Anda di halaman 1dari 178

TUGAS PROJEK BASED LEARNING (PJBL)

KONSEP MENEJEMEN KEPERAWATAN BERBASIS SYARIAH

DI RUMAH SAKIT BERKAH SAMATA

DISUSUN OLEH :

KELAS KEPERAWATAN A

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Hukum Penyelenggaraan Berbasis Syariah

Rumah sakit syariah dapat beroperasi dengan menerapkan semua standar

operasional rumah sakit syariah yang telah tersertifikasi DSN-MUI. Standar

operasional rumah sakit syariah yang tersertifikasi, tercantum di dalam fatwa

DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang penyelenggaraan rumah sakit

berdasarkan prinsip syariah.

B. Visi Dan Misi Unit Perawatan Di Rumah Sakit

1. Visi

Terwujudnya Rumah Sakit islami yang unggul, terpercaya dan berkualitas

2. Misi

a. Memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan berkualitas secara islami

dengan mengutamakan keselamatan pasien.

b. Meningkatkan kualitas sumber daya insani sesuai dengan kompetensi, nilai-

nilai dan norma-norma Islami.

c. Meningkatkan kuantitas, kualitas sarana dan prasarana sesuai standar Rumah

Sakit.

d. Menjalin kerjasama dengan lembaga terkait dalam upaya peningkatan derajat

kesehatan masyarakat.

e. Menjadikan Iman, Islam dan Ihsan sebagai budaya Rumah Sakit.


C. Budaya Organisasi (Nilai-Nilai Islami)

Budaya organisasi ini menyangkut tentang sikap dan perilaku yang harus

diamalkan oleh pegawai di Rumah Sakit Berkah Samata. Setiap pegawai harus

mengamalkan tiga budaya tersebut dalam melayani pasien. Tiga budaya

organisasi tersebut adalah senyum, sapa, dan salam. Berikut penjelasan dari

senyum, sapa, dan salam.

1. Senyum : Berpahala dan sangat sederhana

2. Sapa : Ucapkan salam dan wujudkan keakraban

3. Salam : Berjabat tangan menumbuhkan rasa persaudaraan

D. Sarana Dan Prasarana Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

1. Standar Pelayanan Keperawatan Ibu Dan Anak

a. Pelayanan Gawat Darurat

Pasien dengan kondisi emergensi atau mengalami kedaruratan maternal-

neonatal diberikan prioritas untuk dikaji dan dilakukan tindakan keperawatan

oleh perawat yang kompeten. Indikator:

1) Tersedia kebijakan dan SPO tindakan emergency maternitas.

2) Response time pelaksanaan tindakan keperawatan kurang dari 5 menit.

3) Pasien dengan keadaan emergency (kriteria emergency maternitas)

mendapatkan bantuan untuk segera dilakukan tindakan.


4) Pelayanan gawat darurat dilakukan oleh setiap perawat di unit gawat

darurat memiliki sertifikat keperawatan emergency intermediate

(kegawatan maternal dan neonatal) atau minimal perawat klinik

maternitas III.

5) Tersedia alat, sarana dan prasarana sesuai kebutuhan emergency.

6) Ada sistem pelayanan rujukan.

7) Ada dokumentasi pelayanan gawat darurat.

b. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan pada pasien maternal dan neonatal yang mengalami masalah

dengan kondisi hemodinamik stabil yang terdiri dari pelayanan antenatal,

pelayanan post natal, neonatal, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Indikator:

Ada SPO pelayanan keperawatan di unit rawat jalan maternal dan neonatal,

minimal meliputi persiapan pasien yang akan dilakukan USG Transabdominal,

pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan alat dopler, penyuluhan ibu

hamil, senam hamil, persiapan pasien yang akan dilakukan pemeriksaan Paps

Smear.

c. Pelayanan Rawat Inap

Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual sesuai

dengan masalahnya. Indikator:

1) Ada SPO tata kelola pelayanan keperawatan di unit rawat inap di rumah

sakit
2) Ada pedoman pelayanan keperawatan kasus-kasus tertentu.

3) Ada struktur organisasi pelayanan keperawatan rawat inap.

4) Ada alur pasien masuk rawat inap.

5) Adanya indikator mutu klinik keperawatan minimal dan spesifik.

6) Adanya kriteria rawat inap untuk pasien maternal neonatal.

7) Tersedia alat, sarana dan prasarana pelayanan rawat inap.

8) Pasien menerima pelayanan rawat inap.

9) Pelayanan rawat inap dilakukan minimal perawat klinik maternitas II.

10) Ada format informasi/leaflet/buku.

11) Ada dokumentasi pasien rawat inap.

d. Pelayanan Intensif

Pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dalam kondisi kritis

yang membutuhkan penanganan dan pemantauan intensif. Indikator:

1) Ada SPO tentang pelayanan intensif.

2) Ada struktur organisasi pelayanan keperawatan rawat intensif.

3) Ada alur pasien masuk dan keluar di unit rawat intensif.

4) Ada pedoman pelayanan keperawatan intensif.

5) Ada kriteria rawat intensif maternal neonatal.

6) Pasien menerima pelayanan intensif.

7) Ada perawat kompetensi perawat klinik maternitas III dengan sertifikasi

pelatihan perawat intensif,


8) Ada format persetujuan tindakan (informed consent) sebelum pasien

masuk ruang perawatan intensif.

9) Ada dokumentasi pasien yang dirawat di ruang intensif.

e. Pelayanan Pasien Pindah

Pengaturan pasien pindah rawat sesuai kondisi atau kebutuhan pasien.

Indikator:

1) Ada SPO pelayanan pasien pindah rawat.

2) Ada format pindah rawat.

3) Ada bukti bahwa perawat melakukan stabilisasi pada pasien yang akan

dipindahkan.

4) Ada sarana transportasi yang memenuhi standar keselamatan pasien.

5) Pasien menerima pelayanan pindah.

6) Pelayanan pasien pindah dilakukan oleh perawat klinik maternitas II.

7) Ada resume keperawatan pasien yang akan dipindah rawat.

f. Tata Kelola Pasien Pulang, Meninggal, dan Kunjungan Ulang

Organisasi pelayanan keperawatan bekerjasama dengan tim kesehatan

lain menyusun dan mengembangkan tata kelola pasien pasien yang pulang,

meninggal atau pasien yang akan melakukan kunjungan ulang dan kunjungan

rumah sesuai dengan kondisi dan peraturan berlaku. Indikator:

1) Ada SPO resume pasien pulang.


2) Ada dokumen discharge planning pasien.

3) Ada kriteria pasien untuk dinyatakan boleh pulang.

4) Ada alur pasien pulang.

5) Pasien menerima tata kelola pulang, meninggal dan kunjungan ulang.

6) Ada perawat yang melakukan kunjungan dengan kompetensi perawat

klinik maternitas III

7) Ada dokumentasi pelaksanaan kunjungan rumah.

2. Standar Pelayanan Keperawatan Mata

a. Akses Pelayanan Keperawatan

Alur pasien untuk mendapatkan pelayanan keperawatan mulai dari pasien

masuk sampai pulang dikelola sesuai peraturan rumah sakit. Indikator:

1) Adanya kebijakan alur pelayanan perawatan mata.

2) Adanya SPO alur pasien masuk hingga keluar rumah sakit.

3) Adanya sistem triase dan primary survey.

4) Adanya kriteria pasien rawat jalan dan sistem registrasi rawat jalan.

5) Adanya kriteria pasien rawat inap dan sistem registrasi rawat inap.

6) Adanya manajemen pasien bila tidak tersedia tempat tidur atau ruang

rawat.

7) Setiap pasien mengikuti alur pelayanan keperawatan

b. Pelayanan Gawat Darurat


Pelayanan yang diberikan pada pasien dengan kondisi kegawatdaruratan

mata (sight saving) yang menjadi prioritas untuk dikaji dan dilakukan tindakan

keperawatan oleh perawat. Indikator:

1) SPO kegawatdaruratan mata.

2) Adanya SPO triase.

3) Adanya alur pelayanan pasien di ruang gawat darurat.

4) Adanya kriteria pasien yang masuk ke ruang gawat darurat mata (mata

merah - visus turun, mata tenang – visus turun).

5) Perawat yang bertugas di ruang gawat darurat adalah minimal perawat PK

II dengan tersertifikasi emergency nursing.

6) Terpenuhi respons time kurang dari 10 menit.

c. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan

hemodinamik stabil tanpa harus dirawat di rumah sakit dan bukan merupakan

kegawatdaruratan pemeriksaan. Indikator:

1) Adanya SPO penanganan pasien di rawat jalan.

2) Adanya alur pasien di rawat jalan.

3) Adanya perawat dengan kualifikasi minimal PK II dengan memiliki

sertifikasi pelatihan dasar perawat mata.

4) Adanya jenis pelayanan rawat jalan berdasarkan jenis penyakit mata.

5) Adanya registrasi pasien rawat jalan.

6) Adanya kriteria pasien rawat jalan.


7) Pasien menerima pelayanan rawat jalan sesuai alurnya.

8) Adanya dokumentasi asuhan keperawatan di rawat jalan.

d. Pelayanan Rawat Inap

Pasien yang diterima sebagai pasien rawat inap, dilakukan pengkajian,

menetapkan masalah dan memilih pelayanan yang paling tepat. Kebutuhan

pasien selama dirawat dan semua informasi terkait harus dikaji dan diprioritaskan

berdasarkan kondisi pasien saat pertama pasien datang. Indikator:

1) Adanya SPO tata kelola pasien di rawat inap.

2) Adanya SPO orientasi pasien baru.

3) Adanya indikator klinik mutu pelayanan keperawatan spesifik mata.

4) Adanya pelayanan keperawatan mata berfokus kepada usaha promotif,

preventif, kuratif, rehabilitatif, paliatif dan prioritas berdasarkan kondisi

pasien.

5) Pasien rawat inap menerima pelayanan keperawatan holistik.

6) Adanya perawat dengan kualifikasi minimal perawat klinik level I dengan

memiliki sertifikasi pelatihan dasar perawat mata.

7) Adanya dokumentasi asuhan keperawatan pasien rawat inap.

e. Pelayanan Keperawatan Berkesinambungan

Pelayanan keperawatan pasien di rumah sakit dikelola sampai pasien

pulang dan dilanjutkan di rumah sesuai kebutuhan pasien dan kontrak yang

disepakati berdasarkan peraturan rumah sakit. Indikator:


1) Adanya kebijakan dan pedoman perawatan berkesinambungan dan

diimplementasikan di setiap unit pelayanan

f. Pemindahan pasien

Suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau

masalah kesehatan di luar masalah kesehatan mata secara vertikal (dari unit yang

lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat

kemampuannya). Indikator:

1) Adanya kebijakan, prosedur dan petunjuk tertulis untuk pasien pindah

rawat atau yang dirujuk.

2) Adanya kriteria pasien yang pindah rawat dan dirujuk karena penyakit

penyerta atau kebutuhan perawatan intensif di luar mata.

3) Adanya sistem rujukan pasien pindah rawat ke institusi lain.

4) Adanya SPO merujuk pasien.

5) Adanya dokumentasi resume keperawatan.

6) Adanya SPO dalam transportasi pasien yang memenuhi standar

keselamatan pasien.

3. Standar Pelayanan Keperawatan Ortopedi

a. Akses Pelayanan Keperawatan

Pasien mendapatkan akses pelayanan keperawatan ortopedi sesuai

kebijakan dan aturan yang berlaku di rumah sakit. Ruang lingkup akses
pelayanan keperawatan ortopedi meliputi: poli klinik rawat jalan, unit gawat

darurat, rawat inap pra operasi dan pasca operasi, kamar operasi, HCU, ICU, dan

rehabilitasi.

b. Pasien Gawat Darurat

Ruang lingkup pasien kasus gawat darurat yaitu pasien dengan masalah

muskuloskeletal dan mengalami kegawatan (fraktur terbuka, dislokasi, sindroma

kompartemen, septik arthritis) untuk pemeriksaan, persiapan operasi dan rawat

inap. Kasus tersebut dapat langsung dikaji dan ditindaklanjuti oleh perawat.

c. Rawat Inap

Ruang lingkup pasien rawat inap adalah pasien yang membutuhkan

asuhan keperawatan untuk pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, paliatif, dan

semua informasi yang relevan diperiksa dan diprioritaskan sesuai kondisi

kesehatan pasien saat mulai dirawat. Indikator:

1) Adanya kebijakan tertulis tentang yankep ortopedi di rawat inap.

2) Adanya suatu bukti bahwa perawat melakukan screening yang difokuskan

pada pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif dan

diprioritaskan berdasarkan kondisi kesehatan pasien rawat inap.

3) Adanya bukti bahwa perawat berpartisipasi secara aktif dalam

memberikan informasi yang relevan kepada pasien dan keluarganya

selama proses masuk rumah sakit.

4) Tersedianya fasilitas untuk pelayanan keperawatan kasus ortopedi rawat

inap.
5) Adanya bukti perawat ortopedi yang bertanggung jawab terhadap pasien

di rawat inap sudah mendapatkan pelatihan keperawatan ortopedi.

d. Pelayanan Intensif

1) Rawat Inap ICU Ruang lingkup keperawatan intensif meliputi kasus

dengan kegawatan pernapasan seperti kasus fraktur servikal-thorakal

dengan komplikasi cidera medulla spinalis, dan pasca operasi dengan

komplikasi.

2) Rawat Inap High Care Unit (HCU) Ruang lingkup keperawatan HCU

meliputi kasus pasien resiko komplikasi akibat kegawatan ortopedi dan

tidak mengalami kegawatan pernapasan, kasus ortopedi dengan penyerta

cedera kepala sedang.

e. Pasien Kamar Operasi

Ruang lingkup keperawatan ortopedi di kamar operasi yaitu sesaat

sebelum operasi, selama dan setelah operasi cito dan elektif. Indikator:

1) Adanya kebijakan tertulis tentang pelayanan keperawatan ortopedi di

kamar operasi.

2) Adanya bukti kriteria pasien telah lengkap persiapan operasinya.

3) Adanya bukti kriteria pasien yang sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat

inap.

4) Tersedianya fasilitas untuk pelayanan keperawatan ortopedi di kamar

operasi.
5) Adanya bukti perawat yang merawat pasien ortopedi di kamar operasi

sudah terlatih perawatan bedah ortopedi.

f. Pasien Rawat Jalan

Ruang lingkup pasien rawat jalan yaitu pasien dengan masalah

muskuloskeletal dan tidak mengalami kegawatan untuk pemeriksaan, persiapan

operasi dan atau follow up pasca rawat inap. Indikator:

1) Adanya kebijakan tertulis tentang yankep di poliklinik rawat jalan.

2) Triase atau skrening

3) Adanya bukti pemilahan pasien sesuai subspesialisasi ortopedi saat

kontak pertama dengan pasien.

4) Kriteria tentang pencatatan pasien atau registrasi pasien rawat jalan.

5) Adanya proses administrasi pasien atau registrasi pasien rawat jalan.

6) Adanya ruang observasi pasien ortopedi.

7) Manajemen pasien rencana rawat inap bila tidak tersedia tempat, ruangan

dan fasilitas.

8) Adanya bukti perawat ortopedi yang bertanggung jawab terhadap pasien

di poliklinik sudah mendapatkan pelatihan keperawatan ortopedi.

g. Perawatan Berkesinambungan

Unit pelayanan keperawatan ortopedi sudah mempunyai kebijakan dan

prosedur dalam perawatan pasien berkesinambungan. Indikator:


1) Adanya kebijakan, pedoman pelayanan berkesinambungan dan

diimplementasikan pada seluruh fase perawatan pasien di setiap unit

pelayanan minimal

2) Terdapat perawat yang kompeten dan bertanggung jawab pada semua fase

pemberian asuhan keperawatan dan didokumentsikan dalam rekam

medik.

3) Adanya proses keperawatan berkesinambungan dan koordinasi pada

seluruh fase pemberian keperawatan.

h. Pelayanan Pasien Pulang, Meninggal, Rujukan dan Follow Up

Proses Pelayanan pasien pulang, meninggal, rujukan, dan follow up

dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh bagian pelayanan

keperawatan. Indikator:

1) Terdapat kebijakan, prosedur, dan panduan tertulis mengenai pasien

pulang, meninggal, rujukan dan follow up

2) Terdapat kriteria yang jelas untuk memulangkan pasien.

3) Terdapat salinan resume pasien pulang yang dicantumkan pada status

pasien dan satu salinan untuk pasien

i. Pemindahan Pasien
Ketentuan mengenai prosedur dan panduan dalam pemindahan pasien ke

institusi lain dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Indikator:

Terdapat kebijakan, prosedur dan panduan tertulis mengenai tata cara

pemindahan pasien ke institusi lain.

4. Standar Pelayanan Keperawatan Penyakit Ginjal

a. Akses Pelayanan Keperawatan

Alur pasien untuk mendapatkan pelayanan keperawatan mulai dari pasien

masuk sampai pulang dikelola sesuai peraturan rumah sakit. Indikator: Ada

kebijakan dan proses bagi pasien yang membutuhkan perawatan, meliputi:

1) Ada pelayanan perawatan klinik khusus ginjal selain rumah sakit.

2) Ada triase, pelayanan penilaian awal dan penapisan.

3) Ada kriteria pasien rawat jalan dan rawat inap.

4) Ada kriteria pasien menjalani terapi pengganti ginjal yang bersifat cito/

segera.

5) Ada sistem pendaftaran pasien rawat jalan dan rawat inap.

6) Ada ruangan untuk mengobservasi pasien.

7) Ada manajemen transfer antar rumah sakit pasien bila tidak tersedia ruang

rawat.

b. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan akut dan kegawatdaruratan pada pasien gangguan ginjal

diberikan prioritas untuk dikaji dan dilakukan tindakan keperawatan. Indikator:


1) Ada SPO tindakan gawat darurat pada pasien gangguan ginjal.

2) Ada kriteria kondisi pasien yang membutuhkan pelayanan emergensi

seperti pasien kolik ginjal, pasien cidera ginjal akut (AKI), pasien gagal

ginjal dengan uremia atau azotemia, hiperkalemia, edema paru, dan atau

pasien yang mengalami ginjal polikistik.

3) Ada bukti bahwa pasien dengan gangguan ginjal akut atau kronik dengan

keadaan emergensi mendapatkan prioritas untuk dilakukan pengkajian

awal minimal meliputi kadar ureum, kreatinin, dan Kalium jumlah urin

selama 6 jam, faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, usia lanjut,

gangguan ateri koroner, CHF, imunosupresi, gangguan hati dan nyeri.

4) Ada pengkajian ulang pada 2 jam berikutnya dari pengkajian awal.

5) Ada bukti bahwa perawat berespon pada pasien dengan melaksanakan

respons time 5 menit sesuai standar penanganan gangguan ginjal.

6) Ada sistem pelayanan rujukan.

7) Ada perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat pelatihan dasar

ginjal dan tersertifikasi perawat ginjal (certified nephrology nurses).

c. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan merupakan pelayanan yang diberikan pada pasien

gangguan ginjal dengan hemodinamik stabil yang membutuhkan perawatan tanpa

harus dirawat inap di rumah sakit. Indikator:

1) Ada SPO pelayanan rawat jalan pada pasien gangguan ginjal.


2) Ada kriteria kondisi pasien dengan gangguan ginjal yang membutuhkan

pelayanan rawat jalan.

3) Ada alur rawat jalan.

4) Ada bukti perawat melakukan pengkajian kepada pasien dengan

gangguan ginjal.

5) Ada bukti perawat melakukan follow up care pada pasien dengan

gangguan ginjal.

6) Ada bukti perawat memberikan perawatan dalam meningkatkan kualitas

hidup pasien dan memperlambat progresi penyakit ginjal.

7) Ada bukti perawat memberikan dukungan psikologis kepada pasien dan

keluarga.

8) Ada bukti perawat memberikan informasi yang tepat pada pasien dan

keluarga dalam pemilihan terapi pengobatan.

d. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan keperawatan pada pasien gangguan ginjal yang membutuhkan

pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan paliatif serta informasi

lainnya yang dikaji dan diprioritaskan berdasarkan kondisi kesehatan pasien pada

saat pasien masuk di fasilitas rawat inap. Indikator:

1) Ada SPO pelayanan rawat inap di rumah sakit.

2) Ada bukti bahwa pelayanan keperawatan pada pasien ginjal terfokus pada

preventif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan paliatif.


3) Ada kriteria kondisi pasien dengan gangguan ginjal yang membutuhkan

pelayanan rawat inap.

4) Ada bukti perawat berpartisipasi aktif dalam memberikan informasi yang

tepat kepada pasien dan keluarga mengenai rencana keperawatan, biaya

perawatan pada terapi pengganti ginjal, akses pembuluh darah.

5) Ada dokumentasi pemberian informasi rawat inap.

6) Ada bukti perawat melakukan perencanaan dalam program perawatan

paliatif pada pasien gangguan gagal ginjal stadium akhir.

e. Pelayanan Intensif

Pelayanan intensif diberikan pada pasien gangguan ginjal dengan

gangguan hemodinamik yang membutuhkan perawatan khusus dan peralatan

tertentu dengan pantauan yang ketat dan terusmenerus. Indikator:

1) Ada SPO tentang pelayanan intensif.

2) Ada kriteria pasien masuk atau rujukan yang membutuhkan pelayanan

intensif.

3) Ada sarana dan prasarana yang dapat mendukung pelayanan intensif

secara efektif dan aman.

4) Ada bukti perawat memberikan intervensi keperawatan kepada pasien

gangguan ginjal seperti monitoring marker urin, rerata filtrasi glomerolus,

Pro-ANP (Atrial Natriuretic Peptide).


5) Ada bukti perawat melakukan evaluasi pasien dengan menggunakan skor

APACHE III (Acute Phsyiology and Chronic Health Evaluation) atau

skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment).

6) Ada perawat dengan kompetensi PK II yang bersertifikat pelatihan

keperawatan intensif.

f. Pelayanan Keperawatan Berkesinambungan

Pelayanan keperawatan pasien di rumah sakit dikelola sampai pasien

pulang dan dilanjutkan di rumah sesuai kebutuhan pasien dan kontrak yang

disepakati berdasarkan peraturan rumah sakit. Indikator:

1) Ada pedoman perawatan pasien yang berkesinambungan.

2) Ada SPO perencanaan pasien pulang.

3) Ada SPO dalam melakukan transfer dan rujukan pasien.

4) Ada kontrak perawat pasien hospitalisasi.

5) Program lanjutan keperawatan berkesinambungan dilaksanakan.

6) Ada dokumentasi hasil pelaksanaan pelayanan keperawatan

berkesinambungan.

7) Ada perawat dengan kompetensi PK II.

5. Standar Pelayanan Keperawatan Kanker

a. Akses Pelayanan Keperawatan

Layanan keperawatan kepada pasien dilakukan secara berkesinambungan,

berkualitas sesuai dengan standar yang telah ditentukan, terkoordinasi dan


terencana dengan baik sejak datang, dirawat hingga pasien pulang serta tindak

lanjut yang harus dilakukan. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan

yang benar tentang:

1) Tersedianya jenis-jenis layanan klinis Pasien diterima pada bagian

admision sebagai pasien rawat inap atau di daftarkan untuk pelayanan

rawat jalan sesuai kebutuhan dan kondisi kesehatan mereka. Informasi

tentang sarana dan prasarana rumah sakit, dan jenis layanan yang ada

dapat diketahui di bagian informasi.

2) Terlaksananya triage atau skrining Triage atau skrining dilakukan sejak

kontak pertama pasien masuk di bagian admision bila kondisi

memungkinkan/baik atau dibagian emergensi bila kondisi pasien tidak

terlalu baik. Melalui skrining kebutuhan pasien ditentukan, skrining

dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,

pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologis,

laboratorium klinik atau diagnostik imaging sebelumnya.

3) Terdapat kriteria penerimaan pendaftaran dan perawatan pasien. Rumah

sakit mempunyai standar prosedur untuk penerimaan pasien rawat inap

dan untuk pendaftaran rawat jalan.

4) Terdapat proses penerimaan pendaftaran dan perawatan pasien. Seluruh

proses penerimaan pendaftaran dan perawatan pasien dilakukan di bagian

admisi.
5) Terdapat batasan area terhadap pasien yang memerlukan observasi

dengan kondisi yang kurang baik memerlukan penanganan

khusus/berbeda dengan pasien dengan kondisi yang baik.

6) Tersedianya SOP pada keadaan

b. Pelayanan Emergensi Pasien

Dalam kondisi emergensi atau memerlukan perawatan segera, harus

diberikan prioritas dalam pengkajian dan pemberian tindakan oleh perawat.

Indikator:

1) Tersedianya ruang penerimaan pasien, triage, observasi, tindakan dan

resusitasi, dan ruang isolasi.

2) Tersedianya peralatan untuk pertolongan pertama.

3) Adanya kriteria penerimaan pasien emergensi

4) Terlaksananya pemberian asuhan dan tindakan keperawatan sesuai

dengan kondisi emergensi.

c. Pendaftaran dan Penerimaan Pasien Rawat Inap

Pasien yang diterima sebagai pasien rawat inap, dilakukan pengkajian,

menetapkan masalah dan memilih pelayanan yang paling tepat. Kebutuhan

pasien selama dirawat dan semua informasi terkait harus dikaji dan diprioritaskan

berdasarkan kondisi pasien saat pertama pasien datang. Indikator:

1) Adanya bukti telah dilakukan pengkajian keperawatan yang berfokus

pada tindakan preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif yang disesuaikan

dengan kondisi pasien saat datang.


2) Adanya bukti bahwa perawat telah berpartisipasi aktif dalam pemberian

informasi yang relevan kepada pasien dan keluarga meliputi tujuan

perawatan, rencana perawatan, perkiraan biaya, informasi yang

dibutuhkan dengan memperhatikan bahasa, budaya, kondisi fisik, dan

jenis layanan.

d. Pelayanan Intensif dan Kekhususan Bidang Keperawatan

Melakukan koordinasi untuk membuat kriteria pasien masuk atau pindah

yang membutuhkan pelayanan ruang intensif/khusus (Ruang Isolasi Imunitas

Menurun/RIIM, Ruang Isolasi Radioaktif/RIRA). Indikator:

1) Adanya kriteria pasien masuk atau pindah di pelayanan ruang

intensif/khusus (Ruang Isolasi Imunitas Menurun/RIIM, Ruang Isolasi

Radioaktif/RIRA).

2) Terdapat bukti penerimaan pasien masuk ke ruang intensif/khusus (Ruang

Isolasi Imunitas Menurun /RIIM, Ruang Isolasi Radioaktif/RIRA).

e. Pelayanan Keperawatan Berkelanjutan

Organisasi pelayanan keperawatan berkoordinasi dengan petugas

kesehatan lain dalam prosedur dan proses yang diperlukan guna memberikan

pelayanan keperawatan yang berkelanjutan. Indikator:

1) Terdapat peraturan/prosedur tertulis dan proses pemberian layanan

perawatan yang berkesinambungan dibuktikan dan diimplementasikan

pada setiap fase pelayanan

2) Tersedia sistem menghubungi pasien untuk follow up.


3) Terdapat dokumentasi perawat yang menangani pasien melalui

pelaksanaan asuhan keperawatan.

4) Terdapat sistem dalam pelaksanaan proses yang mendukung kontinuitas

pelayanan dan koordinasi pelayanan

f. Pelayanan Pasien Pulang, Meninggal, Rujukan dan Tindak Lanjut

Organisasi pelayanan keperawatan berkoordinasi dengan tim kesehatan

lain dalam menyusun dan mengembangkan petunjuk pelaksanaan pembuatan

resume pulang (discharge planning), pasien meninggal, rujukan dan tindak lanjut

sesuai dengan kondisi dan peraturan yang berlaku. Indikator:

1) Terdapat kriteria dalam menentukan kesiapan pasien untuk pulang

berdasarkan kondisi pasien, permintaan keluarga atau penilaian lain yang

telah dibicarakan bersama.

2) Terdapat aturan pembuatan surat keluar dengan jangka waktu tertentu

misalnya cuti/ijin.

3) Terdapat aturan merujuk pasien ke pusat layanan kesehatan lain.

4) Adanya resume keperawatan yang disiapkan oleh perawat yang kompeten

g. Pemindahan Pasien (Transfer Pasien)

Organisasi pelayanan keperawatan berkoordinasi dalam menyusun dan

mengembangkan peraturan pelaksanaan transfer pasien baik di dalam maupun

keluar institusi. Indikator:


1) Terdapat peraturan, prosedur dan petunjuk tertulis dalam pelaksanaan

dalam melakukan transfer pasien baik ke dalam maupun keluar institusi.

2) Ada kebijakan yang menuntun transfer pasien secara tepat.

3) Terdokumentasinya proses transfer pasien.

4) Terlaksananya proses transfer pasien yang aman dan berkualitas.

5) Terdapat pelayanan medis dan keperawatan sesuai kebutuhan selama

proses transfer.

6) Terdapat SOP pengecekan alat dan obat emergensi.

7) Terdapat SOP dalam pemeliharaan dan pengecekan rutin kendaraan

transportasi.

8) Menghormati hak pasien selama proses transfer.

Namun tidak menutup kemungkinan pelayanan Dakwah Islam juga

disertakan dalam suatu kegiatan. RSI Samata Berkah membedakan

pelayanan rawat inap bagi pasien laki-laki dan perempuan, dengan

mengambil nama-nama bangsal bernuansa islami. Jenis pelayanan RSI

Samata Berkah sebagai berikut:

1. Standar Syariah Akses Pelayanan dan Kontinuitas (SSAPK)

a. Rumah sakit menetapkan standar prosedur operasional penerimaan,

bimbingan, dan pemulangan pasien.

b. Rumah sakit melengkapi standar transportasi dengan media audio atau

vidio islami.

2. Standar Syariah Asesmen Pasien (SSAP)


a. Rumah sakit menetapkan asesmen spritual bagi pasien untuk

mndapatkan data keaagaman pasien.

3. Standar Syariah Pelayanan Pasien (SSPP)

a. Rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur terhadap pelayanan

pasien resikotinggi dan tahap terminal.

b. Rumah sakit menjamin kehalalan, higenitas, keamanan makanan dan terapi

nutrisi yang diberikan kepada pasien.

c. Rumah sakit mejamin adanya upaya untuk menjaga aurat pasien, sesuai

dengan jenis kelamin dan memelihara unsur ikhtilath.

d. Rumah sakit menjamin upaya pelayanan anestesi dan bedah sesuai Syariah.

e. Rumah sakit menyediakan upaya pelayanan penatalaksakan ruqyah

syar`iyah.

f. Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan ibu dan bayi secara

Syariah

g. Rumah sakit memberikan pelayanan reproduksi Islami.

4. Standar Syariah Pelayanan dan Bimbingan Kerohanian (SSPBK)

a. Rumah sakit memberikan pelayanan pendampingan pasien yang mempunyai

permintaan khusus

b. Rumah sakit memberikan pelayanan pada akhir kehidupan

5. Standar Syariah Pelayanan Pasien dan Keluarga (SSPPK)

a. Rumah sakit memberikan pendidikan keislaman kepada pasien dan keluarga


mengenai proses penyembuhan penyakit.

b. Edukasi keislaman kepada pengunjung.

c. Pendidikan dan pelatihan membantu pemenuhan kesehatan secara Islam

yang berkelanjutan dari pasien.

E. Prinsip-Prinsip Syariah Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia dalam jurnal Yusuf

(2019) telah mengeluarkan fatwa No.107/DSNMUI/X/2016 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketentuan

pelayanan Rumah sakitnya terdapat pada bagian kelima ketentuan terkait

pelayanan. Ada 13 poin terkait pelayanan yang dijadikan acuan untuk pelayanan

sesuai syariah di RS, antara lain:

1. Rumah Sakit dan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) wajib

memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan sebaik-

baiknya. Salah satu contoh hak yang berasal dari Rumah sakit yaitu

menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif,

dan penghargaan. Sedangkan kewajibannya adalah memberi pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektifitas dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan yang

Islami. Bukan hanya Rumah Sakit saja yang memiliki hak dan kewajiban,
semua pihak yang didalam ruang lingkup RS pun memiliki hak dan

kewajiban, untuk kenyamanan semua pihak baik itu pasien, dokter,

perawat, dan karyawan yang berada diruang lingkup RS tersebut.

2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan Panduan

Praktik Klinis (PPK), clinical pathway dan atau standar pelayanan yang

berlaku. Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM) adalah ketentuan tentang jenis

dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang

wajib diperoleh setiap warga negara secara minimal. Misalnya pada jenis

pelayanan gawat darurat, dokter harus cepat tanggap dalam melayani

pasien, tidak ada pasien yang diharuskan membayar uang muka, dan

pemberian pelayanan gawat darurat yang bersertifikasi yang masih

berlaku dengan tujuan keselamatan pasien yang utama. Dan beberapa

jenis pelayanan yang lainnya seperti Rawat Jalan, Rawat Inap, Bedah

Sentral (bedah saja), dan yang lain-lainnya.

3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien,

tanpa memandang ras, suku, dan agama. Dalam hal ini Rumah Sakit harus

mengedepankan keselamatan pasien daripada memandang ras, suku,

maupun agama yang dimiliki pasien. Contohnya saja ketika seseorang

memerlukan bantuan hidup dasar harus dipenuhi. Upaya pertolongan

segera harus diberikan semaksimal mungkin serta tidak mendahulukan


administrasi Rumah Sakit hal ini lah makna dari aspek kemanusian dalam

pelayanan Rumah Sakit.

4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah, santun

dan ramah, serta senantiasa berusaha untuk memberikan pelayanan yang

transparan dan berkualitas. Sikap amanah, santun, dan ramah adalah tiga

sikap yang membuat pelayanan pasien tersebut nyaman. Serta pelayanan

yang dilakukan secara transparan adalah pelayanan yang harus memenuhi

hak dan kewajiban dengan baik dan benar tanpa harus pasien tersebut

diabaikan. Segala sesuatu tentang pelayanan Rumah Sakit kepada pasien

harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat, diminta maupun

tidak diminta. Hal ini akan melahirkan pelayanan yang transparan dan

berkulitas.

5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam

membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan kepada pasien. Salah

satu aspek keadilan dalam perhitungan biaya kepada pasien yaitu dengan

menggunakan Rekam Medis hal ini bertujuan untuk menunjang

tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya pelayanan kesehatan

dirumah sakit. Kegunaan dari rekam medis ada beberapa aspek contohnya

aspek keuangan kaitannya sangat erat sekali dalam hal pembiayaan,

pasien yang melakukan pembiayaan akan tercatat didalam rekam medis

segala hal yang berkaitan serta biaya yang dibebenkan akan dihitung
dengan seadil-adilnya tanpa membedakan mana yang miskin dan yang

kaya.

6. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual

keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien. Proses

penyembuhan penyakit tak hanya dapat dilakukan oleh tim medis, namun

lebih dari itu, terapi spiritual juga diperlukan untuk proses penyembuhan

seorang pasien. Bimbingan rohani untuk para pasien harus dilakukan

untuk membantu para pasien sembuh secara jasmani rohani.

7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan

dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit. Dalam Rumah Sakit ada

beberapa peraturan dan prosedur yang tidak dapat diabaikan oleh seorang

pasien, contohnya saja peraturan tidak boleh merokok pada ruang Rumah

Sakit hal ini bertujuan untuk kenyamanan bersama sehingga pasien

maupun penanggung jawab pasien wajib mematuhinya karna sudah

menjadi tanggung jawab, serta untuk prosedur yang ditetapkan Rumah

Sakit pasien dan penanggung jawab juga harus mengikuti produr tersebut.

8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan

akhlak karimah. Adanya akhlak karimah merupakan sikap yang baik

sesuai dengan ajaran agama Islam. Jika semua orang yang ada di rumah

sakit baik itu pasien, penanggung jawab pasien memiliki akhlak karimah

maka bisa dipastikan persoalanpersoalan yang sulit akan menjadi mudah,

hati yang keras akan segera lembut, dan banyak orang yang akan terbantu
dengan mudah. Sehingga didalam ruang lingkup rumah sakit sangat

diperlukan sikap akhlak karimah yang mampu membuat kenyamanan dan

ketenangan.

9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah

(suap), zhulm (penganiayaan) dan hal-hal yang bertentangan dengan

syariah. Hal-hal yang bertentangan dengan syariah wajib untuk dihindari

karna akan berdampak pada kerugian rumah sakit itu sendiri. Misalnya

saja rumah sakit melakukan risywah maka akan berdampak dengan

reputasi dan kualitas rumah sakit itu sendiri sehingga akan lebih baik hal-

hal yang bertentangan dengan syariah dijauhi atau tidak dilakukan untuk

kebaikan bersama.

10. Rumah Sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah. Sama seperti

Lembaga Keuangan Syariah yang wajib memiliki DPS, rumah sakit

syariah pun wajib memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah). Fungsi dari

DPS ini adalah melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga

Keuangan Syariah maupun Rumah Sakit Syariah yang dibawah

pengawasan DSN, mengajukan usul-usul pengembangan, melaporkan

perkembangan produk dan operasional, dan merumuskan

permasalahanpermasalahan yang memerlukan pembahasanpembahasan

DSN. Peran DPS ini sangat penting karna mengawasi jalannya Rumah

Sakit Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan

syariah yang terdapat dalam fatwa DSN MUI.


11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama

Indonesia terkait dengan masalah hukum Islam kontemporer bidang

kedokteran (al-masa'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah althibbiyah). Istilah

kedokteran kontemporer mencakup semua masalah kedokteran yang

muncul pada akhir abad 20 dan awal abad 21, oleh karenanya

membutuhkan penetapan hukum fikih untuk menerima, menolak, ataupun

memodifikasinya agar sesuai dengan syariah islam. Bidang ini meliputi

berbagai aspek yang saling berkaitan. Diantaranya ialah timbulnya

penyakit-penyakit degeneratif yang mencakup gaya hidup, pekerjaan,

maupun dampak lingkungan. Contohnya saja tentang masalah

transplantasi organ ini bagaimana hukum islamnya, dan bagaimana islam

menyikapinya maka rumah sakit wajib merujuk fatwa Majelis Ulama

Indonesia tentang masalah yang ada.

12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib

dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci

dan shalat bagi yang sakit). Terkait panduan pelaksanaan ibadah adalah

kebutuhan spiritual. Rumah sakit wajib memfasilitasi pasien untuk

memenuhi kewajiban ibadahnya sesuai dengan tingkat kemampuan

pasien. Bila pasien mampu menjalankan ibadah secara mandiri rumah

sakit wajib memfasilitasi ibadah pasien tetap memenuhi kaidah syar’i

dengan mengingat waktu sholat, menyediakan tempat tidur yang akan jadi

tempat ibadah pasien sebersih mungkin dan sesuci mungkin,


memposisikan pasien menghadap kiblat, suasana ruangan yang tidak

gaduh, dll. Bila pasien tidak mampu menjalankan ibadah, maka rumah

sakit wajib membantunya. Bantuannya dapat berupa memberikan

pemahaman ilmu bila pasien tidak mampu menjalankan ibadah karena

tidak tahu cara ibadah saat kondisi sakit.

13. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan Rumah

Sakit. Kebersihan rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang

dirancang, dioperasikan, dan dipelihara dengan sangat memperhatikan

aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair,

air bersih, dan serangga/binatang penggangu. Ada beberapa persyaratan

kesehatan lingkungan rumah sakit yaitu penyehatan alat-alat kesehatan di

rumah sakit, penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit, dan

penyehatan air.

F. Standar Syariah Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit

1. Tanggung Jawab Perawat

Tanggung jawab (Reponsibility) mereupakan ketentuan hukum

(eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari

perawat, agar tetap kompeten dalam pengetahuan, sikap dan kerja sesuai kode

etik. Dalam melakukan pelayanan terhadap pasien, maka perawat harus sesuai

dengan peran dan competensinya. Di luar peran dan kompetensinya bukan

menjadi tanggung jawab perawat. Ketenttuan hokum di perlukan dalam


melakukan tnggung jawab. Hal ini di maksudkan, pelayanan keperawatan di

berikan sesuai dengan standar keperawatan. Tanggung jawab perawat di

tunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hokum

kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.

Menurut Yosep, tanggung jawab merupakan keharusan seseorang

sebaga makhluk rasional dan bebas untuk tidak mengelak serta membeerikan

penjelasan mengenai perbuatanya, secara retrosfektif aatau prosfektif.

Tanggung jawab sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-

tindakan yang sudah di lakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang

akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan

senngaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan pasien makqa akan

berdampak pada masa depan pasien. Pasien tidak akan punya keturunan  

adalah hak semua manusia. Perawat secara retropektif harus bias

mempertanggungjawabkan meskipun tindakan perawat tersebut dianggap

benar menurut pertimbangan medis.

Berdasarkan Yosep, tanggung jawab perawat di indentifikasi menjadi

3 yaitu:

a. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya).

b. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap pasien dan

masyarakat)

c. Responsibility to Collteague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan

sejawat dan atasan)


Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya

khususnnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti,

klinnik, atau masyarakat. Meskipun tidak dalam rangkah tugas atau tidak

sedang melaksanakan dinas, perawat di tuntut untuk bertanggung jawab dalam

tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan

fungsi yang sudah di sepakati. Perawar audah berjanji dengan sumpah perawat

bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya. Adapun Jenis-jenis

tanggung jawab Perawat adalah:

a. Tanggung Jawab Perawat terhadap Tuhannya saat Merawat Klien

Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang

paling utama adalah tanggung jawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya

penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai pertanggung jawabannya di

hadapan Tuhan.

b. Tanggung Jawab Perawat terhadap Klien

Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,

atau komunitas, perawat sangat memerlukan etika keperawatan yang merupakan

filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasar terhadap

pelaksanaan praktik keperawatan, dimana inti dari falsafah tersebut adalah hak

dan martabat manusia. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan

masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan

masyarakat, yaitu sebagai   berikut:


1) Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada

tanggung jawab yang bersumber dari adanya kebutuhan terhadap

keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.

2) Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan,

memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat

istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga, dan

masyarakat.

3) Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga,

dan masyarakat, senantiasa diladasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan

martabat dan tradisi luhur keperawatan.

4) Perawat menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga, dan

masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya

kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari

tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.

2. Pedoman Etika Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan yang ada di

rumah sakit, ketika pelayanan yang diberikan baik maka akan mempengaruhi

tingkat loyalitas pasien. Karena pelayanan yang diterapkan di Rumah Sakit

Islam Sultan Agung Semarang berpedoman kepada Islam maka pasien yang

menjalankan rawat inap di rumah sakit tersebut merasa nyaman karena tidak

hanya di rawat secara jasmani akan tetapi di rawat juga secara rohani yang
membuat pasien merasa mendapatkan pelayanan 2 sekaligus yaitu luar dan

dalam.

Kemudian dari segi pelayanannya rumah sakit harus berusahan

memberi pelayanan yang ramah, sopan santun dan amanah pada pasien,

contohnya ketika sebelum melakukan tindakan medis pada pasien tenaga

kesehatan meminta izin terlebih dahulu, mengajak pasien untuk membaca doa

terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan. Dari segi obat-obatan rumah

sakit tidak boleh menggunakan obat-obatan yang mengandung bahan haram,

begitu juga dari makanan dan minuman yang diberikan pada pasien harus

berasal dari bahan makanan halal, bebas dari najis dan bersih dan bahan

makanan tersebut memiliki label halal dari MUI. Selanjutnya dari segi

pengelolaan dana rumah sakit, sebaiknya rumah sakit dalam mengelolah

dananya bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah.

Beberapa Aktivitas atau kebiasaan Islami yang sudah diterapkan oleh

Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yaitu antara lain sebelum melakukan

tindakan pada pasien membaca basmallah terlebih dahulu, memberikan

batasan bagi penunggu pasien yang sedang sakit harus sesuai dengan jenis

kelamin pasien, mengucapkan salam ketika memasuki ruang rawat pasien,

memberikan mandatory training atau edukasi bagi pasien dan keluarga pasien

terkait maqashidu syariah yaitu antara lain (mengingatkan waktu sholat fardlu

bagi pasien dan keluarga pasien, mengajarkan tata cara thaharah atau bersuci),

pemakaian hijab bagi ibu yang sedang menyusui, ceramah agama setiap
selesai sholat dluhur untuk mendoakan pasien yang sedang sakit supaya lekas

sembuh dan untuk upaya menerapkan ajaran Islam bagi masyarakat

sekelilingnya.

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan profesional yang Islami dengan

berpedoman kepada kaidah-kaidah Islam, medik dan keperawatan yang

mencakup:

a. Menerapkan konsep, teori, dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dengan

asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada

alquran dan hadis.

b. Melaksanakan asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan Islami melalui kegiatan-kegiatan pengkajian yang berdasarkan

bukti (evidence-based healthcare).

c. Mempertanggungjawabkan atas segala tindakan dan perbuatan yang

berdasarkan bukti (evidence-based healthcare).

d. Berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada pasien baik

secara individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata-mata

mengharapkan ridho Allah.

e. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang

berorientasi pada asuhan medik dan asuhan keperawatan yang berdasarkan

bukti (evidence-based healthcare).


3. Penilaian Kinerja Perawat

Mutu pelayanan keperawatan merupakan salah satu indikator kualitas

pelayanan kesehatan atau salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan

kesehatan di rumah sakit (Nursalam, 2015). Sedangkan menurut Oxyandi

(2018) pelayanan keperawatan berkontribusi cukup besar dalam menentukan

mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu faktor yang mendukung keyakinan

adalah kenyataan yang dapat dilihat di unit pelayanan kesehatan rumah sakit,

dimana tenaga kesehatan selama 24 jam harus berada di sisi pasien adalah

perawat. Oleh karena itu pelayanan keperawatan berkontribusi dalam

menentukan mutu pelayanan RS.

Peningkatan mutu pelayanan keperawatan diberikan dalam bentuk

kinerja perawat dan harus didasari kemampuan yang tinggi sehingga kinerja

mendukung pelaksanaan tugas dalam pelayanan keperawatan. Kinerja

menurut Astuti et al. (2018) merupakan hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Artinya, kinerja

adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam

melaksanakan aktivitas kerja. Sedangkan menurut Efendi (2015) kinerja

perawat yang baik merupakan jembatan dalam menjawab jaminan kualitas

pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap pasien, baik yang sakit maupun

sehat.
Sementara menurut Suwarto et al. (2019) kinerja perawat adalah

aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik- baiknya suatu

wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan

tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran organisasi. Penilaian

kinerja perawat adalah proses mengevaluasi seberapa baik atau buruknya

perawat dalam melakukan pekerjaan dengan beberapa standar yang telah

ditetapkan. Instrumen penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview

kinerja, perangkat kerja, penilaian kinerja, penilaian sekaligus evaluasi

perawat sehingga dapat melihat kemampuan perawat yang bekerja secara

baik, efektif, efesien dan produktif sesuai dengan tujuan (Zainal, 2015).

Kunci utama dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan adalah

perawat yang mempunyai kinerja tinggi. Salah satu metode dalam menilai

kinerja perawat yaitu dengan melihat standar asuhan keperawatan. Standar

asuhan keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan kualitas yang

diinginkan terkait dengan pelayanan keperawatan terhadap pasien yang

prosesnya terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan

evaluasi yang berguna terwujudnya kinerja perawat yang profesional

(Oxyandi, 2018).

Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien di dalam

melaksanakan asuhan keperawatan digunakan standar praktik keperawatan

yang merupakan pedoman bagi perawatan dalam melaksanakan asuhan

keperawatan. Standar praktik keperawatan yang telah dijabarkan oleh PPNI


dikutip dari Nursalam (2015) yang mengacu dalam keperawatan yang

meliputi:

a. Pengkajian dimana perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan

pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,

observasi, pemeriksaan fisik. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang

terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

b. Diagnosa Keperawatan, yakni perawat menganalisa data pengkajian untuk

merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses diagnosa terdiri dari

analisa, interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa

keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah, penyebab, tanda

atau gejala. Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan pengkajian ulang dan

merevisi diagnosa berdasarkan data baru.

c. Intervensi Keperawatan dimana perawat membuat rencana tindakan

keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Kriteria pada perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan

rencana tindakan keperawatan, bekerjasama dengan pasien dalam menyusun

rencana tindakan keperawatan, perencanaan bersifat individual sesuai dengan

kondisi atau kebutuhan pasien, mendokumentasikan rencana keperawatan.

d. Implementasi, yakni perawat mengimplementasikan tindakan yang telah

diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria, bekerjasama


dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, berkolaborasi

dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi

kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai

konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi

lingkungan yang digunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan

tindakan keperawatan yang berdasarkan respon pasien.

e. Evaluasi Keperawatan, yakni perawat mengevaluasi kemajuan pasien

terhadap tindakan keperawtan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data

dasar dan perencanaan. Kriteria evaluasi terdiri dari menyusun perencanaan

evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-

menerus, menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur

perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data

baru dengan teman sejawat, bekerja sama dengan pasien keluarga untuk

memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil

evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Hal di atas sejalan dengan Departemen Kesehatan RI dalam Zulfa

(2016) bahwa instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di

Rumah Sakit dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

a. Pengkajian terdiri dari mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman

pengkajian, data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spritual), data dikaji sejak

pasien masuk sampai pulang, masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan

antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.


b. Diagnosa yang terdiri dari diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang

telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES,

merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial.

c. Intervensi yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan, disusun

berdasarkan menurut urutan prioritas, rumusan tujuan mengandung komponen

pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu,

rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan

jelas, rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga, dan

rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain.

d. Implementasi, tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan,

perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, revisi

tindakan berdasarkan hasil evaluasi, semua tindakan yang telah dilaksanakan

dicatat ringkas dan jelas.

e. Evaluasi, pada tahap ini mengacu pada tujuan dan hasil evaluasi kemudian

dicatat.

Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek

spiritual yang merupakan bagian integral perawat dengan klien. Kebutuhan

spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.

Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhan pun

semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam

segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali
Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan

harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual (Saharudin et

al., 2018).

Asuhan keperawatan yang professional merupakan sebuah asuhan yang

memberikan kebutuhan pada pasien secara holistik, holistik tidak hanya berfokus

pada fisik saja tetapi spiritual sudah menjadi bagian integral yang penting untuk

diperhatikan dan dipenuhi. Perawat tidak hanya berperan hanya dalam

pemenuhan keluhan fisik saja tetapi pemenuhan kebutuhan spiritual pasien harus

dapat difasilitasi walaupun perawat tersebut tidak memiliki keyakinan spiritual

atau keagamaan yang sama dengan pasien (Nuridah & Yodang, 2020).

The American Association of Colleges of Nurses (AACN) mengharuskan

perawat untuk mampu menilai kebutuhan spiritual pasien dan mengenali

pentingnya aspek spiritual terhadap pelayanan Kesehatan (K & Jannah, 2020).

Asuhan keperawatan spiritual menurut Kozier, B. et al. (2010) adalah suatu

manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional dan merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasari pada keimanan, keilmuan,

dan amal. Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran

dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu,

diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan

secara sitematis melalui pendekatan proses keperawatan yang diawali dari

pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

dengan mengikutsertakan aspek spiritual.


Asuhan keperawatan berbasis spiritual menurut Kozier, B. et al.

(2010) dapat diidentifikasi pada masing-masing tahapan berikut.

a. Pengkajian

Pengkajian aspek spiritual membutuhkan hubungan interpersonal yang

baik antara perawat dengan pasien. Olehnya, sebaiknya dilakukan setelah

perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang

terdekat pasien. Pengkajian asuhan keperawatan spiritual yang perlu dilakukan

meliputi:

1) Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian data subjektif dalam asuhan keperawatan spiritual

secara umum mencakup konsep tentang ketuhanan, sumber kekuatan dan

harapan, praktik agama dan ritual, serta hubungan antara keyakinan

spiritual dan kondisi kesehatan.

2) Pengkajian data objektif

Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinis yang meliputi

pengkajian afeksi dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal,

dan lingkungan. Pengkajian data objektif umumnya dilakukan melalui

observasi secara langsung.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah distress

spiritual yang dapat diidentifikasi sebagai gangguan kemampuan dalam


mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang yang dihubungkan dengan diri,

orang lain, seni, musik, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya.

Batasan karakteristik diagnosa keperawatan spiritual secara spesifik dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1) Berhubungan dengan diri, meliputi kemampuan mengekspresikan kurang

dalam harapan, tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan

diri, keberanian, marah, serta rasa bersalah.

2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi upaya penolakandalam

berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman

dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, serta merasa

terasing.

3) Berhubungan dengan seni, musik, dan alam, meliputi ketidakmampuan

mengekspresikan kondisi kreatif serta ketidaktertarikan terhadap alamdan

bacaan agama.

4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi

ketidakmampuan beribadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktivitas

agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak

mampu untuk mengalami transenden, perubahan mendadak dalam praktek

keagamaan, tidak mampu introspeksi, serta mengalami penderitaan tanpa

harapan. Perubahan-perubahan karakteristik spiritual pada pasien dapat

berimplikasi pada berbagai kondisi kesehatan. Keadaan tersebut dapat

didiagnosis sebagai pengasingan diri, kesendirian atau pengasingan sosial,


cemas, deprivasi atau kurang dalam sosiokultural, kematian dan sekarat,

nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis.

c. Perencanaan

Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan

teridentifikasi, selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan

rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan distres

spiritual difokuskan pada pembentukan lingkungan yang mendukung praktek

keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara

individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area berisiko, dan tanda-

tanda disfungsi, serta data objektif yang relevan.

Perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk

memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan membantu pasien memenuhi

kewajiban agamanya, membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya

dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami,

membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang

dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang

menyenangkan, membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang

sedang dihadapinya, meningkatkan perasaan penuh harapan, dan memberikan

sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

d. Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan

melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan dengan memeriksa


keyakinan spiritual pribadi perawat, memfokuskan perhatian pada persepsi

pasien terhadap kebutuhan spiritualnya, menghindari anggapan pasien tidak

mempunyai kebutuhan spiritual, memahami pesan non-verbal tentang kebutuhan

spiritual pasien, merespon secara singkat, spesifik, dan aktual, mendengarkan

secara aktif dan menunjukkan empati terhadap masalah pasien, membantu

memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama, serta memberitahu

pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.

Pada tahap implementasi, perawat juga harus mempertimbangkan 10 butir

kebutuhan dasar spiritual manusia yang meliputi kebutuhan akan kepercayaan

dasar, kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan akan komitmen

peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, kebutuhan akan pengisian

keimanan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, kebutuhan akan

bebas dari rasa bersalah dan dosa, kebutuhan akan penerimaan diri dan harga

diri, kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa

depan, kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi

sebagai pribadi yang utuh, kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam

dan sesama manusia, serta kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh

dengan nilai-nilai religius.

Perawat berperan sebagai komunikator perantarabila pasien

menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut

perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spiritualnya.

Dalam Nursing Interventions Classification (NIC), intervensi keperawatan dari


diagnosa distress spiritual salah satunya adalah spiritual support dengan

membantu pasien mencapai keadaan seimbang dan merasa berhubungan dengan

kekuatan Maha Besar.

e. Evaluasi

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang

ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait

dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan spiritual. Tujuan asuhan

keperawatan spiritual tercapai apabila secara umum pasien mampu beristirahat

dengan tenang, mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan dan arti

positif terhadap situasi dan keberadaannya serta menunjukkan afeksi positif,

tanpa rasa bersalah, juga menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka

dengan pemuka agama.


Format Penilaian Kinerja Perawat

pada Rumah Sakit Berkah Samata tahun 2021

Tidak
No Uraian Dilaksanakan
Dilaksanakan

I Pengkajian

Anamnesa

Observasi

Pemeriksaan fisik

Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait,

tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain

Data meliputi status kesehatan klien masa lalu, masa

sekarang

II Diagnosa Keperawatan

Analisis data

Interpretasi data
Identifikasi masalah klien

Penetapan diagnose

Ada kerja sama dengan petugas kesehatan lain

III Rencana Asuhan

Masalah diprioritaskan

Ada tujuan

Rencana tindakan

Sesuai dengan kondisi klien

IV Implementasi

Kerjasama dengan klien

Kolaborasi dengan tim lain

Melakukan tindakan

Ada HE

V Evaluasi

SOAP

Ada revisi rencana sesuai dengan respon klien

JUMLAH NILAI

Samata, …………………………2021
Yang Dinilai Penilai

(……………………………………)

(……………………………………)

Format Penilaian Kinerja Kepala Ruangan

pada Rumah Sakit Berkah Samata tahun 2021

Nama :

Jabatan : Kepala Ruangan

Bulan Penilaian :

Petunjuk Penilaian

1. Penilai : Atasan Langsung

2. Waktu Penilaian : Ditulis bulan dan tahun penilaian

3. Cara Penilaian :

a. Nilai 1 jika dilaksanakan

b. Nilai 0 jika tidak dilaksanakan

NILAI
No Unsur Penilaian Indikator Penilaian
Y T

I Pendekatan Manajemen (Management Aprroach)


Perencanaan (Planning)

a. Rencana Harian 1 Menyusun Rencana Harian setiap

kali dinas

2 Mencantumkan tanggal dinas di

Rencana Harian

3 Urutan kegiatan disusun secara

kronologis

4 Tercantum kegiatan manajerial

5 Rencana Harian dikerjakan secara

konsisten

b. Rencana 1 Menetapkan rencana bulanan

Bulanan 2 Rencana bulanan berisi seluruh

kegiatan yang akan dilaksanakan

selama sebulan

3 Dalam Rencana Bulanan tercantum

aktivitas manajerial

4 Rencana bulanan diterapkan secara

konsisten

c. Rencana 1 Menyusun perencanaan tahunan

Tahunan 2 Rencana tahunan yang disusun


sesuai dengan rencana rumah sakit

3 Rencana tahunan sesuai visi dan

misi ruangan

4 Rencana tahunan mencakup 4 pilar

profesionalisme praktek

keperawatan

5 Rencana kegiatan dalam Rencana

Tahunan disusun secara rinci dan

operasional

Pengarahan

a. Operan 1KaRu Mengikuti operan diruangan

2 KaRu melakukan validasi terhadap

operan yang dilakukan PP

3 KaRu mememberikan masukan dan

atau koreksi terhadap asuhan yang

dilakukan oleh PP

4 KaRu mendokumentasikan masukan

atau koreksi yang dilakukan

b. Pre Conference 1 KaRu Mengikuti pre Conference

diruangan

2 KaRu memberikan masukan dan


tindak lanjut

3 KaRu menjelaskan jadwal supervisi

hari ini

4 KaRu menjelaskan rencana harian

5 KaRu mendokumentasikan masukan

atau koreksi yang dilakukan

c. Post Conference 1 KaRu mengikuti Post Conference

2 KaRu memberikan masukan dan

tindak lanjut

3 KaRu memaparkan hasil supervisi

dan perbaikan yang diperlukan

4 KaRu mendokumentasikan masukan

atau koreksi yang dilakukan

d. Iklim Motivasi 1 Membantu seluruh staf untuk lebih

baik

2 KaRu bersikap fair dan konsisten

terhadap semua staf

3 Anda mengembangkan konsep kerja

kelompok

4 KaRu mengintegrasikan kebutuhan

staf dengan kebutuhan organisasi


5 KaRu memberikan tantangan kerja

sebagai kesempatan untuk

mengembangkan diri

6 KaRu melibatkan staf dalam

pengambilan keputusan

7 KaRu memberikan kesempatan

kepada staf menilai dan mengontrol

pekerjaannya

8 KaRu menciptakan hubungan saling

percaya dan menolong dengan staf

9 KaRu menjadi role model bagi staf

1 KaRu memberikan reinforcement

0 (pujian)

e. Pendelegasian 1 Pendelegasian dilakukan kepada staf

yang memiliki kompetensi yang

dibutuhkan dalam menjalankan

tugas

2 Tugas yang dilimpahkan dijelaskan

sebelum melakukan pendelegasian

3 Selain pelimpahan tugas,

kewenangan juga dilimpahkan


4 Waktu pendelegasian tugas

ditentukan

5 Apabila si pelaksana tugas

mengalami kesulitan, Karu, Katim

memberikan arahan untuk

mengatasi masalah

6 Ada evaluasi setelah selesai tugas

dilaksanakan

f. Supervisi 1Supervisi disusun secara terjadwal

2 Semua staf mengetahui jadwal

supervisi yang dilaksanakan

3 Materi supervisi dipahami oleh

supervisor maupun staf

4 Supervisor mengorientasikan materi

supervisi kepada staf yang

disupervisi

5 Supervisor mengkaji kinerja staf

sesuai dengan materi supervisi

6 Supervisor mengidentifikasi

pencapaian staf dan memberikan

reinforcement
7 Supervisor mengidentifikasi aspek

kinerja yang perlu ditingkatkan oleh

staf

8 Supervisor memberikan solusi dan

role model bagaimana

meningkatkan kinerja staf

9 Supervisor menjelaskan tindak

lanjut supervisi yang telah

dilaksanakan

1 Supervisor memberikan

0 reinforcement terhadap pencapaian

keseluruhan staf

PENGENDALIAN

a. Indikator Mutu 1 BOR dihitung setiap satu bulan

2 AVLOS diukur setiap bulan

3 TOI diukur setiap bulan

4 Angka ketepatan pemberian terapi

dicatat tiap bulan

5 Angka infeksi nosokomial

/Dekubitus dicatat setiap bulan

b. Audit 1 Ada format penilaian dokumentasi


Dokumentasi asuhan keperawatan

Asuhan 2 Dokumen asuhan keperawatan

Keperawatan pasien pulang / meninggal dinilai

3 Ada dokumen hasil penilaian

dokumentasi asuhan keperawatan

tiap pasien pulang/meninggal

c. Survey 1 Ada format penilaian kepuasan

Kepuasan pasien

2 Ada format penilaian kepuasan

keluarga

3 Ada format penilaian kepuasan

tenaga kesehatan

4 Penilaian kepuasan pasien dan

keluarga dilaksanakan setiap pasien

pulang/ meninggal

5 Penilaian kepuasan perawat

dilakukan

6 Penilaian kepuasan tenaga

kesehatan lain dilakukan

7 Ada dokumentasi hasil penilaian

kinerja
d. Survey Masalah 1 Ada format survey masalah pasien

Pasien 2 Setiap masalah keperawatan pasien

baru dicatat

3 Ada daftar masalah keperawatan

pasien

4 Ada dokumentasi penghitungan

survey masalah keperawatan

e. Ronde 1 KaRu Mengikuti ronde rutin yang

Dijadwalkan

2 KaRu melakukan penilaian terhadap

asuhan keperawatan yang telah

dilakukan

3 KaRu mencatat seluruh temuan

selama ronde

4 KaRu membuat usulan perbaikan

dan saran lain yang dibutuhkan

dalam rangka perbaikan asuhan

keperawatan

II Compensatory reward

a. Penilaian Kinerja 1 Ada jadwal penilaian kinerja staf


Perawat perawat

2 Penilaian kinerja dilaksanakan

sesuai jadwal

3 Ada pendokumentasian hasil

penilaian kinerja

4 Penilaian kinerja ditindaklanjuti

dalam bentuk pembinaan staf

b. Pengembangan 1 Ada program orientasi untuk staf

Staf baru

2 Ada bimbingan terstruktur tentang

MPKP

3 Ada program melanjutkan

pendidikan formal untuk perawat

4 Ada program melanjutkan

pendidikan informal untuk perawat

(pelatihan, seminar, symposium,,

pelatihan)

5 Promosi sesuai kinerja perawat

6 Ada pemberian insentif khusus

sesuai kinerja

7 Ada pemberian sertifikat MPKP


III Profesional Relationship (Relasi Profesional)

a. Rapat 1 Mengikuti rapat rutin keperawatan

b. Keperawatan 2 Membuat usulan dalam rapat

Case Conference keperawatan

Membuat usulan agenda rapat


3
dengan kepala zona

1 Kesiapan bahan yang akan

disampaikan

2 Memberikan salam (pembukaan)

3 Menyampaikan kasus

4 Memberikan kesempatan pada

perawat untuk bertanya

5 Menjawab pertanyaan

6 Mendiskusikan hasil yang sudah

dilakukan

7 Menyimpulkan hasil

8 Menyampaikan rencana tindak

lanjut

9 Menutup kegiatan

c. Rapat Tim 1 Ada Jadwal pertemuan dengan Case


kesehatan Manager

2 Ada pertemuan dengan case

manager dan atau tim kesehatan lain

3 Ada rencana tindak lanjut dari setiap

pertemuan dengan tim kesehatan

lain

IV Patient Care Delivery (Pelaksanaan Asuhan Keperawatan)

1 Memastikan Ketua Tim telah

Melakukan pengkajian lengkap

terhadap seluruh klien baru

2 Memberikan masukan dalam

perencanaan asuhan keperawatan

klien dengan mengacu pada SAK

3 Melakukan validasi terhadap

rencana asuhan yang telah dilakukan

oleh Perawat Pelaksana/Ketua tim

4 Melakukan evaluasi langsung

terhadap asuhan keperawatan yang

telah dilaksanakan

5 Memastikan pendokumentasian
asuhan kepetrawatan dilakukan

sesuai dengan standar

6 Menjelaskan pelayanan diruangan

kepada klien dan keluarganya

Jumlah Nilai

INTERPRETASI

0 – 50 % : kurang

51 – 70 % : cukup

71 – 90 % : baik

91 – 100 % : sangat baik

Samata, ....................2021

Yang dinilai Penilai


(.....................................) (.....................................)

4. Layanan Keperawatan Sesuai Prinsip Syariah

Layanan keperawatan sesuai prinsip syariah menurut Prof.Dr.dr.H.

Rusdi Lamsudin, M.Med.Sc, SpS(K):

a. Menerapkan konsep, teori dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dengan

asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada

Al-Qur’an dan Hadits.

b. Melaksanakan asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan Islami melalui kegiatan kegiatan pengkajian yang berdasarkan

bukti (evidence-based healthcare).

c. Mempertanggungjawabkan atas segala tindakan dan perbuatan yang

berdasarkan bukti (evidence-based healthcare).

d. Jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada pasien baik secara

individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata-mata

mengharapkan ridho Allah SWT.

e. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang


berorientasi pada asuhan medik dan asuhan keperawatan yang berdasarkan

bukti (evidence-based healthcare).

Dokter dan perawat yang melaksanakan pelayanan kesehatan harus

mempunyai sifat-sifat antara lain:

a. Tulus ikhlas karena Allah dijelaskan dalam Q.s Al-Bayyinah ayat 5

b. Penyantun dijelaskan dalam Q.s Al-A'raf ayat 56 dan Al Baqarah ayat 263

c. Ramah dijelaskan dalam Q.s Al Imran ayat 159

d. Sabar dijelaskan dalam Q.s Asy-Syura ayat 43

e. Tenang dijelaskan dalam hadits riwayat Ibnu Sa'ad

f. Tegas dijelaskan dalam hadits wirayat Ahmad dan Bukhari

g. Patuh pada peraturan dijelaskan dalam riwayat Buchari, Muslim dan Abu

daud

h. Bersih dijelaskan dalam Q.s At-Taubah ayat 108, Al-Muddattsir ayat 4 dan

hadits riwayat Abu Daud

i. Menyimpan rahasia dijelaskan dalam Q.s An-Nisa ayat 148, An-Nur ayat 19

dan hadits riwayat Ibnu Majjah, Abu Daud, Muslim, Abu Hurairah

j. Dapat dipercaya dijelaskan dalam Q.s Al-Mukminun ayat 1-11, Al Anfal

ayat 27, An Nisa ayat 58, Al Isra' ayat 36 dan Hadits tentang niat &

bertanggungjawab

5. Fasilitas Keperawatan Sesuai Prinsip Syariah

a. Ruangan
Di dalam buku the Grand tradition of Islamic Architecture, menjelaskan

bahwa pembuatan ruangan yang islam adalah yang berlandaskan Quran dan

Hadist Rasulullah SAW. Ruangan arsitektur tersebut harus sesuai dengan nilai-

nilai syariah ialah berlandaskkan tauhid dan risalah. Bangunan didirikan tidak

ada didalamnya unsur syirik dalam pembuatannya, desain dan ornamen di

dalamnya (termasuk didalamnya penggunaan patung). Bangunan itu tidak dibuat

dengan mengotori atau merusak alam, binatang dan tumbuhan. Oleh karena itu,

hiasan dan ornamen interior dalam arsitektur Islam banyak menggunakan motif

tumbuhan (arabesques), kaligrafi dan geometri, lalu bangunan syariah

menerapkan konsep surga di Bumi. Dalam QS 2:82 dan 55:46-47, Allah SWT

mendeskripsikan taman-taman surga. Arsitektur Islam sangat dipengaruhi dengan

konsep taman sehingga landsekap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

bangunan.

b. Tempat Ibadah

Penyelenggaraan ibadah di rumah sakit wajib dijalankan sesuai dengan

tuntunan syariah. Penyelenggaraan ibadah diamalkan dengan memprioritaskan

tata cara pengamalan ibadah menurut mazhab Syafi’i. Penyelenggaraan ibadah

yang tidak mengacu pada tata cara mazhab Syafi’i dibolehkan selama dalam

bingkai mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali dengan selalu mengedepankan

kerukunan, ukhuwah Islamiyah dan ketenteraman dikalangan umat Islam. Setiap

rumah sakit syariah wajib menyediakan sarana ibadah yang layak, Rumah sakit
syariah juga berkewajiban mengawasi peribadatan yang menyimpang dari aturan

syariah yang berpotensi menimbulkan keresahan dan konflik dalam masyarakat. 

c. Dapur Halal

Untuk menjadi rumah sakit berbasis syariah bermutu tinggi, rumah sakit

harus memprioritaskan keselamatan pasien rumah sakit dan harus mendapatkan

sertifikat halal pada bagian Instalasi gizi dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-

Obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Pentingnya

Sistem Jaminan Halal (SJH) HAS 23000 serta sertifikasi halal untuk Instalasi

Gizi bagi Rumah Sakit berkonsep syariah menjadikan pasien aman dan nyaman

ketika mengonsumsi makanan di rumah sakit. Bagi rumah sakit yang berkonsep

syariah, maka wajib menjamin kehalalan, higienitas dan unsur thayyib (baik)-

nya. Sertifikasi halal ini melingkupi pengadaan, pengolahan, dan pendistribusian

makanan yang terdapat di tiap rumah sakit dilakukan sesuai syariah

d. Kamar Mandi

Pembuatan kamar mandi sesuai syariah adalah klosetnya tidak

menghadap kiblat. Karena, Islam menganjurkan umat Islam agar tidak

membelakangi atau menghadap kiblat saat buang air. Untuk itu posisi kamar

mandi menjadi penting dipertimbangkan untuk rumah berdesain Islami, Pintu

kamar mandi juga sebaiknya tidak berhadapan dengan dapur, agar tidak

menimbulkan perbedaan selera,

e. Laundry
laundry syariah memiliki proses yang lebih lama, sebab mengusung

prinsip kehati-hatian dalam mencuci. Sebelum dicuci noda dalam pakaian

dibersihakan terlebih dahulu barulah dicuci dan dibilas 3X, bilasan terakahir

adalah bagian thaharah, yakni pembilasan dnegan air mengalir agar najis dan

kotoran menjadi hilang.

Proses laundry syariah ini berbeda dengan laundry pada umumnya

diantaranya diperoses melalui langkah-langkah: seleksi dan identifikasi pakaian,

pembersihan noda (spoting) , perendaman, pencucian, pembilasan 2X, pensucian

di bawah air mengalir (thaharah), pengeringan, setrika dan pengemasan. Poin

penting dalam langkah pencucian laundry syariah ini ada pada proses thaharah

yakni membilas pakaian dengan air mengalir, sesuai yang diajarkan oleh syariat

Islam. Di antara syarat sahnya shalat adalah bersuci (thaharah).

Thaharah menurut arti bahasa yaitu suci dan lepas dari kotoran, dan

menurut istilah syara’ ialah menghilangkan halangan yaitu berupa hadast atau

najis. Hadas dihilangkan dengan cara mandi atau berwudhu, sedangkan najis

harus dihilangkan dan dibersihkan dari tiga hal : badan, pakaian dan lantai tempat

shalat, sehingga mutlak bahwa badan, pakaian dan tempat shalat harus suci saat

digunakan untuk beribadah shalat. Dalam Al-Qur’an surat Al Mudatsir (74) : 1-4

ۡ‫ٰيََٓأيُّ َها ۡٱل ُم َّدثِّ ُر قُمۡ فََأن ِذ ۡر َو َربَّكَ فَ َكبِّ ۡر َوثِيَابَكَ فَطَ ِّهر‬

Terjemahannya :
“1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah

peringatan!, 3. dan Tuhanmu agungkanlah!, 4. dan pakaianmu

bersihkanlah”

Ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar membersihkan diri,

pakaian, dan lingkungan dari segala najis, kotoran, sampah dan lainnya. Di

samping itu juga berarti perintah memelihara kesucian dan kehormatan pribadi

dari segala perangai yang tercela.

6. Pedoman Mutu Tentang Pemeliharaan Aqidah, Ibadah, Akhlak Dan

Muamalah (Kebijakan Tentang Pemeliharaan Aqidah, Ibadah,

Akhlak Dan Muamalah Melalui Aktifitas Keagamaan), tercantum pada

indikator mutu utama unit kerja/rumah sakit, antara lain:

a. Indikator Mutu Wajib Syariah (Islamic Library Measure)

1) Hifz Al-Din: Mengingatkan waktu shalat

Judul Indikator Mengingatkan Waktu Shalat

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Ibadah pasien

Tujuan Tergambarnya tanggung jawab perawat

jaga rawat inap dalam menjalankan


pelayanan secara islami dengan

mengingatkan dan membantu pasien

dalam menjalankan shalat

Definisi operasional Mengingatkan waktu shalat adalah

kegiatan perawat jaga untuk

mengingatkan pasien yang wajib shalat

Numerator Jumlah pelaksanaan mengingatkan waktu

shalat lima waktu

Denumerator Jumlah seluruh pasien rawat inap

Standar 100%

Sumber data Rekam medic

Wilayah Rawat inap

2) Hifz Al-Din: Talqin untuk pasien sakaratul maut (end of life)

Judul Indikator Talqin untuk Pasien Sakaratul Maut

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Aqidah agama

Tujuan Semua pasien sakaratul maut terdampingi


dengan talqin sampai akhir

Definisi operasional Talqin untuk pasien sakaratul maut adalah

adalah upaya pendampingan kepada

pasien agar dapat meninggal dengan

mengucap kalimat “Laa ilaha ilallah” di

akhir hidupnya

Numerator Jumlah pasien yang meninggal dengan

pendampingan talqin di rumah sakit

Denumerator Jumlah semua pasien meninggal di RS

Standar 100%

Sumber data Register talqin, RM

Kriteria Eksklusi :

Pasien dengan Death on Arrival di IGD

dan pasien non-muslim

Wilayah Rawat inap dan IGD

3) Hifz Al-Din: Pemasangan DC sesuai gender

Judul Indikator Pemasangan DC sesuai Gender

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Penjagaan ikhtilat


Tujuan Tergambarnya kepatuhan petugas dalam

melakukan tindakan pemasangan kateter

sesuai dengan jenis kelamin

Definisi operasional Pemasangan DC sesuai gender adalah

prosedur pemasangan kateter dengan

memperhatikan aspek syariah yaitu

dilakukan oleh petugas yang berjenis

kelamin sama dengan pasien

Numerator Jumlah tindakan pemasangan kateter yang

sesuai jenis kelamin

Denumerator Jumlah seluruh tindakan pemasangan

kateter

Standar 100%

Sumber data Register tindakan (pemasangan DC) di

IGD dan rawat inap

Wilayah pengamatan Rawat inap dan IGD

b. Indikator Mutu Standar Pelayanan Minimal Syariah

1) Hifz Al-Nafs: Pemeriksaan EKG sesuai gender

Judul Indikator Pemeriksaan EKG sesuai Gender


Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Penjagaan ikhtilat

Tujuan Tergambarnya pelaksanaan pemasangan

EKG sesuai jenis kelamin pasien

Definisi operasional Pemasangan EKG sesuai gender adalah

proses pelaksanaan pemasangan EKG

oleh petugas yang sesuai dengan jenis

kelamin pasien

Numerator Jumlah tindakan pemasangan EKG yang

dilakukan oleh petugas yang sesuai

dengan jenis kelamin pasien

Denumerator Jumlah total pasien yang dipasang EKG

Standar 100%

Sumber data Check list tindakan rawat jalan dan rawat

inap

Wilayah pengamatan Ruang rawat inap dan ruang rawat jalan

2) Hifz Al-Din: Pemakaian hijab ibu menyusui

Judul Indikator Pemakaian Hijab Ibu Menyusui

Dimensi mutu Penjagaan agama


Area Penjagaan hijab

Tujuan Tergambarnya pelayanan Islami dengan

pemakaian hijab pada ibu yang sedang

menyusui

Definisi operasional Pemakaian hijab ibu menyusui adalah

ketersediaan dan pemakaian pakaian

khusus untuk ibu menyusui ketika ibu

sedang menyusui

Numerator Jumlah ibu yang memakai hijab penutup

dada ketika sedang menyusui

Denumerator Jumlah total ibu menyusui

Standar 100%

Sumber data Check list

Wilayah pengamatan Rawat inap dan VK

3) Hifz Al-Din: Hijab untuk pasien

Judul Indikator Hijab untuk Pasien

Dimensi mutu Penjagaan hijab


Area Ibadah Pasien

Tujuan Tergambarnya pelayanan Islami dengan

adanya edukasi pemakaian hijab bagi

pasien muslimah yang belum mengenakan

jilbab di rawat inap

Definisi operasional Hijab untuk pasien rawat inap adalah

kerudung atau kain yang menutup aurat

pasien seluruh tubuh kecuali muka dan

telapak tangan Hijab disiapkan oleh

rumah sakit, dipakaian pada pasien

muslimah saat pertama kali datang dengan

diberikan edukasi tentang hijab

Numerator Jumlah pasien muslimah yang menerima

edukasi dan dipakaikan hijab

Denumerator Jumlah seluruh tindakan pemasangan

kateter

Standar 100%

Sumber data Jumlah total pasien muslimah

Wilayah pengamatan Ruag rawat inap

4) Hifz Al-Din: Membaca basmalah pada pemberian obat dan Tindakan


Judul Indikator Membaca Basmalah pada Pemberian

Obat dan Tindakan

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Ibadah Pasien dan Karyawan

Tujuan Tergambarnya niat ibadah dan tawakkal

para dokter/perawat/bidan dalam

menjalankan pelayanan dan ikhtiar pasien

dengan mengucapkan lafadz basmalah

Definisi operasional Membaca Basmalah pada pemberian obat

dan tindakan adalah secara lisan petugas

membaca dan mengajak pasien/keluarga

untuk membaca Basmalah sebelum

melaksanakan pemberian obat, pemberian

injeksi, dan pemasangan infus

Numerator Jumlah tindakan dimana petugas

membaca Basmalah sebelum

melaksanakan pemberian obat, pemberian

injeksi, dan pemasangan infus

Denumerator Jumlah total pemberian obat, pemberian

injeksi, dan pemasangan infus


Standar 100%

Sumber data Check list

Wilayah Ruang rawat inap dan IGD

5) Hifz Al-Din: Mandatory traning untuk fiqih pasien

Judul Indikator Mandatory traning untuk Fiqih

Pasien

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Kompetensi syariah karyawan

Tujuan Tergambarnya penyelenggaraan

pendidikan karyawan dengan

mandatory training yang memuat

fiqih pasien

Definisi operasional Mandatory training untuk fiqih

pasien adalah kegiatan

pembelajaran kepada karyawan

tentang thaharah, bimbingan salat

bagi pasien, dan talqin.

Numerator Jumlah karyawan yang

mendapatkan program mandatory


training untuk fiqih pasien

Denumerator Jumlah seluruh karyawan yang

mendapatkan program mandatory

training untuk fiqih pasien

Standar 100%

Sumber data Laporan Bagian SDI

Wilayah pengamatan Seluruh Karyawan

6) Hifz Al-Aql: Adanya edukasi islami

Judul Indikator Adanya Edukasi Islami (leaflet

atau buku keagamaan)

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Ibadah Pasien

Tujuan Tergambarnya ketersediaan leaflet

atau buku kerohanian sebagai

materi edukasi Islami yang

disampaikan kepada pasien,

keluarga dan pengunjung pasien

Definisi operasional Adanya edukasi Islami adalah

tersedia dan diterimakannya leaflet


atau buku kerohanian yang

digunakan sebagai media edukasi

Islami kepada pasien rawat inap

sesuai penyakitnya

Numerator Jumlah pasien rawat inap yang

menerima leaflet atau buku

keagamaan

Denumerator Total pasien rawat inap

Standar 100%

Sumber data Bukti tanda terima buku kepada

pasien atau keluarga pasien

Wilayah pengamatan Rawat inap

7) Hifz Al-Din: Pemakaian hijab di kamar operasi

Judul Indikator Pemakaian Hijab di Kamar

Operasi

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Penjagaan hijab

Tujuan Tergambarnya pemakaian hijab

pada pasien yang akan menjalani


operasi

Definisi operasional Pemakaian hijab di kamar operasi

adalah pemakaian hijab yang

menutup aurat pasien yang

menjalani operasi sejak persiapan

sampai keluar dari kamar operasi

Numerator Jumlah pasien operasi yang

dipakaikan hijab

Denumerator Jumlah total pasien operasi

Standar 100%

Sumber data Cheak list

Wilayah pengamatan Ruang operasi mayor

8) Hifz Al-Din: Penjadwalan operasi elektif tidak berbentuk waktu shalat

Judul indikator Penjadwalan operasi elektif


tidak berbentuk waktu shalat

Dimensi mutu Penjagaan agama

Area Ibadah pasien dan karyawan

Tujuan Tergambarnya penjadwalan operasi

elektif yang tidak terbentur waktu

sholat

Definisi operasional Penjadwalan operasi elektif tidak

terbentur waktu sholat adalah

pembuatan jadwal operasi elektif

(terencana) yang tidak bersamaan

dengan waktu sholat yang

mengakibatkan tim operasi dan

pasien terkendala untuk

melaksanakan ibadah shalat

Numerator Jumlah jadwal operasi elektif yang

tidak terbentur waktu sholat

Denumerator Jumlah total operasi elektif

Standar 100%

Sumber data Register jadwal operasi elektif

Wilayah pengamatan Rawat operasi


7. Standar Pengkajian Spiritual Pasien (Kebijakan Pedoman dan

Prosedur Pengkajian Spiritual

a. Spiritual care di dunia dan di Indonesia serta implementasinya

1) Implementasi spiritual care di dunia

Menurut Winarti (2016) pada tahap implementasi diperlukan

tindakan– tindakan keperawatan untuk membantu pasien memenuhi

kebutuhan spiritual antara lain meliputi kehadiran atau pendampingan,

dukungan praktik keagamaan, membantu pasien berdo’a atau mendo’akan,

dan merujuk pasien untuk konseling spiritual. Tindakan–tindakan

keperawatan spiritual akan diuraikan sebagai berikut:

a) Pendampingan

Pendampingan merupakan bagian penting dari perilaku caring

perawat, sangat penting dalam intervensi spiritual untuk memenuhi kebutuhan

spiritual pasien. Kehadiran perawat terkadang merupakan obat terbaik bagi

pasien pada waktu–waktu tertentu. Perawat dapat menggabungkan antara

kehadirannya dengan modalitas lain dalam melakukan perawatan pada pasien,

misalnya dengan menyentuh pasien selama pasien mendapatkan prosedur

pengobatan yang menyakitkan. Kehadiran perawat selalu memberikan

ketenangan bagi pasien. Rasa intuitif perawat yang demikian didefinisikan

sebagai pendampingan. Ada empat cara pendampingan pada pasien menurut

Osterman dan Schwart- Barcott; presensi (presence) yaitu ketika perawat

hadir secara fisik tetapi tidak focus pada pasien; presensi parsial (partial
prescense) yaitu ketika perawat hadir secara fisik dan mulai berusaha fokus

pada pasien; presensi penuh (Full prescense) yaitu ketika perawat hadir

disamping pasien baik secara fisik, mental, maupun emosional, dan secara

sengaja memfokuskan diri pada pasien; presensi transenden (transcendent

prescense) yaitu ketika perawat hadir disamping pasien baik secara fisik,

mental, emosional, maupun spiritual.

Dari dua pendapat yang hampir sama yaitu bahwa pendampingan

terkadang merupakan satu–satunya intervensi untuk mendukung penderitaan

pasien dimana intervensi medik tidak dapat mengatasinya dan menambahkan

bahwa pendampingan diperlukan ketika pasien tidak mempunyai harapan

(hopless), tidak berdaya (powerless), dan rentan, maka pendampingan sangat

bermanfaat bagi pasien. Sehingga dari pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa pendampingan sangat penting dalam intervensi spiritual untuk

memenuhi kebutuhan spiritual. Pendampingan tidak hanya merupakan

kehadiran perawat, tetapi kehadiran yang memberikan ketenangan bagi

pasien. Pendampingan merupakan intervensi yang sangat dibutuhkan pasien

disaat tindakan medik tidak dapat mengatasi masalah kesehatannya.

b) Dukungan Praktik Keagamaan

Perawat akan mendapatkan informasi spesifik tentang pilihan dan

praktik keagamaan selama melakukan pengkajian pada pasien. Perawat perlu

mempertimbangkan praktik keagamaan pasien karena praktik keagamaan

tertentu dapat mempengaruhi asuhan keperawatan. Keyakinan pasien akan


kelahiran, kematian, berpakaian, diet, berdo’a tulisan atau simbol suci,

merupakan contoh praktik keperawatan yang terkadang mempengaruhi

kualitas kesehatan pasien.

c) Membantu Berdo’a atau Mendo’akan

Berdo’a atau mendo’akan adalah hal rutin yang dilakukan oleh umat

beragama, walaupun dengan cara yang berbeda. Berdo’a atau mendo’akan

merupakan sarana manusia untuk memohon pertolongan dan bantuan dari

yang maha tinggi yaitu Tuhan. Pasien yang sembuh dari sakit pada hakikatnya

yang menyembuhkan itu bukan dokter, perawat, obat atau peralatan modern,

akan tetapi yang menentukan kesembuhan itu adalah Allah, dan Allah telah

membukakan jalan selebar – lebarnya melalui do’a (QS. Ath-Thalaq (65):2).

d) Merujuk Pasien untuk konseling spiritual

Kebutuhan pasien akan pemenuhan spiritualnya tergambar pada saat

perawat melakukan pengkajian. Apabila pasien membutuhkan tokoh agama

untuk melakukan bimbingan spiritual, diharapkan pelayanan kesehatan dapat

menghadirkan tokoh agama tersebut. Oleh karena itu perawat perlu

mengidentifikasi sumber daya spiritual (konselor spiritual) yang ada di rumah

sakit maupun komunitas. Rujukan spiritual kepada konselor keperawatan telah

dilakukan di beberapa rumah sakit diantaranya Rumah Sakit Islam.

2) Implementasi spiritual care di Indonesia

Menurut Hardianto (2017) terdapat beberapa cara perawat dalam

memenuhi kebutuhan spiritual pasien di Indonesia yaitu:


a) Berdzikir

Dzikir dalam keadaan sakit dapat diartikan sebagai bagian dari

implementasi yang bernilai religius bagi setiap umat Islam. Tujuannya adalah

untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq atau pencipta. Sebagai bentuk

dan usaha mendekatkan diri, Dzikir memberikan rasa damai bagi seorang

Muslim yang sedang mengalami penyakit. Seperti dalam uraian hasil

wawancara peneliti dengan salah seorang perawat.

Dzikir sebagaimana dianjurkan dalam Islam, bahwa setiap saat

dimanapun dan dalam situasi apapun dzikir senantiasa dilantumkan atau

diucapkan baik secara nyaring maupun dalam bentuk ucapan dalam hati.

Bacaan dzikir yang paling utama adalah kalimat “Laa Ilaaha Illallaah”,

sedangkan doa yang paling utama adalah “Alhamdulillah”.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap umat Islam diharapkan memiliki

kebiasaan berdzikir. Seperti halnya dengan pendapat informan yang

menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien dilakukan

dengan cara menganjurkan pasien untuk tetap berdzikir.

b) Berdoa

Berdoa bagi setiap manusia khususnya yang beragama Islam

merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai bentuk

ibadah, karena Allah SWT meminta secara langsung kepada hamba-Nya agar

berdoa kepadaNya. Seperti yang diungkapkan oleh informan untuk tetap

megajarkan dan menganjurkan berdoa kepada pasien sesuai keyakinannya.


Tindakan berdoa adalah bentuk dedikasi diri yang memungkinkan

individu untuk bersatu dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Berdoa memberi

kesempatan pada individu untuk memperbarui kepercayaan dan keyakinan

kepada Yang Maha Kuasa dalam cara yang lebih formal (Potter & Perry,

2005).

Sejalan dengan uraian di atas Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa doa

merupakan ibadah, bahkan dikatakan sebagai sebaik-baik ibadah. Hal itu

disebabkan karena di dalamnya terdapat sifat tunduk, merendahkan dan

menghinakan diri, juga disertai dengan pengharapan yang begitu besar kepada

Allah Ta’ala. Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, beliau

mengatakan bahwa Nabi Saw, bersabda:

‫الدعاء هو العبادة‬

Artinya:

“Doa itu merupakan ibadah.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi, hadits ini

dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ AshShaghir,

no. 3407)

Jika doa merupakan ibadah, maka siapa saja yang mengerjakannya

pasti akan mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala. Tentu saja selama doa yang

dipanjatkannya itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw dan isi doa tidak

mengandung kejelekan. Selain mendapatkan apa yang dimintanya, seorang


yang berdoa akan mendapatkan pahala dari ibadah doa yang dikerjakannya.

Subhanallah, begitu besar rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-

hambaNya yang mau berdoa.

c) Dituntun

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah

dengan menganjurkan kepada pasien atau keluarganya untuk dituntun dalam

membacakan ayat suci Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah SWT.

yang diturunkan kepada Baginda Nabi besar Muhammad Saw. yang menjadi

pedoman bagi setiap umat manusia sebagai pedoman hidup guna

menunjukkan kepada jalan kebaikan dan kebenaran, mengingatkan manusia

agar berpegang teguh pada Al-Qur’an untuk selamat di dunia dan akhirat.

Salah satu manfaat membaca Al-Qur’an adalah sebagai penyejuk hati bagi

siapa saja yang membacanya, mampu memotivasi diri dan pemberi semangat,

Sebagai pelebur dosa, yang mengingatkan manusia akan dosa-dosa dan

mencegah dirinya kembali dalam dosa.

d) Shalat

Shalat ialah meghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang biasa

melahirkan rasa takut kepada Allah dan bisa membangkitkan kesadaran yang

dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Sholat

dalam Islam adalah salah satu wujud dari doa hamba kepada Allah, yang

sudah menciptakannya, dan memberinya kehidupan. Rangkaian gerakan

tersebut diawali dengan takbiratul ikhram dan d akhiri dengan salam.


e) Istighfar

Istighfar bermakna seseorang yang selalu memohon ampunan atas

kesalahan dan terus berusaha untuk menaati perintah Tuhan dan tidak

melanggarnya. Ikstikfar banyak dianjukan oleh perawat kepada pasien yang

beragama Islam. Beristigfar dilakukan dengan tujuan agar Allah memberikan

ampunan atas segala perbuatan yang telah dilakukan dan keringanan atas

penyakit yang diderita oleh pasien.

b. Model pelayanan keperawatan berbasis spiritual yang

diimplementasikan di rumah sakit

Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek

spiritual yang merupakan bagian integral perawat dengan klien. Kebutuhan

spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh manusia. Apabila

seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan tuhan pun semakin

dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal,

tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang

pencipta, dalam pelayanan Kesehatan, perawat sebagai petugas Kesehatan harus

memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual (Saharuddin, 2018).

Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan

fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu,

diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan

secara sistematis melalui pendekatan proses keperawatan yang diawali dari


pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi

dengan mengikutsertakan aspek spiritual.

Pengaplikasian model asuhan keperawatan spiritual muslim di rumah

sakit dijelaskan sebagai berikut:

a) Pengkajian spiritual

Pengkajian aspek spiritual membutuhkan hubungan interpersonal yang

baik antara perawat dengan pasien. Oleh karena itu, pengkajian sebaiknya

dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien

atau dengan orang terdekat pasien. Pengkajian asuhan keperawatan spiritual

yang perlu dilakukan meliputi:

1) Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian data subjektif dalam asuhan keperawatan spiritual

secara umum mencakup konsep tentang ketuhanan, sumber kekuatan dan

harapan, praktik agama dan ritual, serta hubungan antara keyakinan

spiritual dan kondisi kesehatan.

2) Pengkajian data objektif

Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinis yang

meliputi pengkajian afeksi dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan

interpersonal, dan lingkungan. Pengkajian data objektif umumnya

dilakukan melalui observasi secara langsung (Saharuddin dkk, 2018).

Kozier et al. (2010) menjelaskan bahwa pengkajian data subjektif dan

data objektif secara komprehensif menjadi tanggung jawab perawat, termasuk


pengkajian aspek spiritual.Data subjektif yang perlu diindentifikasi oleh perawat

pada saat melakukan wawancara mencankup konsep tentang ketuhanan, sumber

kekuatan dan harapan, praktik agama dan ritual, serta hubungan antara

keyakinan. Lebih lanjut, Kozier et al. (2010) memberikan batasan pengkajian

data objektif yang semestinya dilakukan perawat dalam penatalaksanaan asuhan

keperawatan spiritual sebagai berikut:

1) Afeksi dan sikap, dengan mengamati apakah pasien tampak kesepian,

depresi, marah, cemas, agitasi, apatis, atau prekupasi.

2) Perilaku, mengamati kebiasaan pasien dalamhal berdo’a sebelum makan,

membaca kitab suci atau buku keagamaan, ada tidaknya keluhan pasien

sulit tidur akibat bermimpi buruk atau berbagai gangguang tidur lainya,

serta bercanda yang tidak sesuai atau mengespresikan kemarahannya

terhadap agama.

3) Verbalisasi, yang dapat diamati melalui kebiasaan pasien menyebut

Tuhan, do’a, rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya;lebih lanjut

menelusuri apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama

dan mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian.

4) Hubungan interpersonal, dapat ditelusuri dengan mengidentifikasi siapa

pengunjung pasien, bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung, dan

bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan perawat.

5) Lingkungan,dapat ditelusuri dengan mencari jawaban dari apakah pasien

membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya, apakah pasien


menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan, dan apakah pasien

memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab).

b) Diagnosa keperawatan spiritual

Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah

distresspiritual yang dapat diidentifikasi sebagai gangguan kemampuan dalam

mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang yang dihubungkan dengan diri,

orang lain, seni, musik, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya

(NANDA, 2006). Batasan karakteristik diagnosa keperawatan spiritual secara

spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut (NANDA, 2006):

1) Berhubungan dengan diri, meliputi kemampuan mengekspresikan kurang

dalam harapan, tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan

diri, keberanian, marah, serta rasa bersalah.

2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi upaya penolakandalam

berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman

dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, serta merasa

terasing.

3) Berhubungan dengan seni, musik, dan alam, meliputi ketidakmampuan

mengekspresikan kondisi kreatif serta ketidaktertarikan terhadap alasan

bacaan agama.

4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi

ketidakmampuan beribadah, tidak mampu berpartisipasi dalam aktivitas


agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak

mampu untuk mengalami transenden, perubahan mendadak dalam praktek

keagamaan, tidak mampu introspeksi, serta mengalami penderitaan tanpa

harapan.

Perubahan-perubahan karakteristik spiritual pada pasien dapat

berimplikasi pada berbagai kondisi kesehatan. Keadaan tersebut dapat

didiagnosis sebagai pengasingan diri, kesendirian atau pengasingan sosial,

cemas, deprivasi atau kurang dalam sosiokultural, kematian dan sekarat, nyeri,

perubahan hidup, dan penyakit kronis (NANDA, 2006).

c) Perencanaan spiritual

Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan

teridentifikasi, selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan

rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan distres

spiritual difokuskan pada pembentukan lingkungan yang mendukung praktek

keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan. Tujuan ditetapkan secara

individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area berisiko, dan tanda-

tanda disfungsi, serta data objektif yang relevan.

Menurut Kozier et al. (2010), perencanaan pada pasien dengan distres

spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan

membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya, membantu pasien

menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih efektif untuk

mengatasi situasi yang sedang dialami, membantu pasien mempertahankan atau


membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang

menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, membantu pasien mencari

arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, meningkatkan perasaan

penuh harapan, dan memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

d) Implementasi spiritual

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan

melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan dengan memeriksa

keyakinan spiritual pribadi perawat, memfokuskan perhatian pada persepsi

pasien terhadap kebutuhan spiritualnya, menghindari anggapan pasien tidak

mempunyai kebutuhan spiritual, memahami pesan non-verbal tentang kebutuhan

spiritual pasien, merespon secara singkat, spesifik, dan aktual, mendengarkan

secara aktif dan menunjukkan empati terhadap masalah pasien, membantu

memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama, serta memberitahu

pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit (Hawari, 2002 dalam

Saharuddin dkk, 2018).

Pada tahap implementasi, perawat juga harus mempertimbangkan 10

butir kebutuhan dasar spiritual manusia yang meliputi kebutuhan akan

kepercayaan dasar, kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan akan

komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, kebutuhan akan

pengisian keimanan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan,

kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, kebutuhan akan penerimaan

diri dan harga diri, kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap
harapan masa depan, kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang

makin tinggi sebagai pribadi yang utuh, kebutuhan akan terpeliharanya interaksi

dengan alam dan sesama manusia, serta kebutuhan akan kehidupan

bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai religius (Hawari, 2002 dalam

Saharuddin dkk, 2018).

Perawat berperan sebagai komunikator perantarabila pasien

menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut

perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spiritualnya.

Menurut Bulechek et al. (2013) dalam Nursing Interventions Classification

(NIC), intervensi keperawatan dari diagnose distress spiritual salah satunya

adalah spiritual support dengan membantu pasien mencapai keadaan seimbang

dan merasa berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Selama tahap

implementasi asuhan keperawatan spiritual dengan melakukan aktivitas berikut

(Bulechek et al., 2013):

1) Memahami dan mengatasi ekspresi pasien terhadap kesendirian dan

ketidakberdayaan

2) Memberi semangat untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika

diperlukan

3) Menyediakan artikel tentang spiritual sesuai pilihan pasien

4) Menetapkan penasihat spiritual pilihan pasien

5) Menggunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien

mengklarifikasi kepercayaan dan nilai, jika diperlukan


6) Mampu untuk mendengar perasaan pasien

7) Berekspersi empati dengan perasaan pasien

8) Memfasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a, dan ritual keagamaan

lainnya

9) Menjadi media komunikasi pasien, dan munculkan stimulasi untuk

memanfaatkan waktu melakukan do'a atau ritual keagamaan

10) Meyakinkan pasien bahwa perawat dapat memberi dukunganterhadap

pasien ketika sedang menderita

11) Buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian

e) Evaluasi spiritual

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang

ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait

dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan spiritual. Tujuan asuhan

keperawatan spiritual tercapai apabila secara umum pasien:

1) Mampu beristirahat dengan tenang

2) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan

3) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama

4) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya

5) Menunjukkan afeksi positif, tanpa rasa bersalah, dan kecemasan (Hamid,

2008).

c. Aspek pemenuhan standar nasional akreditasi rumah sakit (SNARS)

dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien


Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh

pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang

ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang semakin

selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Di Indonesia

akreditasi rumah sakit telah dilaksanakan sejak tahun 1995, yang dimulai dengan

5 (lima) pelayanan, pada tahun 1998 berkembang menjadi 12 (dua belas)

pelayanan dan pada tahun 2002 menjadi 16 (enam belas) pelayanan, sehingga

standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung beberapa pelayanan

akreditasi yang telah diikuti. Kemudian pada tahun 2012, dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dalam menghadapi era globalisasi,

perlu dilakukan perubahan standar dan sistim akreditasi yang mengaju kepada

Joint Commision International disingkat dengan JCI (Kemenkes, 2011).

Salah satu standar akreditasi yang terdapat dalam kelompok standar

pelayanan berfokus pada pasien adalah hak pasien dan keluarga, rumah sakit

mempunyai proses untuk merespon terhadap permintaan pasien dan keluarganya,

untuk pelayanan rohani atau sejenisnya berkenaan dengan agama dan

kepercayaan pasien. Setiap pasien adalah unik, dengan kebutuhan, kekuatan,

nilai–nilai dan kepercayaan masing–masing. Rumah sakit membangun

kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien untuk memahami dan

melindungi nilai budaya, psikososial serta nilai spiritual setiap pasien

(Kemenkes, 2011).
Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) yang dikelompokan sebagai

berikut:

I. Sasaran keselamatan pasien

Sasaran 1: Mengidentifikasi pasien dengan benar

Sasaran 2: Meningkatkan komunikasi yang efektif

Sasaran 3: Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

(High Alert Medications)

Sasaran 4: Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar

Sasaran 5: Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Sasaran 6: Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

II. Standar pelayanan berfokus pasien

1. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)

2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

3. Asesmen Pasien (AP)

4. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)

5. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

6. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)

7. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

III. Standar manajemen rumah sakit

1. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)


2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

3. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)

4. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

5. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)

6. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)

IV. Program nasional

1. Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.

2. Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS.

3. Menurukan Angka Kesakitan TB

4. Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)

5. Pelayanan Geriatri

V. Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit (Komisi

Akreditasi Rumah Sakit, 2018)

Sedangkan menurut Masyhudi (2015) menyampaikan bahwa penyusunan

akreditasi syariah RS memiliki beberapa tujuan, beberapa tujuan utama

akreditasi syariah RS adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas

pelayanan Islami di Rumah Sakit Islam, menjadi sarana transformasi dakwah

Islam di Rumah Sakit memberikan jaminan kepada stakeholders bahwa

pengelolaan manajemen maupun pelayanan pasien dilaksanakan berdasarkan

prinsip syari’ah, serta memberikan pedoman bagi Pemilik dan Pengelola rumah

sakit dalam pengelolaan rumah sakit Islam sesuai prinsip syari’ah.


Akreditasi RS syari’ah bukanlah tandingan dari akredtasi RS versi KARS

maupun JCI. Akreditasi syari’ah merupakan upaya pemenuhan kebutuhan umat

Islam dan stakeholder terhadap jaminan penyelenggaraan dan pelayanan yang

berbasis syari’ah. Hal ini sesuai dengan acuan umum shari’ah compliance

hospital (Kamaruzzaman, 2013 cit. Zulkifly, 2015) yang meliputi hal-hal sebagai

berikut:

1. Proses manajemen yang berkualitas

2. Manajemen keuangan dengan prinsip syari’ah

3. Fasilitas yang adekuat untuk pelayanan pasien yang bermutu

4. Fasilitas dan kebijakan yang adekuat untuk menjamin pasien dan staf

menjalankan ibadah (meliputi ibadah ritual) maupun aturan Islam lain

(seperti pakaian yang menutup aurat)

5. Halalnya seluruh produk (Makanan dan obat) dan prosedur yang

diselenggarakan

6. Seluruh prosedur terutama prosedur perawatan pasien harus

mengakomodasi kebutuhan syari’ah

7. Memiliki panduan untuk mengelola pasien muslim maupun non-muslim

8. Memiliki staf terlatih untuk memberikan nasihat kepada pasien muslim

terkait kewajiban ibadah dan rukhsah yang diberikan

9. Memiliki lembaga ahli untuk memberikan advise terkait penyelenggaraan

manajemen RS yang sesuai syari’ah


10. Memiliki proses assessment yang reguler termasuk umpan balik klien

untuk memastikan pelaksanaan syari’ah.

Masyhudi (2016) menjelaskan bahwa rumah sakit syariah adalah rumah

sakit yang seluruh aktivitasnya berdasar pada Maqashid-al Syariah-al Islamiyah.

Hal ini berarti bahwa RS syari’ah harus menurut agama (khifdz ad-diin),

memelihara jiwa (khifdz an-nafs), memelihara keturunan (khifdz an-nasl),

memelihara akal (khifdz al-aql), dan memelihara harta (khifdz al-mal).  Dalam

penyusunan Standar Sertifikasi Rumah Sakit Syari’ah mengacu pada standar

akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit yang kemudian ditambahan

unsur-unsur syariah di dalamnya. Standar dalam Sertifikasi Rumah Sakit

Syariah terdiri dari 5 Bab dengan 50 Standar dan 161  elemen penilaian yang

dibagi sebagai berikut :

No Bab Standar Elemen Penilaian

1 Hifz  Al – Din 32 108

2 Hifz  Al – Nafs 6 17

3 Hifz  Al – Aql 6 18

4 Hifz  Al Nasl 2 7

5 Hifz  Al – Maal 4 11

Dalam Sertifikasi Rumah Sakit Syariah  edisi 1437 H, pada masing –

masing  bab dibagi kedalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok Standar yang

mengatur pada aspek manejemen dan kelompok standar yang mengatur pada
aspek pelayanan rumah sakit syari’ah. Masyhudi (2016) Standar Syariah dalam

aspek manajemen meliputi penilaian tentang:

1. Standar Syariah Manejemen Organisasi (SSMO)

2. Standar Syariah Modal Insani (SSMI)

3. Standar Syariah Manajemen Pemasaran (SSMP)

4. Standar Syariah Manajemen Akuntansi dan Keuangan (SSMAK)

5. Standar Syariah Manajemen Fasilitas (SSMF)

6. Standar Syariah Manajemen Mutu (SSMM)

Standar Syariah dalam aspek pelayanan meliputi penilaian tentang:

1. Standar Syariah Akses pelayanan dan kontinuitas (SSAPK)

2. Standar Syariah Asesmen Pasien (SSAP)

3. Standar Syariah Pelayanan Pasien (SSPP)

4. Standar Syariah Pelayanan Obat  (SSPO)

5. Standar Syariah Pelayanan dan Bimbingan Kerohanian (SSPBK)

6. Standar Syariah Pendidikan Pasien dan Keluarga (SSPPK)

7. Standar Syariah Pencegahan dan Pengendalian infeksi (SSPPI)


BAB II

IMPLEMENTASI KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN

BERBASIS SYARIAH

A. Pelayanan Rumah Sakit Berkah Samata

Pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan

waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologi. Keberadaan pelayanan pada rumah

sakit sangatlah penting, jika tidak ada pelayanan rumah sakit tidak akan berjalan.

Karena hakikatnya rumah sakit memiliki tugas untuk memberikan layanan

kesehatan bagi masyarakat yang sedang sakit. Pelayanan pada rumah sakit harus

dilakukan dengan baik supaya konsumen atau pasien akan merasa puas dan

mendapakan hasil yang baik (Nikmah, 2019).

Pelayanan pada rumah sakit syariah tidak hanya sekedar untuk memberikan

hasil yang baik berupa kesembuhan pasien dan kepuasan pasien saja, namun

pelayanan ini harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah atau kaidah islam

dalam pelayanan kesehatan (Fatmawati, Rahman & Yualita, 2020).

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan yang ada di rumah

sakit, ketika pelayanan yang diberikan baik maka akan mempengaruhi tingkat

loyalitas pasien. Pelayanan yang diterapkan berpedoman kepada Islam maka

pasien yang menjalankan rawat inap di rumah sakit merasa nyaman karena tidak

hanya di rawat secara jasmani akan tetapi di rawat juga secara rohani yang

membuat pasien merasa mendapatkan pelayanan 2 sekaligus yaitu luar dan dalam

(Sari, Abdurrouf & Rismawati, 2018).


Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan

paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan

keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan

dasar yang holistik. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa

terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dan interaksi perawat

dengan klien. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual

klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan

memfasilitasi kebutuhan spiritual klien, walaupun perawat dan klien tidak

mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama (Mardiani, 2018;

Hamid, 2009).

Besarnya peran aspek spiritual bagi kesehatan, pemberian pelayanan spiritual

merupakan hal yang penting yang perlu dilakukan. Perawat harus berupaya

membantu memenuhi kebutuhan spiritual sebagai bagian dari kebutuhan

menyeluruh pasien antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan

spiritual. Perawat harus mampu mendapatkan informasi dari pasien tentang

spiritual dan prakteknya yang dapat disediakan di rumah sakit, membantu untuk

mengungkapkan persepsinya mengenai makna dalam keadaan sakit, menerapkan

prinsip membantu pasien melaksanakan konsep-konsep spiritual dalam satu

konteks keperawatan. Perawat yang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi

dan memahami aspek spiritual pasien, akan dapat melaksanakan pemenuhan

kebutuhan spiritual dan mengetahui bagaimana keyakinan spiritual dapat

mempengaruhi kehidupan setiap individu (Mardiani, 2018; Potter & Perry, 2005).
Sebagai pedoman dalam penerapannya di keperawatan, Majelis Upaya

Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) pada tahun 2017 menetapkan

standar pelayanan minimal yang harus dilakukan rumah sakit Islam. Ruang

lingkup dari standar pelayanan minimal mengatur hal-hal yang menyangkut

penjagaan akidah pasien selama sakit, kemudahan beribadah bagi pasien,

penjagaan hijab pasien, penjagaan ikhtilat pasien serta kewajiban rumah sakit

dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam membimbing,

mendidik dan mengajak pasien melaksanakan ibadah selama dirawat (Fatmawati,

Rahman & Yualita, 2020).

Seperti yang telah tercantum dalam fatwa DSN-MUI No.

107/DSN-MUI/X/2016 bahwasanya dalam penyelenggaraan rumah sakit yang

menerapkan prinsip-prinsip syariah, pelayanannya harus sesuai dengan ketentuan

yang tercantum dalam fatwa. yaitu sebagai berikut 34:

1. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam

membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan pada pasien.

2. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spritual keagamaan

yang sesuai kebutauhan untuk kesembauhan pasien.

3. Pasien dan penanggung jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan dan

prosedur yang berlaku di rumah sakit.

4. Rumah sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan akhlak

karimah.
5. Rumah sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah,

zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah.

6. Rumah sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

7. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib

dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci dan

shalat bagi yang sakit).

8. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan rumah sakit

(Nikmah, 2019).

Berdasarkan Buku Standar dan Instrumen Sertifikasi Rumah Sakit Syariah

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia MUI (2016) maka pelayanan

keperawatan Syariah mengacu kepada Maqosid Syariah. Maqosid Syariah yang

diterapkan di dalam keperawatan yaitu penjagaan agama (hifzh al-din), penjagaan

jiwa (hifzh al-nafs), penjagaan akal (hifzh al-‘aql), penjagaan keturunan (hifzh al-

nasl), sementara untuk penjagaan harta (hifzh almaal) lebih kepada pelayanan

akuntansi dan keuangan. Dalam pendekatan maqashid syari'ah

mempertimbangkan realitas atau situasi praktikal dalam hubungannya dengan

tujuan akhir (maqashid) dan nilai-nilai mulia syari’at, serta aturan masyarakat dan

peradaban (Fatmawati, Rahman & Yualita, 2020).

Secara bahasa, maqashid syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqashid dan

syari’ah. Maqashid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan

atau tujuan. Syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju

sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok
kehidupan. Adapun secara istilah, maqashid syari’ah berarti tujuan Allah dan

Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam.

1. Penjagaan agama (hifzh al-din)

Standar Syariah Manajemen dengan mengenalkan nilai-nilai Islam serta

implementasi pelayanan sesuai syariah Islam, menggunakan Bank Syariah dengan

penggunaan bank konvensional hanya pengumpul dan jalur distribusi, adanya

sertifikat halal dari MUI untuk air minum dan sertifikat halal dari MUI untuk

dapur, sertifikat halal pengelolaan makanan, menjaga aurat pasien, pelayanan

thibbun nabawi, pedoman/SPO pemeliharaan aqidah, ibadah, akhlak dan

muamalah, tercantum pada indikator mutu utama rumah sakit/unit dan adanya

label untuk obat-obat dengan kandungan barang haram.

2. Penjagaan jiwa (hifzh al-nafs)

Perlunya standar syariah manajemen fasilitas ditemukan pengelolaan fasilitas

ibadah yang disediakan secara proporsional; Standar syariah pencegahan dan

pengendalian infeksi yang ikut melibatkan seluruh staf dalam terlaksananya

program cuci tangan; Standar syariah pelayanan dan bimbingan kerohanian

dengan dilakukannya pemulasaran jenazah, pedoman penatalaksanaan nyeri,

pedoman pengelolaan jaringan tubuh dan pengelolaan sumber air.

3. Penjagaan akal (hifzh al-‘aql)

Perlunya standar syariah manajemen dan pendidikan pasien dan keluarga yang

mengatur tentang kebijakan mandatory training keagamaan bagi seluruh staf,

kebijakan kompetensi staf dalam hal fikih orang sakit, ada perpustakaan mini
sebagai sumber informasi, kebijakan penyelesaian konflik/complain (tehnik

komunikasi), ada media edukasi bagi pasien & keluarga.

4. Penjagaan keturunan (hifzh al-nasl)

Pada penjagaan keturunan, diperlukannya standar syariah pelayanan pasien

yang mengatur tentang kebijakan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal,

Informed consent kontrasepsi sesuai syariah.

5. Penjagaan harta (hifzh al-maal)

Diperlukannya Standar Syariah Manajemen Akutansi dan Keuangan yang

mengatur bukti pembayaran ZIS RS dan/atau staf, bukti kerjasama pembiayaan

dan investasi dengan lembaga keuangan syariah, bukti penghapusan pasien yang

tidak mampu dan kebijakan billing system (deteksi bila terjadi salah penghitungan)

(Sulistiadi & Rahayu, 2017).

Berikut ini adalah tabel pengelompokan standar rumah sakit syariah yang

sesuai dengan maqasid al-syariah.

Kelompok Standar Pelayanan Syariah

Bab Standar Poin dasar penilaian

Rumah sakit menetapkan

prosedur operasional

penerimaan, bimbingan,

dan pemulangan pasien.


Standar Syariah Akses Pelayanan dan
Rumah sakit menetapkan
standar transportasi

dengan media audio atau


Kontinuitas (SSAPK)
video islami.

Rumah sakit menetapkan

Standar Syariah Asesmen Pasien asesmen spiritual bagi

(SSAP) pasien untuk

mendapatkan data

kegamaan pasien.

Rumah sakit menetapkan

kebijakan dan prosedur

terhadap pelayanan

pasien risiko tinggi dan

tahap terminal.

Rumah sakit menjamin

kehalalan, higenitas,

keamanan makanan dan

terapi nutrisi yang

diberikan kepada pasien.

Standar Syariah Pelayanan Pasien Rumah sakit menjamin

(SSPP) adanya upaya untuk

menjaga aurat pasien,


sesuai dengan jenis

kelamin dan memelihara

unsur ikhtilath.

Rumah sakit menjamin


Penjagaan
upaya pelayanan anastesi
Agama
dan bedah sesuai syariah.
(Hifh Ad-
Rumah sakit
Din)
menyediakan upaya

pelayanan

penatalaksanaan ruqyah

syar’iyah.

Rumah sakit

mengupayakan

formularium dalam

pemberian obat tidak

mengandung unsur

bahan yang diharamkan.

Rumah sakit melengkapi


Standar Syariah Pelayanan Obat
dokumen pendukung
(SSPO)
dalam pemberian obat

kepada pasien dengan


memuat nilai-nilai islam.

Petugas rumah sakit

memberikan obat kepada

pasien.

Rumah sakit

memberikan bimbingan

rohani islam kepada

pasien.

Rumah sakit
Standar Syariah Pelayanan dan
memberikan pelayanan
Bimbingan Kerohanian (SSPBK)
pendampingan pasien

yang mempunyai

permintaan khusus.

Rumah sakit

memberikan pelayanan

pada akhir kehidupan.

Standar Syariah Pelayanan Pasien dan Rumah sakit

Keluarga (SSPPK) memberikan pendidikan

keislaman kepada pasien

dan keluarga mengenai

proses penyembuhan
penyakit.

Rumah sakit

memberikan pelayanan

jenazah secara syariah.

Rumah sakit

memberikan pelayanan

penyembuhan nyeri
Penjagaan Standar Syariah Pelayanan dan
secara syariah.
Jiwa Bimbingan Kerohanian (SSPBK)
Regulasi pengolaan
(Hifzh al-
sampah sisa jaringan
nafs)
tubuh manusia secara

syariah.

Pengadaan sumber air

sesuai dengan kaidah

syariah.

Rumah sakit

Standar Syariah Manajemen Modal melaksanakan

Insani (SSMMI) mandatory training

keagamaan bagi seluruh

staf.

Rumah sakit
menyediakan

perpustakaan yang

memuat literature Islam.

Penyelesaian, keluhan,

konflik atau perbedaan

pendapat secara syariah.

Pendidikan dan pelatihan


Standar Syariah Pendidikan Pasien
membantu pemenuhan
dan Keluarga (SSPPK)
kesehatan secara Islam

yang berkelanjutan dari


Penjagaan
pasien.
Akal
Edukasi keislaman
(Hifzh al-
kepada pengunjung.
aql)
Rumah sakit

memberikan pelayanan
Penjagaan Standar Syariah Pelayanan Pasien kesehatan ibu dan bayi
Keturunan (SSPP) secara syariah.
(Hifzh al- Rumah sakit
nasl) memberikan pelayanan

reproduksi Islami.

Rumah sakit dalam


pengelolaan kas (cash

management),

pembiayaan, dan

investasi bekerja sama

dengan lembaga

keuangan syariah.
Penjagaan Standar Syariah Manajemen Akutansi
Rumah sakit memiliki
Harta dan Keuangan (SSMMAK)
kebijakan dan
(Hifzh al-
mekanisme pengelolaan
mal)
pasien yang tidak mampu

membayar.

Rumah sakit menetapkan

standar standar

operasional untuk

mengetahui salah

pengitungan billing.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan yang ada di rumah

sakit, ketika pelayanan yang diberikan baik maka akan mempengaruhi tingkat

loyalitas pasien. Karena pelayanan yang diterapkan di Rumah Sakit Berkah

Samata berpedoman kepada Islam maka pasien yang menjalankan rawat inap di

rumah sakit tersebut merasa nyaman karena tidak hanya di rawat secara jasmani
akan tetapi di rawat juga secara rohani yang membuat pasien merasa

mendapatkan pelayanan 2 sekaligus yaitu luar dan dalam (Sari, Abdurrouf &

Rismawati, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdurrouf & Rosalia (2017)

menunjukkan adanya hubungan antara pelayanan syariah dalam bidang

keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien yang menunjukkan bahwa sebagian

besar responden menyatakan puas dengan pelayanan syariah dalam bidang

keperawatan. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hafid (2016) di RS

Ibnu Sina Makassar menunjukkan bahwa apabila pelayanan dengan prinsip-

prinsip syariah mengalami peningkatan, maka kepuasan pasien RS Ibnu Sina

Makassar akan mengalami kenaikan. Penelitian ini menunjukkan adanya

pengaruh yang signifikan antara pelayanan dengan prinsip-prinsip syariah

terhadap kepuasan pasien baik secara parsial maupun simultan.

Menurut MUKISI (2016), setiap rumah sakit syariah menaati standar minimal

pelayanan rumah sakit syariah dan indikator mutu wajib syariah. Berikut ini

adalah indikator pelayanan keperawatan minimal yang ada di rumah sakit Berkah

Samata:

1. Membaca Basmalah pada pemberian obat dan tindakan

Sebagai petugas kesehatan dalam hal ini sebagai seorang perawat harus

mempunyai peran penting untuk melakukan pemenuhan kebutuhan spiritual

terhadap pasien (Gultom, Siagian & Sitorus, 2020; Asmadi, 2010).


Setiap aktivitas yang dilakukan perawat secara lisan untuk membaca dan

mengajak pasien atau keluarga pasien untuk membaca Basmalah sebelum

pemberian obat dan tindakan medis yang dilakukan. Dengan mengucapkan lafadz

Basmalah pada setiap pemberian obat dan tindakan adalah ikhtiar dan tawakkal

dari perawat rumah sakit Berkah Samata dan pasien beserta keluarga bahwa

kesembuhan datangnya dari Allah sehingga berdoa dengan melafadzkan

Basmalah sebelum pemberian obat dan tindakan medis yang dilakukan bersifat

wajib.

2. Hijab untuk pasien

Penyedian fasilitas rumah sakit berupa penyediaan hijab (kerudung, baju

pasien atau kain) yang menutup aurat pasien seluruh tubuh kecuai muka dan

telapak tangan. Hijab disediakan oleh rumah sakit dan dipakaikan oleh perawat

pada pasien muslimah saat pertama kali datang dengan diberikan edukasi tentang

berhijab. Dengan ini tergambarlah pelayanan yang islami, dengan adanya edukasi

tentang pemakaian hijab kepada pasien muslimah yang belum mengenakan hijab

pada saat rawat inap.

3. Mandatory traning untuk fiqih pasien

Kegiatan ini adalah pembelajaran kepada karyawan tentang thaharah,

bimbingan shalat bagi pasien dan talqin. Dengan ini SDI yang dimiliki oleh

rumah sakit harus memahami fiqih bagi orang sakit, sehingga dapat memberikan

bimbingan ibadah sesuai penyakitnya. Pemberian kajian ini biasa dilakukan setiap
hari jumat, dimana seluruh perawat akan mengikuti kajian fiqih agar lebih

maksimal dalam menjalankan tugas.

Apabila adanya penyakit, atau adanya rasa nyeri (piretik) mengenai seseorang,

maka secara tidak langsung semangat spiritual dapat mendorong dirinya kearah

proses penyembuhan atau dalam peningkatan kebutuhan dan perhatian spiritual

pasien selama berjalannya proses penyakit. Sebagai contoh, seorang pasien tidak

mampu dalam merawat dirinya dan sangat tergantung pada bantuan orang lain

untuk melakukan perawatan bahkan dukungan yang penuh. Semangat spiritual

yang menurun dapat meningkat sejalan dengan pribadinya untuk mencari tahu

tentang apa yang sedang dialami dirinya, yang bisa sajamembuat pribadinya

merasa sendiri dan menjadi terisolasi dari siapapun (Gultom, Siagian & Sitorus,

2020; Asmadi, 2010).

4. Adanya edukasi islami

Untuk mewujudkan akhlak yang karimah rumah sakit melakukan pelayanan

dalam pemberian pendidikan bagi pasien dan keluarga yaitu Rumah sakit Berkah

Samata memberikan edukasi atau pendidikan pada keluarga pasien terkait proses

penyembuhan pasien dengan cara disediakan buku bacaan doa dan beberapa

poster bacaan doa bagi orang yang sakit yang ditempelkan di dinding rumah sakit.

Selain itu, penyediaan dan pemberian sarana edukasi islam berupa leaflet atau

buku kerohanian kepada pasien muslim. Dengan ini rumah sakit memberikan

edukasi kepada pasien, keluarga dan pengunjung pasien yang datang ke rumah

sakit Berkah Samata.


5. Pemasangan Elektrokardiogram (EKG) sesuai gender

Pelaksanaan pemasangan Elektrokardiogram atau EKG oleh perawat rumah

sakit yang sesuai dengan jenis kelaminnya. EKG atau Elektrokardiogram adalah

alat pengukur grafik yang mencatat aktivitas elekrik jantung. Pemasangan EKG

sesuai gender adalah upaya rumah sakit menjaga aurat dan menjaga

bersentuhannya kulit dengan lain gender.

6. Pemakaian hijab ibu menyusui

Peneyedian fasilitas rumah sakit berupa pakaian khusus ibu menyusui.

Pakaian ibu menyusui adalah pakain khusus yang diperuntukan kepada ibu yang

sedang menyusui untuk menjaga aurat pasien dengan menutup bagian dada ibu

saat menyusui anaknya.

7. Pemakaian hijab dikamar operasi

Rumah sakit menyediakan pakaian berupa baju dan kerudung bagi pasien

muslimah. Pakaian tersebut digunakan di ruangan operasi yang menutup aurat

pasien yang menjalani operasi mulai sejak persiapan sampai keluar dari kamar

operasi. Gunanya agar menjaga aurat pasien yang akan menjalani operasi.

8. Penjadwalan operasi efektif tidak terbentur waktu sholat

Penjadwalan operasi efektif adalah penjadwalan operasi yang tidak melewati

waktu sholat, sehingga tidak perlu menjama` shalat kecuali dalam keadaan

emergency.
Demikian adalah standar pelayanan minimal rumah sakit syariah yang ada di

rumah sakit Berkah Samata. Selain standar pelayanan mnimal berikut ini adalah

indikator mutu wajib syariah yang ada di rumah sakit Berkah Samata:

1. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spritual keagamaan

yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien

Staf atau karyawan rumah sakit khususnya perawat memberikan pelayan

spritual dengan cara melakukan pendampingan ketika ada pasien yang dalam

kondisi koma atau tidak sadarkan diri untuk dibimbing dalam melakukan sholat

dengan cara membisikan, tidak hanya untuk pasien yang sedang koma namun

pasien yang dalam keadaan yang penyakitnya cukup serius seperti kanker stadium

lanjut, HIV, HD juga dilakukan pendampingan yang mana pendampingan ini

diharapkan dapat membantu kesembuhan pasien melalui bacaan-bacaan doa.

Seorang perawat harus bisa melakukan pemenuhan yang ekstra kepada pasien

yang akan melakukan operasi, kepada pasien kritis atau pun yang menjelang ajal.

Maka dari itu perlu keterkaitan antara spiritual dengan upaya pelayanan kesehatan,

karena perlu diketahui bahwa kebutuhan dasar manusia yang diterapkan oleh

seorang perawat bukan kepada faktor biologis saja, namun perlu melihat faktor

spiritualnya juga. Sehingga dapat meningkatkan semangat pasien untuk membantu

proses penyembuhan pasien (Gultom, Siagian & Sitorus, 2020; Asmadi, 2010).

2. Pasien sakaratul maut terdampingi dengan talqin

Talqin untuk pasien sakaratul maut adalah upaya pendampingan pada pasien

agar dapat meninggal dengan mengucapkan kalimat “laa ilaha ilallah” diakhir
hidupnya. Tujuan dari pengukuran indikator ini adalah agar semua pasien muslim

di rumah sakit Berkah Samata pada saat sakaratul maut dipastikan terdampingi

dengan talqin sampai akhir kehidupannya. Pelaksanaan talqin diatur dengan

kebijakan rumah sakit. Ketika seorang muslim menghadapi sakaratul maut salah

satu amalan sunah adalah membaca bacaan tahlil.

3. Bimbingan dan Perawatan Rohani Islam

Perawatan rohani Islam adalah pelayanan yang memberikan bimbingan rohani

kepada pasien dan keluarganya dalam bentuk pemberian motivasi agar tabah dan

sabar dalam menghadapi cobaan, dengan memberikan tuntunan do’a, cara bersuci,

shalat, dan amalan ibadah lainya yang dilakukan dalam keadaan sakit (Aryanto,

2017; Salim, S., 2005).

Bimbingan rohani Islam adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses

bimbingan dan pembinaan rohani kepada pasien di rumah sakit, sebagai upaya

menyempurnakan ikhtiar medis dengan ikhtiar spiritual. Dengan tujuan

memberikan ketenangan dan kesejukan hati dengan dorongan dan motivasi untuk

tetap bersabar, bertawakkal dan senantiasa menjalankan kewajibannya sebagai

hamba Allah (Aryanto, 2017; Salim, S., 2005).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan rohani

Islam secara umum adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu

berdasarkan ajaran Islam agar individu mampu hidup selaras dengan ketentuan dan

petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sedangkan pengertian perawatan rohani Islam adalah salah satu bentuk pelayanan
yang diberikan kepada pasien untuk menuntun pasien agar mendapatkan

keikhlasan, kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi sakitnya, dalam rangka

mengembangkan potensi dan menyadari kembali akan eksistensinya sebagai

mahluk Allah Swt, serta membimbing bagaimana cara beribadah ketika sakit,

berdzikir untuk mengurangi rasa cemas akibat penyakit agar dapat mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Aryanto, 2017).

4. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait tata cara ibadah yang wajib

dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci dan

shalat bagi yang sakit)

Rumah Sakit Berkah Samata menyelenggarakan program training bagi

seluruh staffnya khususnya perawat, program training ini berhubungan dengan

pelayan yang diberikan kepada pasien mengenai fikih pasien, seperti mengajarkan

sholat bagi pasien, mengajarkan bagaimana melakukan tayamum bagi pasien yang

tidak boleh terkena air, membimbing dan mendampingi pasien ketika sakaratul

maut dengan dibacakan talqin, mengajarkan cara menggunakan hijab bagi pasien

wanita, dan membimbing doa sebelum pasien melakukan operasi. Program ini

dilakukan secara bergantian bagi dan diwajibkan, karena program ini penting

sekali dalam mendukung pengetahuan staff akan pendidikan keislaman.

Perawat harus mampu memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien

selain dari pada kebutuhan lainnya pasien, dengan cara melengkapi kebutuhan

spiritual pasien, walaupun secara disadari spiritual antara perawat dan pasien

berbeda (Gultom, Siagian & Sitorus, 2020; Hamid, 2013).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mardiani & Hermansyah (2017)

bahwa ada hubungan pelayanan spiritual yang diberikan oleh perawat dengan

kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh (P-

value = 0,000) di mana pelayanan spiritual yang diberikan oleh perawat ditinjau

dari menetapkan kehadiran (p-value=0,001), berdoa (p-value=0,026), dukungan

ibadah (p-value=0,001), dan sistem dukungan (p-value=0,006) dengan kepuasan

pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Kota Banda Aceh.

5. Mengingatkan waktu shalat

Mengingatkan waktu shalat adalah kegiatan perawat rumah sakit untuk

mengingatkan pasien untuk menjalankan kegiatan shalat fardhu dan memberikan

bantuan bimbingan shlat jika diperlukan. Tujuan dari indikator agar pasien muslim

di rumah sakit dipastikan menjalankan sholat.

6. Pemasangan Dower Cateter (DC) sesuai gender

Pemasangan DC atau dower cateter sesuai gender adalah prosedur

pemasangan kateter dengan memperhatikan aspek syariah yaitu dilakukan dengan

perawat yang berjenis kelamin sama dengan pasien. Dengan memperhatikan

privasi pasien utamanya yang berkaitan dengan aurat pasien dan kenyamanan

pasien saat pemasangan kateter.

7. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan rumah sakit

Untuk standar kebersihan rumah sakit, yaitu Rumah sakit melaksanakan

prosedur cuci tangan bagi semua staf Rumah Sakit Berkah Samata, untuk

memperlancar pelaksanaan ini setiap ruang rawat inap menyediakan tempat dan
sabun untuk mencuci tangan. Selain itu rumah sakit melakukan standar kebersihan

dengan cara pengelolaan sampah sisa jaringan tubuh manusia seperti darah kotor,

tinja dan urine secara syariah.

8. Laundry Syariah

Rumah sakit Berkah Samata memiliki laundry yang berbasis syariah.

Mekanisme pengerjaan laundry yang berbasis syariah dengan cara memisahkan

pakain atau kain antara yang infeksius dan nonifeksius. Pemisahaan ini berguna

agar tidak bercampurnya pakain yang suci dengan pakain yang terkena najis. Jika

pakain yang tidak terkena najis dicampur dengan pakain yang terkena najis

mengakibatkan pakaian mejadi najis semua. Selain pemisahan pakain pasien yang

terkena najis dan yang tidak terkena najis penggunakan sabun yang dipakai untuk

mencuci sudah mendapatkan sertifikan halal oleh LPPOM MUI, jadi terjamin

kehalalannya. Dan yang pasti bahan yang dipakai lebih lembut dari bahan kain

lainnya.

B. Pelayanan Obat dan Makanan Halal pada Rumah Sakit Berkah Samata

Makanan merupakan keperluan yang penting bagi manusia. Dalam memilih

makanan, kebanyakan konsumen lebih mengutamakan cita rasa makanan dan

kurang mem perdulikan kehalalannya. Sejalan dengan ajaran syariah Islam

konsumen Muslim menghendaki agar produk-produk yang akan dikonsumsi

terjamin ke halalannya dan kesuciannya. Dalam ketentuan halal, haram, thayyib,

dan syubhat terkandung nilai spiritual serta mencerminkan keluhuran budi pekerti

dan akhlak seseorang. Oleh karenanya, syariah Islam menaruh perhatian yang
sangat tinggi dalam menentukan makanan mimunan itu halal, haram, atau

meragukan (syubhat) (Ali, 2016).

Menurut Syariat Islam, Landasan hukum produk halal sesuai Syariat Islam

antara lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 168

‫ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن اِنَّهٗ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُّمبِي ٌْن‬ َ ‫ض َح ٰلاًل‬


ِ ‫طيِّبًا ۖ َّواَل تَتَّبِعُوْ ا ُخطُ ٰو‬ ٓ
ِ ْ‫ٰياَيُّهَا النَّاسُ ُكلُوْ ا ِم َّما فِى ااْل َر‬

Terjemahnya: “Wahai manusia Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik

yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan,

sungguh setan musuh yang nyata bagimu”.

Selain surah di atas landasan hukum produk halal juga terdapat dalam QS. Al-

Baqarah: 172 artinya, Wahai orang orang yang beriman makanlah dari rezeki yang

baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu

hanya menyembah kepada-Nya. QS. Al-Baqarah:173 artinya Sesunguhnya Dia

hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan

yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.Tetapi barang siapa

terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh Allalh Maha

Pengampun.

Berdasarkan surat Al Baqarah tersebut, Allah memerintahkan kepada orang

yang beriman untuk memakan makan yang halal dan mengharamkan bangkai,

darah, daging babi, daging hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah,

kecuali jika terpaksa dan tidak melampaui batas. Untuk menentukan produk
makanan dan minuman yang beredar dimasyarakat itu halal harus ada logo

sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI pada kemasannya

(Kementrian Agama RI).

Sertifikat halal adalah fatwa MUI secara tertulis menyatakan kehalalan suatu

produk sesuai dengan syariat Islam. Pemberian sertifikat halal pada pangan, obat-

obatan dan kosmetika untuk melindungi konsumen muslim terhadap produk yang

tidak halal. Sertifikat halal merupakan hak konsumen muslim yang harus

mendapat perlindungan dari negara (Syafrida, 2020).

Sertifikasi halal merupakan proses pemberian sertifikat halal pada produk

makanan, minuman, kosmetik serta obat-obatan. Dalam proses pengajuan izin

usaha, setiap pemilik calon usaha makanan, minuman, kosmetik serta obat-obatan

harus menyertakan dokumen sesuai dengan persyaratan legalitas usaha yang

dimilikinya. Baik persyaratan berupa pemenuhan dokumen yang ditentukan oleh

dinas kesehatan maupun dokumen yang terkait dengan persyaratan sertifikasi halal

(Janah, 2020).

Makanan dan minuman yang bersih suci mengikuti panduan halal di Malaysia

memenuhi beberapa ciri, yakni (1) Produk tidak terdiri atas bahagian atau benda

hewan yang larang oleh syarian memakannya atau tidak disembelih mengiktu

hukum syarak; (2) Produk mengandung najis sesuai sebagaimna ditetapkan pada

ketentuan hukum syara seperti minyak babi, lemak bangkai atau jenis khamr atau

arak; (3) Pada proses produksi alat yang digunakan bebas dari najis; (4) Produk

tidak bercampur dengan benda yang haram selama proses seperti penyediaan, atau
penyimpanannya; (5) Pekerja-pekerja diperusahaan mestilah sehat, bersih, dan

mempraktikkan kode etik kebersihan dn kesehatan; (6) Peralatan yang digunakan

telah dibasuh dan suci. Cara membasuh adalah dengan air bersih dan mengalir; (7)

Kebersihan peralatan, pengangkutan dan lingkungan pabrik dan atau menerapkan

good manufacturing practice; (8) Pengemasan dan pemindahan produk

menerapkan etik kebersihan dan tidak mengandung ramuan yang tidak halal

sebagaimana ketentuan syara (Ali, 2016).

Fatwa DSN MUI no.107 tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit

syariah di bagian ke enam yaitu ketentuan terkait penggunaan obat-obatan, makan,

dan minuman, kosmetik, dan barang gunaan pada poin satu menyebutkan bahwa;

rumah sakit mengunakan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetika, dan barang

gunaan halal yang mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia.

Salah satu kelebihan rumah sakit syariah adalah menjamin semua obat-obatan

yang ada di rumah sakit adalah obat-obat yang halal. Dijaminnya obat-obatan yang

ada di dalam rumah sakit sayriah dengan sertifikat halal yang diberikan LPPOM

Majelis Ulama Indonesia karena produk halal sudah jadi bagian yang tidak

terpisahkan dan menjadi lifestyle masyarakat khususnya umat islam di Indonesia

maupun di dunia Internasional. Keberadaan rumah sakit syariah menjamin umat

Islam mendapatkan obat yang halal saat dirawat di rumah sakit.

Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 bahwasanya dalam

penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prinsip syariah,


penggunaan obat-obatan, makanan dan minuman, kosmetik dan barang gunaan

harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa yaitu sebagai berikut:

1. Rumah sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan dan minuman,

kosmetika dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikast halal dari

Majelis Ulama Indonesia (MUI).

2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat halal dari MUI, maka

boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur yang haram.

3. Dalam kondisi terpaksa (darurat), penggunaan obat yang mengandung unsur

yang haram wajib melakukan prosedur informed consent (persetujuan

tindakan medis atau persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga

terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan

medis yang akan dilakukan terhadap pasien).

Konsep syariah yang diterapkan dalam penggunaan obat-obatan di Rumah

Sakit Berkah Samata adalah sebagai berikut:

Semua obat yang kami berikan pada pasien dan disediakan oleh rumah sakit

ini bebas dari bahan haram, karena rumah sakit juga memiliki daftar obat dengan

kandungan dari bahan haram. Kemasan pembungkus obat di rumah sakit ini juga

memuat pesan-pesan agama. Dalam keadaan darurat demi keselamatan pasien,

penggunaan obat-obatan yang mengandung bahan yang diharamkan terpaksa harus

digunakan oleh kami (perawat atau dokter dan atau tenaga medis lainnya), namun

harus melalui proses informed consent yaitu meminta izin terlebih dahulu pada
pasien dan keluarganya bahwa pengobatan harus menggunakan obat-obatan yang

dari bahan haram.

Ketika memberikan obat kepada pasien untuk diminum, staf memberikan

arahan bagaimana mengkonsumsi obat yang baik, sebaiknya sebelum meminum

obat dengan baca doa terlebih dahulu supaya dengan meminum obat tersebut Allah

memberi kesembuhan pada pasien, selain itu staf juga memberikan arahan kepada

pasien apabila obat yang dikonsumsi kurang cocok atau kurang memberikan hasil

diharapkan untuk konsultasi pada staf.

Kesimpulannya obat-obatan yang terdapat pada rumah sakit Berkah Samata

belum semua bersertifikasi halal. Akan tetapi meskipun obat-obatan belum

tersertifikasi halal, tetap dijamin kehalalannya karena obat yang belum

tersertifikasi belum tetentu haram. Sesuai deangan setandar dan instrumen

sertifikasi rumah sakit syariah, dalam standar pelayanan obat yaitu rumah sakit

mengupayakan folmuralium obat tidak mengandung unsur obat yang diharamkan.

Akan tetapi penggunaan obat yang mengandung unsur yang diharamkan dapat

digunakan karena termasuk kondisi darurat, dan sebelum diberikan kepada pasien,

pasien harus diberitahu jika obat yang akan diberikan mengandung unsur yang

diharamkan. Sehingga pasien dapat memilih menggunakan obat tersebut atau tidak

menggunakan obat yang diberikan.

Sedangkan Konsep syariah yang diterapkan dalam penggunaan makanan dan

minuman di Rumah Sakit Berkah Samata adalah sebagai berikut:


Rumah Sakit Berkah Samata sudah mendapatkan sertifikat jaminan halal dari

MUI. Hal ini dapat dibuktikan bahwa staf bagian pelaksanaan gizi rumah sakit

selalu memastikan bahan makanan dan minuman dibeli dalam keadaan bersih,

suci, masih segar dan memiliki sertifikat halal dan berlabel halal MUI.

Untuk produk makanan dan minuman yang dibeli dalam bentuk kemasan

memastikan bahwa produk tersebut terdapat logo halal yang sudah dipastikan oleh

MUI.

Berikut ini produk makanan dan minuman yang mendapat penghargaan halal

oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama

Indonesia (MUI), yaitu:

1. Indomie untuk kategori mi instan

2. Hatari untuk kategori biskuit

3. Chitato untuk kategori makanan ringan

4. Coca Cola untuk kategori minuman ringan

5. Aqua untuk kategori air minum dalam kemasan (AMDK)

6. Kapal Api untuk kategori kopi

7. Wall's untuk kategori es krim

8. Bango untuk kategori kecap

9. NutriSari untuk kategori minuman serbuk

10.Bimoli untuk kategori minyak goreng

11.Fiesta untuk kategori sosis


12.ABC untuk kategori sarden

13.Frisian Flag untuk kategori susu

14.Milna untuk kategori makanan bayi

15.Segitiga Biru untuk kategori tepung terigu

16.Sari Roti untuk kategori bakeri

17.Silver Queen untuk kategori cokelat

18.Nutella untuk kategori selai jeli

19.Royco untuk kategori penyedap rasa

20.Gulaku untuk kategori gula

21.KFC untuk kategori restoran

22.Wardah untuk kategori brand kosmetika

23.Antangin untuk kategori jamu

24.Natur-E untuk kategori obat dan suplemen

25.Pepsodent untuk kategori pasta gigi

26.Wardan untuk kategori sampo dan perawatan

27.Maxim untuk kategori barang gunaan

28.Total untuk kategori detergen

29.Sinar dunia untuk kategori kertas dan bahan kertas

30.Sinar Joyo Boyo untuk kategori plastik kemasan

31.Shabu Hachi untuk kategori pendatang baru halal terbaik


32.PT Mubarok Food Indonesia dari Jawa Tengah untuk kategori UMKM terbaik

33.Chocolicious Indonesia dari Sulawesi Selatan untuk kategori UMKM terbaik

34.Lampung Sukses Bersama dari Lampung untuk kategori UMKM terbaik

35.Wardah

36.Total

37.PT Ultra Sakti

Pengelolaan makanan dan minuman di Rumah Sakit Berkah Samata

memastikan dapur dalam keadaan bersih dan terhindar dari najis, setiap staf

pelaksana gizi bagian pengelolaan yang ada di dapur harus menggunakan plastik

atau masker rambut, menggunakan sarung tangan, tidak diperbolehkan memakai

sepatu tapi memakai sandal karet, menggunakan pakaian khusus untuk

menghindari kecelakaan. Penyimpanan bahan makanan yang belum diolah

disimpan pada ruangan khusus, yang dibedakan penyimpanannya antara bahan

makanan yang basah dan bahan makanan yang kering supaya tetap terjaga

kebersihannya dan terhindar dari najis. Setiap makanan atau minuman yang keluar

dari dapur rumah sakit untuk diberikan kepada pasien dibungkus dengan plastik

“wrap” untuk menjaga kebersihan dan kesucian makanan dan minuman tersebut.

C. Pengelolaan Dana pada Rumah Sakit Berkah Samata

Di Indonesia, permasalahan standarisasi laporan keuangan syariah ditangani

oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAK) yang berada di bawah naungan

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dasar pembuatan SAK Syariah ini bersumber
pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 282-283. Ayat tersebut menjabarkan prinsip

pencatatan laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran, keadilan dan

kebenaran.

Pengelolaan dana suatu lembaga perlu diketahui bagaimana mekanisme dana

tersebut diolah, bagaimana penempatannya, penggunaan dan pengembangan

dananya. Untuk itu pada rumah sakit syariah pengelolaan dana rumah sakit telah

ditentukan dalam sebuah fatwa untuk menghindari hal-hal mendatangkan

kerugian. Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 bahwasanya

dalam penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prinsip syariah,

penempatan, penggunaan dan pengembangan dana rumah sakit harus sesuai

dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa. yaitu sebagai berikut:

1. Rumah sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam

upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga

pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun.

2. Rumah sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset lainnya

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

3. Rumah sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha dan atau

transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

4. Rumah skait wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah,

dan wakaf.
Konsep syariah yang diterapkan dalam pengelolaan dana rumah sakit yang

meliputi penempatan penggunaan dan pengembangan dana di Rumah Sakit Berkah

Samata adalah sebagai berikut:

1. Rumah sakit wajib menggunakan jasa lembaga keuangan syariah seperti bank,

asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan dan pensiun

Dalam pengelolaan dananya Rumah Sakit Berkah Samata mengelolahnya

dengan bekerja sama dengan lembaga perbankan syariah, yang bisa dilihat dari

cara rumah sakit memberikan upah pada karyawannya melalui bank BNI Syariah

atau BRI Syariah.

2. Mengelola portofolio dana dan jenis-jenis aset lainnya sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah

Pimpinan Rumah Sakit Berkah Samata telah menetapkan tata pengelolaan

keuangan syariah dan akuntansi syariahnya sesuai kaidah syariah, mulai dari cara

mengelola dana dan pengakuan pendapatan, pengelolaan investasi serta

pembiayaan rumah sakit. Selain itu rumah sakit telah menyusun rencana anggaran

keuangannya pada waktu yang akan datang berdasarkan kaidah syariah, untuk

melakukan pencatatan keuangannya, rumah sakit melakukan pencatatan keuangan

dilakukan sesuai pernyataan standar akuntansi dan keuangan syariah.

Untuk melakukan pemasaran atau promosi dengan cara bekerja sama dengan

pihak asuransi, lembaga keuangan, lembaga kesehatan dan lembaga pembiayaan

tidak boleh menggunakan cara suap untuk menghindari terjadinya hal-hal yang

tidak diperbolehkan.
3. Rumah sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha atau

transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah

Untuk melakukan pemasaran atau promosi dengan cara bekerja sama dengan

pihak asuransi, lembaga keuangan, lembaga kesehatan dan lembaga pembiayaan

tidak boleh menggunakan cara suap untuk menghindari terjadinya hal-hal yang

tidak diperbolehkan.

4. Rumah sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah

dan waqaf

Setiap karyawan Rumah Sakit Berkah Samata di wajibkan untuk

membayarkan zakatnya, yang mana dalam pembayaran zakat tersebut dananya

berasal dari upah karyawan. Selanjutnya zakat tersebut akan dibayarkan kepada

lembaga zakat resmi yang telah bekerjasama dengan rumah sakit. Jika terdapat

pasien yang kurang mampu membayar pengobatannya, rumah sakit ini telah

menyediakan dana untuk membantu pasien yang kurang mampu, dana tersebut

bisa berasal dari upah karyawan yang disalurkan oleh rumah sakit.

Rumah sakit Berkah Samata mempunyai Unit Pengumpulan Zakat (UPZ)

Rumah Sakit Berkah Samata. UPZ sendiri berfungsi mengelola dana zakat, infak,

dan sedekah yang diberikan oleh Dokter, perawat, pegawai, pasien dan keluarga

pasien.
BAB III

REGULASI DAN PROSEDUR PELAYANAN

A. Alur proses pelayanan keperawatan berbasis syariah

Menurut Kotler dalam Hafid (2016), pelayanan adalah setiap kegiatan yang

ditawarkan oleh satu pihak kepihak lainnya, biasanya tidak berwujud dan tidak

menimbulkan kepemilikan apapun. Dengan kata lain adalah sebuah kegiatan

pelayanan jasa untuk tidak berwujud dan tidak memberikan kepemilikan kepada

penerima pelayanan. Pelayanan jasa kesehatan dapat berupa pelayanan puskesmas

atau pelayanan kesehatan ibu dan anak secara khusus. Pelayanan kesehatan

berbeda dengan pelayanan jasa lainnya.

Menurut Levey dan Loomba dalam Laksana (2012), pelayanan kesehatan

merujuk pada upaya yang dilakukan sendiri atau secara kebersamaan dalam suatu

kelompok atau instansi untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, guna

mencegah dan memberikan penyembuhan pada penyakit, serta pemulihan

kesehatan secara individual, kelompok, keluarga, dan masyarakat dalam lingkup

yang luas.

Upaya pelayanan dapat dijalankan dengan baik, diharuskan memenuhi

beberapa persyaratan pokok pelayanan yaitu sebagai berikut:

1) Tersedia dan berkesinambungan yaitu semua jenis pelayanan mudah

ditemukan ketika dibutuhkan oleh pasien, serta pelayanan tersebut ada ketika

dibutuhkan pasien.
2) Dapat diterima dan wajar yaitu di mana pelayananyang diberikan tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta pelayanan

tersebut bersifat wajar dan baik

3) Mudah dicapai, pelayanan yang baik adalah pelayanan yang mudah untuk

dicapai (accesible) terutama dari sudut lokasi mudah dijangkau oleh pasien,

4) Mudah dijangkau yaitu terutama dari segi biaya pelayanan sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat, sebab pelayanan kesehatan yang mahal dan

tidak mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik, dan

5) Bermutu (quality) yaitu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, disatu sisi dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan

dan di sisi lain tata cara pelaksanaannya sesuai dengan aturan kode etik serta

standar yang telah ditetapkan.

Rumah sakit dengan pelayanan berbasis syariah adalah rumah sakit yang

menjalankan seluruh aktifitasnya berlandaskan pada Maqashid al-Syariah al-

Islamiyah yaitu menjaga agama, menjaga hidup, menjaga akal, menjaga

keturunan dan menjaga harta. Sebab maqashid syariah adalah jalur pedoman

bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan prinsip

prinsip syariah. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an surah Jaatsiyah

ayat18 bahwa:
Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)

dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa

nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (Q.S Jaatsiyah (45): 18), (Departemen

Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 2015).

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa dalam setiap perjalanan kehidupan termasuk

dalam pelaksanaan proses pengelolaan rumah sakit harus berdasarkan kepada syariah

(hakikat tuhan) bila menghendaki adanya maslahah di dunia maupun di akhirat.

Rumah sakit yang berbasis pada prinsip syariah maka perhatian pokoknya

ditunjukkan pada 2 hal, yaitu:

1. Pelayanan, perawatan dan pengobatan, dan

2. Pelayanan dan santunan agama. Kedua hal tersebut haruslah dilaksanakan

dengan cara terpadu guna memperoleh hasil yang optimal, yaitu mampu

memberikan pertolongan dan pembinaan kepada manusia seutuhnya.

Pelayanan kesehatan berbasis syariah merupakan suatu pelayanan kegiatan

asuhan medis dan asuhan keperawatan yang dibumbui dengan kaidah-kaidah syariah.

Di mana praktik pelayanan kesehatan pada rumah sakit tersebut merupakan sebagian

kecil dari pembelajaran dan pengalaman akhlak (Sunawi, 2012).

Jusuf Saleh Bazed dan M. Jamaluddin Ahmad dalam Sunawi (2012),

menyebutkan bahwa ada 4 karakteristik utama yang sesharusnya ada dalam

pelayanan Islami yaitu rabbaniyah,


akhlaqiyah, waqi’iyah dan insaniyah:

1) Rabbaniyah.Menurut bahasa, kata rabbun dalam al-Muhit fi al-Lughah

disebutkan semua orang yang memiliki sesuatu maka dia rabb / pemiliknya.

Dan al-Rabb juga berarti tuan. Apabila dikatakan al-Rabbaniyyun berarti

dinisbahkan kepada Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Sesungguhnya

Allah adalah Tuhan yang menciptakan, memelihara, mengatur, menguasai,

dan memiliki segala sesuatunya. Manusia adalah makhluk yang diciptakan-

Nya senantiasa bergantung kepada- Nya dalam memenuhi segala kebutuhan

fisik jasmaninya maupun kebutuhan psikis-rohaninya, dan dalam pemecahan

setiap masalah-masalah hidup yang dihadapinya. Islam sebagai Din’ yang

diterjemahkan sebagai agama, perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan

niat ibadah tidak boleh menghalangi kewajiban-kewajiban agama.

Karakteristik yang paling membedakan antara pelayanan rumah sakit yang

menerapkan prinsip syariah dengan rumah sakit yang tidak menerapkan

prinsip syariah terletak pada kategori rabbaniyah-nya ((keyakinan dan

penyerahan segala sesuatunya hanya kepada Allah swt).

2) Akhlaqiyyah. Kata “akhlak” (akhlaq) berasal dari bahasa Arab, merupakan

bentuk jamak dari “khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti,

perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi

persesuaian dengan kata “khalq” yang berarti kejadian. Ibnu ‘Athir

menjelaskan bahwa khuluq itu adalah gambaran batin manusia yang

sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat batiniah), sedang khalq merupakan


gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah badan,

dan lain sebagainya). Secara terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak

yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh Supadie, Didiek Ahmad

dkk adalah sebagai berikut:

“Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang

dibiasakan. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah sifat yang

ter-tanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah

tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan” (Sunawi, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan suatu perbuatan (tabiat)

atau sifat seseorang, yaitu keadaan jiwa yang terlatih, sehingga pada jiwa

tersebut betul-betul telah melekat sifat-sifat yang menimbulkan perilaku-

perilaku dengan mudah dan sopan, tanpa diatur atau dibuat-buat telebih

dahulu. Kemudian yang termasuk bagian dari akhlak yang pantas untuk

diterapkan dalam segala hal, yaitu sidq (benar/jujur), amanah (dapat

dipercaya), ‘adl (adil), syaja’ah (berani),rahmah (kasih sayang), dan lain

sebagainya.

3) Waqi’iyyah. Kebenaran waqi’iy muncul dari tepatnya memformulasikan

penginderaan atas fakta-fakta yang ada. Sifat realistis ini diantaranya dapat

mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik yang disebabkan

oleh kehancuran zaman, perkembangan masyarakat maupun kondisi-kondisi

darurat. Para ahli fiqh terkadang mengubah fatwa sesuai dengan perubahan

zaman, tempat, kebiasaan dan kondisi.


4) Insaniyyah. Hakikatnya adalah agama yang fitrah insaniyyah (sejalan dengan

fitrah manusia), sebagaimana pernyataan Allah Swt., sendiri yaitu:

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah:

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak

ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus: tetapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui. (QS. ArRum (30) :30) (Departemen Agama Republik

Indonesia. Al-Qur’an Dan Terjemahnya, 2015)

Dari pengertian di atas, seharusnya rukun islam dapat dipahami sebagai rukun

yang berkaitan erat dengan fitrah manusia. Satu-satunya rukun Islam yang sesuai

dengan fitrah insaniyyah adalah pengakuan eksistensi Allah Swt., sementara itu,

berbagai perintah ritual seperti shalat, zakat, puasa dan haji bertentangan dengan

fitrah manusia. Syariat Islam diperuntukkan bagi manusia dengan syariat Insaniyah,

sejalan dengan eksistensinya tanpa membedakan ras, status, dan warna kulit tanah air.

Karakter akhlaqiyah, waqi’yah (luwes dan tidak kaku) dan insaniyah, kesemuanya

adalah variabel yang harus diterapkan pada pelayanan jasa sehingga rumah sakit yang

tidak menerapkan unsur syariah juga menjadikannya sebagai pedoman dalam

orientasi pelayanannya, sekalipun dalam pengelolaan rumah sakit ada gaps pada cara
penerapan dan proses pengembangannya (Sunawi, 2012). Adapun pelayanan-

pelayanan yang berbasis syariah yang dapat diterapkan pada rumah sakit Islam, yaitu:

1) Pelayanan Kesehatan Berbasis Syariah dalam Sumber Daya Manusia (Dokter,

perawat, dan staf petugas lainnya)

Islam memberikan kebebasan bagi para ahli medis dalam hal pengobatan dari

campur tangan para pakar-pakar agama dan membentuk hubungan yang

harmonis antara ilmu dan agama. Di mana islam memberikan tempat kepada

keduanya dalam proporsi dan profesi masing-masing. Namun, Islam

mensyaratkan bahwa pelayanan kesehatan sebagai berikut (Fanjari dan

Syauqi, 1996):

a) Profesionalisme. Islam memandang bahwa dalam pelayanan kesehatan

tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak ahli atau bukan skill

dibidangnya.

b) Pertanggungjawaban. yaitu sikap bertanggung jawab terhadap setiap

kesalahan yang terjadi ketika proses melayani seorang pasien tanpa

dibarengi dengan unsur keteledoran atau kesengajaannya.

c) Setiap penyakit ada obat penyembuhnya Seandainya terdapat kasus di

mana ada penyakit dalam waktu yang sangat lama tidak ditemukan obat

penyembuhnya secara medis, lantaran terbatasnya keilmuan. Maka dalam

hal ini Islam memberikan kebebasan agar para ahli medis melakukan

penelitian jangka panjang sampai menemukan obat yang dapat

memberikan kesembuhan pada penyakit tersebut. Di mana para dokter di


anjurkan agar lebih cekatan dalam meneliti gejala-gejala penyakit

sehingga menemukan solusi untuk menyembuhkan seorang pasien. Sebab

dalam Islam usaha yang dibarengi dengan kerja keras (ikhtiar) serta

tawakal kepada Allah, maka akan memberikan hasil yang memuaskan,

dalam hal ini akan menemukan suatu solusi yang diluar dugaan manusia.

d) Spesialisasi. Dalam Islam sangat menganjurkan adanya spesialisasi

(keahlian khusus) dalam proses pelayanan kesehatan. Hal ini bertujuan di

mana para dokter harus betul-betul ahli dan memiliki skill dibidangnya.

Itulah alasan mengapa setiap kali Rasulullah melihat para ahli kesehtan

yang merawat pasien beliau selalu bertanya: “Siapakah diantara kalian

yang lebih menguasai spesialisasi tentang penyakit ini?”

e) Tidak bertindak buru-buru dalam pengebotan sebelum menganalisa

dengan tetili dan cermat. Sebab dalam hal ini sangat dilarang mengakali

pengobatan sebelum memeriksa pasien dengan tepat untuk mengetahui

gejala atau jenis penyakit yang diderita pasien.

f) Sifat caring. Menurut watson dalam Hikmah Pratiwi Hafid, caring adalah

tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memberi motivasi atau dorongan

kepada individu secara sempurna, tindakan caring ini telah diajarkan

kepada seorang individu sejak lahir, berkembang, pertumbuhan, dan

sampai pada masa pertahanan sampai berakhirnya riwayat kehidupan

(death). Caring adalah aplikasi dari bentuk keperawatan umumnya


berbeda dengan profesi lainnya dan dominan pada persatuan tindakan-

tindakan keperawatan, Rasyidah dalam (Hafid dan Pratiwi, 2016).

Dalam hal pengobatan dan perawatan harus dilakukan dengan berpedoman pada

tuntutan syariah. Seperti dalam memberi makan, minum, obat baik peroral maupun

parental dan lain sebagainya, kemudian dibiasakan dengan mengawali membaca

“Bismillahirrahmanirrahim” dan mengakhiri dengan bacaan

“Alhamdulillahirabbil’alamin” (Hafid dan Pratiwi, 2016).

2) Pelayanan Kesehatan Berbasis Syariah dalam nutrisi (makanan/gizi)

Islam tidak hanya memperhatikan aspek materi saja dan juga tidak hanya

memperhatikan aspek pembinaan tubuh saja, namun islam juga

menitikberatkan terhadap suatu hal yang berdampak terhadap akhlak, jiwa

(kepribadian) dan perilakunya.

Akhlak dan adat istiadat yang mulia bagi suatu bangsa juga dipengaruhi

oleh ragam makanan dan cara perolehannya. Maka dari itu, makanan bagi

kaum muslimin juga menjadi perhatian utama dalam Islam sejak abad 14

silam. Dalam norma-norma serta kitab-kitab fiqh pembahsan mengenai ilmu

gizi selalu menjadi pembahsan yang umum yang disebut dengan “Ath’imah

wal Asyribah”(tentang makanan dan minuman).


Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging

hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukuli, yang

jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu

sembeli...”(Q.S al-Maidah (50): 3), (Al-Quran, 2015)

Dari potongan surah al-maidah ayat 3, perhatian utama Islam adalah pada

makanan yang dianjurkan dan makanan yang dilarang oeh Allah Swt,. Di mana pada

ayat tersebut ada beberapa makanan yang diharamkan Allah lantaran kandungan

makanan tersebut buruk bagi manusia yang

berdampak pada kesehatan. Dalam pandangan Islam, perihal gizi bukan hanya dari

segi pengharaman makanan yang beresiko bagi kesehtan seperti darah, bangkai, dan

daging babi. Namun Islam juga meitikberatkan pada kualitas yang tampak pada

makanan yang dihidangkan. Islam sangat memotivasi kaum muslimin supaya

memberikan perhatian lebih pada penyediaan

makanan misalnya daging binatang darat dan daging binatang laut serta segalanya

yang dihasilkan alam seperti buah-buahan, biji-bijian, dan juga susu bahkan

termasuk madu yang memiliki gizi tinggi.

Disamping adanya dalil-dalil Al-Quran yang menerangkan perihal halal dan

haram, namun perhatian islam juga menyangkut norma-norma makan, meliputi waktu

makan dan etika atau adab ketika makan, faktanya seseorang yang tidak

memperhatikan norma makan dengan baik maka akan berakibat pada terserang

penyakit, begitu pula jika waktu makannya tidak teratur, atau terlalu banyak tidur

serta bergerak passive setelah makan juga akan beresiko terserang penyakit.
Pelayanan rumah sakit dengan berbasis syariah, perhatiannya juga mencakup mutu

pelayanan terhadap pemberian makanan yang sesuai dengan kondisi pasien dan

sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yaitu spesifikasi halal, bergizi, penataan

makanan tidak berlebihan serta disandingkan dengan perintah agama yaitu etika

ketika makan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan seorang pasien. Adapun

etika makan dalam Islam (Sakinah dan Endang, 2016) yaitu:

a) Perlunya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

b) Makan menggunakan tangan sebelah kanan, sedang tangan kiri pada

digunakan pada hal lain seperti istinja’. Tujuannya agar tangan kiri tidak

mentransfer bakteri dan kuman ke mulut, maka diharuskan menggunakan

tangan kanan ketika makan.

c) Melerai dan mengunyah makanan dengan baik

d) Menutup tempat makanan dan minuman dengan rapat agar bakteri dan

lalat tidak hinggap ke dalamnya.

3) Pelayanan kesehatan berbasis syariah dalam kebersihan personal dan

lingkungan -

Bersih dapat meliputi bersihnya tubuh, pakaian dan kebiasaan seseorang,

kebersihan lingkungan, tempat tinggal, saluran air serta kebersihan makanan

dan minuman. Islam tidak hanya mengupayakan kebersihan dengan wudhu

sebelum shalat, namun juga perlunya mandi pada waktu-waktu tertentu. Seperti

yang kita ketahui bahwa penyakit dengan mudah menular dari orang sakit kepda

orang sehat, atau transfer ketika mengambil makan, atau bahkan setelah keluar
dari tempat kotor (WC). Sebagian terjadi melalui kontak fisik, dengan melihat

penyebab timbulnya penyakit maka Islam sangat mendorong agar senantiasa

mejaga kebersihan tubuh termasuk tangan dengan selalu membasuh kedua

tangan, atau membersihkannya secara menyeluruh.

Rumah sakit dengan pelayanan berbasis syariah harus disertai dengan

adanya pelayanan kebersihan secara personal maupun lingkungan, seperti

kebersihan lingkungan taman, ruangan-ruangan pada rumah sakit khususnya

ruang rawat pasien juga harus terjamin kebersihannya sehingga berdampak

positif bagi pasien dalam keadaan perawatan inap maupun pasien rawat jalan

yang sekedar berobat di rumah sakit. Kemudian kebersihan kamar mandi (WC)

juga isu yang sering diperhatikan tidak hanya dirumah sakit namun juga

ditempat lainnya, karena salah satu penentu bersih tidaknya suatu tempat dapat

dinilai dari kebersihan kamar mandinya, begitu pula dirumah sakit di mana

kebersihan kamar mandi juga menentukan keadaan pelayanannya (Sakinah dan

Endang, 2016).

4) Pelayanan Kesehatan berbasis syariah dalam tarif pelayanan rumah sakit

Menurut Hafid (2016), menyatakan Tarif merupakan beban biaya yang

digunakan untuk mendapatkan kesehatan. Dengan tujuan dapat memberikan

jaminan kesinambungan pelayanan, maka setiap sarana kesehatan harus mampu

menetapkan besaran tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih

besar dari total pengeluran. Jika tarif yang ditetapkan rendah, maka total

pendapatannya (income) juga ikut rendah, jika seandainya juga lebih rendah
dari total pengeluran (expenses), maka akan timbulnya kesulitan keuangan.

Sehingga dalam pelayanan kesehatan rumah sakit tarif juga ikut berperan

penting karena tarif merupakan seluruh biaya kesehtan.

Adapun biaya kesehatan adalah sejumlah dana yang dipersiapkan agar

terselenggaranya atau dapat memanfaatkan berbagai macam kesehatan yang

dibutuhkan baik secara individual, keluarga, kelompok maupun masyarakat

(Abbsurrouf, 2017). Dengan demikina besaran dana yang digunakan oleh semua

penerima jasa pelayana (pasien) memiliki hubungan positif yang sejalan dengan

pemberi pelayanan kesehatan (rumah sakit) yaitu hubungan keuntungan antara

satu pihak dengan pihak lainnya.

Pelayanan kesehatan cukup spesifik, meskipun telah ditetapkan sebagai

suatu kegiatan usaha, namun tidak seluruhnya hukum dunia usaha berlaku

dalam pelayanan kesehatan ini. Sekalipun begitu suatu kegiatan usaha harus

dibarengi dengan etika-etika bisnis Islam. Salah satunya dengan pemberian

kemudahan bagi masayrakat untuk menjangkau layanan kesehatan baik bagi

kaum yang mampu maupun kurang mampu. Sehingga salah satu bagian dari

mutu pelayanan kesehatan adalah dengan mengutamakan keselamatan pasien

berupa adanya kerjasama dengan pemerintah dalam hal pembiayaan untuk

memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat.

5) Pelayanan Kesehatan Berbasis Syariah dalam fasilitas fasilitas rumah sakit

Dalam hal pelayanan kesehatan yang berbasis syariah khususnya bidang

pemeliharaan kesehatan primer, peran masjid juga harus diperhatikan. Mesjid


sebagai pusat kegiatan umat Islam, menjadi tempat yang ideal ketika terjadi

pertemuan antar jama’ah mulai dari anak-anak sampai kepada orang tua, baik

laki-laki maupun perempuan. Baik bangunan fisik mesjid maupun umat islam

yang memanfaatkan mesjid, keduanya memegang peranan penting sebagai

pembinaan kesehatan masyarakat (Pratama, 2014).

Pembinaan kesehatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan

menjaga kebersihan akan tempat wudhu, kelancaran sistem irigasi, serta

tertatanya program MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus). Adapun pembinaan

kesehatan masyarakat lainnya dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah

shalat, mengaji, dakwah dan lain-lain yang sekira dapat dilakukan dimesjid oleh

masyarakt . Fasilitas-fasilitas tersebut diharapkan dapat mempermudah umat

muslim yang berada di rumah sakit khususnya yang berbasis syariah, di mana

pelayanan fasilitas tersebut juga disediakan bagi orang yang berkunjung serta

keluarganya agar merasa aman dan nyaman untuk sekedar istirahat. Selain itu,

adanya pelayanan parkir yang tertib serta dapat dipercaya para penjaga parkir

maka juga akan memberikan rasa aman yang dapat meningkatkan kepuasan

pasien dan keluarganya, serta adanya akses berbelanja dengan mudah, seperti

kantin ataupun supermarket.

Adapun fasilitas lainnya seperti stiker ataupun spanduk yang tertata

dengan rapi pada setiap koridor dan ruangan di rumah sakit, stiker dapat berupa

larangan merokok dan lainlain serta stiker Islami seperti sisialisasi untuk

berpakaian sesuai dengan syariah. Kemudian diperlukan juga petunjuk arah


shalat yang ada dilangit-langit ruangan rawat inap sebagai petunjuk kiblat shalat

bagi pasien atau keluarga pasien.hal tersebut dapat berupa dakwah kesehatan

Islami kepada pasien-pasien yang berada di rumah sakit dan bertujuan untuk

mempermudah segala kegiatan.

B. Pedoman penyelenggaraan manajemen keperawatan berbasis syariah(SOP)

Saat ini keberadaan Rumah Sakit berstandar syariah masih sangat minim.

Namun, kebutuhan akan rumah sakit berlabel syariah sangat tinggi. Hal ini

mengingat seluruh cakupan pelayanan mulai dari yang kecil hingga yang terbesar

menerapkan prinsip utama dengan nilai-nilai Islami. Majelis Ulama Indonesia

(MUI) telah menetapkan pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan

prinsip syariah. Pedoman tersebut tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional MUI No. 107/DSN-MUI/X106 (DSN-MUI, 2016). Adapun pedoman

penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah diantaranya yaitu:

1. Firman Allah SWT

a. Surah Al-Maidah (5): 1, artinya “ Hai orang-orang yang beriman!

Penuhilah akad-akad itu...” ,

b. Surah an-Nisa’ (4): 58, artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila

kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha

Melihat.
c. Surah Syu’ara (26): 80, artinya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang

menyembuhkan aku”

d. Surah Al-Isra (17): 82, artinya: "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an

suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang

beriman dan Al- Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang

yang zalim selain kerugian. "

e. Surah Ali Imran (3): 159, artinya: "Maka disebabkan rahmat dari

Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya

kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan

diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah

ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam

urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-

orang yang bertawakkal kepada-Nya. "

f. Surah Al-Maidah (5): 2, artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong

dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada

Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. "

g. Surah At-Taubah (9): 3, artinya: "Dan katakanlah (wahai Muhammad):

Kalian kerjakanlah, niscaya Allah, Rasul- Nya, dan orang-orang

beriman akan melihat pekerjaan kalian. Dan kalian akan dikembalikan

kepada (Dia) Yang Maha mengetahui yang ghaib dan yang riyata.
Kemudian Dia akan mengkhabarkan apa-apa yang telah kalian

kerjakan.

2. Hadis Nabi saw;

a. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Nu'man bin Basyir (DSNMUI, 2016),

"Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang mereka, saling

mengasihi dan saling mencintai bagaikan satu tubuh; jikalau satu

bagian menderita sakit, maka bagian lain akan turut merasakan susah

tidur dan demam.

b. Hadis Nabi saw. riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit r.a.,

riwayat Ahmad dari lbnu 'Abbas r.a., riwayat Malik dari bapaknya

Yahya al-Mazini r.a., dan riwayat al-Hakim dan al- Daruquthni dari Abu

Sa'id al- Khudriy r.a.: "Tidak boleh membahayakanlmerugikan orang

lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang

ditimbulkan of eh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang

merugikannya). "

c. Hadis Nabi saw. riwayat Ibn Hibban dari bapaknya Ja'far bin Amr r.a.,

riwayat al-Tirmidzi dan al-Baihaqi dari Anas bin Malik r.a. "Seseorang

bertanya kepada Rasulullah saw. Terkait untanya, apakah saya (boleh)

membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada

Allah)?. Rasulullah saw. bersabda: "Ikatlah untamu dan bertawakallah

(kepada Allah). "


d. Hadis Nabi saw. riwayat Riwayat Abu Dawud, al-Tirrnidzi, al- Nasa'i,

Ibn Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, al- Humaidi, al-

Thabrani, lbn Abi Syaibah, al-Bazzar, lbn Abi 'Asim, al-Diya' al-

Muqaddasi, Abu al-Qasim Ibn Basyran, dan Abu Zur'ahal-'lraqi:Dari

Usamah Jbn Syuraik bahwa dia berkata: "Seseorangdatang dan

bertanya: 'Wahai Rasulallah, apakah kita(harus) berobat?' Beliau saw.

bersabda: 'Iya benar,karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan

suatupenyakit kecuali Dia pun menurunkan penawarnya.(Penawar

tersebut) diketahui oleh orang yang tahu, dan tidak diketahui oleh

orang yang tidak tahu '. " Dalam redaksi yang lain disebutkan ·bahwa

seseorang bertanya: "Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?"

Beliau saw. menjawab: "!ya benar. Wahai hamba-hamba Allah,

berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidaklah meletakkan

suatu penyakit kecuali Dia letakkan pula penawarnya atau obatnya,

kecuali satu penyakit", Para sahabat pun bertanya: "Wahai Rasulallah,

apakah yang satu penyakit itu?" Beliau menjawab: "Tua renta". dalam

redaksi yang lain: kecuali "Syam", yaitu kematian.

e. Hadis riwayat Muslim, al-Nasa'i, Ahmad, al-Hakim, lbn Hibban, Al-

Baihaqi, Abu Ya'la, al-Thahawi, al-Khathib al- Baghdadi, Abu Zurah

al-'lraqi, Muhammad Tbn Ishaq Ibn Mandah, dan Taj al- Din al-Subki:

Dari Jabir, bahwa Nabi saw. bersabda: "Bagi setiap penyakit ada
obatnya. Apabila suatu obat cocok untuk suatu penyakit, maka orang itu

pun sembuh dengan seizin Allah Ta 'ala".

f. Hadis riwayat Imam Ahmad, lbn Majah, dan al-Tirmidzi: Dari Abu

Khuzamah yang bertanya: "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu

tentang ruqyah yang kamilakukan, dan obat-obatan yang kami gunakan,

serta pelindung yang kami pakai, Apakah ha/ itu dapat bmenolak

ketentuan (qadar) Allah?" Beliau saw.. pun menjawab: "Semua (yang

engkau sebutkan itu) tbagian dari qadar Allah".

3. Kaidah Fiqih

"Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil

yang mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya "

"Kemudaratan harus dihilangkan. "

"Keadaan darurat (menyebabkan) dibolehkannya (halhal) yang terlarang.

"

"Keperluan (akan sesuatu) dapat menempati posisi setara dengan)

darurat. "

Adapun fatwa tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit

berdasarkan prinsip syariah yang tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional MUI No. 107/DSN-MUI/X106 (DSN-MUI, 2016), yaitu:

a. Ketentuan terkait Pelayanan


1. Rumah Sakit dan semua pihak yang bekepentingan (stakeholders)

wajib memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan

sebaik-baiknya.

2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan

Panduan Praktik Klinis (PPK), clinical pathway dan atau standar

pelayanan yang berlaku.

3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien, tanpa memandang ras, suku, dan agama.

4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah,

santun dan ramah, serta senantiasa berusaha untuk memberikan

pelayanan yang transparan dan berkualitas.

5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran

dalam membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan kepada

pasien.

6. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan danbkonsultasi

spiritual keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan

pasien..

7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua

peraturan dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit.

8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib

mewujudkan akhlak karimah


9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat,

risywah, zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah.

10. Rumah Sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama

Indonesia terkait dengan masalah hukum Islam kontemporer

bidang kedokteran (almasa 'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah al-

thibbiyah).

12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang

wajib dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata

cara bersuci dan shalat bagi yang sakit).

13. Rumah Sakit waj ib memiliki panduan terkait standar kebersihan

Rumah Sakit (DSN-MUI, 2016).

b. Ketentuan terkait Penggunaan Obat-obatan, Makanan, Minuman,

Kosmetika, dan Barang Gunaan

1. Rumah Sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan,

minuman, kosmetika, dan barang gunaan halal yang telah

mendapat sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)

(DSN-MUI, 2016);

2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat Halal dari

MUI, maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung

unsur yang haram;


3. Dalam kondisi terpaksa (dharurat), penggunaan obat yang

mengandung unsur yang haram wajib melakukan prosedur

informed consent.

c. Ketentuan terkait Penempatan, Penggunaan dan Pengembangan

Dana Rumah Sakit

1. Rumah Sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah

dalam upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi,

lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun

(DSN-MUI, 2016);

2. Rumah Sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset

lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;

3. Rumah Sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan

usaha dan/atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan

prinsip-prinsip syariah.

4. Rumah Sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat,

infaq, sedekah, dan wakaf.


C. Formulir evaluasi penilaian prosedur layanan sebagai quality kontrol

1. ASPEK UMUM

Berilah tanda centang (v) pada kolom skor

No Aspek penilaian Bobot Skor Nilai

4 3 2 1 (bobot x skor )

1. Komunikasi

a.etika bertelepon 2

b.komunikasi verbal/lisan 2

c.komunikasi tertulis 2

Sub jumlah

2. Sikap kerja

a.ketelitian 6

b.kerja sama 6

c.ketaatan perintah tugas 6

d.tanggung jawab 5

e.kemampuan bekerja 5

dibawah tekanan

f.kemampuan 4

penyelesaian masalah

g. kemandirian 4

h. mempunyai dedikasi 4
i.loyalitas terdahap 4

organisasi / pekerjaan

j. berintegritas 4

Sub jumlah

3. Kedisiplinan

a.kepatuhan memakai 3

seragam

b.kepatuhan memakai 3

kartu identitas pegawai

c.kepatuhan terhadap SPO 3

d.kepatuhan memakai 3

APD

e.kepatuhan melakukan 3

presensi datang dan

pulang kerja

f.kepatuhan terhadap 3

peraturan rumah sakit

g.kepatuhan jam kerja 3

Sub jumlah

Nilai aspek umum


(total sub jumlah/3)

2. ASPEK URAIAN TUGAS PERAWAT INSENTIF

No Aspek penilaian Bobot Skor Nilai

4 3 2 1 (bobot x skor )

A. PELAKSAAA TUGAS

DAN HASIL KERJA

1. PERENCANAAN

a. Menyiapkan alat-alat 5

dan ruang kerja ( 5R)

b. Melaksanakan 5

pengkajian pasien dan

menetapkan diagnosa

keperawatan di area

kerjanya

c. Membuat 5

perencanaan asuhan

keperawatan yang

relevan dengan

diagnosa keperawatan
yang ditetapkan

1. IMPLEMENTASI

1.memberikan perawatan 8

dengan pendekatan

proses keperawatan.

a. melakukan pengkajian

dan menetapkan diagnosa

keperawatan

b. menetapkan rencana

tindakan keperawatan

c. melaksanakan tindakan

keperawatan

d. mengevaluasi tindakan

keperawatan yang telah

diberikan

e. mendokumentasikan

asuhan keperawatan

2.melaksanakan tindakan 8

dengan penuh tanggung

jawab

a. tindakan invasif
tertentu

b. pemberian obat

c. pemeriksaan

laboratorium dan

tindakan penunjang

lainnya

d. persiapan klien yang

akan dioperasi / tindakan

hermodialisa

2. Mempersiapkan 8

pasien secara fisik

dan mental untuk

menghadapi tindakan

perawatan dan

pengobatan secara

diagnostik

3. Membantu kepala 8

ruangan dalam

ketatalaksanaa

ruangan secara

admiistrasi
1) Meyiapkan data

pasie baru ,pulang

atau meinggal

2) Sensus harian dan

formal

3) rujukan

5. memberikan dukungan 8

spiritual pada pasien

terminal beserta keluarga

6.memberika peyuluhan 8

kesehatan kepada pasien

dan keluarga

3 MONITORING –

EVALUASI
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Rumah sakit syariah adalah rumah sakit yang seluru aktifitasnya berdasarkan

pada maqashid al-syariah al-islamiah. Rumah sakit syariah mengacu pada standar

akreditasi dari komite akreditasi rumah sakit yang kemudian ditambahkan unsur-

unsur syariah didalamnya. Rumah sakit berbasis syariah memiliki visi misi serta

budaya organisasi yang memiliki nilai-nilai islami. Adapun sarana dan prasaranan

pelayanan keperawatan di rumah sakit yaitu pelayanan keperawatan ibu dan anak,

penlayanan keperawatan mata, pelayanan keperawatan ortopedi, pelayanan

keperawatan penyakit ginjal dan pelayanan keperawatan kanker. Dalam pelayanan

kesehatan di rumah sakit syariah harus mempunyai sifat-sifat seperti tulus ikhlas

krena allah, penyantu, ramah, sabar, tenang, tegas, bersih, menyimpan rahasia dan

dapat dipercaya.

Indikator pelayanan keperawatan minimal yang ada di Rumah Sakit Berkah

Samata antara lain, menbaca basmalah saat pemberian obat dan tindakan, hijab

untk pasien, mandatory training untuk fiqih pasien, adanya edukasi islami,

pemasangan ekg sesuai gender, pemakaian hijab ibu menyusui, pemakaian hijab di

kamar oprasi, penjadwalan oprasi efektif tidak terbentur waktu sholat. Selian itu,

ada juga indikator mutu wajib syariah yang ada di rumah sakit berkah samata

antara lain, rumah sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual
keagamaan yang sesuai kebutuhan pasien, pasien sakaratul maut terdampingi

dengan talqin, bimbingan dan perawatan rohani islam, rumah sakit wajibmemiliki

panduan tentang tata cara ibadah, mengingatkan waktu sholat dan laundry syariah.

Pelayanan kesehatan merujuk pada upaya yang dilakukan sendiri atau secara

kebersamaan dalam suatu kelompok atau instansi untuk pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan guna mencegah dan memberikan penyembuhan pada

penyakit. Rumah sakit dengan pelayanan berbasis syariah adalah rumah sakit yang

menjalankan seluru aktifitasnya berladaskan pada maqashid al-syariah al-islamiah

yaitu menjaga agama, menjaga hidup, menjaga akal, menjaga keturunan dan

menjaga harta. Sebab maqashid syariah adalah alur pedoman tentang segala

sesuatu yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Pelayanan kesehatan berbasis syariah merupakan suatu pelayanan kegiatan asuhan

medis dan asuhan keperawatan yang dibumbui dengan kaidah-kaidah syariah.

Pelayanan-pelayanan berbasis syariah yang dapat di terapkan pada rumah sakit

islam yaitu :

1. pelayanan kesehatan berbasis syariah dalam sumber daya manusia (dokter,

perawat, dan staf petugas lainnya)

2. pelayanan kesehatan berbasis syariah dalam nutrisi ( makanan atau gizi)

3. pelayanan kesehatan berbasis syariah dalam kebersihan personal dan lingkungan

BAB V
1. Dalam standar pelayanan gawat darurat, sarana dan prasarana yang

ada ialah, kecuali ?

A. Sistem pelayanan rujukan

B. Layanan Radiologi

C. Kebijakan dan SPO tindakan emergency maternitas

D. Response time pelaksanaan tindakan keperawatan kurang dari 5

menit

Jawaban: B

2. Dalam pelayanan pasien pulang (discharge planning), pasien

meninggal, rujukan dan tindak lanjut, indicatornya adalah, kecuali?

A. Terdapat peraturan, prosedur dan petunjuk tertulis dalam

pelaksanaan dalam melakukan transfer pasien baik ke dalam

maupun keluar institusi

B. Terdapat aturan pembuatan surat keluar dengan jangka waktu

tertentu misalnya cuti/ijin.

C. Terdapat aturan merujuk pasien ke pusat layanan kesehatan lain.

D. Adanya resume keperawatan yang disiapkan oleh perawat yang

kompeten

Jawaban: A
3. Seorang pasien yang hamil 13 minggu datang ke UGD RS Berkah

Samata dengan kondisi pucat dan dipapah oleh keluarganya. Dari hasil

observasi, pasien mengalami perdarahan. Perawat di UGD memberikan

tindakan kegawatdaruratan meternal untuk segera menolong pasien.

Indikator pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh perawat

tersebut adalah….

A. Tersedia kebijakan dan SPO tindakan emergency maternitas.

B. Response time pelaksanaan tindakan keperawatan kurang dari 5

menit.

C. Pasien dengan keadaan emergency (kriteria emergency maternitas)

mendapatkan bantuan untuk segera dilakukan tindakan.

D. Pelayanan gawat darurat dilakukan oleh setiap perawat di unit

gawat darurat memiliki sertifikat keperawatan emergency

intermediate

Jawaban: C

4. Dalam Al Qur'an, Dokter dan perawat yang melaksanakan pelayanan

kesehatan harus mempunyai sifat-sifat antara lain yang tidak benar

adalah….

A. Tulus ikhlas karena Allah dijelaskan dalam Q.s Al-Bayyinah ayat 5


B. Penyantun dijelaskan dalam Q.s Al-A'raf ayat 56 dan Al Baqarah

ayat 263

C. Ramah dijelaskan dalam Q.s Al Imran ayat 159

D. Sabar dijelaskan dalam Q.s At-Taubah ayat 108

Jawaban: D

5. Salah seorang pasien di rawat inap RS Berkah Samata mengalami

penurunan kondisi kesehatan. Sebagai perawat yang berprinsip

syariah, perawat mengajak keluarga pasien untuk mendoakan kondisi

pasien agar lekas membaik. Implementasi spiritual care apa yang

dilakukan oleh perawat tersebut?

A. Berdzikir

B. Berdoa

C. Menuntun

D. Istigfar

Jawaban: B

6. Dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS), standar

pelayanan berfokus pasien meliputi, kecuali….

A. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

B. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)

C. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)


D. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Jawaban: D

7. Pada format penilaian kinerja perawat di RS Berkah Samata, pada

bagian diagnosa keperawatan yang dilakukan antara lain, kecuali....

A. Analisis data

B. Interpretasi data

C. Anamnesa

D. Identifikasi masalah klien

Jawaban: C

8. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual

klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain

dengan memfasilitasi?

A. Kebutuhan Gerak pasien

B. Kebutuhan rekreasi pasien

C. Kebutuhan spiritual klien

D. Kebutuhan eleminasi pasien

Jawaban : C

9. Isi-isi dalam fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang hal-hal

yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan rumah sakit yang

berprinsip syariah ialah, kecuali?


A. Rumah sakit wajib menyediakan taman bermain bagi anak-anak

B. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran

dalam membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan pada

pasien.

C. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spritual

keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembauhan pasien.

D. Pasien dan penanggung jawab pasien wajib mematuhi semua

peraturan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit.

Jawaban : A

10. Dalam penjagaan harta (hifzh al-maal) diperlukannya Standar Syariah

Manajemen Akutansi dan Keuangan yang mengatur bukti pembayaran

tentang?

A. Total Keuntungan Rumah Sakit

B. ZIS RS dan/atau staf,

C. Total kerugian dari Rumah Sakit

D. Total pasien yang termasuk golongan menengah bawah dan atas

Jawaban : B

11. Di ruang perawatan RS Berkah Samata, perawat diwajibkan

menerapkan kegiatan pembelajaran yang dapat membantu pasien dan

keluarga selama berada di RS. Pembelajaran tersebut tentang


thaharah, bimbingan shalat bagi pasien dan talqin. Indikator yang

dijalankan di RS Berkah Samata adalah....

A. Mandatory traning untuk fiqih pasien

B. Adanya edukasi islami

C. Membaca Basmalah pada pemberian obat dan tindakan

D. Pemasangan Elektrokardiogram (EKG) sesuai gender

Jawaban : A

12. Mandatory traning adalah?

A. Penyedian fasilitas rumah sakit berupa penyediaan hijab

(kerudung, baju pasien atau kain) yang menutup aurat pasien

seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan

B. Rumah sakit memberikan edukasi atau pendidikan pada keluarga

pasien terkait proses penyembuhan pasien dengan cara disediakan

buku bacaan doa dan beberapa poster bacaan doa bagi orang

yang sakit yang ditempelkan di dinding rumah sakit

C. Aktivitas yang dilakukan perawat secara lisan untuk membaca dan

mengajak pasien atau keluarga pasien untuk membaca Basmalah

sebelum pemberian obat dan tindakan medis yang dilakukan

D. Pembelajaran kepada karyawan tentang thaharah, bimbingan

shalat bagi pasien dan talqin


Jawaban : D

13. Bimbingan rohani Islam adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi

proses bimbingan dan pembinaan rohani kepada pasien di rumah

sakit, sebagai upaya menyempurnakan ?

A. Ikhtiar medis

B. Iktiar Spiritual

C. A dan B benar

D. A dan B salah

Jawaban : C

14. Surah yang membahas tentang prinsip-prinsip syariah adalah….

A. Q.S Al Lail

B. Q.S Al fatihah

C. Q.S Jaatsiyah

D. Q.S Yasin

Jawaban: C

15. Ibu D usia 42 tahun beragama Islam merupakan pasien di Rumah

Sakit Berkah Samata. Pada saat perawat A akan melakukan

pemeriksaan ekg, perawat A tetap memperhatikan privacy dengan

cara menutup aurat Ibu D yang tidak perlu dilepas. Tindakan yang

dilakukan oleh Perawat A merupakan unsur dari penjagaan


A. Agama

B. Akal

C. Jiwa

D. Keturunan

Jawaban: A

16. Yang bukan ketentuan pelayanan rumah sakit adalah….

A. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien, tanpa memandang ras, suku, dan agama.

B. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual

keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien..

C. Rumah Sakit wajib melakukan memberikan sanksi berat

D. Rumah Sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah

Jawaban: C

17. Membahas tentang stiker, spanduk merupakan pelayanan kesehatan

yang berbasis….

A. Berbasis syariah dalam tariff pelayanan rumah sakit

B. Berbasis Syariah dalam fasilitas-fasilitas rumah sakit

C. Berbasis syariah dalam kebersihan personal dan lingkungan

D. Berbasis Syariah dalam nutrisi (makanan/gizi)


Jawaban: B

18. Apa bunyi arti dari surah syu’ara yang menjadi pedoman

penyelenggaraan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) ?

A. "dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkanku”

B. “hai orang yang beriman ! penuhilah akad-akaditu…”.

C. “dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar

dan rahmat bagi orang-orang yang berimandan Al-Qur’an itu

tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain

kerugian.

D. “dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksa-nya”

Jawaban: A

19. Di Rumah Sakit Berkah Samata terdapat pasien yang berinisial Tn. G

berusia 50 tahun dan selama dirawat beliau selalu mengeluh akan

sakit yang di deritanya. Saat Tn.G bersedih dan pasrah akan

penyakitnya, perawat L memberikan edukasi kepada Tn.G untuk setiap

hal baik kesehatan, harta, umur, dll harus diserahkan kepada Allah
swt. Kita hanya perlu sabar, berdoa dan tawakkal setelah melakukan

iktiar. Tindakan yang dilakukan perawat L merupakan karakteristik

pelayanan kesehatan islami yaitu?

A. Akhlaqiyyah

B. Waqi’iyyah

C. Rabbaniyah

D. Insaniyyah

Jawaban : C

20. Berapakarakteristikutama yang seharusnyaadapadapelayananislami?

A. 1

B. 2

C. 3

D. 4

Jawaban: D
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim

Al-Quran. (2015). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil al-Qur’an.

Abdurrouf, M., & Rosalia, C. (2017). Pelayanan Syariah Dalam Bidang

Keperawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit. Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Abbsurrouf, M. (2017). Model Loyalitas Pasien Berbasis Kualitas Pelayanan Rumah

Sakit Islam di Semarang. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Vol. 8, No.3, November 2017.

Ali, M. (2016) ‘Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah dan Tanggung Jawab

Produk Atas Produsen Industri Halal’, Ahkam, Vol. XVI, No. 2.

Aryanto, I. (2017) ‘Pelaksanaan Bimbingan Perawatan Rohani Islam (Warois) Untuk

Memenuhi Kebutuhan Spiritual Pasien’, p. 20.

Baldacchino. (2015). Spiritual Care Education of Health Care Professionals:

Pendidikan Perawatan Spiritual Sebagai Tenaga Kesehatan Professional.

Religions Vol.6 (2).

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (2013) Nursing

Interventions Classification (NIC), Sixth Edition. St. Louis: Elsevier Mosby.

Diakses dari https://www.elsevier.com/books/n ursing-

interventionsclassification-nic/
Fanjari, A., & Syauqi, A. (1996). Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam. Jakarta:

Bumi Aksara.

Fatmawati, A., Rahman, A. & Yualita, P. (2020) ‘Persepsi Pasien Terhadap

Pelayanan Keperawatan Syariah’, Jurnal Keperawatan’Aisyiyah, 7(1), 17-23.

Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah

Gultom, R., Siagian, H. S. & Sitorus, D. H. (2020) ‘Evaluasi Peranan Faktor

Spiritualitas Perawat Di Dalam Mendukung Aspek Spiritual Pasien Rawat Inap

Di Rumah Sakit Imelda Medan’, 4(1), p. 7.

Hafid, & Pratiwi, H. (2016). Pengaruh Pelayanan Dengan PrinsipPrinsip Syariah

Terhadap Kepuasan Pasien Pada Rs Ibnu Sina Makassar. Skripsi. Makassar:

Universitas Islam Negeri Alauddin.

Hamid, A.Y.S. (2008) Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Jakarta:

Widya Medika.Janah, T. N. (2020) ‘Upaya Perlindungan Konsumen Muslim Dan

Non-Muslim Melalui Sertifikasi Halal Dan Transparansi Komposisi Produk

Makanan’, Vol. 9 No.1.

Hardianto. (2017). Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien di Ruang IC Rumah Sakit

Umum Daerah Haji Makassar.

Hawari, D. (2002). Dimensi Religi dalam Praktik Psikiatri dan Psikologis. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Kemenkes RI. (2011). Laporan Akntanbilitas Kinerja Kementrian Kesehatan Tahun

2011. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/info-

publikInformasiPublik_LAKIP_2011.pdf

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2018). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit

Edisi 1.

Kozier, B., Erb, G., Berman, Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan: Konsep, Proses,& Praktik, Volume 2, Edisi 7. Jakarta : EGC.

Laksana, & Fajar. (2012). Manajemen Pemasaran Edisi 3. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) (2016) Pedoman

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Syariah dan Indikator Mutu Wajib

Syariah. Jakarta: MUKISI.

Mardiani, M. (2018) ‘PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL CARE PASIEN

RAWAT INAP’, JURNAL MEDIA KESEHATAN, 10(1), pp. 001–006. doi:

10.33088/jmk.v10i1.316.

Masyhudi AM. (2015). Konsep Akreditasi Internasional Rumah Sakit Syariah,

(Berdasar Pengalaman RSI Sultan RSI Sultan RSI Sultan RSI Sultan Agung

Semarang),’ dalam Workshop “Rumah Sakit Syari’ah dengan Akreditasi

Internasional dalam Menghadapi Era JKN”, Bandung 9-11 April 2015.

Diakses

dari http://www.mukisi.com/download/item/download/44_c0bc6ec8e5b7db7d

a17cb604a2bcb43b -
Masyhudi AM. (2016). Pengalaman MUKISI dalam penerapan Rumah Sakit

Syariah. Diakses dari http://www.mukisi.com/artikel/item/242-pengalaman-

mukisi-dalam-penerapan-rumah-sakit-syariah

Mustaf Al-Firdaus. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Qur an

Revisi Terjemah Oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an. Kementrian Agama

Republik Indonesia.

NANDA. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan North American Nursing

Diagnosis Association (NANDA): Definisi dan Klasifikasi. Editor: Budi Sentosa.

Jakarta: Prima Medika.Nikmah, S. (2019) ‘Konsep rumah sakit syariah dan

implementasinya di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (Doctoral

dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).’

Pratama, P. R. (2014). Pengaruh Kualitas Pelayanan Islami Terhadap Kepuasan

Dan Loyalitas Nasabah Bank BRI Syariah Surabaya. Jurnal Universitas

Airlangga Vol. 1, No. 9, September 2014.

Saharuddin, dkk. (2018). Penerapan Model Pelayanan Keperawatan Berbasis

Spiritual ditinjau dari Aspek Proses Asuhan Keperawatan Spiritual di Rumah

Sakit Islam Faisal Makassar. Hospital Majapahit Vol. 10 (1).Sari, D. W. P.,

Abdurrouf, M. & Rismawati, R. (2018) ‘RELATIONSHIP BETWEEN

SHARIA-BASED NURSING SERVICES AND PATIENT LOYALITY AT

ISLAMIC HOSPITAL’, Nurscope : Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah

Keperawatan, 4(2), p. 109. doi: 10.30659/nurscope.4.2.109-117.


Sakinah, & Endang. (2016). Pelayanan Keperawatan Islami Di Suatu Rumah Sakit

Banda Aceh. Banda Aceh: Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Syiah Kuala.

Sulistiadi, W. S. & Rahayu, S. R. (2017) ‘Potensi Penerapan Maqashid Syariah

Dalam Rumah Sakit Syariah Di Indonesia’, PROCEEDING IAIN Batusangkar,

1(1), 683-690.

Sunawi. (2012). Konsep Pelayanan Kesehatan Islami di Rumah Sakit; Tinjauan

Aplikasi di Rumah Sakit Islam Surakarta. Naskah Publikasi. Surakarta:

Program Pemikiran Islam Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Syafrida (2020) ‘Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Memberi

Perlindungan Dan Kepastian Hukum Hak-Hak Konsumen Muslim’, Vol. 7 No.2.

Winarti (2016). Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatab Spiritual Terhadap

Kepuasab Pasien di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

Zuhharmi. (2017). Upaya Pelaksanaan Standar Akreditasi dalam Asuhan

Keperawatan Spiritual pada Pasien Rawat Inap RS Islam Ibnu Sina Padang.

Zulkifly, Ahmad Hafiz. (2014). IIUM Teaching Hospital: the way forward?. The

International Medical Journal Malaysia Vol 13 (1).

Anda mungkin juga menyukai