabilitas, gangguan mood, agresi, impulsif, perilaku egois.
5. Gejala lainnya yang berhubungan adalah depresi, gangguan cemas, dan post traumatic
stress disorder (Lozano, 2015).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Pemberian analgetik untuk menurunkan derajat nyeri kepala akibat kecelakaan.
b. Pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya syok akibat bacteremia setelah
pasien dirujuk di rumah sakit.
c. Penatalaksanaan pemberian cairan berupa ringer laktat untuk resusitasi pasien
d. Pemberian transfusi darah jika Hb kurang dari 10g/dL.

2. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a. Pasien diberikan posisi head up 15-300 untuk membantu menurunkan tekanan
intrakranial dan memperbaik sirkulasi serebral.
b. Memastikan jalan nafas pasien aman, berikan oksigen 100% yang cukup untuk
menurunkan TIK.
c. Menghindari gerakan yang banyak dalam memanipulasi gerakan leher
sebelum cedera servikal dapat disingkirkan dari kecurigaan (Pusbankes,
2018).
d. Pasien di berikan stimulus sensori audiotori dalam meningkatkan status
kesadaran dan meminimalisir kecacatan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemberian pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
a. Pemeriksaan kadar elektrolit, pada pasien koma sering diitemui hiponatremia
akibat gangguan pengaturan hormon diuretik. Kadar magnesium juga dapat
menurun pada fase akut akibat proses eksitotoksik
b. Pemeriksaan faktor koagulasi (aPTT, PT, tombosit), pasien orang tua mungkin
sedang dalam pengobatan dengan antikoagulan. Pemeriksaan ini juga
bermanfaat untuk menilai risiko perdarahan intrakrania
c. Kadar alkohol dalam darah, untuk menyingkirkan penyebab penurunan
kesadaran atau disorientasi
2. Pemeriksaan Radiologi
CT-Scan kepala berperan penting dalam pencitraan cedera kepala. Namun
pada pasien cedera otak traumatik ringan, kelainan pada CT-Scan yang spesifik tidak
sering ditemukan. Kelainan pada gambaran CT-Scan lebih sering ditemukan pada
cedera otak traumatik yang lebih berat. Oleh karena itu perlu untuk
mempertimbangkan indikasi dilakukannya CT-Scan. Indikasi harus CT-Scan segera
(Stippler, 2015):
a. Tanda-tanda fraktur pada tulang tengkorak (basis kranii, depresi, atau fraktur
terbuka)
b. Kelainan pada pemeriksaan neurologis
c. Serangan kejang
d. Muntah lebih dari 1 kali
e. Mekanisme trauma risiko tinggi (terlempar dari kendaraan, pejalan kaki
ditabrak oleh kendaraan)
f. Penurunan skor GCS atau skor GCS persisten kurang dari 15
Sedangakan indikasi pertimbangan perlu dilakukan CT- Scan (Stippler 2015):
a. Usia lebih dari 60 tahun
b. Amnesia anterograd persisten
c. Amnesia retrograd lebih dari 30 menit
d. Koagulopati
e. Terjatuh lebih dari 1 meter
f. Hilang kesadaran lebih dari 30 menit
g. Faktor sosial (tidak dapat dianamnesis untuk riwayat yang jelas)
PENYIMPANGAN KDM Kecelakaan Lalu Lintas

Cedera otak Primer Cedera Kepala Pendarahan pada Epidural

Kerusakan Saraf Otak


Kerusakan Sel Otak
Penurunan Kesadaran Immobilitas
Meningkat
Pendarahan

Menigkatkan Tahanan Gangguan Sistem Defisit Perawatan Diri


Simpatik dan Vaskuler Saraf Vagus
Penigkatan TIK Nyeri Akut Sistemik
Ketidakmampuan Menelan
Gangguan Sirkulasi ke Penurunan tekanan
Otak Pembuluh Darah Pulmonal
Resiko Defisit Nutrisi
Peningkatan
Perfusi Serebral tidak Tekanan Hidrosatik
Efektif

Kebocoran cairan
Kapiler

Peningkatan
Tekanan Hidrosatik

Penumpukan Cairan Sekret Bersihan Jalan Napas tidak


Efektif
BAB II

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Riwayat Keperawatan
1. Identitas
Identitas meliputi biodata pasien, seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medik, diagnosa medis, tgl masuk rumah sakit
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan saat ini
1) Waktu terjadinya keluhan
2) Proses terjadinya
3) Kapan keluhan mulai dirasakan
4) Bagaimana keluhan mulai terjadi
5) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan yang dialami
c. Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat masa anak-anak
b) Imunisasi
c) Alergi
d) Pengalaman sakit/dirawat sebelumnya
e) Pengobatan terakhir
d. Riwayat kesehatan keluarga
a) Genogram
3. Pengkajian Biologis
a) Rasa aman dan nyaman
b) Aktivitas istirahat dan tidur
1) Aktivitas
2) Istirahat
3) Tidur
c) Cairan
d) Nutrisi
e) Eliminasi urine dan feses
1) Eliminasi feses
2) Eliminasi urine
f) Kebutuhan oksigenasi dan karbondioksida
1) Pernapasan
2) Kardivaskuler
g) Personal hygiene
h) Sex
4. Pengkajian Psikososial Dan Spiritual
a) Psikologi
b) Hubungan sosial
c) Spriritual
5. Pemeriksaan Fisik
a) Keadan Umum
1) Kesadaran
2) Kondisi klien secara umum
3) Tanda-tanda vital
4) Pertumbuhan fisisk: TB, BB, postul tubuh
5) Keadan kulit
b) Pemeriksan Cepalo Kaudal
1) Kepala
2) Leher
3) Dada
4) Abdomen
5) Genetalia, Anus, dan Rektum
6) Ekstremitas atas dan bawah
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Terapi yang diberikan
8. Disharge Planning
B. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten. 
Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)  
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Dispnea Gelisah
Sulit bicara Sianosis
Ortopnea Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah
Faktor yang Berhubungan
1) Fisiologis:
a.Spasme jalan napas
b.Hipersekresi jalan napas
c.Disfungsi neuromuskuler
d.Benda asing dalam jalan napas
e.Adanya jalan napas buatan
f.Sekresi yang tertahan
g.Hiperplasia dinding jalan napas
h.Proses infeksi
i.Respon alergi
j.Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
2) Situasional:
a.Merokok aktif
b.Merokok pasif
c.Terpajan polutan
2. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebih

Batasan Karakteristik:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh Nyeri Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi meningkat
Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia ) Tekanan darah meningkat
Pola napas berubah
Nafsu makan berubah
Proses berpikir terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
3. Defisit Perawatan Diri
Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Menolak melakukan perawatan diri 1. Tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/ketoilet/berhias secara
mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri
kurang  
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia Tidak tersedia
Faktor Yang Berhubungan
1) Gangguan muskuloskeletar
2) Gangguan neurumuskuler
3) Kelemahan
4) Gangguan psikologis dan/atau psikotik
5) Penurunan motivasi/minat
4. Perfusi Serebral Tidak Efekatif
Definisi: berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah keotak
Faktor Risiko:
a. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tomboplastin parsial
b. Penurunan kinerja ventrikel kiri
c. Aterosklerosis aorta
d. Diseksi arteri
e. Tumor otak
f. Stenosis karotis
g. Miksoma atrium
h. Aneurisma serebri
i. Koagulasi intravaskuler (mis. anemia sel sabit)
j. Dilatasi kardiomiopati
k. Koagulasi intravaskuler diseminata
l. Embolisme
m. Cedera kepala
Kondisi Klinis Terkait:
a. Stroke
b. Cedera kepala
c. Aterosklerotik aortic
d. Infark miokard akut
5. Berisiko Defisit Nutrisi
Definisi: berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism
Faktor Risiko:
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Kondisi Klinis Terkait:
a.Stroke
b.Parkinson
c.Mobius syndrome
d.Cerebral palsy
e.Cleft lip
f. Cleft palate
g.Amyotropic lateral sclerosis
h.Kerusakan neuromuscular
i. Luka bakar
j. Kanker
k.Infeksi
l. AIDS
m.Penyakit Crohn’s
n.Enterocolitis
o.Fibrosis kritik
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
Bersihan jalan napas meningkat dengan Kriteria Hasil: produksi sputum menurun,
wheezing menurun, Gelisah menurun
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Observasi: Observasi
a. Monitor pola napas a. Mengetahui pola nafas klien
b. Monitor bunyi napas tambahan b. Mengetahui bunyi nafas
(mis:gurgling, mengi, tambahan klien
wheezing, ronghi) c. Mengetahui jumlah dan warna
c. Monitor sputum sputum klien
(jumlah,warna,aroma) Terapeutik
Terapeutik a. Menjaga kebersihan jalan nafas
a. Pertahankan kepatenan jalan klien
napas b. Pmengatur posisi klien dengan
b. Posisikan semi fowler atau kepala lebih tinggi
fowler c. Membersihkan jalan nafas
c. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
kurang dari 15 detik Edukasi
Edukasi Menyarankan pemberian asupan
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, cairan 2000ml
jika tidak kontraindikasi Kolaborasi
Kolaborasi a. Bekerjasama dalam pemberian obat
a. Kolaborasi pemberian pengencer lendir
bronkodilator, ekspektoran, b. Memantau pernapasan
mukolitik, jika perlu
b. Pemantauan Respirasi
2. Nyeri Akut
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama …X24 jam maka, tingkat
nyeri menurun. Dengan Kriteria Hasil keluhan nyeri menurun, dan meringis
menurun.
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
Identifikas lokasi, karakteristik,durasi, Agar mengetahui lokasi, derajat dan tingkat
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri nyeri yang dialami dan untuk dapat
melakukan intervensi selanjutnya

Identifikasi skala nyeri Untuk menentukan derajat nyeri

Identifikasi faktor yang memperberat dan Untuk mengetahui apa penyebab nyeri
memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan
tentang nyeri klien tentang nyeri yang di alami

Monitor keberhasilan terapi Untuk melihat apakah terapi yang diberikan


komplementer yang sudah diberikan berhasil atau tidak

Monitor efek samping pemberian Untuk memantau efek samping dari


analgetik pemberian obat pereda nyeri

Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis untuk Untuk menurunkan atau mengalihkan
mengurangi rasa nyeri perhatian klien dari nyerinya

Kontrol lingkungan yang memperberat Untuk mengontrol kondisi lingkungan


rasa nyeri (mis. Suhu ruangan , sehingga bisa menurunkan nyeri
pencahayaan , kebisingan
Edukasi Agar klien mengetahui strategi yang diberikan
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Ajarkan teknik non farmakologis untuk Agar klien mandiri dalam memantau nyeri
mengurangi rasa nyeri yang timbul

Anjurkan memonitor nyeri secara Agar klien tidak berfokus pada terapi
mandiri farmakologi untuk mengurangi nyeri yang
muncul

Kolaborasi Untuk membantu meringankan nyeri pada


Kolaborasi pemberian pemberian klien
analgetik, jika perlu
3. Defisit Perawatan Diri
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
perawatan diri meningkat dengan Kriteria Hasil:
1) Kemampuan mandi meningkat
2) Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
3) Kemampuan makan meningkat
4) Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat
5) Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
6) Minat melakukan perawatan diri diri meningkat
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Dukungan Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
Observasi Observasi
Identifikasi alat bantu-alat yang Memfasilitasi alat bantu yamg dibutuhkan
dibutuhkan dalam membantu dalam pelaksanaan kebersihan diri,
pelaksanaan kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan
berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik Terapeutik
Ciptakan lingkungan yang nyaman Menyediakan lingkungan aman dan nyaman
(misalnya suasana hangat, rileks,
privasi)
Siapkan segala keperluan pribadi Menyediakan peralatan mandi (misalnya
(misalnya parfum, sikat gigi, dan sabun parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
mandi)
Upayakan mendampingi klien dalam Jika klien tidak mampu melakukan
melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri, keluarga maupun perawat
personal hygiene sampai klien dapat mendampinginya sampai klien dapat
melakukan secara mandiri melakukan secara mandiri
Memberikan kesempatan klien Mendampingi dalam melakukan perawatan
memenuhi kebutuhan dasar personal secara mandiri
hygiene secara mandiri, bantu klien
untuk melakukannya
Atur waktu pelaksanaan perawatan diri Mengatur waktu untuk melakukan
secara rutin perawatan diri secara rutin
Edukasi Edukasi
Anjurkan klien perawatan diri sesuai Menganjurkan perawatan diri secara
tingkat kemampuan klien konsisten sesuai kemampuan
4. Perfusi Serebral Tidak Efektif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan selama … x 24 jam,
diharapkan perfusi serebral meningkat dengan Kriiteria Hasil: Tingkat Kesadaran cukup
meningkat, Tekanan intrakranial cukup menurun, Tekanan darah sistolik dan diastolic
cukup membaik, Tekanan nadi cukup membaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan Neurologis Pemantauan Neurologis
Observasi Observasi
a. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan a. Untuk mengetahui reaksi pupil
dan reaktifitas pupil b. Untuk mengetahui tingkat kesadaran
b. Monitor tingkat kesadaran c. Untuk mengetahui kondisi vital pasien
c. Monitor tanda-tanda vital d. Untuk mengetahui status pernapasan
d. Monitor status pernapasan pasien
e. Monitor balutan kraniatomi dan e. Untuk mengetahui kondisi balutan
laminektomi terhadap adanya drainase f. Untuk menilai respon pasien terhadap
f. Monitor respon pengobatan pengobatan yang di berikan
Terapeutik Terapeutik
a. Tingkatkanfrekuensi pemantauan a. Untuk lebih mengetahui secara
neurologis, jika perlu signifikan kondisi neurologis pasien
b. Hindari aktivitas yang dapat b. Untuk menghindari hal yang berisiko
meningkatkan tekanan intracranial c. Agar pemantauan sesuai
c. Atur interval waktu pemantauan kondisi pasien
sesuai dengan kondisi pasien d. Untuk mengetahui keadaan
d. Dokumentasi hasil pemantauan pasien
Edukasi Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur a. Agar pasien mengetahui tujuan dan
pemantauan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan b. Agar pasien mengetahui
kondisinya
5. Risiko Defisit Nutrisi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan status
nutrisi membaik Kriteria Hasil: Porsi makanan yang dihabiskan, Frekuensi makan cukup
membaik, Membran mukosa cukup membaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
a. Identifikasi status nutrisi a. Mengetahui kebutuhan nutrisi
b. Monitor asupan makanan pasien
c. Monitor hasil lab b. Memenuhi kebutuhan pasien
Terapeutik c. Melihat kadar glukosa pasien
a. Berikan makanan kaya akan kalori Terapeutik
dan protein a. Memenuhi kebutuhan kalori dan
b. Berikan nutrisi melalui NGT protein harian
Edukasi b. Bila pasien tidak bisa menelan
a. Anjurkan posisi semifowler Edukasi
b. Ajarkan keluarga diet yang a. Meningkatkan ekspansi dada dan
diprogramkan perfusi serebral dan memudahkan
Kolaborasi masuknya makanan
Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk b. Mengedukasi keluarga akan
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan kebutuhan gizi
Kolaborasi
Memprogramkan kebutuhan diet pasien
DAFTAR PUSTAKA

Cotrand, K. and. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Harun, et al. (2017). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i. Harun
Rosjidi, & Nurhidayat. (2014). Buku Ajar Peningkatan Tekanan Intrakranial &
Gangguan Peredaran Darah Otak.
Hassan, S., & Mehani, M. (2012). Comparison between two vascular rehabilitation train-ing
programs for patients with intermittent claudication as a result of diabetic athero-
sclerosis. International JournalFaculty of Physical Therapy, Cairo, 17(1), 7–16.
Smeltzer dan Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth. Vol.
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai