Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

Hematemesis Melena ec. Dispepsia susp. Gastritis Erosif


D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

dr. VEBI AMANDA CLARISA

PENDAMPING :

dr. NUR IKHWANI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEC. MANDAU

2017-2018

1
LATAR BELAKANG

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak atau sakit yang berpusat di perut bagian atas. Keluhan dispepsia merupakan
keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek sehari- hari. Diperkirakan hampir 30
% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus
dyspepsia pada beberapa daerah di Indonesia menunjukkan data yang cukup tinggi. Kota
Surabaya dengan angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di
Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%.

Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah penderita gastritis antara pria dan
wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapat menyerang sejak usia
dewasa muda hingga lanjut usia. Di Inggris 6-20% menderita Gastritis pada usia 55
tahun dengan prevelensi 22% insiden total untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16
kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis
adalah 10%.

Kejadian gastritis kronik, meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat,
populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan
menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7.

2
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Tn. N
TTL : 31/12/1950
Umur : 67 tahun
Alamat : Jl. Rangau
Tanggal dan jam masuk : 27 Juli 2018 (23.40 WIB)
No. rekam medik : 13.79.xx

ANAMNESIS

Keluhan Utama : BAB hitam sejak 1 hari ini

Riwayat Penyakit Sekarang : BAB hitam sejak 1 hari ini, konsistensi lembek, BAB >3 kali
dan selalu berwarna hitam. Os mengeluh nyeri ulu hati, os
juga mengeluh mual tapi tidak disertai muntah. demam
disangkal. BAK tidak ada keluhan.

sebelumnya os baru pulang rawat dengan keluhan muntah dan


BAB kehitaman pada tgl 26 Juli 2018. Muntah darah sebanyak
6 kali, dengan jumlah ± 1 gelas aqua setiap kali muntah,
bercampur makanan dan darah berwarna merah tua. selain itu
pasien juga mengeluh BAB kehitaman sebanyak 6 kali dengan
konsistensi lembek. os minta pulang rawat karena merasa
sudah sembuh.

Riwayat Penyakit Dahulu : os mengaku mag sering kambuh, tetapi belum pernah
sampai muntah darah atau BAB kehitaman, hipertensi dan
diabetes mellitus di sangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : dikeluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama,
diabetes mellitus dan hipertensi (-).

Riwayat Pengobatan : Os mengaku sering mengkonsumsi obat mag yang


dibeli diwarung dan juga obat penghilang rasa nyeri.

Riwayat Alergi : Os menyangkal adanya alergi obat maupun makanan.

Riwayat Psikososial : Os mengaku sudah berhenti merokok sejak 3 tahun lalu,


namun di lingkungan sekitar os banyak yang merokok, makan
2x/hari dan tidak teratur, jarang olahraga. Os mengaku
sebelumnya sering mengkonsumsi jamu-jamuan 1 bulan

3
terakhir, dan juga suka mengkonsumsi obat penghilang rasa
nyeri yang dibeli di warung. setiap kali badan os terasa pegal-
pegal atau sakit di lutut atau kaki os selalu mengkonsumsi
obat nyeri tersebut. hal ini sudah sering dilakukan sejak masih
muda hingga saat ini. Os juga mengaku dulu pernah
mengkonsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

 Suhu : 37,3 o C
 Nadi : 78 x/menit regular, kuat angkat, isi cukup
 Pernafasan : 18 x/menit
 Tekanan darah : 100/70 mmHg

STATUS GENERALIS

Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva anemis +/+ , sclera ikterik -/-

Hidung : septum deviasi (-), epistaksis (-)

Mulut : Bibir kering dan tampak pucat.

Telinga : normotia, serumen (-), secret (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : retraksi dinding dada (-)/(-)

Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

4
Palpasi : teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis

Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri linea midklavikularis sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : supel, caput medusa (-)

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

Ascites : (-)

Palpasi : nyeri epigastrium (+), hepatomegali (-),

splenomegali (-)

Ekstremitas Atas

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

Ekstremitas Bawah

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

5
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 26 Juli 2018, jam : 18.07

Hb 9,4

Leukosit 7.05

Hemtokrit 27,8

Trombosit 218.000

GDS 142

Ureum 67

Creatinin 0,8

Tanggal 28 Juli 2018, jam : 00.30

Hb 7,6

Leukosit 11.810

Hemtokrit 22,9

Trombosit 205.000

DAFTAR MASALAH : Hematemesis Melena e.c dispepsia susp. Gastritis erosif

DD/ : Hematemesis Melena e.c Tukak lambung

ASSASSMENT :

- Nacl 0.9 % 20 tpm

- Inj. Ranitidin 1 ampl

- Inj. OMZ 1 vial

konsul dengan dr. Nabil sp.pd

- Pasien rawat

- Pasang NGT (jika keluar darah hitam drip OMZ, jika tidak keluar darah hitam
berikan OMZ 2x1)

- Ivfd Nacl 0.9% 20 tpm

6
- Inj. OMZ 2 x 1vial

- sukralfate tab 4 x1

- Transfusi 2 kantong PRC dengan premedikasi difenhidramin jika ada.

Follow-up

Tgl/ Jam S O A P

28/7/2018 Bab kehitaman TD : 100/70 Hematemesis Terapi lanjutkan


(+) 1 kali, mmHg melena ec. Diet cair 6 x 100 cc
muntah darah RR : 18x/menit dispepsia
(-), nyeri ulu Suhu : 37 oC susp.
Nadi :
hati (+) mual gastritis
86x/menit
(+).demam (-) erosif dd/
Konjungtiva
Tukak
anemis (+/+)
Nyeri lambung
epigastrium
(+)

29/7/2018 Bab kehitaman TD : 100/60 Hematemesis Terapi lanjutkan


(+) 2 kali, mmHg melena ec. Transfusi 1 kantong PRC
muntah darah RR : 22x/menit dispepsia
(-), nyeri ulu Suhu : 36,2 oC susp.
Nadi :
hati (+) mual gastritis
90x/menit
(+).demam (-) erosif dd/
Konjungtiva
Tukak
anemis (+/+)
Nyeri lambung
epigastrium
(+)

30/7/2018 Bab kehitaman TD : 100/60 Hematemesis Terapi lanjutkan


(-), muntah mmHg melena ec. Transfusi 1 kantong PRC
darah (-), nyeri RR : 22x/menit dispepsia
ulu hati (+) Suhu : 36,2 oC susp.
Nadi :
mual gastritis
90x/menit
(+).demam (-) erosif dd/
Konjungtiva
Tukak
anemis (-/-)
Nyeri lambung
epigastrium
(+)

31/7/2018 Bab kehitaman TD : 100/60 Hematemesis Pasien boleh pulang


(-), muntah mmHg melena ec. Lansoprazol 1x1
darah (-), nyeri dispepsia Sucralfate 3x1

7
ulu hati (-) RR : 22x/menit susp.
mual Suhu : 36,2 oC gastritis
(-).demam (-) Nadi : erosif dd/
90x/menit Tukak
Konjungtiva
lambung
anemis (-/-)
Nyeri
epigastrium
(-)
Lab :
Hb : 8,2
Leukosit : 5.910
HT : 24,3
Trombosit :
235.000

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DISPEPSIA

2.1. Definisi Sindrom Dispepsia


Dalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati dispepsia merupakan
kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit yang
berpusat di perut bagian atas.1
Sindrom dispepsia juga didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari
nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa
perut penuh, sendawa, atau rasa panas yang menjalar di dada.2

2.2 Epidemiologi Sindrom Dispepsia


Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktek sehari- hari. Diperkirakan hampir 30 % kasus pada praktek umum dan 60% pada
praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada
populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam
beberapa hari. Dari data pustaka negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-
41%, tapi hanya 10 - 20% yang mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia
diperkirakan 1-8%. Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologinya.3

2.3 Klasifikasi Sindrom Dispepsia


Klasifikasi dispepsia tebagi dua, yaitu:5
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya.

9
Tabel 1 Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas5

2.4 Etiologi Sindrom Dispepsia

Etiologi dispepsia antara lain sebagai berikut: 4

A. Makanan atau Intoleransi Obat

Penyakit akut pada pencernaan, mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan
terlalu cepat, makan makanan tinggi lemak, makan selama situasi stres, atau terlalu banyak
minum alkohol atau kopi. Banyak obat yang dapat menyebabkan dispepsia, termasuk aspirin,
obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes
(metformin, inhibitor alpha-glukosidase, analog amylin, GLP-1 reseptor antagonis), obat
antihipertensi (angiotensin converting enzim [ACE] inhibitor, angiotensin-receptor blocker),
agen penurun kolesterol (niacin, fibrat), obat untuk neuropsikiatri (inhibitor
cholinesterase[donepezil, rivastigmine]), SSRI (fluoxetine, sertraline), serotonin-
norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis dopamin,
monoamine oksidase [MAO] -B inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, besi, dan opioid.

B. Dispepsia Fungsional

Ini adalah penyebab paling umum dari dispepsia kronis. Sampai tiga perempat dari
pasien tidak memiliki penyebab organik yang jelas untuk gejala mereka setelah evaluasi.
Gejala mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas aferen

10
visceral, pengosongan lambung tertunda atau gangguan akomodasi untuk makanan, atau
stressor psikososial. Meskipun jinak, gejala-gejala ini mungkin kronis dan sulit diobati.

C. Luminal Gastrointestinal Tract Dysfunction

Ulkus peptikum hadir dalam 5-15% dari pasien dengan dispepsia. Penyakit
gastroesophageal reflux (GERD) adalah hadir pada sampai dengan 20% dari pasien dengan
dispepsia, bahkan tanpa mulas signifikan. Kanker lambung atau esophagus diidentifikasi
dalam 0,25-1% tetapi sangat jarang terjadi pada orang di bawah usia 55 tahun dengan
dyspepsia tanpa komplikasi. Penyebab lainnya antara lain gastroparesis (terutama di diabetes
mellitus),intoleransi laktosa atau kondisi malabsorptive, dan infeksi parasit (Giardia,
Strongyloides, Anisakis).

D. Infeksi Helicobacter pylori

Meskipun infeksi lambung kronis dengan H pylori adalah penyebab penting penyakit
ulkus peptikum, namun jarang dispepsia tanpa adanya penyakit ulkus peptikum. Prevalensi
H pylori terkait kronis gastritis di pasien dengan dispepsia tanpa ulkus peptikum adalah 20-
50%, sama seperti pada populasi umum.

E. Penyakit Pankreas

Karsinoma pankreas dan pankreatitis kronis mungkin awalnya keliru untuk dispepsia
tetapi biasanya berhubungan dengan nyeri yang lebih parah, anoreksia dan penurunan berat
badan yang cepat, steatorrhea, atau penyakit kuning.

F. Penyakit pada traktus Biliaris

Timbulnya onset mendadak epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas karena
cholelithiasis atau choledocholithiasis harus bisa dibedakan dari dispepsia.

G. Kondisi lain

Diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit ginjal kronis, iskemia miokard, keganasan
intra-abdominal, volvulus lambung atau hernia paraesophageal, lambung kronis atau usus
iskemia, dan kehamilan kadang-kadang disertai oleh dyspepsia.

11
2.5 Patofisiologi Sindrom Dispepsia
Patofisiologi dari sindroma dispepsia diantaranya:1,3
1. Abnormalitas Motorik Gaster
Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien
dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster.
Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum
postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala- gejala dispepsia
tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku"
bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus
relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum.
Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan
duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks
ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.

2. Perubahan sensitivitas gaster


Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap
distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit
mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum
atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.

3. Stres dan faktor psikososial


Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas
psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada subyek
kontrol yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan
dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas
vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster.
Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif
dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang
lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan nongastrointestinal seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan
kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding
pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran
psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.

12
2.6 Manifestasi klinis Sindrom Dispepsia
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan,
membagi dipepsia menjadi tiga tipe: 1,7
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:
- Nyeri epigastrium terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodik
2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility like dyspepsia), dengan gejala :
- Mudah kenyang.
- Perut cepat terasa penuh saat makan.
- Mual.
- Muntah.
- Upper abdominal bloating.
- Rasa tidak nyaman bertambah saat makan.
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

2.7 Diagnosis Sindrom Dispepsia


Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi
penyakit organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1,6
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu
yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan.
Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala
"alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri
yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial
misalnya: masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan
pendidikan. Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang. Harus diingat
gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia:

13
- Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid
- Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum
- Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
- Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma
- Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum
- Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal,
ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice
tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Pemeriksaan Penunjang1,3
Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD (Oesophagus Maag Duodenum) dengan
kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di
Indonesia). Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain diagnostik sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
- CLO (rapid urea test)
- Patologi anatomi (PA)
- Kultur mikoorganisme (MO) jaringan
- PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa
darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
leukositosis berarti ada tanda - tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung.
Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan
karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa

14
CA 19-9. Dan lain lain pemeriksaan laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit
yang menimbulkan sindroma dispepsia.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan bagian atas, sebaiknya
menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di
esophagus yang menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke
intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari
tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak
terlihat peristaltic di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu
dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti terpotongnya usus besar, atau
tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang disebut Sentinel loops.
3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di
esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa,
lesi tumor jinak atau ganas. Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu
diperhatikan di antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak
atau ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di
lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus, diantaranya
berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas. Kelaianan di duodenum yang
sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di
bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus, lambung maupun di
duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan
tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.
4. Ultrasonografi
Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan
kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan
tumor di esofagus dan lambung.

15
2.8 Penatalaksanaan Umum Sindrom Dispepsia 1,2,4
Pengobatan dispepsia antara lain:
1. Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah
cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy
Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan
masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang
banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek,
mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl.
Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan
alkohol.

2. Antasida 20-150 ml/hari


Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk
sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus - menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu
lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam
dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan
seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

4. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara
lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

16
5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat - obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol,
lansoprazol, dan pantoprazol.

17
6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi
bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa
dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance).

2.9 Prognosis Sindrom Dispepsia


Sindrom dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.1

18
B. PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN

2.10 Definisi Perdarahan Saluran Cerna

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang berasal dari
dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah darah
(hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal (melena)8.
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk
segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja
yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan
saluran cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus9.

2.11 Etiologi Perdarahan Saluran Cerna

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :


1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah
gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung
biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis
hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang
paling prevalen di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi
portal dapat mengakibatkan perdarahan varises. Meskipun perdarahan SMBA pada
pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih
separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum
atau gastropati hipertensi portal8.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena dari pada
hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya
sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran
karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga
bawah esophagus10.

19
c. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak
sengaja meminum air keras. Air keras tersebut mengandung asam sitrat dan asam HCl
yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung. Penderita juga
mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium10.
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa
lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya
obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya.
Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan
kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas8.
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan
saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat
erosi. Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan
fundus lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali
minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati10.
b. Tukak lambung
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih
di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis
rasa nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa
nyeri dan pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul
melena10.
c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan
keluhan rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang
mengalami hematemesis, tetapi sering melena10.

20
2.12 Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna

1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk terapi
lanjutan atau persiapan endoskopi12.
Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini
penting untuk transfuse.
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid

Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi(10) :


a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
Tukak peptic12
Terapi medikamentosa
PPI (proton pump inhibitor)(9) : obat anti sekresi asam untuk mencegah perdarahan
ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse 8 mg/kgBB/jam
selama 72 jam
Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk
tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.

21
Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid I. Edisi ke-5,p 529-33. Jakarta: Internal Publishing
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid
I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
4. Papadakis A, Maxine, 2015, Gastorintestinal Disorders in CURRENT MEDICAL
DIAGNOSIS & TREATMENT, Mc Gam Hill Education. New York
5. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing
6. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical Microbiology. Edisi ke-24. United States of
America : McGraw-Hill ; 2007.
7. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62. 9
9. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
2006 : 36 – 7.
10. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT
Alumni. 2002 : 281 – 305.
11. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.
12. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97.

23

Anda mungkin juga menyukai