Anda di halaman 1dari 98

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA OTAK BERAT

POST OP TREPANASI DENGAN GANGGUAN


VENTILASI SPONTAN DI RUANG ICU
RSD DR. SOEBANDI
JEMBER

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:
DAYU AGENG SAFITRI
14.401.15.021

AKADEMI KESEHTAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JUNI 2018
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA OTAK BERAT
POST OP TREPANASI DENGAN GANGGUAN
VENTILASI SPONTAN DI RUANG ICU
RSD DR. SOEBANDI
JEMBER

Diajukan kepada
Program studi diploma III keperawatan
Akademi Kesehatan Rustida
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Ahli Madya Keperawatan

OLEH:
DAYU AGENG SAFITRI
14.401.15.021

AKADEMI KESEHTAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JUNI 2018
ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Oleh : Dayu Ageng Safitri


Judul : ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA OTAK
BERAT POST OP TREPANASI DENGAN
GANGGUAN VENTILASI SPONTAN DI RUANG
ICU RSD DR. SOEBANDI JEMBER

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada
tanggal: 25 juli 2018

Oleh :

Pembimbing 1: Pemimbing 2:

Aripin, S.Kep., Ns., M.Kes Hendrik Probo S, S.Kep., Ns., MM


NIK:200603.04 NIK: 201404.48

Mengetahui,
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
Direktur

Anis Yuliastutik, S.Kep., Ns., M.Kes


NIK: 200603.01

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Oleh : Dayu Ageng Safitri


Judul : ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
CEDERA OTAK BERAT POST OP
TREPANASI DENGAN GANGGUAN
VENTILASI SPONTAN DI RUANG ICU
RSD DR. SOEBANDI JEMBER

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
Persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada
program Studi Diploma III keperawatan Akademi Kesehatan Rustida

Tanggal 25 Juli 2018

DEWAN PENGUJI

Tanda Tangan

Ketua : Sayektiningsih, S.ST., MM ....................

Anggota :1. Aripin, S.Kep., Ns., M.Kes .....................

2. Hendrik Probo S, S.Kep., Ns., MM ........................

Mengetahui
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
Direktur

Anis Yuliastutik, S.Kep., Ns., M.Kes


NIK: 200603.01

iv
v
PERNYATAAN ORISNALITAS

Saya menyatakan bahwa sebenarnya bahwa:


Karya Tulis yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA
OTAK BERAT POST OP TREPANASI DENGAN GANGGUAN VENTILASI
SPONTAN DI RUANG ICU RSD DR. SOEBANDI JEMBER” ini adalah Karya
Tulis Ilmiah saya sendiri yang bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan
dalam sumber acuan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat
plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (permendiknas No 17 tahun 2010)

Krikilan, 25 Juli 2018


Yang menyatakan

Dayu Ageng Safitri


14.401.15.021

Mengetahui

Pembimbing 1: Pemimbing 2:

Aripin, S.Kep., Ns., M.Kes Hendrik Probo S, S.Kep., Ns., MM


NIK:200603.04 NIK: 201404.48

vi
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA OTAK BERAT POST OP
TREPANASI DENGAN GANGUAN VENTILASI SPONTAN DI RUANG ICU
RSD dr. SOEBNDI JEMBER

ABSTRAK

Dayu Ageng Safitri1, Aripin2, Hendrik Probo2


1
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan
2
Prodi DIII keperawatan

Cedera Otak Berat merupakan cedera mekanik yang dapat secara langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan
kulit kepala, robekan selaput otak, kerusakan jaringan dan defisit neurologis
karena robeknya substasia alba, iskemik, serta serebral di sekitar jaringan. Post
kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak
untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah
atau menghentikan perdarahan. Di Indonesia penyebab akibat kecelakaan sendiri
40,6%, hasil insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa yang meninggal
dunia. Sedangkan di Jawa Timur sebanyak 31.234 korban meninggal akibat
cedera kepala saat berlalu lintas. Berdasarkan data dari pelayanan Bedah Syaraf
di RSD dr. Soebandi jember, menyebut bahwa pada tahun 2016 kasus cedera otak
berat sebanyak 151 kasus dengan prosentase 15,5% dari semua jumlah total
pasien bedah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa Asuhan Keperawatan Klen
Cedera Otak Berat Post Op Trepanasi Dengan Gangguan ventilasi spontan Di
Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.
Rencana penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus,
dimana kasus yang dijadikan topic penelitian adalah Cedera Otak Berat, Post Op
Trepanasi dan Gangguan Ventilasi Spontan. Penelitian dilakukan pada 6
partisipan yang terdiri dari 1 klien, 1 keluarga dan 4 petugas kesehatan seperti
perawat, dokter, petugas laboraturium dan ahli gizi. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi di RSD dr. Soebandi
kabupaten Jember pada bulan juni-juli 2018 dengan menggunakan format asuhan
keperwatan yang telah disiapkan
Diagnosa keperawatan prioritas pada Cedera Otak Berat Post Op
Trepanasi adalah Gangguan Ventilasi Spontan. Setelah dilakukan asuhan
keperawtan selama 3 hari klien masih memakai ventilator dengan setingan dengan
mode VC-SIM, FiO2 50%, VT 400mL/kg, Ti 1,40,frekuensi napas 14x/menit,
PEEP 5.0cmH2O.

Kata kunci: Cedera Otak Berat, Post Op trepanasi dan Gangguan Vetilasi
Spontan

vii
NURSING NURSING CLIENTS HEAVY BRAIN BRAIN POST OP TREPANASI
WITH SPONTAN VENTILATION INTERFACE IN ROOM ICU RSD dr.
SOEBNDI JEMBER

ABSTRACT

Dayu Ageng Safitri1, Aripin, Hendrik Probo

Student Prodi DIII Nursing


Prodi DIII nursing

Heavy Brain Injury is a mechanical injury that can directly or indirectly


affect the head which can cause damage to the scalp, tearing of the lining of the
brain, tissue damage and neurological deficit because of the breakdown of alba,
ischemic, and cerebral substrates around the tissues. Post craniotomy is after the
operation of the skull opening to, to remove the tumor, reduce ICT, remove blood
clots or stop the bleeding. In Indonesia the cause of the accident itself 40.6%, the
result of incident head injury as many as 100,000 people who died. While in East
Java as many as 31,234 victims died from head injury during traffic. Based on
data from neurosurgery service in RSD dr. Soebandi jember, mentions that in
2016 cases of severe brain injury as many as 151 cases with a percentage of
15.5% of all total surgical patients.
This study aims to analyze Nursing Care Klen Heavy Brain Injury Post Op
Trepanation With Spontaneous Spontaneous Disorders In Room ICU RSD dr.
Soebandi Jember.
This research plan is qualitative with case study method, where the case as
the research topic is Heavy Brain Injury, Post Op Trepanation and Spontaneous
Ventilation Disorder. The study was conducted on 6 participants consisting of 1
client, 1 family and 4 health workers such as nurses, doctors, laboratory personnel
and nutritionists. Data collection is done by interview, observation and
documentation in RSD dr. Soebandi district Jember in june-july 2018 using the
prepared care nursing format
Priority nursing diagnoses in Heavy Brain Injury Post Op Trepanation is
Spontaneous Ventilation Disorder. After 3 days of care, the client still uses the
ventilator with the settings with VC-SIM mode, FiO2 50%, VT 400mL / kg, Ti
1.40, breath frequency 14x / min, PEEP 5.0cmH2O.

Keywords: Brain Injury Weight, Post Op trepanation and Spontaneous Vetilation


Disorders

viii
Motto

Jika kau sedih karna waktu berlalu begitu cepat dan mimipimu begitu singkat.
Percayalah akan keajaiban yang akan membuatmu indah, kita harus bersinar cerah
bersama dan membuat semua orang tersenyum bahagia.

ix
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena hanya


dengan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CEDERA
OTAK BERAT POST OP TREPANASI DENGAN GANGGGUAN VENTILASI
SPONTAN DI RUANG ICU DR. SOEBANDI JEMBER” dapat saya diselesaikan
dengan baik sebagai persyaratan Akademik untuk menyusun KTI dalam rangka
menyelesaikan laporan tugas akhir (LTA) Program Studi Diploma III
Keperawatan Akademik Kesehatan Rustida.
Penulisan Karya Tulis Imiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, baik materi moral maupun spritual. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Anis Yuliastutik, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Direktur Akademi Kesehatan
Rustida.
2. Aripin, S.Kep., Ns., M.Kes, Selaku Kepala Program Studi sekaligus
pembimbing 1 Karya Tulis Ilmiah dan sabar didalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah serta Kepala Program Studi Diploma III Keperawatan Akademi
Kesehatan Rustida.
3. Hendrik Probo S, S.Kep., Ns.,MM selaku pembimbing II Karya Tulis Ilmiah
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan tekun dan sabar didalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. Semua dosen Program Studi Diploma III Keperawatan Akademi Kesehatan
Rustida yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis sebagai bekal
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini;
5. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan doa
untuk keberhasilan ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Progmam Studi DIII Keperawatan Akademi
Kesehatan Rustida yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis
7. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatau kami ucapkan
banyak terimakasih.
Jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis
harapkan. Dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis
pembaca serta perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya.

Krikilan 25 Juli 2018


Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i


HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
ABSTRAK ..........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
DAFTAR ISI .......................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1
1.2 Batasan Masalah ................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Cedera kepala ........................................................6
2.1.1 Definisi Cedera Kepala.............................................................6
2.1.2 Etiologi .....................................................................................11
2.1.3 Manifestasi Klinis .....................................................................14
2.1.4 Patofisiologi ..............................................................................14
2.1.5 Komplikasi ...............................................................................14
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan..........................15
2.2 Konsep Trepanasi
2.2.1 Definisi .....................................................................................16
2.2.2 Indikasi Pembedahan ...............................................................17
2.2.3 Manisfestasi Klinis ...................................................................18
2.2.4 Komplikasi Post Oprasi............................................................19
2.2.5 Perawatan Pasca Pembedahan..................................................20
2.3 Konsep Dasar Pemenuhan Oksigensi pada Cedera Otak
2.3.1 Definesi Oksigenasi ..................................................................22
2.3.2 Hipoksia....................................................................................22
2.3.3 Tahapan ...................................................................................22
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigen..............................23
2.3.5 Ihalasi Oksigen .........................................................................23
2.3.6 Tujuan pemberian oksigen .......................................................24
2.3.7 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pembrian oksigen .....25
2.3.8 Efek samping pemberian oksigen ............................................25
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian ................................................................................25
2.3.2 Diagnosa ...................................................................................26
2.3.3 Intervensi ..................................................................................32
2.3.4 Implementas .............................................................................40
2.3.5 Evaluasi ....................................................................................46
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ...............................................................................47
3.2 Batasan Istilah ...................................................................................48
xi
3.3 Partisipan ...........................................................................................49
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................49
3.5 Pengumpulan Data ............................................................................51
3.6 Uji Keabsahan Data ...........................................................................51
3.7 Analisa Data ......................................................................................53
3.8 Etika Penilitian ..................................................................................54
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 61
4.1 Hasil ................................................................................................. 61
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data .................................. 61
4.1.2 Pengkajian ........................................................................... 62
4.1.3 Analisa data ......................................................................... 71
4.1.4 Diagnosa .............................................................................. 73
4.1.5 Intervensi ............................................................................. 75
4.1.6 Implementasi ....................................................................... 78
4.1.7 Evaluasi ............................................................................... 80
4.1.8 Catatan perkembangan ........................................................ 81
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 93
4.2.1 Pengkajian ...........................................................................
4.2.2 Diagnosa ..............................................................................
4.2.3 Intervensi .............................................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 99
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 99
5.1.1 Pengkajian ........................................................................... 99
5.1.2 Diagnosa .............................................................................. 100
5.1.3 Intervensi ............................................................................. 100
5.1.4 Implementasi ....................................................................... 100
5.1.5 Evaluasi ............................................................................... 100
5.2 Saran ................................................................................................ 100
5.2.1 Responden dan Keluarga ..................................................... 100
5.2.2 Rumah Sakit ........................................................................ 101
5.2.3 Profesi .................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102
LAMPIRAN .................................................................................................... 10

xii
xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 GCS .....................................................................................................14

xiv
LAMPIRAN

1. Lembar Konsul
2. Format Asuhan Keperawatan

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas

akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga terbanyak di dunia.

Sedangkan cedera yang paling tinggi kecelakaan lalu lintas yaitu cedera

kepala, cedera kepala merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomer

satu pada usia produktif (Mansyour, 2015: 5). Cedera kepala dapat

mengakibatkan hipoksia yang menyebabkan iskemik pada otak hingga otak

mengalami kerusakan permanen (Wardani, 2017: 33). Sedangkan trepanasi

merupakan suatu tindakan pembedahan kepala bertujuan mencapai otak

untuk tindakan pembedahan definitif mengakibatkan morbiditas karena

peningkatan tekanan intrakarnial sehingga mengalami gangguan ventilasi

spontan (Santoso, Rahayu & Balafif, 2016: 16).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya

sekitar 1,2 juta orang meniggal dengan diagnosis cedera kepala yaitu akibat

kecelakaan lalu lintan (KLL) dan jutaan lainnya terluka atau cacat (Astrid,

Mallo & Tomuka, 2016: 2). Di Indonesia sendiri plevalensi cedera menurut

Riskesdas 2013 meningkat dibanding tahun 2007, penyebab akibat

kecelakaan sendiri 40,6%, cedera kepala berdasarkan hasil Riskesdas 2013

menunjukkan hasil insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa yang

meninggal dunia (Depkes RI, 2013). Sedangkan di Jawa Timur sebanyak

31.234 korban meninggal akibat cedera kepala saat berlalu lintas.

Berdasarkan data dari pelayanan Bedah Syaraf di RSD dr.Soebandi jember,

menyebut bahwa pada tahun 2016 kasus cedera otak berat sebanyak 151
1
2

kasus dengan prosentase 15,5% dari semua jumlah total pasien bedah

(Hasanah, 2016).

Cedera kepala adalah salah satu kondisi yang menyebabkan

kematian dan kecacatan, umumnya cedera kepala banyak terjadi karena kasus

kecelakaan lalu lintas (Krisandi, Utomo, & Indriati, 2011). Cedera kepala

sediri dibagi menjadi tiga yaitu, cedera kepala ringan, cedera kepala sedang,

cedera kepala berat, klien dengan Cidera Kepala Berat (CKB) yang

mengalami perdarahan atau hematom di kepala dilakukan tindakan

trepanasi/kraniotomi. Dampak dari trepanasi sendiri. Penurunan kesadaran

tiba-tiba di depan mata, adanya tanda herniasi/ lateralisasi, adanya cedera

sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala

tidak bisa dilakukan (Krisanty, Suratun, Dalami dkk, 2013: 67). Dan

dampak pasca pembedahan ialah pendarahan, edema serebral dan infeksi,

dan kerusakan Cedera Otak Berat menyebabkan perubahan pada fungsi paru

tidak jelas. Yang mungkinkan melibatkan edema paru neurogenik,

peradangan, keterlibatan terkait neurotransmitter, atau efek buruk dari

terapi neuroprotektif, sehingga mengakibatkan gangguan ventilasi spontan

(Katsiari, Antonia & Anastasi, dkk, 2016: 10)

Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung

kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak

dengan cara pengangkatan jaringan abnormal. Dampak negative post ope

trepanasi sendiri ialah dapat mengakibatakan peningkatan intra karnial,

infeksi dan defisit neurologik, namun jika trepanasi sendiri berhasil dapat

mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan


3

pencegahan dan pembatasan kerusakan otak sekunder, dan prioritas adalah

untuk mendukung pemulihan lesi otak. Untuk kontrol yang lebih baik dari

oksigenasi, perlindungan pernapasan, intubasi, sedasi dan ganggaun ventilasi

spontan sering diperlukan. Penerapan strategi-strategi ini dapat terjadi setiap

saat selama pengobatan (Daniela, Luciana, Carolina dkk, 8 juni 2016).

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada Klien

yang mengalami Cedera Otak Berat Post Trepanasi Dengan Gangguan

Ventilasi Spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember Tahun 2018.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada karya ilmiah ini adalah Bagaimanakah Asuhan

Keperawatan pada Klien yang mengalami Cedera Otak Berat Post op

Trepanasi Dengan Gangguan Ventilasi Spontan Ruang ICU RSD dr.

Soebandi Jember Tahun 2018

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami

Cedera Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi Spontan di

ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan Pengkajian pada klien Asuhan Keperawatan pada Klien yang

mengalami Cedera Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan

Ventilasi Spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018.
4

2. Menetapkan Diagnosis Keperawatan pada klien yang mengalami

Cedera Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi

Spontan di ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

3. Melakukan perencanaan atau nursing care palnning Asuhan

Keperawatan pada Klien yang mengalami Cedera Otak Berat Post op

Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi Spontan di Ruang ICU RSD dr.

Soebandi Jember tahun 2018.

4. Melakukan tindakan Keperawatan pada klien yang mengalami Cedera

Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi Spontan di

ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018.

5. Melakukan Evaluasi Keperawatan pada klien yang mengalami Cedera

Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi Spontan di

ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember tahun 2018.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu beserta

wawasan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada klien Cedera

Otak Berat Post Op Trepanasi deagan Gangguan Ventilasi Spontan

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi perawat

Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas dalam

melakukan asuhan keperawatan pada klien yang megalami penyakit

Gangguan Ventilasi spontan


5

2. Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan

dating melalui pengaplikasian teori dalam praktik lapangan serta

mengambil ilmu baru yang didapat di lahan praktik.

3. Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman dalam pengaplikasian Asuhan

Keperawatan Cedera Otak Berat Post op Trepanasi dengan Gangguan

Ventilasi Spontan.

4. Bagi lahan atau Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam pengembangan standar Asuhan

Keperawatan dengan Kegawat Daruratan klien Cedera Otak Berat Post

op Trepanasi dengan Gangguan Ventilas Spontan.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cedera Kepala

2.1.1 Definisi

Cedera kepala adalah cedera mekanik yang dapat secara langsung

atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit

kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan

jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis

(Syabrir H, 2012: 2)

Cedera kepala adalah ganggauan fungsi normal otak karena trauma

baik trauma tumpul maupun trauma tanjam yang dapat mengakibatkan

defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan

pengaruh massa karena hemoragik, serta serebral di sekitar jaringan otak

(Batticaca, 2012: 96)

Berdarasakan dari pengertian di atas dapat disimpulkan cedera otak

berat merupakan cedera mekanik yang dapat secara langsung atau tidak

langsung yang mengenai kepala baik trauma tupul maupu trauma tajam

yang dapat mengakibatkan kerusakan kulit kepala, robekan selaput otak,

kerusakan jaringan dan defisit neurologis karena robeknya substasia alba,

iskemik, serta serebral di sekitar jaringan.


7

2.1.2 Etiologi

Menurut Krisanty dkk (2013: 154) etiologi cedera kepala adalah

sebagai berikut:

1. Trauma tumpul

Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebab,

berat ringannya cedera terjadi tergantung pada proses akselerasi-

deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi

internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan pendarahan

petekie karena pada saat otak “bergeser” akan terjadi “pergeseran”

antara permukaan otak dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat di

permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak sehingga mengubah

integritas vaskuler otak (Batticaca, 2012: 96).

2. Trauma tajam

Disebabkan olah pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada

fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak

(velocity) benda tajam tersebut menancap ke kepala atau otak.

Kerusakan terjadi hanya pada area dimana banda tersebut merobek

otak (local). Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan

kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka

memnyebabkan resiko infeks (Lusianah, 2012: 135)

3. Coup dan contracoup

Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan

sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang


8

berlawanan dengan cedera coup (Widagdo, Suharyanto & Aryani:

109).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Tanda gejala pada klien dengan cedera kepala berat menurut Batticaca

(2012: 100) adalah:

1. Nyeri kepala

2. Muntah proyektil

3. Penurunan kesadaran

4. Agitasi

5. Pernapasan berat

6. Nadi lemah

7. Akral dingin

8. Peningkatan TIK

9. Tidak ada respon pupil

2.1.4 Klasifikasi Cedera Kepala

Menurut Satyanegara dkk (2010: 278) klasifikasi cedera kepala

adalah sebagai beikut:

1. Trauma kulit kepala

Kulit kepala harus diperiksa adakah bukti luka atau pendarahan

akibat fraktur tengkorak. Adanya objek yang berpenetrasi atau benda

asing harus di angkat atau ditutupi dengan kain steril dan tidak boleh di

tekan pada area luka. Laserasi pada kulit kepala cenderung

menyebabkan pendarahan hebat dan harus di tangani dengan

pengaplikasian penekanan langsung. Kegagalan mengontrol


9

pendarahan dapat menyebabkana terjadinya syok. Beberapa laserasi

tidak dapat di deteksi dengan mudah, periksa kulit kepal dengan

menggunakana sarung tangan, sisihkan rambut untuk memfasilitasi

tulang (Muttaqin, 2011: 132)

2. Fraktur tengkorak

Fraktur kalvaria (atap tengkorak) yang tidak terbuka, tidak

membutuhkan penanganan segera karena tidak ada hubungan otak

dengan dunia luar. Yang lebih penting adalah keadaan intrakarnialnya.

Pada fratur basis karnium dapat berbahaya terutama karena pendarahan

yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman terhadap jakan

napas. Pada fraktur ini, aliran cairan serebrospinal berhendti dalam 5-6

hari dan terdapat hematoma kacamata yaitu hematom sekitar orbital

(Widagno, Suharyanto & Aryani: 105)

3. Komosio serebri (geger otak)

Kehilangan kesadaran sementara (kurang dari 15 menit). Lalu klien

mungkin mengalami disorientasi dan bingung hanya dalam waktu

relatif singkat. Gejala lain meliputi: sakit kepala, tidak mampu

berkonsentrasi, gangguan memori sementara, pusing dan peka, dan

beberapa mengalami amnesia retrograde (Terry & Waever, 2011: 309).

4. Kontusio serebri

Kahilang kesadaran lebih lama, dikenal juga dengan Diffuse Axonal

Injury (DAI), yang mempunyai prognosis lebih buruk (Terry &

Waever, 2011:309).
10

5. Pendarahan intra karnial

Dapat berupa pendarahan epidaral, pendarahan subdural atau

pendarahan intrakarnial, terutama pendarahan epidural dapat

berbahaya karena pendarahan berlaanjut akan menyebabkan

peningkatan intrakarnial yang semakin kuat. (Krisanty, Suratun,

Dalami dkk, 2013: 70-71)

6. Menurut Terry & Waever, 201: 309 berdasarkan GCS cedera kepala

sendiri di bagi menjadi 3 yaitu

a. Cedera kepala ringan : GCS 14-15

GCS 14–15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang

dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada

fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.

b. Cedera kepala sedang: GCS 9-13

GCS 9–13, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih

dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur

tengkorak.

c. Berdasarkan GCS cedera kepala berat

Cedera kepala berat : GCS≤8

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan

atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio

cerebral, laserasi atau hematoma intracranial (Terry & Waever,

2011: 309)
11

Table 2.1 Penilaian GCS

No. Respon Skala

1. Membuka mata:
a. Membuka mata spontan 4
b. Berdasarkan perintah verbal 3
c. Berdasarkan rangsang nyeri 2
d. Tidak ada respon 1

2. Respon verbal:
a. Bicara spontan/orientasi baik 5
b. Bingung, bicara kacau 4
c. Perkataan tidak jelas 3
d. Mengerang 2
e. Tidak ada respon 1

3. Respon motorik:
a. Mengikuti perintah 6
b. Melokalisir nyeri 5
c. Menjauh terhadap nyeri 4
d. Reaksi fleksi 3
e. Reaksi ekstensi 2
f. Tidak ada respon 1
(Krisanty et al, 2013: )
Jumlah sekor :
15 = Compos mentis (CM)
14 – 11 = Somnolen
11 – 8 = Apatis
8–7= Soporus
misalkan : E3 M5 V4 = 12 ( kesadaran somnolen)
(Muttaqin, 2012: 98)

2.1.5 Patofisiologi

Cedera kepala berat terjadi melalui suatu mekanisme traumatik

baik secara langsung maupun tidak langsung (Musliha, 2010). Mekanisme

tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial sehingga

terjadi oedema serebri dan menyebabkan keletihan pada paru sehingga

menngakibatkan gangguan ventilasi spontan. Hal ini menyebabkan otak


12

mengalami kekurangan oksigen sehingga terjadi iskemia, kemudian otak

akan mengalami hipoksia. Oleh sebab itu, muncul masalah keperawatan

rediko perfusi jaringan serebral tidak efektif (LeMone et al., 2017).

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang, jaringan kulit, otot dan leserasi

pembuluh darah mengharuskan melakukan pembedahan untuk

memimalisir terjadikan komplikasi lebih parah. Setelah pembedahan yang

mengalami anastesi lama sehingga kondisi lemah mengharuskan pasien

bed rest dalam waktu lama dan mengalami intoleransi aktivitas dan yang

mengakibatkan resiko kerusakan kulit akibat penekanan dan gesekan pada

area tubuh yang menonjol. Selain bed rest yang lama, terjadi penumpukan

secret di jalan napas dan ketidak mampuan batuk efektif yang muncul

diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif. Selain kondisi yang lemah

pasca pembedahan dan mengakibatkan luka jahitan post oprasi yang

beresiko terpapar agen infeksi dan muncul diagnosa resiko infeksi. Luka

jahitan juga memnimbulkan nyeri akut.


13

2.1.6 Pathway
Cedera kepala berat

Peningkatan Terputusnya kontinuitas jaringan Kerusakan


TIK tulang, jaringan kulit, otot, dan sel otak
laserasi pembuluh darah

Iskemia Defisit neurologik


Trepanasi
Hipoksia Gangguan fungsi
Post Operasi medulla oblongata

Resiko perfusi
Pemindahan ke unit perawatan Gangguan fungsi
serebral tidak
pasca anastesi (PACU) otot respirasi
efektif
n Keletiahan otot paru
Mengalami anastesi lama

Kondisi lemah Gangguan ventilasi


spontan

Bed rest pasca operasi Luka jaritan post op


dalam waktu yang lama
Penumpukan sekret Terpapar agen infeksi
penekanan dan gesekan pada di jalan nafas
area tubuh yang menonjol
Resiko infeksi
Ketidakmampuan
Resiko kerusakan melakukan batuk
integritas kulit efektif
Nyeri akut
Bersihan jalan
Intoleransi nafas tidak
aktivitas efektif
14

2.1.7 Komplikasi

Menurut Gisberg (2009: 129) komplikasi cedera kepala adalah:

1. Kebocoran cairan serebrospinal.

Hal ini dapat terjadi mulai dari saat cedera, tetapi jika hubungan

antara rongga subaraknoid dan telinga tengah atau sinus paranasal

akibat fraktur basis hanya kecil dan tertutup jaringan otak, maka hal ini

tidak akan terjadi dan pasien mungkin mengalami meningitis di

kemudian hari. Selain terapi infeksi, komplikasi ini dibutuhkan

reparasi bedah untuk robekan dura. Ekplorasi bedah juga diperlukan

jika terjadi kebocoran cairan sererospinal persisten (LeMone et al.,

2017).

2. Epilepsy pasca trauma

Terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal (dalam

minggu pertama setelah cedera) amnesia pasca trauma yang lama

(lebih dari 24 jam), fraktur depresi cranium, atau hematoma

intrakarnial.

3. Hematoma subdural kronik

Komplikasi lanjut cedera kepala ini (dapat terjadi pada cedera

kepala ringan) dijelaskan lebih detil pada diagnosis banding demensia

(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2017).


15

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Menurut Satyanegara (2010) pemeriksaan penunjang untuk pasien

cedera kepala yaitu

1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang (Terry & Weaver,

2011: 270)

4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

4. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial

5. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical

6. EEG , untuk memperlihatkan berkembangnya gelombang patologis

7. PET (Positron Emission Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas

metabolism otak.

8. Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi

perdarahan subaraknoid

9. Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai

peningkatan tekanan intracranial.

10. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran (Batticaca, 2012: 99)


16

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

1. Penanganan klien dengan cedera kepala meliputi Non Bedah

a. Glukokortikoroid (dexamethazone) untuk mengurangi edema

b. Diureik Osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter

untuk mengeluarkan Kristal-kristal mikroskopis

c. Diuretik loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan

tekanan Intrakranial

d. Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi

mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat

menibgkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial

e. Pemberian terapi antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah

trauma kepala yang menyebabkan kerusakan otak sekunder karena

hipoksia.

(Terry & Weaver, 2011: 278)

2. Pembedahan

Kranialtomi di indikasikan untuk:

a. Mengatasi subdural atau epidural hematoma

b. Mengatasi peningkatan kranial yang tidak terkontrol

(Widagdo, Suharyanto & Aryani, 2011: 109)


17

2.2 Konsep Trepanasi

2.2.1 Pengertian

kraniotomi adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung

kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan

otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala

yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif

(Satyanegara, 2010: 479)

Post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan

tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK,

mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

(Dewi, 2016: 3)

2.2.2 Indikasi Pembedahan

Indikasi pembedahan menurut Muttaqin (2012: 132) adalah sebagai

berikut:

a. Pengangkatan jaringan abnormal

b. Mengurangi tekanan intracranial

c. Mengevaluasi bekuan darah

d. Mengontrol bekuan darah

e. Pembenahan organ-organ intracranial

f. Tumor otak (Satyanegara, 2010: 483)

g. Perdarahan

h. Peradangan dalam otak

i. Trauma pada tengkorak


18

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasca trepanasi menurut Satyanegara (2010:

483) adalah sebagai berikut:

1. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi cedera kepala pada bagian

yang spesifik dari otak):

a. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus,

diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema.

b. Perubahan bicara, msalnya: aphasia

c. Perubahan sensorik misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi

sensorik.

d. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan

paralisis.

e. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia

urin, dan konstipasi.

f. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.

g. Perubahan dalam seksual

2. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari

CSF).

a. Sakit kepala

b. Nausea atau muntah proyektil

c. Pusing

d. Perubahan mental

e. Kejang

(Terry & Weaver 2012: 281)


19

2.2.4 Komplikasi Post Operasi

Komplikasi menurut Muttaqin (2012: 123) adalah sebagai berikut:

1. Edema cerebral.

2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.

3. Hypovolemik syok.

4. Hydrocephalus.

5. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes

Insipidus).

6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

7. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7–14 hari setelah operasi.

Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari

dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke

paru-paru, hati,dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki

post operasi, ambulatif dini

8. Infeksi

Infeksi luka sering muncul pada 36–46 jam setelah operasi. Organisme

yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,

organisme, gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.

Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan

luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.


20

2.2.5 Perawatan Post Op Trepanasi

Menurut bedah umum wordpress.com juni 2016 hal yang perlu di

perhatikan pasca pembedahan ialah:

1. Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti

biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan

fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8

minggu kemudian

2. Follow-up CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran

tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom

lainnya yang timbul kemudian.

3. Memantau tekanan intrakarnial

Kateter vertikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada

pasien yang menjalani pembedahan trepanasi. Kateter disambungkan

ke sistem drainase ekternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui

pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat dikaji dengan sambungan

stopkok ke selang bertekanan tranduser. TIK dalam dipantau dengan

stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut

kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi

yang tepat yang dapat mengakibatkan kolaps vertkel bila cairan terlalu

banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan vertikel normal

dan stabil. Alhi beda neuro diberi tahu kapanpun kateter tampak

tersumbat. Pirau vertikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah

tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakarnial, terutama pada cedera

otak berat.
21

2.3 Konsep dasar pemenuhan oksigenasi pada cedera otak

2.3.1 Definisi oksigenasi

Oksigen adalah gas yang tidak berbau dan berwarna sangat penting

bagi tubuh dalam proses metabolisme sel (Mubarak & Chayatin, 2013:102),

tidak adanya oksigen dalam tubuh akan mengalami kemunduran dan dapat

menimbulkan kematian. Secara normal dalam tubuh terdapat 97% oksigen

yang akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan

dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin, sisanya 3% di transportasikan

ke dalam cairan plasma dan sel-sel (Widianti, 2013: 112).

2.3.2 Hipoksia

Hipoksia merupakan kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh tidak

adekuat akibat kurangnya penggunaan oksigen pada tingkat sel yang di

tandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing dan penurunan kesadaran,

pucat, sianosis dan dipsnea, karena ada penurunan Hb dan kapasitas oksigen

dalam darah serta penurunan perfusi jaringan (Chayatin, 2014: 115).

2.3.3 Tahapan

Dalam proses oksigenasi ini melalui 3 tahap antara lain:

1. Ventilasi

Dalam proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara

atmosfer dan alveolus paru, yang membutuhkan koordinasi otot paru

dan thoraks yang elastis (Lusianah dkk, 2012: 102).

2. Disfusi gas

Proses dimana pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida

antara alveoli dengan darah pada membran kapiler alveolar paru,


22

pemberian kapasitas difusi gas melalui proses difusi membran respirasi

per menit dengan tekanan sebesar 1 mmHg, jika dalam keadaan

istirahat sekitar 230 ml/menit. Kapasitas difusi karbondioksida saat

istirahat 400-500 ml/menit sedangkan saat berkerja 1200-1500 ml/menit

(Lusianah dkk, 2012:205).

3. Transportasi

Proses transportasi gas merupakan proses pengangkutan oksigen

melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida

dari jaringan tubuh ke kapiler (Widianti, 2013: 123).

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi

Menurut Widianti (2013: 453), faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi

antara lain:

1. Fisiologis : Berupa anemia, racun inhalasi, obstruksi jalan nafas, tempat

yang paling tinggi, demam, penurunan dinding dada

2. Perkembangan

3. Perilaku dan gaya hidup

4. Lingkungan

2.3.5 Inhalasi oksigenasi

Menurut Rakhaman & Khodijah (2014: 115) macam-macam alat inhalasi

oksigen antara lain:

1. Kanul nasal

Diindikasikan untuk aliran rendah, kecepatan aliran 1-3 liter/menit,

memberikan oksigen 25-45%.

2. Sungkup muka sederhana (Simple Face Mask)


23

Diindikasikan untuk aliransedang dengan kecepatanaliran 4-6

liter/menit. Dengan memberikan oksigen 35-60% (Lusianah dkk, 2012:

76)

3. Sungkup muka non-rebrithing

Diindikasikan untuk aliran tinggi dan digunakan bersama kantung

reservoir, kecepatan aliran 10-15 liter/menit dengan konsentrasi 100%

(Rakhaman & Khodijah, 2014: 230).

4. Sungkup muka venturi (venti-mask)

Diindikasikan untuk titrasi persentasi oksigen yang lebih tepat dengan

kecepatan aliran 4-8 liter/menit(Widianti, 2013: 105).

5. Sungkup muka kantung-katup (bag-velve-mask (BVM))

Diindikasikan untuk ventilasi manual pada pasien yang tidak bernafas

atau nafas tidak efektif (apnea), dengan pemberian aliran 100% ketika

disambungkan tabung oksigen (Rakhaman & Khodijah, 2014: 553).

2.3.6 Tujuan pemberian oksigen

Tujuan pemberian oksigen menurut lusianah (2012: 123) adalah sebagai

berikut:

1. Menurunkan ketidaknyamanan.

2. Meningkatkan oksigenasi jaringan.

3. Meminimalkan asidosis respiratorik.

4. Menurunkan kerja otot pernafasan dan mencapai irama nafas normal.

5. Menstabilkan saturasi oksigen arteri (SaO2) dan mempertahankan PaO2

lebih dari 60 mmHg untuk mencegah terjadinya hipoksia sel dan

jaringan, mengurangi kerja pernafasan dan jantung.


24

6. Memperbaiki hipoksemia pada kondisi klien dengan PaCO2.

2.3.7 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian oksigen

Hal yang perlu diperhatikan menurut Lusianah dkk (2012: 122) adalah

sebagai berikut:

1. Perbaiki area pemasangan selang oksigen untuk mengurangi risiko

iritasi pada kulit.

2. Berikan oral hygiene dan barier protektif pada hidung dan bibir.

3. Dilarang merokok.

4. Pertahankan konsentrasi oksigen sesuai program terapi.

5. Monitor keracunan CO2,

6. Hindari membuka alat listrik pada area sumber oksigen

2.3.8 Efek samping pemberian oksigen

Efek samping pemberian oksigen menurut lusianah dkk (2012) adalah

sebagai berikut:

1. Keracunan oksigen jika diberikan secara terus-menerus selama 1-2 hari

dengan fraksi lebih dari 50%.

2. Depresi ventilasi (Lusianah dkk, 2012: 135)


25

2.4 Konsep Asuhan Keparawatan

Pengumpulan data klien baik subjketif maupun objektif pada gangguan

system persarafan sehubugan dengan cedera kepala bergantung pada bentuk,

lokasi, jenis cedera, dan adanya komplikasi pada organ vital lainya.

Anamnesis pada cedera kepala meliputi keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial

1. Identitas klien

Identitas klien meliputiumur (kebanyakan terjadi pada usia muda),

jenis kelamin (kebanyakan tejadi pada laki-laki, karena sering

mengendarai kendaraan bemotor tanpa menggunakan helm dan suka

kebut-kebutan) (Budyasih, 2013: 34).

2. Keluhan Utama

Pasien dibawa kerumah sakit akibat cedera otak berat karena kecelakaan

lalu lintas

3. Riwayat Penyakit sekarang

Provokes: Adanya trauma yang mengenai kepala

Quality: Hingga terjadi penuruan kesadaran, konvulsi, muntah proyektil,

adanya likuor dari hidung dan telinga

Radiates: Kompresi cedera kepala pada bagian spesifik dari otak

Severity: GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan

atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral,

laserasi atau hematoma intracranial (soporus)

Time: Akibat kecelakaan


26

4. Riwayat Penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,

riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,

anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan,aspirin, vasodilator, obat-

obatan adiktif, konsumsi alkohol berlebihan dan penyakit menular

(Widagdo, Suharyanto & Aryani, 2011: 104)

5. Pemeriksaan fisik

a. B1 (Breathing)

Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi dari

perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunann otot bantu napas, dan peningatan

frekuensi pernapasan. Pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi

disfungsi pusat pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan

ventilator dan biasanya klien dirawat diruang perawatan intensif sampai

kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera kepala berat

dengan pemasangan ventilator secara komprehensif merupakan jalur

keperawatan kritis (Satyanegara, 2010: 123)

b. B2 (Blood)

Menurut Arifin, 2013 yang dikutip oleh Prabowo, 2016, hasil

pemeriksaan kardiovaskuler klien cidera kepala berat pada beberapa

keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi

bradikardi, takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah

berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan

kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardi merupakan tanda dari


27

perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan

adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi

menandakan adanya perubahan perfusi jaringan otak. Pada shock

hipovolemik ini dibatasi dengan tekanan darah kurang dari 90 mmHg

dan dapat mengalami penurunan tekanan darah yang berpengaruh

terhadap tingkat kinerja otak.

c. B3 (Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama

akibat pengaruh peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan

adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserbal, subdural, dan

epidural. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan

lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya

(Satyanegara 2010: 373). Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien

cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,

semikomatosa sampai koma.

Pengkajian Saraf Kranial menurut Teery & Waever (2011: 250)

meliputi pengkajian saraf cranial XII:

1) Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak

anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan

pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral (Teery &

Waever, 2011: 250)

2) Saraf II. Hematom palpebra pada klien cedera kepala akan

menurunkan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus.

Perdarahan di ruang intracranial,, terutama hemoragia subaraknoid,


28

dapat disertai dengan perdarahan di retina. Anomali pembuluh

darah di dalam otak dapat bermanifestasi juga di fundus. Akan

tetapi dari segala macam kelainan di dalam ruang intracranial,

tekanan intracranial dapat dicerminkan pada fundus bilateral

(Teery & Waever, 2011: 250)

3) Saraf III,IV, dan VI . Gangguan mengangkat kelopak mata terutama

pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbita. Pada kasus-

kasus trauma kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus

dianggap sebagai tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada

penyinaran. Tanda dini herniasi tentorium adalah midriasis yang

tidak berekasi pada penyinaran. Paralisis otot ocular akan menyusul

pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria,

bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil

yang normal pada sisi yang lain, maka pupil yang miotik adalah

abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis

ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu

berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak

berdilatasi melainkan berkontraksi bilateral

(Teery & Waever, 2011: 250)

4) Saraf V. Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan

paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan

koordinasi gerakan mengunyah.

5) Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan


29

6) Saraf VIII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala

ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak

melibatkan saraf vestibulokoklearis bilateral (Teery & Waever,

2011: 250)

7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

8) Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien

cukup baik serta tidak ada artofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius.

9) Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

10) Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan

propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh) serta kesulitan dalam mneginterprestasikan stimuli

visual, taktil, dan auditorius bilateral (Teery & Waever, 2011: 250)

d. B4 (Blader)

Setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia

urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,

dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena

kerusakan control motorik dan postural. Kadang- kadang control

sfingter urinarius eksrternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,

dilakukan kateterisasi intermiten dengan tekhnik steril. Inkontinensia

urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Teery &

Waever, 2011: 311)


30

e. B5 (Bowel)

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.

Adanya inkontinensia alvi yng berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas (Teery & Waever, 2011: 310)

f. B6 (Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh

ekstermitas. Kaji warna kulit, suhu, kelemahan, dan turgor kulit.

Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukkan adanya

sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir, dan membrane

mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan

dengan rendahnya kadar haemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis

pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya

hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya

demam, dan infeksi. Integrasi kulit untuk menilai adanya lesi dan

dekubitus. Adanya kesulitan untik beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensori atau paralise/hemiplegic, mudah lelah menyebabkan

masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Teery & Waever, 2011: 311)
31

2.4.1 Diagnosa Kepaearawatan

Diagnosa keperawatan meurut SDKI (2017) adalah

1. Gangguan ventilasi spontan

Definisi: Penurunan cadangan energy yang melibatkan individu tidak

mampu bernapas secara adekuat

Penyebab

a. Gangguan metabolism

b. Kelelahan otot pernapasan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Despnea

Objektif

a. Penurunan otot napas meningkat

b. Volume tidak menurun

c. sPCO2 meningkat

d. PO2 menurun

e. SaO2 menurun

Gejala dan tanda Minor

Objektif

a. Gelisah

b. takikardia

Kondisi Klinis terkait

a. PPOK (penyakit paru obstruktif kronis)

b. Asma
32

c. Cedera kepala

d. Gagal napas

e. Bedah jantung

f. Adult respiratory distress syndrome (ARDS)

g. Persistent pulmonary hypertension of newbom (PPHN)

h. Prematuritas

i. Infeksi saluran napas

2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak

Factor risiko

a. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial

b. Penurunan kinerja ventrikel kiri

c. Aterosklerosis aorta

d. Embolisme

e. Cedera kepala

f. Hiperkolesterinemia

g. Hipertensi

h. Infark miokard akut

i. Sindrom sick sinus

j. Terapi tombolitik

k. Efek samping tindakan (mis, tindakan operasi bypass)

Kondisi Klinis terkait

a. Stroke

b. Cedera kepala
33

c. Aterosklerotik aortic

d. Infark miokard akut

e. Disiksi arteri

f. Embolisme

g. Infeksi otak (mis, meningitis, ensefalitis, abses serebri)

(PPNI, 2017)

3. Nyeri akut

Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual dan fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari

3 bulan.

Penyebab

a. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fifik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

Mengeluh nyeri

Objektif

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif

c. Gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat


34

e. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola nafas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Proses berpikir terganggu

e. Menarik diri

f. Berfokus pada diri sendiri

g. Diaforesis

Kondisi klinis terkait

a. Kondisi pembedahan

b. Cedera traumatis

c. Infeksi

d. Sindrom koroner akut

e. Glaukoma (PPNI, 2017)

4. Resiko kerusakan intregitas kulit

Kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau jaringan (mebran mukosa,

kornes, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan ligamen).

Penyebab

a. Perubahan sirkulasi

b. Perubahan status nutrsi(kelebihan atau kekurangan)


35

c. Kekurangan/kelebian volume cairan

d. Penurunan mobilitas

e. Bahan kimia iritatif

f. Suhu lingkungan yang ekstrem

g. Faktor mekanis atau faktor elektris

h. Efek samping terapi radiasi

i. Kelembaban

j. Proses penuaan

k. Perubahan pigmentasi

l. Neuropati

m. Perubahan hormonal

n. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan

/melindungi intregitas jaringan

Gejala dan gejala mayor

Objektif

Kerusakan jaringan atau lapisan kulit

Tanda dan gejala minor

Objektif

a. Nyeri

b. Pendarahan

c. Kemerahan

d. Hematoma

Kondisi klinis terkait

a. Imobilisasi
36

b. Gagal jantung kongestif

c. Gagal ginjal

d. Diabetes militus

e. Imunodefisiensi (mis. AIDS)

5. Resiko infeksi

Definisi

Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Faktor resiko

a. Penyakit kronis

b. Efek prosedur invasi

c. Malnutrisi

d. Peningkatan papran organisme patogen lingkungan

e. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer

1) Kerusakan integritas kulit

2) Perubahan sekresi pH

3) Merokok

4) Statis cairan tubuh

f. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder

1) Penurunan hemoglobin

2) imununosupresi

3) Leukopenia

4) Supresi respon inflamasi

5) Vaksinasi tidak adekuat


37

g. Kondisi klinis terkait

1) AIDS

2) Luka bakar

3) Diabetes militus

4) Tindakan invasif

5) Penyalagunaan obat

6) Kanker

7) Gagal ginjal

8) Gangguan fungsi hati

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan sakit (dehidrasi dan

nyeri akut).

Definisi:

Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Penyebab:

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b. Tirah baring

c. Kelemahan

d. Imobilitas

Gejala dan tanda mayor:

Subjektif:

Tidak tersedia

Objektif:

Frekuensi jantung eningkat >20% dari kondisi istirahat


38

Gejala dan tanda minor:

Subjektif:

a. Dyspnea saat setelah aktivitas

b. Merasa lelah

Objektif:

a. Tekanan darah berubah

b. Sianosis

Kondisi klinis terkait:

a. Anemia

b. Gangguan metabolic

(SDKI, 2017).
39

2.4.2 Intervensi Keperawatan

1. Ganggaun ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot paru

(Willkinson, 2014: 419)

a. Untuk pasien yang membutuhkan jalan napas buatan: pantau letak

selang, kaji penggembungan manset setiap empat jam dan saat

manset dikempiskan serta dipompa kembali (Willkinson, 2014:

419)

Respon: Mengisyaratkan kondisi membaik atau memburuk,

mungkin membutuhkan kebutuhan untuk suctioning (Warsono, 14

februari 2014)

b. Pantau adanya kegagalan pernapasan yang akan terjadi

Respon: mengisyaratkan keadaan darurat yang mungkin terjadi

c. Pantau adanya penurunan volume ekshalasi dan peningkatan

tekanan inspirasi pada pasien

Respon: menunjang efektivitas ventilasi

d. Pentau keefektifan ventilasi mekanik pada kondisi fisiologis dan

psikologis pasien

Respon: memantau perkembangan pasien dan mencegah sedini

mungkin dapak buruk yang mungkin akan terjadi

e. Pantau adanya efek yang merugikan dari ventilasi mekanik :

infeksi, barotrauma, dan penurunan curah jantung

Respon: memantau kebersihan selang ventilastor dan kaji setiap 1

jam sekali untuk meminimalkan kerusakan.


40

f. Pantau efek perubahan ventilator terhadap oksigenasi : GDA,

SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidal, Qgp/Qt dan tingkat A-aDO2 serta

respons subjektif pasien

Respon: menjaga oksigen adekuat dan keseimbangan asam basa

g. Pantau derajat pirau, kapasitas vital, Vd/VT, MVV, daya inspirasi,

FEV1, dan kesiapan untuk penyapihan dari ventilasi mekanik,

sesuai protokol institusi

Respon: mengisayratkan kondisi membaik atau memburuk,

mungkin membutuhkan untuk suctioning

h. Auskultasi suara napas, catat area penurunan atau ketiadaan

ventilasi, dan adanya suara napas tambahan

Respon: memaksimalkan efektivitas mekanik dan menjaga

keamanan klien

(Willkinson, 2014: 419) & (Warsono, 14 februari 2014)

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret (Willkinson, 2014: 24)

a. Kaji TTV klien, catat jika ada perubahan.

Respon: Tanda-tanda vital dalam rentang normal

b. Posisikan klien pada posisi yang memaksimalkan potensi

pertukaran udara (posisi semi fowler)

Respon: Posisi semi fowler memberikan ekspansi paru yang

optimal sehingga pasien dapat memaksimalkan potensial ventilasi

c. Lakukan terapi fisik dada sesuai kebutuhan.

Respon: Untuk membantu pengeluaran secret


41

d. Bersihkan sekresi dengan dorongan batuk atau suctioning

Respon: Untuk melancarkan jalan nafas dari secret

e. Monitor status respirasi dan oxigenasi klien

Respon: Mengetahui perkembangan status respirasi dan oksigenasi

f. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

Respon: Derajat spasme bronkus dengan obstruksi jalan nafas

dapat / tidak dimanifestasikan adanya buinyi nafas adventisius

misalnya tidak adanya bunyi nafas oleh mengi

g. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning

Respon: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keberhasilan

tindakan

h. Anjurkan alat yang steril setiap melakukan tindakan

Respon Mencegah terjadinya infeksi

i. Monitor status oksigen klien

Respon: Mengetahui perkembangan status respirasi dan

oksigenasi (Willkinson, 2014: 24) & (Lestasi, 12 oktober 2015)

3. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakarnial (Willkinson, 2014: 443)

a. Mengatur posisi dengan tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-

45 derajat, bergantung pada posisi pasien

Respon: agar aliran darah bisa mengalir ke otak

b. Induksi hipertensi

Respon: mempertahankan tekanan perfusi serebral


42

c. Berikan interval setiap asuhan keperawatan untuk meminimalkan

peningkatan tekanan intrakranial

Respon: agar tetap mempertahankan agar tidak tejadi obstruksi

aliran darah ke otak

d. Minimalkan stimulus lingkungan

Respon: memberikan kenyamanan pada pasien yang mengalami

perubhan sensasi

4. Resiko kerusakan itregritas kulit berhubungan dengan imobilitas

fisik (bed tres yang terlalu lama) (Willkinson, 2014: 339)

a. Observasi dari ekstremitas seperti warna, hangat, bengkak, nadi,

tekstur, edema, atau lesi

Respon: Adanya perubahan pada kulit ditandai dengan reaksi

inflmasi.

b. Monitor area kulit dari kemerahan dan gangguan.

Respon: Kulit yang kemerahan menandakan ada inflamasi

c. Menginstruksikan keluarga untuk melaporkan pada petugas

medis jika ada tanda dari gangguan kulit yang sesuai

Respon: Keluarga diusahakan ikut berperan dalam

perkembangan kesembuhan pasien

d. Catat bila kulit atau membrane mukosa terjadi perubahan.

Respon: Pencatatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan

kondisi luka

e. Monitor tugor kulit

Respon: Mengetahui ke elasitasi kulit


43

5. Nyeri akut berhubungan dengan luka jahit pada luka (Willkinson,

2014: 296)

a. Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi,

kualitas.

Respon: Melakukan pemantauan untuk mengetahui lokasi nyeri.

b. Observasi syarat non verbal ketidak nyamanan

Respon: Mengetahui keadaan yang tidak diketahui

c. Dalam mengkaji nyeri pasien gunakan kata-kata yang sesuai usia

dan tingkat perkembangan pasien.

Respon: Memberikan pengertian kepada keluarga dan

mengurangi cemas

d. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimlkan respons

pasien terhadap analgesic

Respon: Meyakinkan pasien atau keluarga bahwa obat yang

diberikan akan mengurangi nyeri.

e. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons

pasien terhadap ketidaknyamanan (mis.suhu runagan,

pencahayaan dan kegaduhan)

Respon: Ketidak nyamanan juga diperhatikan dalam

pengendalian nyeri

f. Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri lebih kuat.

Respon: Membantu mengurangi rasa nyeri.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka jahitan post trepanasi

(Willkinson, 2014: 234)


44

a. Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan bau luka

Respon: Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangannya

b. Bersihkan luka dengan normal salin

Respon: Normal salin merupakan cairan isotonis yang sesuai

dengan cairan di tubuh

c. Rawat luka dengan konsep steril

Respon: Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman atau

bakteri

d. Kolaborasi pemberian antibiotic

Respon: Pemberian antibiotic untuk mencegah timbulnya infeksi

7. Itoleransi akrivitas berhubungan dengan tirah baring yang lama

(Willkinson, 2014: 15)

a. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan ,

monitoring program aktivitasi klien

Rasional: Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan

yang dierencanakan.

b. Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur

Rasional: Melatih kekuatan dan irama jantung selama aktivitas

c. Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien

terhadap latihan/aktivitas

Rasional: Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera

setelah terapi aktivitas.

d. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas

(bila memungkinkan dengan tes toleransi latihan).


45

Rasional: EKG memberikan gambaran yang akurat mengenai

konduksi jantung selama istirahat maupun aktivitas.

e. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi, obat-obatan digitalis,

diuretic dan vasodilator.

Rasional: Pemberian obat antihipertensi digunakan untuk

mengembalikan TD klien dbn, obat digitalis untuk mengkoreksi

kegagalan kontraksi jantung pada gambaran EKG, diuretic dan

vasodilator digunakan untuk mengeluarkan kelebihan cairan

2.4.1 Implementasi

Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk asuhan keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Anggraini, 2016:

56).

2.4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil

akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan (Anggraini, 2016: 57).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian metode study kasus

dengan metode studi kasus. Studi kasus meruapakan penelitian yang

berhubungan dengan manusia (individu, kelompok, maupun organisasi),

peristiwa latar secara mendalam, tentang suatu kasus yang sedang diteliti.

Pengumpulan data dapat diperoleh dari wawancara, observasi dan

dokumentasi (Sujarweni, 2014: 22). Keuntungan menggunakan studi kasus

dalam penelitian adalah pengkajian secara rinci, meskipun jumlah

respondenya sedikit. Sehingga akan mendapatkan gambaran satu unit subjek

secara jelas (Gunawan, 2015).

Studi kasus ini adalah studi untuk menganalisa masalah Asuhan

Keperawatan pada klien Cedera Otak Berat Post Trepanasi dengan Gangguan

Ventilasi Spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember

3.2 Batasan Istilah

Judul pada penelitian ini Asuhan Keperawatan pada klien Cedera Otak

Berat Post Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi Spontan. Cedera kepala

berat adalah cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan

skor GCS 3-8 (Hariyani, 2012) dan mengalami amnesia lebih dari 24 jam

(Nurarif & Kusuma, 2016).

Penurunan cadangan energi yang melibatkan individu tidak mampu

bernapas secara adekuat untuk mendukung hidup (Budyasih, 2013: 160).

46
47

3.3 Partisipan

Partisipan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-benar tahu

dan menguasi masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian.

Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus maka penelitian sangat erat

kaitannya dengan faktor-faktor kontektual, jadi dalam hal ini responden dijaring

sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber.

Partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pasien

Dari pasien dapat diperoleh data tentang data subjektif melipati

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sebelumnya,

obat-obatan yang digunakan kebiasaan alergi obat sedangkan untuk data

objektif yaitu pemeriksaan fisik.

2. Keluarga

Keluarga pasien cedera otak berat post trepanasi dapat di peroleh dan

subjektif meliputi riwayat penyakit keluarga genogram, riwayat lingkungan

dan kebiasaan

3. Petugas Kesehatan

a. Dokter

Dari dokter dapat diperoleh data yaitu terapi pada pasien post

trepanasi, kronologi atau patofisiologi penyakit pada pasien, dan

perkembangan kondisi pasien selama di rumah sakit.


48

b. Perawat

Dari perawatan di peroleh data tentang keadaan, tindakan keperawatan

dan kondisi pasien selama di rumah sakit atau kondisi saat pertama datang

kerumah sakit.

c. Ahli gizi

Dari ahli gizi dapat diperoleh data tentang diet yang harus diberikan

pada pasien cedera otak berat post op trepanasi dan makanan yang tidak

boleh dimakan oleh pasien.

d. Radiologi dan Laboratorium

Dapat diperoleh data tentang hasil pemeriksaan rontgen, CT scan,

biopsy renal, hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan darah.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian Cedera Otak Berat Post Trepanasi dengan Gangguan Ventilasi

Spontan di ruang ICU RSD dr Soebandi. Penelitian dilakukan pada tanggal 25

juni- 07 juli 2018. Lama waktu sejak pasien pertama kali MRS Post Op Trepnasi

pasien yang di rawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang

maka perlu perggantian pasien lainnya yang sejenis, dan bila dilanjutkan bisa

dilakukan dalam bentuk home care.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada studi kasus ini menggunakan 3 prinsip dasar antara lain:

1. Observasi
49

Menurut Sanafiah dalam Sugiyono (2015: 62) mengklasifikasikan

observasi menjadi observasi berpatisipasi, observasi yang secara terang-

terangan atau tersamar dan observasi yang tak berstruktur. Metode yang

digunakan untuk mengamati perilaku, kejadian atau kegiatan orang

sekelompok orang yang diteliti kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut

untuk mengetahui apa yang terjadi. Dalam penelitian ini observasi yang

digunakan yaitu observasi partisipasi. Dalam observasi ini, peneliti terlibat

dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2015: 65)

2. Wawancara

Wawancara suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah

tertentu dengan proses tanya jawab lisan. Wawancara merupakan pertemuan

dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2015: 72).

Wawancara yang digunakandalam penelitian ini adalah wawancara secara

langsung. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan

secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat

dan ide-idenya (Sugiyono, 2015: 73).

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu setiap pernyataan tertulis disusun oleh

seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa. Cataatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau
50

karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2015: 82). Dalam

penelitian ini, peneliti melakukan dokumentasi menggunakan hasil dari

observasi dan rekam medik klien.

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian hanya ditekankan pada uji validasi

dan reabilitas. Uji keabsahan dilakukan dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan

Perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan dengan narasumber

akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab, semakin terbuka, saling

mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi

(Sugiyono, 2015: 123).

2. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredebilitas diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu.

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredebilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber

(Sugiyono, 2015: 127).

b. Triangulasi teknik
51

Triangulasi teknik untuk menguji kredebilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda (Sugiyono, 2015: 127).

c. Triangulasi waktu

waktu juga sering mempengaruhi kredebilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat

narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data

yang lebih valid sehingga lebih kredibel (Sugiyono, 2015: 127).

3.7 Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan sehingga dapat dipahami dan di

informasikan kepada orang lain. Analisa data kualitatif bersifat induktif yaitu

suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan

menjadi hipotesa (Sugiyono, 2013: 244).

1. Pengumpulan data

Data dikumpulakn dari hasil WOD (Wawancara Observasi

Dokumentasu). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudin disalin

dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam betuk transkip (format pengkajian) dan dikelompokkan


52

menjadi data subyektif dan pbyektif, dianalisis berdasarkan hasil diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Stelah data direduksi, maka selanjutnya adalah mendisplay data.

Dalam penelitian kualitatif penyajian ini bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

4. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah

ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran obyek yang sebe,umnya

kurang jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan

kasual atau interaktif, hupotesi atau teori.

3.8 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2009), masalah etika penelitian keperawatan merupakan

masalah yang sangat penting dalam oenelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan dengan manusia, segi etika pnelitian harus diperhatikan antara lain:

1. Informed consent (persetuan menjadi klien)

Merupakan betuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan meberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan meberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden.

2. Anonymity (tanpa nama)


53

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang meberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak meberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan meberikan jaminan

skerahasian hasil penelitian, baik informasi maupaun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulakan dijamin kerahasiannya

oleh peneliti hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran lokasi pengambilan data

Lokasi penelitian Asuhan keperawatan Klien Yang Mengalami Cedera Otak

Berat Post Op Trepanasi Dengan Gangguan Ventilasi dilakukan diRuangan

ICU RSD dr. Soebandi Jember, Ruang ICU tersiri dari 11 Ruangan yaitu

1 kamar mandi, 2 Ruang ganti, 1 Ruang kepala Ruangan, 1 Ruangan

gudang alat, 1 Ruangan isolasi, 1 Ruangan pasien yang terdapat 14

bed, 1 Ruangan khusus alat cuci alat pasien, 1 Ruang dokter, 1 dapur.

Keterangan

1 : Ruang kusus cuci alat pasien 7 : Ruang diskusi


2 : Ruang isolasi 8 : Ruang CI
3 : Meja perawat 9 : Kamar mandi
4 : Penyimpanan alat 10 : dapur
5 : Ruang ganti laki-laki 11 : Ruang istirahat dokter
6 : Ruang ganti perempuan

Gambar 4.1 Denah Lokasi Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018

54
55

4.1.2 Pengkajian

1. Identitas Klien

Tabel 4.1 Identitas Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post.
trepansi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan di
Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Gudang duren 3/8 subo pakusari
Tanggal MRS : 25 Juni 2018
Ruangan : ICU
Tanggal Pengkajian : 25 Juni 2018, 12.00 WIB
No. Reg : 217770
Diagnose Medis : COB post op trepanasi + trakeostomi

2. Penanggung Jawab

Tabel 4.2 Identitas Penanggung Jawab Klien yang mengalami cedera


kepala berat post. trepansi hari ke-0 dengan gangguan
ventilasi spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember

Penanggung Jawab
Klien
Nama : Ny. D
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Hubungan dengan Klien : Istri
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Alamat : Gudang duren 3/8 subo pakusari
No. Telp : -
56

3. Status Kesehatan Saat Ini

Tabel 4.3 Status Kesehatan Saat Ini Tn. S yang mengalami cedera kepala
berat post kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan
di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

History Pasien
Keluhan : Penurunan kesadaran GCS 1-1-2
utama
Saat : Pasien tidak sadar
pengkajian

Riwayat : Klien Kecelakaan lalu lintas datang pada tanggal 25 juni


Penyakit 2018 rujukan dari puskesmas bondowoso dengan post KLL,
Sekarang sepeda motor dengan truk pertamina, memakai helm,
pendarahan dari hidung, luka lecet pada lengan kaki dan
punggung, brill hematoma pada mata kanan, ngorok, di
RSD dr. soebandi di IGD pasien datang dengan keadaan
lemah, sampai mengalami penurunan kesadaran, pasien
tidak sadar, dengan GCS 1-1-2, klien mengalami
penurunan kesadaran semenjak datang ke Rumah Sakit
sampai pengkajian.

Riwayat : Keluarga pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang


Penyakit memiliki penyakit diabetes militus, penyakit jantung dan
Dahulu hipertensi

4. Genogram
57

Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan

: Menikah
: Meninggal

: Pasien

: Garis Keturunan

Gambar 4.2 Genogram klien yang Mengalami gangguan ventilasi spontan


di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember Juni 2018
58

5. Pemeriksaan fisik
Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik B1-B6 Tn. S yang mengalami cedera kepala
berat post. kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi
spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Obsevasi
Breathing : Pasien datang terpasang trakea kanul no 8, dibantu
dengan bagging, dengan jacson rest 10 – 15 liter, RR
16x permenit, SpO2 93-95%, , bentuk dada pigeon
chest, retraksi dinding dada sama kanan kiri, perkusi
sonor, terdapat suara napas tambahan ronchi pada dada
sebelah kanan lubus ke 3

Blood : Perfusi perifer: pucat, kering, dingin, CRT 2 detik,


konjungtiva anemis, ictus cordis tidak tampak, ictus
cordis teraba di ICS V mid chlavikula sinistra, Perkusi
redup di daerah kanan atas II ke IV, kiri atas II ke kiri
bawah IV ke II, terdengar bunyi jantung S1 dan S2
tunggal
Monitor (HR: 127x/menit, Tekanan Darah: 73/40
mmHg, suhu 36oC, EKG sinus takikardi)
terpasang drain dengan produksi 150cc, warna merah

Brain : Kesadaran coma, GCS 1-X-1 terpasang trakeos kanul,


pupil anisokor, diameter 2mm, reflek cahaya tidak ada -
/- reflek Babinski normal , terpasang drain
Bladder : Pasien terpasang kateter no. 16, urine 240cc/3jam,
warna kuning keruh,
Bowel : Terpasang NGT no 16, mulut kering,
Nutrisi : D5 6x 100cc, residu 30cc, warna merah keruh.
Bentuk abdomen datar, bising 5x/menit, perkusi
tympani, tidak ada masa abdomen
Bone : Terpasang sekang infus di kaki kiri, akral dingin, wajah
Muskuloskletal pucat, mata akral dingin, edema pada bagian ektremitas
atas dan bawah, gigi kotor, mulut bau, semua aktivitas
dibantu oleh perawat, kekuatan tonus otot
1111 1111
111 111
59

6. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4.5 Pemeriksaan Penunjang Tn. S yang mengalami cedera kepala
berat post kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan di
Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Tanggal Pemeriksaan Hasil Normal


25 juni 2018 Hemoglobin 14,1 13,5 – 17,5 gr/dL
Leokosit 9,3 4,5 – 11,0/mm3
Hematocrit 41,2 41 – 53%
Trombosit 114 150 – 450 10o/L

Albumin 2,8 3,4 – 4,8gr/dL

Natrium 148,4 135 – 155mmol/L


Kalium 4,02 3,5 – 5,0mmol/L
Chloride 116,7 90 – 110mmol/L
Calcium 1,95 2,15 – 2,57mmol/L

7. Terapi Pengobatan
Tabel 4.6 Terapi Pengobatan Tn. S yang mengalami cedera kepala berat
post. kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan di
Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Tanggal Terapi pengobatan Dosis


25 juni 2018 1. Ttransfusi 2 colf 600 cc (infus)
2. PZ 1000 ml (infus)
3. Manitol 6 x 100cc (infus)
4. Ceftriaxone 2x1 gr
5. Ranitidine 2x 250 mg injeksi
6. Antrain 3x1g injeksi
7. Kutoin 3x 100 mg
8. Kalnex 3 x 500 mg
9. Mo 0,8 gr/ 24 jam
10. Miloz 5 mg/ 24jam
60

4.1.3 Analisa data

Tabel 4.7 Analisa data Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post
kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan di Ruang
ICU RSD dr. Soebandi Jember 25 juni 2018

Data Etiologi Masalah


DS: - Cedera otak berat Gangguan ventilasi
DO: spontan
- Kesadaran koma Peningkatan
- Pasien datang itrakarnial
terpasang trakeos
kanul no 8 Menekan saraf
- Pasien dibantu dengan sereblum
bagging
- Bagging dengan JR 10 Gangguan fungsi
– 15 liter, otot respirasi
- Dengan hembusan 16x
permenit Otot paru tidak
- SpO2 93-95% mampu berkerja
- Terdapat bunyi napas secara oktimal
tambahan rochi
- GCS 1X1 Gangguan ventilasi
spontan

DS:- Kurang aktivitas Reiko gangguan


DO : fisik perfusi jaringan
- CRT 2 detik serebral tidak efektif
- Warna kulit pucat Tekanana darah
- Akral dingin menurun
- Edema pada bagian
ektremitas atas dan Gangguan suplay
bawah darah
- GCS 1-X-1,
- Reaksi pupil unisokor - Penurunan suplay
/- darah pada jaringan
TTV tubuh dan otak
- TD73/40 mmHg,
- nadi 127x/menit Penurunan aliran
- RR 16 x/menit darah pada darah
- Suhu 36oC

perifer dan sel otak

Perfusi perifer tidak


efektif
Sambugan……
61

Table 4.7 lanjutan…


DS: - Post op kraniotomi Defisit perawatan diri
DO:
- Gigi kotor bedres total
- Mulup bau
- Semua aktivitas dibantu kelemahan otot
oleh perawat ektemitas
- GCS 1-X-1
- Bibir pucat aktivitas terhambat
- Ganti pempes
- Badan kotor Kurang perawatan
secara mandiri

Defisit keperawatan
diri
62

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.8 Diagnosa keperawatan Tn. S yang mengalami cedera kepala


berat post kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi
spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Tanggal Jam Diagnosa Keperawatan


25 Juni 12.00 Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan
2018 keletihan otot paru ditandai dengan:
- Kesadaran koma
- Pasien datang terpasang trakeos kanul no 8
- Pasien dibantu dengan bagging
- Bagging dengan JR 10 – 15 liter,
- Dengan hembusan 16x permenit
- SpO2 93-95%
- Terdapat bunyi napas tambahan rochi
- GCS 1X1
25 Juni 13.00 Resiko gangguan perfusi jaringan serebral tidak
2018 efektif berhubungan dengan cedera otak berat tandai
dengan:
- CRT 2 detik
- Warna kulit pucat
- Akral dingin
- Edema pada bagian ektremitas atas dan bawah
- GCS 1-X-1,
- Reaksi pupil unisokor -/-
TTV
- TD73/40 mmHg,
- nadi 127x/menit
- RR 16 x/menit
- Suhu 36oC
25 juni 14.00 Defisit keperawatan diri berhubungan dengan pasien
2018 komaditandai dengan:
- Gigi kotor
- Mulup bau
- Semua aktivitas dibantu oleh perawat
- GCS 1-X-1
- Bibir pucat
- Badan kotor
63

4.1.5 Intervensi

Tabel 4.9 Intervensi Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post.
kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan vetilasi spontan di Ruang
ICU RSD dr. Soebandi Jember.
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
(Tujuan & Kriteria
Hasil)
Gangguan ventilasi 1. Obsevasi status 1. Mengetahui pernapasan
spontan berhubungan pernapasan (Pola klien yang abnormal
dengan keletihan otot paru pernapasan, frekuensi 2. Membantu respon
Setelah dilakukan pernapasan, tidal pasien terhadap
tindakan keperawatan volume, BGA, SpO2) ventilator
2. Obsevasi status 3. Mengurangi gangguan
selama 1 x 24 jam ventilasi mekanik jalan napas
diharapkan tidak 3. Mengatur posisi semi 4. Mengeluarkan sekret
terjadi gangguan fower yang menyumbat jalan
ventilasi spontan 4. Lakukan penghisa-pan napas
dengan kriteria hasil: sekret dengan suction 5. Mengurangi sekret yang
1. Mampu bernapas 5. Lakukan fisioterapi menyumbat jalan napas
spontan dada (clapping,vibrasi 6. Kebutuhan cairan dapat
2. SpO2 97-100% dan lain-lain) membantuk
6. Kaji tingkat status pengenceran secret
3. pola napas teratur hidrasi 7. Mempertahankan sel
4. Tidak ada Suara napas 7. Trafusi PRC darah merah setelah
tambahan ronchi 8. Kolaborasi pemasangan oprasi
5. TTV dalam rentang ventilator dan 8. Pemenuhan oksigen
normal pemberian obat-obatn sebagai pemenuhan
RR dalam rentang pernapasan
normal (14 - 20
x/menit)
Tekanan Darah (90/60
- 120/80 mmHg)
Nadi 60 – 100x/ menit
Resiko gangguan jaringan 1. Kaji status 1. Mengetahui kondisi
serebral berhubungan hemodenamik (Tekanan pasien secara dini
dengan cedera otak berat darah, Nadi, Suhu, 2. Mengetahui pengiriman
Setelah dilakukan tindakan Warna kulit, Edema) oksigen ke jaringan
keperawatan selama 1 x 24 2. Observasi sel darah putih 3. Mengetahui status
jam di harapkan pasien 3. Observasi pergerakan kesadaran pasien
tidak terjadi gangguan motorik pasien 4. Mengetahui tanda-tanda
jaringan serebral yang di TIK
tandai dengan kriteria

Sambungan….
64

Tabel 4.9 lanjutan…


hasil: 4. Observasi tanda-tanda 5. Membantu pasien
1. CRT < 2 detik TIK istirahat yang cukup
2. Warna kulit tidak pucat 5. Ciptakan lingkungan 6. Pengobatan dengan
3. Turgor kulit 1 detik yang kondusif farmakologi
4. Tidak terjadi edema 6. Kolaborasi dengan
pada ektermitas dokter pemberian obat-
5. TTV dalam rentang obatan untuk
normal meningkatkan volume
RR dalam rentang intravaskuler
normal (14 - 20
x/menit)
Tekanan Darah (90/60 -
120/80 mmHg)
Nadi 60 – 100x/ menit

Defisit keperawatan diri 1. Observasi penyebab 1. Mengetahui adanya


berhubungan dengan defisit perawatan diri ketergantaungan
pasien koma 2. Berikan bantuan untuk terhadap bantuan
Setelah dilakukan tindakan personal hygiene melakukan perawatan
keperawatan selama 3x8 3. Lakukan perawatan diri
jam diharapkan kebutuhan membran mukosa oral 2. Membantu agar
perawatan diri pasien dan kebersihan tubuh mampu melakukan
terpenuhi ditandai dengan 4. Lakukan perawatan secara mandiri
KH : kateter 3. Mencegah terjadinya
1. Gigi tidak kotor 5. Kolaborasi dengan defisit perawatan diri
2. Mulut tidak bau penggunaan terapi fisik 4. Meningkatkan
3. Badan brsih dan okupasi sebagai personal hygiene
4. Tidak tampak kotor sumber dalam pasien
5. Badan tidak kotor perencanaan aktivitas 5. Mengurangi adanya
perawatan pasien penurunan kebutuhan
perawatan diri
65

4.1.6 Implementasi

Tabel 4.10 Implementasi pada Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post.
kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi spontan di Ruang
ICU RSD dr. Soebandi Jember.

Dx. Keperawatan Jam 25 Juni 2018

Gangguan 12.00 - Kolaborasi pemasangan ventilator dan pemberian


ventilasi spontan obat-obatan
berhubungan Respon: Dipasang ventilator dengan mode VC-
dengan keletihan SIM, FiO2 50%, VT 400mL/kg, Ti 1,40,frekuensi
otot paru napas 14x/menit, PEEP 5.0cmH2O
- Mengkaji status pernapasan
Respon: Pola pernapasan teratur, Frekuensi
12.15 pernapasan 18x/menit, Tidal volume 400mL/kg,
SpO2 93-95%
- Mengkaji status ventilasi mekanik
Respon: ventilasi terpasang pada trakeos kanul
12.30 - Memberikan prafusi PRC 2 kolf
Reson: diberikan pukul 12.30 dan 14.30
12.30 - Mengatur posisi pasien semi fower
Respon: diposisikan 15o
- Melakukan penghisapan sekret dengan suction
15.00 Respon: secret berarna kuning
- Lakukan fisioterapi dada (clapping,vibrasi dan
lain-lain)
20.00 Respon: suara rochi terdengar jelas

Resiko ganggaun 12.00 - Kaji status hemodenamik


perfusi jaringan Respon: Tekanan darah 73/50mmHg, nadi
serebral 102x/menit, suhu 36oC, warna kulit pucat
berhubungan 12.15 - Kaji pergerakan motorik pasien
dengan cedera Respon: GCS 1x1
otak berat 13.00 - Ciptakan lingkungan yang kondusif:
Respon:tidak ada jam besuk
12.00 - Kolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
untuk meningkatkan volume intravaskuler:
Respon: manitol 6x100cc, PRC 2
Defisit 12.00 - Mengkaji penyebab defisit perawatan diri
keperawatan diri Respon: pasien dalam keadaan coma
berhubungan 12.15 - Memberikan bantuan personal hygiene
dengan pasien Respon: pasien tidak bau
koma 13.00 - Menyiptakan lingkungan bersih
Respon: membersihakan lingkungan setelah
melakukan asuhan keperawatan
12.00 - Melakukan perawatan kat
Respon: membuang urine setiap 3 jam sekali
66

4.1.7 Evaluasi

Tabel 4.11 Evaluasi pada Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post.
kraniotomi hari ke-0 dengan gagguan ventilasi spontan di Ruang
ICU RSD dr. Soebandi Jember

Diagnosa Tanggal Jam Evaluasi


25 Juni 23.00 S
2018 O:
- Observasi status pernapasan
- RR 18 x/menit
- Suara ronchi, di paru sebelah kanan
- Pasien bernapas mengguanakan batuan
ventilator
- Sekret keluar berwarna kuning kental
- Ventilator mode VC-SIM, FiO2 50%,
VT 400mL/kg, Ti 1,40, frekuensi
napas 14x/menit, PEEP 5.0cmH2O,
A: masalah teratasi sebagaian
P: intervensi dilanjutkan
- Obsevasi status pernapasan (Pola
pernapasan, frekuensi pernapasan, tidal
volume, BGA, SpO2)
- Obsevasi status ventilasi mekanik
- Lakukan penghisapan sekret dengan
suction
- Kolaborasi pemasangan ventilator dan
pemberian obat-obat
25 Juni 23.00 S: -
2018 O:
- CRT 3 detik
- Warna kulit pucat
- Akral dingin
- Turgor kulit 3 detik
- Edema pada bagian tangan kanan
- TD: 80/55mmHg
- 95x/menit
- Suhu 36,5oC
A: Masalah belum teratasi, muncul
masalah baru resiko infeksi
P: Intervensi dilanjutkan
- Kaji status hemodenamik (Tekanan
darah, Nadi, Suhu, Warna kulit,
Edema)
- Observasi sel darah putih
- Observasi pergerakan motorik pasien
- Observasi tanda-tanda TIK
Sambungan……
67

Tabel 4.12 lanjutan…..


- Ciptakan lingkungan yang kondusif
- Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat-obatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler

25 Juni 23.00 S:
2018 O:
- mulut tidak berbau
- Tubuh bersih
- Kuku kotor
A:masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
- Observasi penyebab defisit perawatan
diri
- Berikan bantuan untuk personal
hygiene
- Lakukan perawatan membran mukosa
oral dan kebersihan tubuh
- Lakukan perawatan kateter
68

4.1.8 Catatan Perkembangan

Tabel 4.12 Evaluasi pada Tn. S yang mengalami cedera kepala berat post op kraniotomi hari ke-0 dengan gangguan ventilasi
spontan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember

Diagnosa Jam 26 Juni 2018 Jam 27 Juni 2018


Keperawatan
Gangguan 07.00 S: - 07.00 S: -
Ventilasi Spontan O: O:
08.00 - Klien belum mampu bernafas spontan 07.15 - Klien sudah bisa nafas spontan
08.15 - Terdapat suara nafas tambahan 08.15 - Terdapat suara nafas tambahan dan
ronkhi weezing
10.00 - Bantuan nafas menggunakan CPAP 10.00 - Klien menggunakan Y-piece
10.15 - RR: 18 x/menit 10.15 - RR 18x/menit
10.15 - SpO2: 95 % 10.15 - SpO2: 95 %

A: Gangguan pernafasan spontan belum A: Gangguan ventilasi spontan tercapai


tercapai sebagian
P: Intervensi dilanjutkan: P: Intervensi dilanjutkan:
09.00 1. Mengobservasi status pernafasan 08.00 1. Mengobservasi status pernafasan
2. Mengkaji status ventilasi mekanik 2. Mengkaji status ventilasi mekanik
3. Mengatur posisi pasien semi fower 3. Mengatur posisi pasien semi fower
4. Lekukan penghisapan secret dengan 4. Lekukan penghisapan secret dengan
suction suction
5. Lalukan fisioterapi dada 5. Lalukan fisioterapi dada
6. Kaji tingkat status hidrasi klien 6. Kaji tingkat status hidrasi klien
7. Kolaborasi pemasangan penyetingan 7. Kolaborasi pemasangan penyetingan
ventilator dan pemberian obat-obatan ventilator dan pemberian obat-obatan
Sambungan…
69

Tabel 4.12 lanjutan…


I: 12.00 I:
12.00 1. Mengobservasi status pernafasan 1. Pantau adanya suara napas tambahan
Respon: Suara nafas ronkhi, pola Respon: Terdengar suara weezing,
nafas normal (Apnea), frekuensi 18 pola napas tidak teratur, frekuensi
x/menit, SpO2 = 98 % 12.05 40x/menit, SpO2 94%
12.15 2. Mengkaji status ventilasi mekanik 2. Mengkaji status ventilasi mekanik
Respon: Ventilator dilepas, pasien Respon: Dilakukan pemasangan alat
bernapas spontan dibantu dengan bantu nafas kembali CPAP
oksigen 6-8ml dikarenakan klien gagal penyapian
12.30 3. Mengatur posisi semi fower 12.05 ventilator
Respon: Pasien di posisikan head up 3. Mengatur posisi semi fower
13.00 4. Lakukan penghisapan secret dengan 15.00 Respon: Pasien di posisikan head up
suction 4. Lakukan penghisapan secret dengan
Respon: Disucion setiap terdengar suction
ronchi Respon: Disucion setiap terdengar
13.15 5. Kolaborasi pemasangan penyetingan 12.05 ronchi
ventilator dan pemberian obat-obatan 5. Kolaborasi pemasangan penyetingan
Respon: Ventilator dilepas, digati ventilator dan pemberian obat-obatan
Ypeace Respon: Ventilator mode VC-SIM,
FiO2 50%, VT 400mL/kg, Ti 1,40,
frekuensi napas 14x/menit, PEEP
15.00 E: 5.0cmH2O, pemberian midazolam
S:- dilanjutkan 5mg/jam
O: 15.00 E:
1. Suara nafas ronkhi, pola nafas normal S:-
(Apnea) O:
2. frekuensi 18 x/menit 1. Terdengar suara weezing
3. SpO2 = 98 % 2. Pola napas tidak teratur
4. Ventilator dilepas 3. Frekuensi 40x/menit
Sambungan…
70

Tabel 4.12 lanjutan..


R: Gangguan ventilasi spontan 4. SpO2 94%
belumtercapai 5. Ventilator mode VC-SIM, FiO2 50%,
VT 400mL/kg, Ti 1,40, frekuensi
napas 14x/menit, PEEP 5.0cmH2O,
6.
R: Gangguan ventilasi spontan
belumtercapai
07.00 S: - 07.00 S: -
Perfusi jaringan
O: O:
serebral tidak
07.30 1. Kesadaran: coma 07.30 1. Kesadaran: coma
efektif
2. GCS: 1x2 = 3 2. GCS: 1x1 = 2
3. CRT 3 detik 3. CRT 2 detik
4. Edema pada ektremitas atas dan 4. Edema pada ektremitas bawah
bawah 5. Suhu 36oC
5. Suhu 37oC 6. Warna kulit pucat
6. Warna kulit pucat 7. TD: 100/73 mmHg
7. TD: 80/50 mmHg 8. N: 142 x/menit
8. N: 108 x/menit 9. Pupil: Isokor dengan diameter 2 mm
9. Pupil: Isokor dengan diameter 2 10. Terapi manitol 6x100
mm
10. Terapi manitol 6x100
09.00 A: 09.00 A:
Resiko gangguan perfusi jaringan serebral Resiko gangguan perfusi jaringan serebral
tidak efektif belum tercapai tidak efektif belum tercapai

Sambungan….
71

Tabel 4.12 lanjutan..


09.30 P: 09.00 P:
1. Observasi status neurologis 1. Observasi status neurologis
a. Tekanan darah a. Tekanan darah
b. Nadi b. Nadi
c. Suhu c. Suhu
d. Warna kulit d. Warna kulit
e. Edema e. Edema
2. Observasi GCS 2. Observasi GCS
3. Observasi tanda-tanda TIK 3. Observasi tanda-tanda TIK
4. Ciptakan lingkungan yang kondusif 4. Ciptakan lingkungan yang kondusif
5. 5.
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian 6. Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat-obatan untuk meningkatkan obat-obatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler volume intravaskuler

15.00 I: 12.00 I:
1. Mengobservsi status neurologis 1. Mengobservsi status neurologis
Respon: Respon:
a. Tekanan darah 90/60 mmHg a. Tekanan darah 100/70 mmHg
b. Nadi: 90x/menit b. Nadi: 106x/menit
c. Suhu 37 c. Suhu 37,5oC
d. Warna kulit pucat d. Warna kulit pucat
e. Edema pada ektremitas atas dan e. Edema pada ektremitas bawah
bawah
09.00 2. Mengobservasi GCS 1X2 13.00 3. Mengobservasi GCS 1X1
10.00 4. Mengobservasi tanda-tanda TIK 13.30 4. Mengobservasi tanda-tanda TIK
Respon: cairan 30cc/6jam Respon: cairan 10cc/6jam

Sambungan….
72

Tabel 4.12 lanutan..


11.00 7. Minimalkan stimulus lingkungan 5. Minimalkan stimulus lingkungan
Respon: Di Ruang ICU tidak Respon: Di Ruang ICU tidak
diberlakukan jam kunjung selama diberlakukan jam kunjung selama
perawatan, pendingin Ruangan yang perawatan, pendingin Ruangan yang
cukup dan Ruang ICU jauh dari cukup dan Ruang ICU jauh dari
lingkungan yang ramai lingkungan yang ramai
8. Pemberian manitol 6x100cc/hari 6. Pemberian manitol 6x100cc/hari
E: 15.00 E:
19.00 S:- S:-
O: O:-
1. Kesadaran: coma 5. Kesadaran: coma
2. GCS: 1x2= 3 6. GCS: 1x1= 2
3. Warna kulit pucat 7. Warna kulit pucat
4. Suhu 37 4. Suhu 37,5oC
5. Edema pada ektremitas atas dan 5. Edema pada ektremitas bawah
bawah 6. TD: 100/62 mmHg
6. TD: 90/62 mmHg 7. N: 102x/menit
7. N: 95 x/menit 8. Urine 2000cc/24jam
8. Urine 2250cc/24jam
R: Resiko gangguan perfusi jaringan R: Resiko gangguan perfusi jaringan
serebral tidak efektif belum tercapai serebral tidak efektif belum tercapai

Defisit
keperawatan diri
S: - S: -
O: O:
1. Mukosa bibir kering 1. Mukosa bibir kering
07.00 2. Output (urin): 2450 cc 2. Output (urin): 2450 cc
3. Badan kotor 3. Badan kotor
4. Mulut bau 4. Mulut bau
Sembungan…
73

Tabel 4.12 lanjutan..


A: 5. A:
07.15 Defisit keperawatn diri Defisit keperawatan diri
08.00 P: P:
1. Mengobservasi penyebab defisit 1. Mengobservasi penyebab defisit
keperawatan diri keperawatan diri
2. Memberikan batuan personal 2. Memberikan batuan personal hygiene
hygiene 3. Memberikan bantuan makan dan
3. Memberikan bantuan makan dan minum
minum 4. Menciptakan lingkungan yang bersih
4. Menciptakan lingkungan yang 5. Lakukan perawatan kateter
bersih
5. Lakukan perawatan kateter
I: 07.30 I:
07.30 Mengobservasi penyebab defisit Mengobservasi penyebab defisit
keperawatan diri keperawatan diri
Respon: pasien coma tidak sadarkan diri Respon: pasien coma tidak sadarkan diri
Membantu personal hygiene pasien 0 Membantu personal hygiene pasien
08.00 Respon: melakukan seka, perawatan luka Respon: melakukan seka, perawatan luka
dan hygiene oral dan hygiene oral
Memberikan makanan personde Memberikan makanan personde
09.00
Respon: Pasien dilakukan kumbah Respon: Pasien dilakukan kumbah lambuh
lambuh terlebih dahulu nacl 200cc dengan terlebih dahulu nacl 200cc dengan output
output 100cc dan di berikan D5 100cc 100cc dan di berikan D5 100cc

Menciptakan lingkungan hygiene Menciptakan lingkungan higiene


Respon: mencuci tangan sebelum dan Respon: mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien, sesudah kontak dengan pasien,
membersikan area pasien setelah membersikan area pasien setelah tindakan,
10.00
tindakan, mengganti pempers, seprai mengganti pempers, seprai pasien
pasien
Sambungan…
74

Tabel 4.12 lanjutan..


E: E:
13.00 S: - s: -
O: o:
1. GCS 1X1 1. GCS 1X1
2. Pasien bersih 2. Pasien bersih
3. Mulut tidak bau 3. Mulut tidak bau

R: masalah teratasi sebagaian R: masalah teratasi sebagaian


75

4.2 Pembahasan

Dalam BAB ini penulis akan melihat apakah Asuhan Keperawatan Gadar Pada

Klien Yang Mengalami cedera otak berat dengan gangguan ventilasi sponatan Di

Ruang ICU RSD dr Soebandi Jember mulai dari pengkajian sampai evaluasi yang

dilakukan pada tanggal 25 Juni sampai dengan 27 Juni 2018 apakah sesuai dengan

tinjauan pustaka, adapun kesenjangan yang perlu di bahas antara lain:

4.2.1 Pengkajian

1. Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 pada pemeriksaan

penunjang, klien Tn.S tidak dilakukan pemeriksaan AGD (Analisa Gas

Darah).

Sedangkan dalam teori AGD (Analisa Gas Darah) merupakan salah satu

pemeriksaan untuk mengetahui apakah klien mengalami gangguan

pertukaran gas dalam darah sehingga dapat mengobati dengan tepat.

Analisah Gas Darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigen)

jika terjadi peningkatan tekanan intracranial (Satyanegara, 2010).

Hal yang menjadi factor tidak dilakukannya pemeriksaan AGD (Analisa

Gas Darah), klien tidak mengalami gangguan pernafasan, RR 18x/menit,

hemoglobin 14,1 gr/dL dibantu dengan pemasangan ventilator. AGD

direncanakan apabila klien mengalami gangguan pernafasan seperti nafas

cepat (Dispneua), dan gangguan pada paru-paru. Karena manfaat

pemeriksaan AGD untuk mengukur karbondioksida dalam darah, dan dapat

menentukan tingkat keasaman pH.


76

4.2.2 Diagnosa Keperwatan

Diagnosis keperawatan yang ditemukan pada Tn. S sebanyak 3

diagnosis, di antaranya adalah gangguan ventilasi spontan, resiko perfusi

jaringan serebral tidak efektif, dan defisit keperawatan diri.

Teori Antonia, dkk (2016 ) dan Batticaca (2012) menjelaskan bahwa terdapat 6

diagnosis keperawatan yang terjadi pada pasien cedera kepala berat, di antaranya

adalah

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif

Berdasarkan tabel 4.7 hasil analisa data pada pasien tidak ditemukanya

bersihan jalan napas tidak efektif

Menurut SDKI PPNI 2016 bersihan jalan napas tidak efektif adalah

ketidak mampuan membersihkan secret ataupun obtruksi jalan napas untuk

memepertahankan jalan nafas yang paten.

Menurut paneliti pasien Cedera Otak Berat dengan Post Op trepansi

diperlukan bantuan pernafasan, pembuatan jalur napas alterative berguna

untuk memudahan O2 samapai keparu-paru dengan adekuat serta

mempermudah membersihan jalur pernafasan (saluran pembuangan cairan

yang berasal pada paru-paru) dan alat bantu pernapasan dalam jangka

panjang.

2) Nyeri akut

Berdasarkan tabel 4.7 dari analisa data pada pasien tidak ditemukan

nyerti akut.
77

Menurut SDKI PPNI (2016) nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan fungsional,

dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Menurut peneliti Nyeri akut sendiri akan dirasakan pasien setelah pasien

berhasil dilakukan penyapihan ventilator dan obat antpiretik dikurangi

ataupun dihentikan pada Tn. S diberikan miloz untuk sengaja membuat

pasien tidur dan mofrin untuk memanajemen nyeri pasien.

3) Resiko gangguan integritas kulit dekubitus

Berdasakan tabel 4.7 hasil penelitian kien Tn.S tidak mengalami resiko

gangguan integritas kulit.

Menurut teori resiko kerusakan intregitas kulit decubitus merupakan

suatu keadaan dimana jaringan kulit telah rusak akibat tekanan langsung

pada kulit dan akibat tekanan, biasanya terjadi pasien yang tidak dapat

beraktivitas mandiri pada hari ke-5 beresiko mengalami kerusakan itregitas

kulit (Suheri, 2009)

Menurut peneliti resiko gangguan intregitas kulit tidak terjadi karena

kasur udara yang digunakan pasien, sehingga kasur mengikuti lekukan tubuh

pasien. Hal itu meminimalkan terjadinya penekanan pada punggung pasien

yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah pasien


78

4.2.3 Intervensi

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9 Intervensi keperawatan pada

diagnosis keperawatan gangguan ventilasi spontan sesuai dengan konsep teori

yang ada, namun ada beberapa intervensi yang tidak dilakukan yaitu tes AGD.

Sedangkan pada Wilkinson (2016), terdapat intervensi pantau efek

perubahan ventilator terhadap oksigenasi: AGD, SaO2, SvO2, namun pada

intervensi tidak dilakukan AGD pada pasien.

AGD adalah prosedur pemeriksaan medis yang berjuan untuk mengukur jumlah

oksigen dan karbon dioksida dalam darah biasanya ditandai dengan: sesak

napas, sulit bernapas, kebingungan, mual (Muhlisin, 2015)

Menurut peneliti Tn. S tidak dilakukan tindakan ADG karena RR pasien

normal yaitu 16x/menit, tidak ada mual dan kadar hemoglobin 14,1 gr/dL.
BAB 5

PENUTUP

Pada BAB ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan hasil studi kasus dan saran

yang dapat diberikan penulis tentang karya tulis ilmiah yang berjudul asuhan

keperawatan pasien yang mengalami cedera kepala berat dengan gangguan ventilasi

spotan di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember.

5.1 Kesimpulan

Asuhan keperawatan pasien yang mengalami cedera kepala berat dengan

gangguan ventilasi spontan di ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember memerlukan

waktu dan proses berkesinambungan sesuai dengan bagaimana kondisi klien,

dimana penulis menggunakan pendekatan management proses keperawatan yang

terdiri dari beberapa proses yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,

evaluasi. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus diatas, maka

didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Pengkajian

Hasil pengkajian didapatkan bahwa Tn. S yang mangalami Kecelakaan

lalu lintas pada tanggal 25 juni 2018 pendarahan dari hidung, luka lecet pada

lengan kaki dan punggung, brill hematoma pada mata kanan, ngorok, di RSD dr.

soebandi di IGD pasien datang dengan keadaan lemah, sampai mengalami

penurunan kesadaran, pasien tidak sadar, dengan GCS 1-1-2, klien mengalami

penurunan kesadaran semenjak datang ke Rumah Sakit sampai pengkajian, tidak

dilakukan AGD pada konsep teori pasien cedera kepala berat dengan gangguan

ventilasi spontan dilakukan pemeriksaan salah satunya AGD. Hal ini dapat

terjadi karena Tn. S sudah dilakukan tindakan kraniotomi dan trakeostomi


79
80

sehingga memungkinkan penurunan TIK dan keadekuatan oksigen pada paru-

paru sehingga tidak dilakukan AGD.

5.1.2 Diagnosa

Terdapat 6 diagnosis yaitu gangguan ventilasi spontan, resiko perfusi

jaringan tidak efektif, defisit keperawatan diri, bersihan jalan nafas tidak efektif,

nyeri akut dan gangguan integritas kulit. Diagnosa keperawatan yang muncul

pada saat pengkajian hanya terdapat 3 diagnosis keperawatan yang yaitu 1)

gangguan ventilasi spontan, 2) resiko perfusi jaringan tidak efektif 3) defisit

keperawatan diri. Dan 3 diagnosa yang tidak muncul diantaranya 1) bersihan

jalan nafas tidak efektif, 2) nyeri akut dan 3) resiko infeksi. Hal ini disebabkan

karena diagnosis ditegakkan pada saat pasien sudah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 hari.

5.1.3 Intervensi

Perencanaan pada pasien cedera kepala berat disesuaikan sesuai dengan

konsep teori namun terdapat beberapa intervensi yang kurang yaitu

pemeriksaan AGD, hal itu dikarenakan pasien dilakukan tindakan trakeostomi

yang mendukung oksigen adekuat ke paru-paru, dengan tanpa gangguan

pernapasan.

5.1.4 Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah

direncanakan sebelumnya, namun terdapat beberapa implementasi yang tidak

dilakukan pada catatan perkembangan. Hal ini disebabkan karena implementasi

harus dilakukan sesuai dengan jadwal.


81

5.1.5 Evaluasi

Evaluasi pada pasien dengan gangguan ventilasi spotan adalah belum

tercapi. Hal ini disebabkan karena kriteria hasil pada pasien tersebut adalah

kriteria hasil mampu bernapas spontan tanpa bantuan ventilator. Sedangkan

pasien masih menggunakan alat bantu pernapasan selama perawatan.

5.2 Saran

Setelah penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul asuhan

keperawatan pasien yang mengalami cedera kepala berat dengan gangguan ventilasi

spontan Di Ruang ICU dr. Soebandi Jember, penulis ingin menyampaikan beberapa

saran sebagai berikut:

5.2.1 Responden dan Keluarga

Bagi keluaga pasien disarankan untuk selalu menjaga keselamatan dan

keamanan pasien. Apabila muncul keluhan lain disarankan pada keluarga agar

melapor kepada perawat.

5.2.2 RSD dr. Soebandi Jember

Diharapkan agar lebih meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan

pada pasien cedera kepala berat dan memperbaharui ilmu tentang asuhan

keperawatan pada pasien cedera kepala berat.

5.2.3 Bagi Profesi

Untuk mempertahankan pelayanan asuhan keperawatan dengan baik dan

memberikan KIE kepada pasien untuk mempermudah perawatan dalam

melakukan asuhan keperawtan yang sesuai.


82

DAFTAR PUSTAKA

Awaloei, A. C., Mallo, N. T. ., & Tomuka, D. T. (2016). Gambaran cedera kepala yang
menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr . R . D
. Kandou. Jurnal E-Clinic (ECl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016, 4, 2–6.

Batticaca, F. B. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Budyasih, S. (2013). Asuhan Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014.

Hasanah, N. F. (2016). Asuhan keperawatan klien yang mengalami cedera kepala berat
dengan gangguan perfusi jaringan serebral di ruang Gardena RSD dr. Soebandi
Jember. Karya Tulis Ilmiah.

Satyanegara. (2010). Ilmu Bedah Saraf IV. Jakarta: PT.Gramedia. Haswita,

& Sulistyowati, R. (2017). Kebutuhan Dasar Manuia. Jakarta: CV. Trans Info Medika.

Krisandi, E., Utomo, W., & Indriati, G. (2011). Gambaran Status Kognitif pada PAsien
Cedera Kepala yang Telah Diizinkan Pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru,
1–8.

Krisanty, P. (2013). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat (3rd ed.). Jakarta: CV. Trans
Info Medika.

Krisanty, P., Manurung, S., & dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Gangguan Neurologi. In 5 (p. 1817). Jakarta: EGC.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mutaqin, A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengn Gangguan Sistem


Pernfasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2012). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. In H. H. Rahil


(Ed.), Julid 1 (1st ed., p. 125). Jogjakarta: Penerbit Mediaction.

Paramitha, N. (2016). Asuhan Keperawatan Klien yang mengalami Cedera Kepala


dengan Gangguan Perfusi Jaringan Serbral di Ruang Bedah RSUD Genteng
Banyuwangi. Karya Tulis Ilmiah.
83

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat.

Prabowo, D. (2016). Penatalaksanaan gawat darurat pasien dengan cedera kepala.

Siswanto, H. (2016). Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


pada Nn. R di Ruang Teratai RSUD DR. Soedirman Kebumen, 1–73.

Tarwoto, & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Poses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Wardani, A. K. (2017). Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala Berat
dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto. Karya Ilmiah Akhir Ners.

Wilkinson, J. (2016). Diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA-1, intervensi NIC,


hasil NOC. In 1 (10th ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai