Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN

NEFRITIS LUPUS

Oleh:
Marwani, S.Kep
70900121016

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XX

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada lupus erimatosus sitemik (SLE).
Lupus erimatosus sistemik (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. Diagnosis nefritis lupus ini ditegakkan bila pada
lupus erimatosus sistemik (SLE) terdapat tanda-tanda proteuniria dalam jumlah lebih atau
sama
dengan 1gram/24jam atau dengan hematuria (>8 eritrosit/LPB) atau dengan penurunan
fungsi ginjal sampai 30%.
Nefritis lupus merupakan suatu proses inflamasi ginjal yang disebabkan oleh
sistemik lupus erimatosus, yaitu suatu penyakit autoimun, selain ginjal, SLE juga dapat
merusak kulit, sendi, system saraf dan hampir semua organ dalam tubuh.
B. Etiologi
Nefritis lupus terjadi ketika antibody (antinuklear antibody) dan komplemen
terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya peradangan. Hal tersebut biasanya
mengakibatkan terjadinya sindrom nefrotik (eksresi protein yang besar) dan dapat
progresi cepat menjadi gagal ginjal. Produk nitrogen sisa terlepas kedalam aliran darah,
lupus erimatosus sistemik (SLE) menyerang berbagai struktur internal dari ginjal,
meliputi nefritis interstitial dan glomerulonefritis membranosa.

Etiologi Tu penyebabab terjadinya nefritis lopus (lupus neprhritis/LN)


disebebakan oleh komplekas imun, factor genetic, serta factor autoantibodi yang
menyebabkan terjadinya hipersensitivitas tipe 2, yaitu terbentuknya kompleks imun
yang menyebabkan glomerulonephritis.
C. Klasifikasi
Kelainan ginjal yang ditemukan pada pemeriksaan histopatologi mempunyai nilai
yang sangat penting. Gambaran ini mempunyai hubungan dengan gejala klinis yang
ditemukan pada pemeriksaan dan juga menentukan pilihan pengobatan yang akan
diberikan. Karena itu biopsy ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pada
tahun 1995 WHO memperbaiki klasifikasi kelainan histopatologi NL seperti terlihat
dibawah ini:
Klasifikasi Nefritis Lupus Menurut WHO 1995:
I. Glumeruli normal
a. Normal dengan sesuai teknik pemeriksaan
b. Normal dengan mikroskop cahaya, akan tetapi di temukan deposit dengan cara
imunohistologi dan/atau dengan mikroskop elektron.
II. perubahan pada mesangial
a. Pelebaran mesangial dan atau dengan hiperselular ringan
b. Proliferasi sel mesangial 5
III. focal segmental glomerulonefritis (dengan perubahan ringa/sedang mesangial,
dan/atau deposit epimembran segmental)
a. Lesi nefrotik aktif
b. Lesi sklerotik aktif
c. Lesi sklerotik
IV. glomerulonefritis difus (deposit luas mesangial/mesangiokapiler dan subendotel)

Klasifikasi lupus menurut International Society of Nephrology/ Renal Pathology


Society (ISN/RPS) 2003 :
Class I : minimal mesangeal lupus neprhritis
Class II : Mesangeal proliferative lupus neprithis
Class III : Focal lupus nephritis
Class IV : Diffuse segmental (IV-S) or global (IV-G) lupus neprhritis
Class V : Membranous lupus nephritis
Class VI : Advance sclerosing lupus nephritis
D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya Lupus Nefritis, Gambaran klinis kerusakan glomerolus
dihubungkan dengan letak lokasi terbentuknya deposit kompleks imun. Deposit pada
mesangium dan subendotel terletak proksimal terhadap membrane basalis glomerulus
sehingga mempunyai akses dengan pembuluh darah. Deposit pada daerah tersebut ini
akan mengaktifkan komplemen yang kemudian membentuk kemoatraktan C3a dan C3a.
Selanjutnya terjadi influx sel neutrofil dan sel mononuclear. Deposit pada mesangium
dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran mesangial, proliferative
fokal, dan proliferative difus; secara klinis memberikan gambaran sedimen urin yang
aktif (ditemukan eritrosit, leukosit,silinder sel, dan granula), proteinuria, dan sering
disertai penurunan fungsi ginjal. Sedangkan deposit pada subepitel tidak mempunyai
hubungan dengan pembuluh darah karena dipisahkan oleh membrane basalis glomerulus
sehingga tidak terjadi influx neutrofil dan sel mononuclear. Secara histopatologis
memberikan gambaran nefropati membranosa dan secara klinis hanya memberikan gejala
proteinuri. Autoantibodi ini akan bertambah banyak seiring waktu secara bertahap,
beberapa bulan sampai tahun sebelum onset LES klinis. Lupus nefritis terkait dengan
produksi autoantibodi nefritogenik dengan ciri-ciri sebagai berikut
1. Yang dianggap antigen secara spesifik adalah nukleosom atau dsDNA : beberapa
antibodi dsDNA bereaksi silang dengan membran basal glomerulus.
2. Autoantibodi yang berafinitas tinggi dapat membentuk kompleks imun intravaskular,
yang menumpuk dalam glomerulus.
3. Autoantibodi kationik memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan membrane basal
glomerulus yang bersifat anionik.
4. Autoantibodi isotop tertentu (IgG1 dan IgG3 ) dapat mengaktivasi komplemen

E. Manifestasi Klinik
Gejala nefritis aktif termasuk edema perifer sekunder terhadap hipertensi atau
hipoalbuminemia. Edema perifer ekstrim lebih sering pada pasien dengan nefritis lupus
difus proliferatif atau membranosa, karena kedua lesi renal ini terkait dengan proteinuria
berat. Gejala lain yang terkait langsung dengan hipertensi akibat nefritis lupus proliferatif
difus termasuk sakit kepala, pusing, gangguan visual dan tanda-tanda gagal jantung.
Gejala klinis yang dapat ditemukan merupakan kombinasi manifestasi kelainan ginjalnya
sendiri dan kelainan di luar ginjal seperti gangguan system Sistem Saraf Pusat, system
hematologi, persendian dan lainnya. Manifestasi ginjal berupa proteinuri didapatkan pada
semua pasien, sindrom nefrotik pada 45-65% pasien, hematuria mikroskopik pada 80%
pasien, gangguan tubular pada 60-80% pasien, hipertensi pada 15-50% pasien, penurunan
fungsi ginjal pada 40-80% pasien, dan penurunan fungsi ginjal yang cepat pada 30%
pasien. Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi bentuk yang berat dalam
perjalanan penyakitnya. Beberapa predictor yang dihubungkan dengan perburukan fungsi
ginjal pada saat pasien diketahui menderita NL antara lain ras kulit hitam, hematokrit 2.4
mg/dl, dan kadar C3 < 76 mg/dl.
Seseorang yang menderita lupus nefritis dapat mengalami kambuhannya gejala-
gejala lupus nefritis (flare) jika terpapar pemicu lupus. Beberapa kondisi yang dapat
memicu kambuhnya gejala lupus nefritis adalah:

1. Darah dalam urine (hematuria)


2. Sering buang air kecil, terutama di malam hari
3. Urine berbusa
4. Kenaikan berat badan akibat kelebihan cairan dalam tubuh
5. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
6. Pembengkakan di telapak kaki, pergelangan kaki, dan betis
7. Nyeri dan pembengkakan sendi
8. Nyeri otot
9. Demam
10. Ruam kulit kemerahan pada pipi, wajah, dan hidug
F. Komplikasi
Komplikasi paling parah dari lupus nefritis adalah gagal ginjal. Seseorang yang
mengalami gagal ginjal harus melakukan hemodialysis atau cuci darah untuk
menggantikan fungsi ginjal dalam menyaring kotoran dalam tubuh, menjaga
keseimbangan kadar mineral di dalam darah, dan mengendalikan tekanan dara. Seseorang
yang mengalami gagal ginjal juga dapat menjalani tranplantasi ginjal.
G. Pencegahan
Langkah-langkah pencegahan yang dianjurkan oleh Jaypee Brothers Medical
Publishers (2018) dijabarkan lebih luas dan terinci, mereka membagi upaya pencegahan
mejadi dua yaitu sebelum lahir (antepartum dan intrapartum), yaitu menjaga higenitas
tubuh terutama bagian genitoanal, melakukan ANC secara rutin untuk skrining diabetes
gestasional, anemia, atau penyakit lainnya yang menjadi faktor predisposisi infeksi janin,
dan menghindari pemakaian vaginal douche dan KB melalui vagina selama kehamilan
bagi ibu dan melakukan teknik aseptik dalam melakukan prosedur invasif, kontrol
kejadian PPRM, memonitor serta menginvestigasi ibu dengan korioamnionitis dan
berikan antibiotik adekuat, hindari pemeriksaan per vaginum (PV) semaksimal mungkin,
memberikan steroid pada ibu dengan kemungkinan bayi lahir prematur, cuci tangan
dengan sabun paling tidak dua kali, memakai masker, pakaian, dan sarung tangan steril,
menggunakan barang sekali pakai dalam melakukan persalinan bagi tenaga medis.
Kemudian, untuk pencegahan sesudah lahir atau antepartum, yaitu wajib
melakukan “C5” yaitu Clean Surface,Clean Linen,Clean Blade and Clean Cord Tie,
menggunakan kateter suction sekali pakai, segala peralatan unit perawatan neonatus
harus dibersihkan sesuai dengan ketentuan protokol desinfeksi masing-masing alat,
membentuk komite yang bertugas memonitor ruang dan area operasi untuk persalinan,
membersihkan kasur, selimut, dan seprai dengan sabun dan air sebelum digunakan oleh
ibu dan bayi, memastikan ibu, bayi, dan keluarganya memakai pakaian dengan bersih,
menyegerakan inisiasi menyusu dini (IMD) dan menasihati ibu untuk memberi ASI
dengan jumlah yang cukup secara ruti, dan menjelaskan kepada ibu untuk menghindari
pemberian minyak, antibiotik, atau sesuatu pada tali pusar, menggunakan sabun dengan
pH sesuai dan hindari pemakaian sabun antiseptik karena dapat merusak epitel dan
menjadi 13 pencetus pioderma, dan membersihkan daerah kemaluan dan anus bayi
dengan air bersih, dianjurkan memakai air hangat (Jaypee Brothers Medical Publishers,
2018).
H. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan nefritis lupus:
1. Terapi kortikosteroid harus diberikan bila pasian mengalami penyakit ginjal yang
signifikan secara klinis. Gunakan agen imunosupresif terutama siklofosfamid,
azathioprine, atau mycophenolate mofetil bila pasien mengalami lesi proliferatif
agresif. Agen-agen ini juga bisa digunakan bila pasien tidak respon atau terlalu sensitif
terhadap
kortikosteroid.
2. Obati hipertensi secara agresif, pertimbangkan pemberian ACE inhibitor atau ARB
bila pasien mengalami proteinuria signifikan tanpa insufisiensi renal signifikan.
3. Restriksi asupan lemak atau gunakan terapi lipid-lowering seperti statin untuk
hiperlipidemia sekunder terhadap sindrom nefrotik. Restriksi asupan protein bila
fungsi ginjal sangat terganggu. Berikan suplementasi kalsium untuk mencegah
osteoporosis bila pasien dalam terapi steroid jangka panjang dan pertimbangkan
penambahan bifosfonat.
4. Hindari obat-obatan yang mempengaruhi fungsi ginjal, termasuk OAINS terutama
pada pasien dengan level kreatinin yang meningkat. Salisilat non asetilasi dapat
digunakan untuk mengobati gejala inflamasi pada pasien dengan penyakit ginjal.
5. Pasien dengan nefritis lupus aktif harus menghindari kehamilan, karena dapat
memperburuk penyakit ginjalnya.
6. Pasien dengan ESRD, sklerosis dan indeks kronisitas tinggi berdasarkan biopsi ginjal
biasanya tidak berespon terhadap terapi agresif. Pada kasus-kasus ini fokuskan terapi
pada manifestasi ekstrarenal dari LES dan kemungkinan transplantasi ginjal
7. Terapi untuk tipe spesifik nefritis lupus berdasarkan patologi renal:
a. Kelas I : Nefritis lupus minimal mesangial tidak memerlukan terapi
spesifik
b. Kelas II : Nefritis lupus mesangial proliferatif mungkin
memerlukan pengobatan bila proteinuria lebih dari 1000 mg/hari.
Pertimbangkan prednison dosis rendah sampai moderat (mis. 20-40
mg/hari selama 1-3 bulan diikuti tapering.
c. Kelas III dan IV : Pasien dengan nefritis fokal atau difus berisiko
tinggi menjadi ESRD dan memerlukan terapi agresif.
1) Berikan prednison 1 mg/kg/hari selama paling sedikit 4 minggu tergantung
respons klinis. Kemudian dilakukan tapering sampai dosis rumatan 5-10
mg/hari selama kurang lebih 2 tahun. Pada pasien sakit akut, metilprednisolon
intravena dengan dosis hingga 1 gram/hari selama 3 hari dapat digunakan
untuk inisiasi terapi kortikosteroid.
2) Gunakan obat imunosupresif sebagai tambahan kortikosteroid pada pasien
yang tidak berespon dengan kortikosteroid sendiri, yang mengalami toksisitas
terhadap kortikosteroid, yang fungsi ginjalnya memburuk, yang mengalami
lesi proliferatif berat atau terdapat bukti sklerosis pada spesimen biopsi ginjal.
Baik siklofosfamid dan azathioprine efektif untuk nefritis lupus proliferative
walaupun siklofosfamid tampaknya lebih efektif dalam mencegah progresi ke
ESRD. Mycophenolate mofetil telah ditunjukkan cukup efektif dalam
mengobati pasien-pasien ini dan dapat digunakan sendiri atau setelah 6 bulan
siklofosfamid intravena.
3) Berikan siklofosfamid intravena secara bulanan selama 6 bulan dan
setelahnya tiap 2-3 bulan tergantung respons klinis. Durasi terapi yang umum
adalah 2-2,5 tahun. Turunkan dosis bila klirens kreatinin <30 mL/menit.
Sesuaikan dosis tergantung respon hematologis. Leuprolide asetat, suatu
analog gonadotropin releasing hormone, dapat melindungi terhadap gagal
ovarium,
4) Azathioprine dapat juga digunakan sebagai agen lini kedua, dengan
penyesuaian dosis tergantung respon hematologis.
5) Mycophenolate mofetil berguna pada pasien dengan nefritis lupus fokal atau
difus dan telah terbukti setidaknya sama efektif dengan siklofosfamid
intravena dengan toksisitas lebih rendah pada pasien dengan fungsi ginjal
yang stabil
d. Kelas V : Pasien dengan nefritis lupus membranosa umumnya diterapi dengan
prednison selama 1-3 bulan, diikuti tapering selama 1-2 tahun bila respon baik. Bila
tidak ada respon, obat dihentikan. Agen imunosupresif umumnya tidak digunakan
kecuali fungsi ginjal memburuk atau komponen proliferatif ditemukan pada sampel
biopsi renal. Beberapa bukti klinis mengindikasikan bahwa azathioprine,
siklofosfamid, siklosporin, dan klorambusil efektif dalam mengurangi proteinuria.
Mycophenolate mofetil juga mungkin efektif.
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: 9
1. Tes ANA tes ini sangat sensitif untuk SLE, tetapi tidak spesifik. ANA juga dapat
ditemukan pada pasien atritis rematoid, skleroderma, sindroma syogren, poli miositis
dan infeksi HIV. Titer ANA tidak mempunyai kolerasi yang baik dengan berat
kelainan ginjal.
2. Tes anti ds DNA ( anti double stranded DNA) lebih spesifik tetapi kurang sensitif.
Tes ini untuk kira-kira 75% pasien SLE aktif yang belum diobati. Dapat diperiksa
dengan teknik Radiomunoassay Farr atau teknik ELISA. Anti ds DNA mempunyai
kolerasi yang baik dengan adanya kelainan ginjal.
3. Pemeriksaan lain adalah antibodi anti-ribonuklear seperti anti Sm dan
anti-nRNP.
4. Kadar komplemen serum menurun pada saat fase aktif SLE, terutama pada nefritis
lupus tipe proliferatif. Kadar C3 dan C4 serum sering sudah dibawah normal sebelum
gejala lupus bermanifestasi. Normalisasi kadar komplemen dihubungkan dengan
perbaikan NL.
5. Basal urea nitrogen dan kreatinin
6. Urinalisis
7. Urine immunoglobulin rantai pendek
8. Biopsi ginjal
a. Biopsi ginjal membantu menentukan tipe nefritis dan berguna untuk terapi lebih
tepat tetapi beberapa ahli tidak merekomendasikan biopsi ginjal sebagai tindakan
rutin pada setiap nefritis, karena merupakan tindakna invasif ( Bertias dkk, 2000).
b. Indikasi biopsi ginjal menurut beberapa ahli adalah perburukan protein uria
respon pengobatan minimal, nefritis kambuh, dan gagal ginjal akut.
c. Indikasi biopsi ginjal menurut ahli yang lain.
1) Hematuria dan silinder uria positif atau hematuria dan protein uria > 0,5 gr
sehari
2) Hematuria dengan protein uria < 0,5 gr sehari tetapi kadar C3 rendah atau
dan ds DNA positif
3) Protein uria > 1gr sehari terutama di tambah kadar komplemen C3 rendah
dan ds DNA positif
PENYIMPANGAN KDM Kecelakaan Lalu Lintas

Cedera otak Primer Cedera Kepala Pendarahan pada Epidural

Kerusakan Saraf Otak


Kerusakan Sel Otak
Penurunan Kesadaran Immobilitas
Meningkat
Pendarahan

Menigkatkan Tahanan Gangguan Sistem Defisit Perawatan Diri


Simpatik dan Vaskuler Saraf Vagus
Penigkatan TIK Nyeri Akut Sistemik
Ketidakmampuan Menelan
Gangguan Sirkulasi ke Penurunan tekanan
Otak Pembuluh Darah Pulmonal
Resiko Defisit Nutrisi
Peningkatan
Perfusi Serebral tidak Tekanan Hidrosatik
Efektif

Kebocoran cairan
Kapiler

Peningkatan
Tekanan Hidrosatik

Penumpukan Cairan Sekret Bersihan Jalan Napas tidak


Efektif
BAB II

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Riwayat Keperawatan
1. Identitas
Identitas meliputi biodata pasien, seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medik, diagnosa medis, tgl masuk rumah sakit
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Riwayat penyakit sekarang
Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
b. Riwayat prenatal
Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
c. Riwayata persalinan
Cara persalinan, trauma persalinan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran
2) Vital sign
3) Antropometri
b. Kepala
Adakah trauma persalinan, adanya caput, tanda ponset
1) Mata
Apakah ada katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera, kongjungtiva
perdarahandan anemis
2) System gastrointestinal
Apakah palatum keras danlunak, apakah bayi menolak untuk susui, muntah, distensi
abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama kali
3) System pernapasan
Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo, teratur/tidak, bunyi nafas
4) Tali pusat
Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah pembuluh
darah
5) System genitoirinaria
Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama kali
6) Ekstremitas
Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak, posisi/postur ,
normal/abnormal.
7) Musculoskeletal
Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah, simetris/asimetris
8) Kulit
Apakah ada pustule, abrasi,ruam dan ptekie
4. Pemeriksaan spesifik
a. Apgar score
b. Frekuensi kardiovaskuler, apakah ada takikardi, bradkard, normal
c. System neurologis
d. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
e. Reflek menjejak: baik, buruk
f. Koordinasi reflek menghisaodan menelan
5. Pemeriksaan laboratorium
6. Frnil krtonuria
7. Hematocrit
8. Bilirubin
9. Kadar gula darah serum
10. Protein aktifC
11. Imunoglobin IgM
12. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilicus, telinga. Pus dari lesi,
peces dan urine
13. Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepid an jumlah
leukosit.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif
Definisi: ispirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat 
Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea Penggunaan otot bantu pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal (takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Ortopnea Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
Vetilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah

Faktor yang Berhubungan


a. Depresi pusat pernafasan
b. Hambatan upaya nafas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas dinding dada
e. Penururnan energy
f. Obesitas
g. Efek gen farmakologis
2. Resiko deficit nutrisi
Definisi: berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism
Faktor resiko:
a. Ketidak mampuan menelan makanan
b. Ketidak mampuan mencerna makanan
c. Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Factor ekonimi (mis, finansial tidak mencukupi)
f. Factor psikologis ( mis, stress, keenggangan untuk makan)

Kondisi Klinis Terkait:


a. stroke
b. Infeksi
c. Parkonson
d. Cerebral palsy
e. Cleft lip
f. Cleft palate
g. Kanker
h. AIDS
i. Fibrosis kistik

3. Resiko Infeksi
Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang orgasme patologenik
Factor resiko:
a. Penyakit kronis (mis diabetes militus)
b. Efek prosedur infasif
c. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
d. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer
1). Gangguan peristaltic
2). Kerusakan integritas kulit
3). Perubahan sekresi pH
4). Penurunan kerja siliaris
5) ketuban pecah lama
6) ketuban pecah sebelum waktunya
7) statis cairan tubuh
e. ketidakadekuatn pertahanan tubuh sekunder:
1). Penurunan hemoglobin
2). Leukopenia
3). Supresi respond inflamasi
4). Vaksinasi tidak adekuat
Faktor Yang Berhubungan
a. AIDS
b. Luka bakar
c. Penyakit paru obstruktif kronis
d. Diabetes mellitus
e. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
f. Leukositopenia
g. Gangguan fungsi hati
4. Hypervolemia
Definisi: peningkatan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau intraseluler

Gejala dan Tanda Mayor


5. Subjektif Objektif
Ortopnea Edema anasarka dn/atau edema perifer
Dyspnea Beratbadan meningkat dalam waktu
Paroxysmal nocturnal dyspnea singkat
(PND) Reflex hepatojugular positif
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia Distensi vena jugularis
Terdengar suara nafas tambahan
Hepatomegaly
Kadar Hb/Ht turun
Oliguria
Intake lebih banyak dari output
Kongesti paru
Perfusi perifer tidak efektif
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism
tubuh.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Pengisian kapiler >3 detik
Nadi perifer menurun
Akral teraba dingin
Warna kulit pucat
Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Parastesia Edema
Nyeri ekstermitas Penyumbuhan luka lambat
Indeks ankie-brachial <0.90
Bruit femoral
Faktor Risiko:
b. Hiperglikemia
c. Penurunan konsentrasi Hemoglobin
d. Peningkatan tekanan darah
e. Penurunan aliran arteri dan/atau vena
f. Kurang aktivitas fisik
Kondisi Klinis Terkait:
a.Tromboflebitis
b.Diabetes militus
c.Anemia
d.Gagal jantung kongestif
e.Thrombosis arteri
f. Varises
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan pola
nafas membaik dengan Kriteria Hasil: penggunaan otot bantu napas meningkat,
frekuensi nafasmembaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan respirasi Manajemen Jalan Napas
Observasi: Observasi
a. Monitor pola napas a. Mengetahui pola nafas klien
b. Monitor bunyi napas tambahan b. Mengetahui bunyi nafas
(mis:gurgling, mengi, tambahan klien
wheezing, ronghi) c. Mengetahui jumlah dan warna
c. Monitor sputum sputum klien
(jumlah,warna,aroma) Terapeutik
d. Monitor adanya a. Mengetahui hasil yang telah
sumbatan jalan nafas dilakukan
e. Monitor saturasi Edukasi
oksigen Agar semua tenaga kesehatan yang
Terapeutik dinas saat itu mengetahui hasil
a. Dokumentasi hasil pemantauan
pemantauan
Edukasi
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2. Resiko deficit nutrisi
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama …X24 jam maka, berat
badan meningkat. Dengan Kriteria Hasil berat badan membaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
Identifikasi alergi dan intoleransi Agar mengetahui adanya alergi pada klien
makanan dan mengetahui makanan pantangan pada
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis klien
nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang Agar mengetahui kebutuhan kalori dan jenis
nasogatrik nutrient yang diperlukan
Monitor asupan makanan
Agar pemenuhan nutrisi bisa terpenuhi
Untuk mengetahui asupan makanan
dihabiskan atau tidak

Terapeutik
Hentikan pemberian makan melalui Untuk malatih pemenuhan nutrisi lewat oral
selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi Agar klien tidak tersedak saat makan
Anjurkan posisi duduk jika mampu
Ajarkan diet yang di programkan Agar klien mengetahui diet yang disarankan

Kolaborasi Untuk memenuhi kebutuhan kalori pada klien


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
3. Hipervolemia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
volume cairan membaik dengan Kriteria Hasil: kelembaban membrane mukosa
meningkat
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Hipervolemia Manajemen Hipervolemia
Observasi Observasi
Identifikasi penyebab hipovolemia Mengetahui penyebab terjadinya
Monitor intake dan output cairan hypovolemia
Untuk mengetahui jumlah cairan yang
masuk dan keluar

Terapeutik Terapeutik
Timbang berat badan setiap hari pada Untuk mengetahui berat badan
waktu yang sama
Edukasi Edukasi
Anjurkan melapor jika BB bertambah Agar perawat dan dokter tau peningkatan
>1 kg dalam sehari berat badan klien
Ajarkan cara membatasi cairan Agar cairan yang masuk terkontrol
4. Resiko Infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada selama …x24 jam, diharapkan resiko
infeksi tidak ada dengan kriteria hasil: tidak bernanah, tumbuh jaringan granulasi, warna luka
merah mudah.

Intervensi Keperawatan Rasional


Pencegahan Infeksi
Observasi Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi a. Untuk mengetahui tanda dan gejala
local dan sistemik infesi

Terapeutik Terapeutik
a. Berikan perawatan kulit pada a. Untuk menjaga kebersihan kuliat sekitar
daerah edema b. Untuk menghindari infeksi silang
b. Cuci tangan sebelum dan c. Untuk mencegah terjadinya infeksi
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
c. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi Edukasi:
a. jelaskan tanda dan gejala infeksi a. Agar klien mengetahui tanda dan gejala
b. ajarkan cara mencuci tangan yang infeksi
benar b. Agar klien mengetahu cara mencuci
tangan yang benar

5. Perfusi Serebral Tidak Efektif


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan selama … x 24 jam,
diharapkan perfusi serebral meningkat dengan Kriiteria Hasil: Tingkat Kesadaran cukup
meningkat, Tekanan intrakranial cukup menurun, Tekanan darah sistolik dan diastolic
cukup membaik, Tekanan nadi cukup membaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan Neurologis Pemantauan Neurologis
Observasi Observasi
a. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan a. Untuk mengetahui reaksi pupil
dan reaktifitas pupil b. Untuk mengetahui tingkat kesadaran
b. Monitor tingkat kesadaran c. Untuk mengetahui kondisi vital pasien
c. Monitor tanda-tanda vital d. Untuk mengetahui status pernapasan
d. Monitor status pernapasan pasien
e. Monitor balutan kraniatomi dan e. Untuk mengetahui kondisi balutan
laminektomi terhadap adanya drainase f. Untuk menilai respon pasien terhadap
f. Monitor respon pengobatan pengobatan yang di berikan
Terapeutik Terapeutik
a. Tingkatkanfrekuensi pemantauan a. Untuk lebih mengetahui secara
neurologis, jika perlu signifikan kondisi neurologis pasien
b. Hindari aktivitas yang dapat b. Untuk menghindari hal yang berisiko
meningkatkan tekanan intracranial c. Agar pemantauan sesuai
c. Atur interval waktu pemantauan kondisi pasien
sesuai dengan kondisi pasien d. Untuk mengetahui keadaan
d. Dokumentasi hasil pemantauan pasien
Edukasi Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur a. Agar pasien mengetahui tujuan dan
pemantauan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan b. Agar pasien mengetahui
kondisinya

BAB III
KAJIAN INTEGRESI KEILMUAN
Allah menciptakan alam seisinya sebagai rahmat untuk memaslahatan umat manusia.
Manusia berhak untuk memanfaatkan kekayaan alama semaksimal mungkina dalam rangka
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka serta sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang
telah diberikan oleh Allah SWT. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur;an surah Al-Baqarah
ayat 29 :

‫س َم ۤا ِء‬
َّ ‫ست ٰ َٓوى اِلَى ال‬ ْ ‫ض َج ِم ْي ًعا ثُ َّم ا‬
ِ ‫ق لَ ُك ْم َّما فِى ااْل َ ْر‬
َ َ‫ي َخل‬ ْ ‫هُ َو الَّ ِذ‬
ْ ‫ت ۗ َو ُه َو بِ ُك ِّل ش‬
‫َي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ٍ ‫سمٰ ٰو‬َ ‫س ْب َع‬ َ َّ‫س ٰ ّوى ُهن‬َ َ‫ࣖ ف‬
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak
(Menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala
sesuatu )Qs Al-Baqarah:29)
Ayat diatas menjelaskan bahwa alam semesta beserta isinya yang sangat kompleks ini
diciptakan allah SWT untuk manusia. Mahluk ciptaan-Nya tersebut terdiri dari berbagai macam
jenis tumbuhnan, hewan, maupun migroorganisme. Allah telah menyatakan dalam surah Al-
baqarah ayat 26:

‫ضةً فَ َما فَ ْوقَهَا ۗ فَا َ َّما‬ ‫هّٰللا‬


َ ‫ب َمثَاًل َّما بَع ُْو‬ َ ‫ا َِّن َ اَل يَ ْستَحْ ٖ ٓي اَ ْن يَّضْ ِر‬
ُّ ‫الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا فَيَ ْعلَ ُم ْو َن اَنَّهُ ْال َح‬
‫ق ِم ْن َّربِّ ِه ْم ۚ َواَ َّما الَّ ِذي َْن َكفَر ُْوا‬
‫هّٰللا‬
ۗ ‫ُضلُّ ِب ٖه َكثِ ْيرًا َّويَ ْه ِديْ بِ ٖه َكثِ ْيرًا‬ ِ ‫فَيَقُ ْولُ ْو َن َما َذٓا اَ َرا َد ُ بِ ٰه َذا َمثَاًل ۘ ي‬
‫ُضلُّ بِ ٖ ٓه اِاَّل ْال ٰف ِسقِي ۙ َْن‬
ِ ‫َو َما ي‬

“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang
lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari
Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini?”
Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak
(pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan
(perumpamaan) itu selain orang-orang fasik.
Lafadz famaa fauqohaa (“atau yang lebih rendah dari itu) pada ayat diatas dimaksudnya
yaitu sesuatu yang lebih rendah dari nyamakuk dalam hal maka dan fisik mengingat nyamuk
adalah mahluk kecil yang tidak berarti.
Adapun ukuran hewan yang lebih kecil dibanding nyamuk antara lain yaitu bakteri.
Bakteri dalaha prganisme uniseluller dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan
berukuran renik (mikroskopi). Bakteri merupakan organisme paling banyak jumlahnya dan lebih
tersebar luas dibandingkan mahlukhidup lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kardana. (2017) Pola Kuman dan Sensitivitas Antibiotik di Ruang Prenatologi, Sari Pediatri,
Vol.12, No.16.
M.Sholeh Kosim, dkk. (2018). Buku ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai