Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PASIEN UNTUK DISKUSI REFLEKSI


KASUS

A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Asgianto No RM : 18272295
Umur : 44 Tahun Pekerjaan : Supir
pengirim mangga
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam Tanggal MRS : 8 Maret 2019
(19.50)
Pendidikan : SMP Tanggal Pengkajian : 9 Maret 2019
(08.00)
Sumber Informasi : Keluarga dan
klien

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa medik
GE Kronis, HIV/B20, Dan Vomitting

2. Keluhan utama
Diare

3. Riwayat penyakit sekarang:


Klien datang kerumah sakit karena kondisi lemas, penurunan kesadaran, dan
mengeluh diare sering bahkan kurang lebih sebanyak 20 kali dalam sehari ini,
dan disertai dengan mual muntah lebih dari 10 kali dalam sehari.

4. Riwayat kesehatan terdahulu:


a. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan terinfeksi HIV dan sudah menjalani pengobatan ARV
sejak 5 bulan yang lalu.

b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):


Klien tidakmemiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan ataupun yang
lainnya

c. Obat-obat yang digunakan


Klien sudah menjalani pengobatan ARV sejak 5 bulan yang lalu.

5. Riwayat penyakit keluarga:


Klien mengatakan bahwa keluarga dan kerabat dekat lainnya tidak pernah ada
yang mengalami penyakit kelainan genetik, penyakit menular, atau bahkan
menjalani pengobatan rutin.

6. Genogram:

III. Pengkajian Keperawatan


1. Persepsi & pemeliharaan kesehatan
Keluarga dan pasien mengatakan bahwa kondisinya saat ini merupakan
komplikasi dari infeksi HIV yang dialami Tn. A. Keluarga telah menyadari
pengobatan yang dijalani selama ini, dan segera membawa pasien kepelayanan
kesehatan pada saat pasien mengalami penurunan kondisi dan tidak dapat diatasi
secara mandiri dirumah.

2. Pola nutrisi/ metabolik:


- Biomedical Sign
Faal Hati
Tanggal Pemeriksaan Nilai Nilai normal
SGOT 48 U/I L : < 35 U/I, P:
<31U/I
SGPT 62 U/I L : < 40 U/I, P:
<31U/I

Elektrolit
Tanggal Pemeriksaan Nilai Nilai normal
Natrium 129 mmol
Kalium 1.52 mmol
Clorida 92 mmol
Natrium 129 mmol
Kalium 1.81 mmol
Clorida -
Natrium 127 mmol 135-145 mmol
Kalium 2.89 mmol 3.5-5.5 mmol
Clorida 100 mmol
Natrium 126 mmol 96-106 mmol
Kalium 3.08 mmol
Clorida -

Interpretasi : klien mengalami hipokalemia

- Clinical sign
Klien dalam kondisi lemas, sianosis, dan hipotensi, serta dehidrasi berat
dengan turgor kulit buruk, kering, dan peningkatan rasa haus yang klien
rasakan.
- Diet pattern
Hari/tanggal Makan Minum
Senin, 11 Maret 2019 ubi 4- 5 gelas
Selasa, 12 Maret 2019 Ubi dan makanan RS 1- 750 cc
2 sendok
Rabu, 13 Maret 2019 Ubi 1.5 liter
Kamis, 14 Maret 2019 Mual 1 liter
Jumat, 15 Maret 2019 Mual 750 cc
Sabtu, 16 Maret 2019 2-4 sendok 500 cc
Minggu, 17 Maret 2019 6 sendok 500 cc
Senin, 18 Maret 2019 3 sendok dan mual 1,5 liter
Selasa, 19 Maret 2019 Mual 750 cc
Rabu, 20 Maret 2019 Mual dan 3 sendok 750 cc
makanan RS

3. Pola eliminasi:
Hari/tanggal BAB BAK
Senin, 11 Maret 2019 4 kali 5-6 kali
Selasa, 12 Maret 2019 3 kali 6 kali
Rabu, 13 Maret 2019 5 kali 4 kali
Kamis, 14 Maret 2019 4 kali 8 kali
Jumat, 15 Maret 2019 4 kali 6 kali
Sabtu, 16 Maret 2019 3 kali 4 kali
Minggu, 17 Maret 2019 4 kali 5-7 kali
Senin, 18 Maret 2019 2 kali 4-5 kali
Selasa, 19 Maret 2019 4 kali 7 kali
Rabu, 20 Maret 2019 2 kali 6 kali

4. Pola aktivitas & latihan:


c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, 2: bantuan petugas, 3:
bantuan alat, 4: mandiri
Interpretasi: Klien tergolong tergolong pasien dengan pemenuhan kebutuhan total
(total care).
Statuts Oksigenasi
Klien tidak mengeluhkan sesak nafas, hanya batuk, dan saturasi oksigen baik
kisaran 96-98 %, dan tidak menggunakan bantuan oksigenasi.

Status Kardiovaskuler
Suara jantung 1 dan 2 tunggal

Terapi Oksigen
Klien tidak menggunakan alat bantu pernafasan (oksigenasi)

Interpretasi
Klien tidak mengalami masalah baik pada pernafasan maupun kardiovaskulernya.

5. Pola tidur & istirahat:


Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di RS
Durasi 5-6 Jam ± 12 jam (Sering tidur
Gangguan pola tidur Mengalami insomnia tiap Klien sering tidur dan
mala hari jarang berkomunikasi
dengan keluarga maupun
petugas kesehatan
Keadaan bangun Tidak terkaji Lemas, tampak tidak
segar
Lain-lain - -
Interpretasi
Terdapat gangguan pola tidur baik sebelum maupun saat di rumah sakit.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum:
GCS 456, keadaan umum lemah

Tanda-tanda vital:
Hari/Tanggal Waktu Tekanan Nadi Respirasi Suhu SpO2
Darah rate
Senin, 11 Pagi 90/50 88 x/m 28 x/m 360C
Maret 2019 mmHg
Sore 90/70 110 24 x/m 36,70C 97%
mmHg x/m
Malam 80/60 85 x/m 28 x/m 36,90C 93%
mmHg
Selasa, 12 Pagi 80/60 83 x/m 24 x/m 35.70C
Maret 2019 mmHg
Sore 80/60 99 x/m 20 x/m 37.70C 98 %
mmHg
Malam 80/60 88 x/m 24 x/m 36.70C
mmHg
Rabu, 13 Pagi 70/50 92 x/m 24 x/m 370C
Maret 2019 mmHg
Sore 80/60 98 x/m 24 x/m 35.80C
mmHg
Malam 80/50 85 x/m 24 x/m 36.60C 98%
mmHg
Kamis, 14 Pagi 80/60 97 x/m 18 x/m 36.90C 96%
Maret 2019 mmHg
Sore 70/60 102 24 x/m 37.90C 98%
mmHg x/m
Malam 90/60 92 x/m 24 x/m 35.70C 99%
mmHg
Jumat, 15 Pagi 90/60 68 x/m 21 x/m 36.30C
Maret 2019 mmHg
Sore 70/50 84 x/m 24 x/m 38.10C 97%
mmHg
Malam 70/40 86 x/m 24 x/m 36.40C 98%
mmHg
Sabtu, 16 Pagi 70/50 94 x/m 24 x/m 367.30C 93%
Maret 2019 mmHg
Sore 80/50 41 x/m 24 x/m 38.60C 98%
mmHg
Malam 70/50 92 x/m 20 x/m 36.20C
mmHg
Minggu, 17 Pagi 70/50 104 24 x/m 380C 93%
Maret 2019 mmHg x/m
Sore 70/50 90 x/m 24 x/m 37.20C
mmHg
Malam 90/50 84 x/m 21 x/m 35.60C
mmHg
Senin, 18 Pagi 70/40 88 x/m 20 x/m 360C
Maret 2019 mmHg
Sore 70/40 96 x/m 20 x/m 38.30C 96%
mmHg
Malam 70/50 90x/m 20x/m 37.60C
mmHg
Selasa, 19 Pagi 90/60 91 x/m 20 x/m 36.40C 98%
Maret 2019 mmHg
Sore 70/50 90 x/m 23 x/m 360C 96%
mmHg
Malam 70/50 94 x/m 24 x/m 370C 96%
mmHg
Rabu, 20 Pagi 80/50 90 x/m 24 x/m 37.20C 96%
Maret 2019 mmHg
Sore 70/50 93x/m 22x/m 38.90C
mmHg
Malam 90/60 74x/m 18x/m 360C
mmHg

Kepala:
Inspeksi : Normal, simetris, tidak ada benjolan atau deformitas lainnya
Palpasi : tidak ada krepitasi ataupun nyeri tekan

Mata:
Inspeksi : Simetris, mata cowong, tidak ada kelaian penglihatan
Palpasi : pupil isokor

Telinga:
Inspeksi : Normal, simetris, dan tidak ada kelainan bentu dan fungsi

Hidung:
Inspeksi : Normal, simetris, tidak ada kelainan bentuk, dan tidak ada
gangguan penghidu.

Mulut:
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk, mukosa bibir kering, tidak ada
stomatitis, biri pecah dan lain-lain.

Leher:
Inspeksi : tidak ada jejas, kelainan kulit, dan tidak ada penonjolan vena
jugularis dan kelenjar tiroid

Dada:
Paru-paru:
- Inspeksi : pigeon chest, tidak ada fail chest
- Palpasi : ekspansi paru maksimal
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler

Jantung:
- Inspeksi : iktus kordis tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba
- Perkusi : dullness
- Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal

Abdomen:
- Inspeksi : tidak ada asites
- Auskultasi : Suara bising usus
- Palpasi : tidak ada nyeri
- Perkusi : Timpani
Urogenital:
- Genetalia : Tidak terpasang DC
- Anus : Tidak Terkaji

Ekstremitas:
- Atas: simetris, tidak ada kelainan bentuk dan fungsi, tonus otot lemah,
terpasang iv line di kedua tangan.
- Bawah: normal, tidak ada kelainan bentuk dan fungsi.

Kulit dan kuku:


Turgor kulit buruk, kering, tidak ada kelainan kulit (infeksi kulit), kuku bersih,
pucat, CRT = 3 detik.

Keadaan lokal:
GCS 456, keadaan umum lemah
Akibat kekurangan elektrolit
Cairan dan elektrolit keduanya penting agar sel, organ, dan sistem tubuh
kita berfungsi dengan baik. Elektrolit adalah mineral dan senyawa bermuatan
listrik yang membantu tubuh melakukan banyak hal untuk menghasilkan energi
dan mengontraksi otot-otot Anda, misalnya. Sodium, klorida, kalium dan kalsium
adalah semua jenis elektrolit. Kami mendapatkannya dari apa yang kami makan
dan minum. Kadar elektrolit diukur dalam tes darah, dan kadarnya harus tetap
dalam kisaran yang cukup kecil, atau masalah serius dapat muncul.

Cara Kerja Elektrolit


a. Mengatur kadar cairan dalam plasma darah dan tubuh Anda.
b. Jaga pH (asam / basa) darah Anda dalam kisaran normal (7.35-7.45,
sedikit basa).

c. Aktifkan kontraksi otot, termasuk detak jantung Anda.

d. Mengirimkan sinyal saraf dari sel jantung, otot dan saraf ke sel lain.

e. Bantu darah menggumpal.

f. Bantu membangun jaringan baru.

Penyebab Ketidakseimbangan Elektrolit


a. Kehilangan cairan akibat muntah atau diare persisten, berkeringat, atau
demam.
b. Tidak cukup minum atau makan.

c. Masalah pernapasan kronis, seperti emfisema.


d. PH darah lebih tinggi dari normal (suatu kondisi yang disebut alkalosis
metabolik ).

e. Obat-obatan seperti steroid, diuretik, dan obat pencahar.

Jarak Catatan
Simbol Nama / normal*
Mengisi

Sodium Na + 135-145 Orang yang lebih tua dengan penyakit kronis yang memiliki
Hiponatremia natrium rendah akan memiliki lebih banyak gejala daripada orang
Hipernatremia muda yang sehat dengan kadar natrium rendah yang sama.

Chloride Cl - 96-106 Mungkin tidak memiliki gejala kecuali perubahan levelnya


Hipokloremia parah. Karena itu terkait erat dengan natrium, beberapa orang
Hiperkloremia memiliki gejala hiponatremia (kadar natrium rendah dalam darah).

Kalium K + 3.5-5.5 Bekerja dengan natrium untuk menjaga keseimbangan air dan
Hipokalemia keseimbangan asam / basa. Dengan kalsium, mengatur aktivitas
Hiperkalemia saraf dan otot.

Magnesium 1.7-2.2 Sebagian besar dalam tulang, dengan sekitar 1% dalam cairan
Mg+2 ekstraseluler (cairan tubuh di luar sel). Penting untuk reaksi
Hipomagnesemia enzim.
Hipermagnesemia

Kalsium Ca + 2
8.5-10.2 99% dalam gigi dan tulang. Kalsium dalam darah terionisasi
Hipokalsemia (membawa muatan listrik) dan membantu mengatur fungsi sel,
Hiperkalsemia detak jantung, dan pembekuan darah. Tubuh membutuhkan
vitamin D untuk menyerap kalsium. (Kisaran tingkat kalsium
terionisasi adalah 4,7-5,28.)

Fosfat / Fosfor 2.5–4.5 Tes darah mengukur fosfat anorganik. Sekitar 85% ada di
PO4 - tulang; sebagian besar sisanya berada di dalam sel. Fosfat
Hipofosfatemia membantu membangun / memperbaiki tulang dan gigi,
Hiperfosfatemia menyimpan energi, mengencangkan otot, dan memungkinkan
fungsi saraf. Tubuh membutuhkan vitamin D untuk menyerap
fosfor.

* Kisaran dapat bervariasi menurut lab.

Sodium: Natrium rendah, juga disebut hipo natremia, menyebabkan air bergerak
ke dalam sel. Natrium tinggi, atau hiper natremia, menyebabkan cairan keluar dari
sel. Ketika salah satu dari hal-hal ini terjadi di sel-sel otak, itu dapat menyebabkan
perubahan kepribadian, sakit kepala, kebingungan dan kelesuan. Jika penurunan
natrium parah, itu dapat menyebabkan kejang, koma, dan kematian. Gejala utama
hipernatremia adalah rasa haus.

Khlorida: Klorida rendah ( hipo kloremia) mungkin disebabkan muntah


berlebihan, pengisapan isi lambung, atau obat diuretik "loop", sering digunakan
untuk mengobati retensi cairan yang disebabkan oleh masalah jantung atau ginjal
atau tekanan darah tinggi. Tinggi klorida ( hiperchloremia) sering hasil dari diare
atau penyakit ginjal.

Kalium: Kalium rendah ( hipo kalemia) mungkin tidak menimbulkan gejala,


tetapi mungkin mempengaruhi bagaimana tubuh Anda menyimpan glukogen
(sumber energi otot Anda) atau menyebabkan irama jantung yang tidak
normal. Tingkat di bawah tiga dapat menyebabkan kelemahan otot, kejang, kram,
kelumpuhan dan masalah pernapasan. Jika terus berlanjut, masalah ginjal dapat
terjadi. Kalium tinggi ( hiper kalemia) mungkin tidak menyebabkan gejala apa
pun, meskipun Anda mungkin mengalami kelemahan otot atau irama jantung yang
tidak normal. Jika levelnya sangat tinggi, jantung bisa berhenti berdetak.

Kalsium: Kalsium rendah ( hipo kalsemia) mungkin tidak menimbulkan gejala,


tetapi kadar kronis yang rendah dapat menyebabkan perubahan pada kulit, kuku,
dan rambut; infeksi jamur; dan katarak. Ketika kadar menurun, iritabilitas otot dan
kram (terutama di kaki dan punggung) dapat terjadi. Kalsium di bawah tujuh
menyebabkan perubahan pada refleks Anda ( hyperreflexia ), kejang otot, kejang
pada laring (kotak suara) dan kejang. Kalsium tinggi ( hiper calcemia) mungkin
tidak menimbulkan gejala. Saat kalsium naik, sembelit, kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, sakit perut, gejala neuromuskuler dan obstruksi usus ( ileus) dapat
terjadi. Diatas 12, ayunan emosional, kebingungan, delirium, dan pingsan
terjadi. Diatas 18, itu dapat menyebabkan syok, gagal ginjal dan
kematian. Hiperkalsemia persisten atau berat dapat merusak ginjal dan
menyebabkan masalah jantung, termasuk perubahan irama dan serangan jantung.

Magnesium: Magnesium rendah ( hipo magnesemia) dapat menyebabkan gejala


yang mirip dengan kalium atau kalsium yang rendah. Tingkat yang sangat rendah
bisa mengancam jiwa. Magnesium tinggi ( hiper magnesemia) dapat
menyebabkan tekanan darah rendah, masalah pernapasan (pernapasan lambat,
tidak efektif), dan masalah jantung (henti jantung).

Fosfat / Fosfor: Rendah fosfat ( hipo fosfatemia) dapat menyebabkan kelemahan


otot, gagal pernapasan, gagal jantung, kejang dan koma. Ini mungkin disebabkan
oleh nutrisi yang sangat buruk, obat diuretik tertentu, ketoasidosis diabetik /
DKA , alkoholisme dan luka bakar yang parah. (DKA adalah komplikasi serius
dari diabetes di mana sel-sel membakar lemak alih-alih glukosa.Ini menciptakan
keton, yang masuk ke dalam darah dan mengubahnya menjadi asam.Darah normal
sedikit bersifat basa.) Fosfat yang tinggi ( hiper fosfatemia) mungkin tidak
menimbulkan gejala. Ini mungkin karena sindrom lisis tumor , infeksi yang luar
biasa, penyakit ginjal kronis, gangguan kelenjar paratiroid, atau asidosis (pH
darah lebih asam dari biasanya).
Gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit terjadi ketika kadar elektrolit dalam tubuh Anda
terlalu tinggi atau terlalu rendah. Elektrolit adalah unsur dan senyawa yang terjadi
secara alami di dalam tubuh. Mereka mengontrol fungsi fisiologis penting.
Contoh-contoh elektrolit meliputi:
a. Kalsium
b. Khlorida
c. Agnesium
d. Fosfat
e. Kalium
f. Sodium

Zat-zat tersebut terdapat dalam darah, cairan tubuh, dan urin serta dicerna
dengan makanan, minuman, dan suplemen. Elektrolit harus dipertahankan dalam
keseimbangan yang seimbang agar tubuh berfungsi dengan baik. Apabila tidak,
sistem tubuh yang vital dapat terpengaruh. Ketidakseimbangan elektrolit yang
parah dapat menyebabkan masalah serius seperti koma, kejang, dan henti jantung.

Gejala kelainan elektrolit


Bentuk gangguan elektrolit ringan mungkin tidak menyebabkan gejala apa
pun. Gangguan semacam itu bisa tidak terdeteksi sampai ditemukan selama tes
darah rutin. Gejala biasanya mulai muncul setelah gangguan tertentu menjadi
lebih parah. Tidak semua ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan gejala yang
sama, tetapi banyak yang memiliki gejala yang sama. Gejala umum gangguan
elektrolit meliputi:
a. Detak jantung tak teratur
b. Detak jantung yang cepat
c. Kelelahan
d. Kelesuan
e. Kejang
f. Mual
g. Muntah
h. Diare atau sembelit
i. Kram perut
j. Kelemahan otot
k. Kram otot
l. Sifat lekas marah
m. Kebingungan
n. Sakit kepala
o. Mati rasa dan kesemutan

Penyebab gangguan elektrolit


Gangguan elektrolit paling sering disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh
melalui muntah yang berkepanjangan, diare, atau berkeringat. Mereka juga dapat
berkembang karena kehilangan cairan terkait dengan luka bakar. Obat-obatan
tertentu juga dapat menyebabkan gangguan elektrolit. Dalam beberapa kasus,
penyakit yang mendasarinya harus disalahkan.Penyebab pasti dapat bervariasi
tergantung pada jenis gangguan elektrolit tertentu.

Jenis gangguan elektrolit


Kadar elektrolit yang meningkat ditandai dengan awalan “hiper”. Kadar
elektrolit yang berkurang ditunjukkan dengan “hipo.” Kondisi yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan tingkat elektrolit meliputi:
a. kalsium: hiperkalsemia dan hipokalsemia
b. klorida: hiperkloremia dan hipokloremia
c. magnesium: hipermagnesemia dan hipomagnesemia
d. fosfat: hiperfosfatemia atau hipofostemia
e. potasium: hiperkalemia dan hipokalemia
f. natrium: hipernatremia dan hiponatremia
Kalsium
Kalsium adalah mineral vital yang digunakan tubuh Anda untuk
menstabilkan tekanan darah dan mengendalikan kontraksi otot rangka. Ini juga
digunakan untuk membangun tulang dan gigi yang kuat. Hiperkalsemia adalah
terlalu banyak kalsium dalam darah. Ini biasanya terjadi karena
hiperparatiroidisme, penyakit ginjal, gangguan tiroid, penyakit paru-paru,
seperti TBC atau sarkoidosis, jenis kanker tertentu, termasuk kanker paru-paru
dan payudara, penggunaan berlebihan antasida dan suplemen kalsium atau
vitamin D, obat-obatan seperti lithium, teofilin, atau pil air tertentu.
Hipokalsemia adalah kekurangan kalsium yang cukup dalam aliran
darah. Penyebab dapat meliputi: gagal ginjal, hipoparatiroidisme, kekurangan
vitamin D, pankreatitis, kanker prostat, malabsorpsi, obat-obatan tertentu,
termasuk heparin, obat osteoporosis, dan obat antiepilepsi.

Khlorida
Klorida diperlukan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh yang
tepat.Hiperkloremia terjadi ketika ada terlalu banyak klorida dalam tubuh. Ini
dapat terjadi sebagai akibat dari dehidrasi parah, gagal ginjal, dialisis.
Hipokloremia berkembang ketika terlalu sedikit klorida dalam tubuh. Ini sering
disebabkan oleh masalah natrium atau kalium, seperti yang dibahas di bawah
ini. Penyebab lain dapat termasuk cystic fibrosis, gangguan makan, seperti
anoreksia, sengatan kalajengking, cedera ginjal akut.

Magnesium
Magnesium adalah mineral penting yang mengatur banyak fungsi seperti:
kontraksi otot, ritme jantung, fungsi saraf. Hypermagnesemia berarti kelebihan
jumlah magnesium. Ini adalah kelainan yang terutama menyerang orang
dengan penyakit Addison dan penyakit ginjal tahap akhir. Hipomagnesemia
berarti memiliki terlalu sedikit magnesium dalam tubuh. Penyebab umum
meliputi: gangguan penggunaan alkohol, kekurangan gizi, malabsorpsi, diare
kronis, keringat berlebih, gagal jantung, obat-obatan tertentu, termasuk beberapa
diuretik dan antibiotic.
Kalium
Kalium sangat penting untuk mengatur fungsi jantung. Ini juga membantu
menjaga kesehatan saraf dan otot. Hiperkalemia dapat terjadi karena kadar
kalium yang tinggi. Kondisi ini bisa berakibat fatal jika dibiarkan tidak
terdiagnosis dan tidak diobati. Biasanya dipicu oleh dehidrasi parah, gagal ginjal
asidosis berat (ketoasidosis diabetikum), obat-obatan tertentu, termasuk
beberapa obat tekanan darah dan diuretic, insufisiensi adrenal, yaitu ketika kadar
kortisol Anda terlalu rendah. Hipokalemia terjadi ketika kadar kalium terlalu
rendah. Ini sering terjadi sebagai akibat dari gangguan makan, muntah atau diare
parah, dehidrasi, obat-obatan tertentu, termasuk obat pencahar, diuretik, dan
kortikosteroid.

Sodium
Sodium dibutuhkan dalam tubuh untuk menjaga keseimbangan cairan dan
sangat penting untuk fungsi tubuh normal. Ini juga membantu mengatur fungsi
saraf dan kontraksi otot. Hypernatremia terjadi ketika ada terlalu banyak natrium
dalam darah. Kadar natrium yang sangat tinggi dapat terjadi karena konsumsi air
yang tidak memadai, dehidrasi parah, kehilangan cairan tubuh secara berlebihan
sebagai akibat muntah yang berkepanjangan, diare, berkeringat, atau penyakit
pernapasan, obat-obatan tertentu, termasuk kortikosteroid. Hiponatremia
berkembang ketika natrium terlalu sedikit. Penyebab umum kadar natrium rendah
meliputi: kehilangan cairan yang berlebihan melalui kulit karena berkeringat atau
terbakar, muntah atau diare, nutrisi buruk, gangguan penggunaan alcohol,
overhidrasi, gangguan tiroid, hipotalamus, atau adrenal, gagal hati, jantung, atau
ginjal, obat-obatan tertentu, termasuk diuretik dan obat kejang, sindrom sekresi
hormon antidiuretik (SIADH) yang tidak sesuai.

Fosfat
Ginjal, tulang, dan usus bekerja untuk menyeimbangkan kadar fosfat
dalam tubuh. Fosfat diperlukan untuk berbagai fungsi dan berinteraksi erat dengan
kalsium. Hyperphosphatemia dapat terjadi karena kadar kalsium rendah, penyakit
ginjal kronis, kesulitan bernafas berat, kelenjar paratiroid kurang aktif, cedera otot
yang parah, tumor lysis syndrome, hasil dari perawatan kanker, penggunaan
berlebihan obat pencahar yang mengandung fosfat. Kadar fosfat yang rendah,
atau hipofosfatemia dapat dilihat pada penyalahgunaan alkohol akut, luka bakar
parah, kelaparan, kekurangan vitamin D, kelenjar paratiroid terlalu aktif,
penggunaan obat-obatan tertentu, seperti pengobatan besi intravena (IV) , niasin,
dan beberapa antasida.

Mendiagnosis gangguan elektrolit


Tes darah sederhana dapat mengukur kadar elektrolit dalam tubuh
Anda. Tes darah yang melihat fungsi ginjal Anda juga penting. Dokter Anda
mungkin ingin melakukan pemeriksaan fisik atau memesan tes tambahan untuk
mengkonfirmasi dugaan kelainan elektrolit. Tes tambahan ini akan bervariasi
tergantung pada kondisi yang dimaksud. Misalnya, hipernatremia dapat
menyebabkan hilangnya elastisitas pada kulit karena dehidrasi yang
signifikan. Dokter dapat melakukan tes cubit untuk menentukan apakah dehidrasi
mempengaruhi Anda. Mereka juga dapat menguji refleks Anda, karena kadar
elektrolit yang meningkat dan berkurang dapat memengaruhi
refleks. Sebuah elektrokardiogram (EKG), sebuah tracing listrik jantung dan juga
berguna untuk memeriksa setiap teratur detak jantung, irama, atau perubahan
EKG disebabkan oleh masalah elektrolit.

Mengobati gangguan elektrolit


Perawatan bervariasi tergantung pada jenis gangguan elektrolit dan pada
kondisi yang mendasarinya.Secara umum, perawatan tertentu digunakan untuk
mengembalikan keseimbangan mineral dalam tubuh. Ini termasuk:
a. Cairan IV
Cairan IV, biasanya natrium klorida, dapat membantu merehidrasi
tubuh. Perawatan ini biasanya digunakan dalam kasus dehidrasi akibat
muntah atau diare. Suplemen elektrolit dapat ditambahkan ke cairan IV
untuk memperbaiki kekurangan.
b. Obat IV tertentu
Ini dapat membantu tubuh mengembalikan keseimbangan elektrolit dengan
cepat. Mereka juga dapat melindungi dari efek negatif saat Anda sedang
dirawat dengan metode lain.
c. Obat oral
Obat oral sering digunakan untuk memperbaiki kelainan mineral dalam tubuh
yang kronis. Ini terjadi terutama pada orang dengan penyakit ginjal yang sedang
berlangsung. Obat oral umum mengobati ketidakseimbangan elektrolit, seperti
kalium, kalsium, atau fosfat yang tinggi.
d. Hemodialisis
Jenis dialisis yang menggunakan mesin untuk menghilangkan limbah dari
darah. Salah satu cara agar darah mengalir ke ginjal buatan ini adalah bagi
dokter untuk secara bedah membuat akses vaskular, atau titik masuk, ke
dalam pembuluh darah. Titik masuk ini akan memungkinkan jumlah darah
yang lebih besar mengalir melalui tubuh selama perawatan
hemodialisis.Ini berarti lebih banyak darah dapat disaring dan
dimurnikan. Hemodialisis dapat digunakan ketika kelainan elektrolit
disebabkan oleh kerusakan ginjal mendadak dan perawatan lain tidak
berhasil. Dokter juga dapat memutuskan perawatan hemodialisis jika
masalah elektrolit telah mengancam jiwa.
e. Suplemen
Suplemen dapat membantu menggantikan elektrolit yang habis dalam jangka
pendek atau jangka panjang, tergantung pada penyebabnya. Setelah
ketidakseimbangan telah diperbaiki, selajutnya mengobati penyebab yang
mendasarinya.

Faktor risiko untuk gangguan elektrolit

Kondisi yang meningkatkan risiko kelainan elektrolit meliputi:

a. gangguan penggunaan alkohol


b. sirosis

c. gagal jantung kongestif


d. penyakit ginjal
e. gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia
f. trauma, seperti luka bakar parah atau patah tulang
g. gangguan tiroid dan paratiroid
h. kelainan kelenjar adrenal
i. Hypokalemia

Penyebab hipokalemia
Hipokalemia dapat disebabkan oleh penurunan asupan kalium atau oleh
kehilangan kalium yang berlebihan dalam urin atau melalui saluran Gastro
intestinal.Ekskresi kalium yang berlebihan dalam urin (kaliuresis) dapat terjadi
akibat penggunaan obat diuretik, penyakit endokrin seperti hipaldosteronisme
primer, kelainan ginjal, dan sindrom genetik yang memengaruhi fungsi
ginjal.Kehilangan kalium gastrointestinal biasanya disebabkan diare atau muntah
yang berkepanjangan, penyalahgunaan pencahar kronis, obstruksi usus atau
infeksi.
Pergeseran kalium intraseluler juga dapat menyebabkan hipokalemia
berat.Pemberian insulin, stimulasi sistem saraf simpatis, thyreotoxicosis dan
kelumpuhan periodik yang akrab adalah beberapa alasan untuk fenomena
ini.Hiperplasia adrenal kongenital akibat defek enzimatik adalah sindrom genetik
yang sangat terkait dengan hipertensi dan hipokalemia, akibat efek
mineralokortikoid yang berlebihan.Obat-obatan, seperti diuretik dan penisilin
dapat sering menjadi penyebab hipokalemia.Akhirnya, hipomagnesemia sangat
penting. Lebih dari 50% hipokalemia yang signifikan secara klinis memiliki
defisiensi magnesium secara bersamaan dan secara klinis paling sering diamati
pada individu yang menerima terapi loop atau tiazid diuretik.
Defisiensi magnesium bersamaan dapat memperburuk hipokalemia.
Hipokalemia yang berhubungan dengan defisiensi magnesium sering refrakter
terhadap pengobatan dengan K + .Tanda dan gejala Keparahan manifestasi klinis
hipokalemia cenderung sebanding dengan derajat dan durasi pengurangan kalium
serum. Gejala umumnya tidak muncul sampai serum kalium di bawah 3,0 mEq /
L, kecuali jika jatuh dengan cepat atau pasien memiliki faktor potensiasi, seperti
penggunaan digitalis, di mana pasien memiliki kecenderungan aritmia. Menurut
tingkat keparahan hipokalemia, gejala dapat bervariasi dari tidak ada hingga
aritmia jantung yang mematikan.Gejala biasanya sembuh dengan koreksi
hipokalemia.Lebih khusus, kita bisa mengkategorikan manifestasi sesuai dengan
sistem yang terpengaruh. Efek hipokalemia mengenai fungsi ginjal bisa berupa
asidosis metabolik, rhabdomiolisis (pada kasus yang parah)

Pemeriksaan laboratorium terhadap hypokalemia digunakan sebagai


pendekatan diagnostik umum.Penyebab hipokalemia yang mendasarinya biasanya
tampak setelah mendapatkan riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang terperinci.
Untuk mengevaluasi tingkat keparahan hipokalemia dan untuk memulai
pengobatan yang efektif, penilaian kadar serum dan kalium urin diperlukan.
Tergantung pada temuan di atas, tes dan pencitraan kelenjar endokrin sesuai,
tetapi tes ini tidak boleh dilakukan pertama kecuali jika indeks kecurigaan klinis
untuk gangguan seperti itu tinggi.Panel laboratorium biokimia dasar (termasuk
natrium serum, kalium, glukosa, klorida, bikarbonat, BUN dan kreatinin) adalah
inti skrining pada pasien dengan hipokalemia.
Elektrolit urin (kalium dan klorida) dalam urin spot bermanfaat untuk
membedakan penyebab hipokalemia ginjal dan bukan ginjal. Analisis gas darah
arteri (ABG) harus dilakukan untuk mendeteksi asidosis metabolik atau alkalosis
ketika penyebab yang mendasarinya tidak jelas dari sejarah. Karena perbedaan
antara sampel darah arteri dan vena, mengenai kadar kalium, secara klinis tidak
signifikan, pengukuran kalium dalam sampel darah vena tidak
dikontraindikasikan di unit gawat darurat. Urinalisis lebih lanjut dan pengukuran
pH urin harus dilakukan untuk menilai adanya asidosis tubulus ginjal. Magnesium
serum, kalsium, dan / atau kadar fosfor penting untuk menyingkirkan kelainan
elektrolit yang terkait, terutama jika dicurigai kecanduan alkohol. Ekskresi
kalsium urin sangat penting untuk menyingkirkan sindrom Bartter. Kami juga
harus mengukur kadar digoxin serum jika pasien menggunakan digitalis. Dalam
kasus indeks kecurigaan klinis tinggi untuk gangguan, skrining obat dalam urin
dan / atau serum untuk diuretik, amfetamin, dan stimulan simpatomimetik lainnya
harus dilakukan. Penilaian kadar TSH diperlukan dalam kasus takikardia atau
kecurigaan klinis kelumpuhan periodik hipokalemik.
Secara umum, ada dua komponen utama evaluasi diagnostik:

a. Penilaian ekskresi kalium urin untuk membedakan kehilangan kalium ginjal


(misalnya, terapi diuretik, aldosteronisme primer) dari penyebab lain
hipokalemia (mis., kehilangan gastrointestinal, pergeseran kalium transelular)
dan
b. Penilaian status asam-basa, karena beberapa penyebab hipokalemia
berhubungan dengan alkalosis metabolik atau asidosis metabolik.

Algoritma diagnostik untuk penilaian hypokalemdan setengah dari pasien


human-odeficiency virus (HIV) mengalami diare yang memberikan kontribusi
negatif terhadap kualitas hidup dan kepatuhan terhadap terapi antiretroviral
(ART).Agen infeksi oportunistik yang menyebabkan diare pada pasien dengan
HIV menjangkau seluruh jenis protozoa, jamur, virus, dan bakteri.Penggunaan
ART secara global, kejadian diare karena infeksi oppor-tunistik telah menurun;
Namun, insiden diare tidak menular telah meningkat.
Etiologi diare tidak menular pada pasien dengan HIV adalah multifakto-rial
dan termasuk diare terkait ART dan kerusakan gastroin-testinal terkait dengan
infeksi HIV (mis., HIVenteropati). Algoritma dasar untuk diagnosis diarhea pada
pasien dengan HIV meliputi pemeriksaan fisik, tinjauan riwayat medis, penilaian
viral load HIV dan jumlah CD4, penilaian mikrobiologi feses, dan evaluasi
endoskopi, jika diperlukan.Untuk pasien dengan hasil diagnostik yang negatif,
diagnosis diare noninfectious dapat dipertimbangkan.Pilihan-pilihan farmakologis
untuk perawatan diare tidak menular terutama bersifat mendukung; Namun,
penggunaan banyak agen yang tidak disetujui didasarkan pada informasi yang
tidak dipelajari.Selain itu, agen-agen ini dapat dikaitkan dengan adverseevents-
limiting adverseevents (AE), seperti interaksi obat-obat dengan rejimen ART,
pertanggungjawaban penyalahgunaan, dan EA gastrointestinal tambahan.

Pengobatan hypokalemia
Perawatan hipokalemia memiliki empat tujuan:
a. Pengurangan kehilangan kalium,
b. Pengisian kembali penyimpanan kalium,
c. Evaluasi untuk toksisitas potensial dan
d. Penentuan penyebabnya, untuk mencegah episode mendatang, jika
mungkin.

Tujuan utama dari perawatan haruslah manajemen penyakit yang


mendasarinya atau penghapusan faktor penyebab.Penghentian pencahar,
penggunaan diuretik kalium-netral atau hemat kalium (jika terapi diuretik
diperlukan, seperti gagal jantung), pengobatan diare atau muntah, penggunaan H2
blocker pada pasien dengan hisap nasogastrik dan kontrol hiperglikemia yang
efektif, jika glikosuria hadir, adalah beberapa langkah dalam arah ini. Jika kalium
oral atau intravena akan diberikan, ini harus diputuskan sesuai dengan keparahan
hipokalemia. Penting untuk diingat bahwa setiap 1 mEq / L penurunan kalium
serum, merupakan defisit kalium sekitar 200-400 mEq.Namun, perhitungan ini
bisa melebih-lebihkan atau meremehkan defisit kalium sebenarnya.
Pasien dengan kadar kalium 2,5-3,5 mEq / L (mewakili hipokalemia ringan
hingga sedang), mungkin hanya membutuhkan penggantian kalium oral. Jika
kadar kalium kurang dari 2,5 mEq / L, kalium intravena (yaitu) harus diberikan,
dengan tindak lanjut, pemantauan EKG terus-menerus, dan pengukuran kadar
kalium serial. I.v. rute juga harus menjadi pilihan kami pada pasien dengan mual
parah, muntah atau gangguan perut . Pada pasien dengan gangguan ginjal,
potasium harus diganti dengan sangat hati-hati dan tim ginjal juga harus
dihubungi, jika pasien menggunakan dialisis atau mengalami gangguan ginjal
berat. Pemberian kalium oral harus disertai dengan banyak cairan (antara 100 dan
250 mL air, tergantung pada bentuk tablet kalium) dan lebih baik diberikan
dengan atau setelah makan.

Human Immunodeficiency Virus-Associated Diarrhea: Stillan Issue in the


Era of Antiretroviral Therapy
Patofisiologi
Infeksi HIV pada Saluran Pencernaan Jaringan limfoid terkait usus (GALT)
adalah kumpulan terbesar dari jaringan limfoid dalam tubuh manusia.Traktus
gastrointestinal (GI) secara teratur terpapar pada bermacam-macam antigen yang
kompleks dan beragam dari kedua sumber mikroba.Sebagai hasilnya, sel B dan T
yang tipis dari gutare terus berinteraksi dengan antigen yang menginduksi
maturasinya menjadi sel plasma dan sel T memori, masing-masing.Stimulasi
sistem kekebalan yang terus-menerus ini mengarah pada keadaan inflamasi awal
yang mendorong produksi kemokin dan molekul adhesi, yang memediasi
pergerakan limfosit ke dalam mucosaltissue.Saluran GI ditargetkan selama semua
fase infeksi HIV, tetapi efek HIV pada sistem kekebalan mukosa paling jelas pada
periode infeksi akut. Data dari model simian dengan simian immunodeficiency
virus dan dari pasien dengan HIV menunjukkan bahwa dalam beberapa minggu
infeksi, sebagian besar limfosit mukosa lapapropria mukosa CD4 habis.
Pengurangan ini terjadi jauh sebelum penurunan sel T CD4 terlihat di pinggiran
dan kemungkinan mencerminkan ekspresi yang lebih besar dari reseptor kemokin
CC tipe 5 (CCR5), yang berfungsi sebagai koreseptor primer untuk sebagian besar
strain HIV infektif, pada sel T CD4 mukosa. Ekspresi reseptor hormon pada sel-
sel ini mendukung masuknya virus, tetapi keadaan aktivasi fisiologisnya
bertanggung jawab untuk meningkatkan replikasi HIV di kompartemen mukosa
dan kemudian penurunan sel T CD4 mukosa.Lebih lanjut, meskipun
menggunakan obat antiretroviral yang manjur, HIVpersis dalam limfosit GALT,
bahkan setelah replesi sel CD4?T di perifer.
Dengan demikian, pada pasien dengan infeksi HIV kronis, lingkungan
mukosa mengandung jumlah sel CD4 yang tinggi tetapi kelebihan populasi
dengan sel CD8 dan sel B, memberikan kesan yang salah dari lingkungan
kesehatan pada tingkat mikroskopis. Etiologi diare pada Pasien yang terinfeksi
HIV dapat dibagi menjadi dua kategori utama: tidak menular dan tidak menular.
Ketika pengobatan HIV telah meningkat, peningkatan jumlah sel T CD4 di dalam
perifer telah mengakibatkan penurunan risiko infeksi dan diare terkait.Indikasi
dari perubahan ini, etiologi non-infeksi pada diare sekarang telah melampaui
penyebab infeksi [ 6]. Diare noninfectious didefinisikan sebagai diare patogen-
negatif dan termasuk diare yang berhubungan dengan ART, kerusakan GI terkait
dengan infeksi HIV (yaitu, enteropati HIV), dan banyak penyebab yang serupa
dengan yang terlihat pada pasien dengan jenis kelamin dan usia yang sesuai tanpa
infeksi HIV. Etiologi Noninfeksi DiareHIV Enteropati EnteropatiHIV adalah
bentuk idiopatik dari diare yang diamati pada pasien dengan HIV tanpa adanya
sumber infeksi yang bersifat histologis dengan fitur histologis.Walaupun
mekanisme pasti yang menyebabkan perubahan ini pada saluran GI tidak jelas,
HIV telah dipostulatkan pada perubahan struktur dan seluler, yang dapat
menyebabkan distorsi arsitektur. Beberapa penelitian telah menunjukkan
proliferasi epitel enkripsi sebagai respons terhadap infeksi HIV, yang
menyebabkan peningkatan tinggi crypt, selanjutnya perambahan sel crypt ke vili,
dan relatif menurunnya ketinggian vili yang mengakibatkan diare dan
malabsorpsi.
Sebuah studi oleh Keating dan rekan yang menyelidiki penyerapan
monosakarida pada pasien dengan HIV dan AIDS menunjukkan bahwa pasien
dengan diare memiliki penyerapan lemak yang signifikan dari semua
monosakarida yang diuji. Bukti malabsorpsi dilaporkan pada pasien dengan diare
baik pathogen-negatif (n = 7) dan pathogen-positif (n = 27), menunjukkan bahwa
malabsorpsi mungkin terlibat dalam enteropati HIV, serta pada diare yang
disebabkan oleh patogen. Hipotesis lain untuk mekanisme enteropati HIV
termasuk penurunan resistensi listrik transepitel, penurunan penyerapan glukosa
yang bergantung pada natrium, dan peningkatan permeabilitas antar sel dalam sel
yang terinfeksi HIV. Penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa gp120, sebuah
amploprotein HIV, menginduksi gangguan mikrotubulus., mengurangi resistensi
epitel, dan mempromosikan pensinyalan kalsium dengan sel untuk memengaruhi
perubahan sitopatik ini.Namun, tidak ada efek gp120 pada sekresi
klorida.Enteropati HIV dapat terjadi pada semua tahap infeksi HIV, dari HIV akut
hingga AIDS lanjut.Data menunjukkan bahwa HIV mungkin dapat menginfeksi
epitel mukosamerusak penghalang mukosa, menghasilkan penurunan resistensi
transepitelial dan diare. Ini telah terbukti menyebabkan malabsorpsi vitamin B12,
bileacid, dan monosaccharides; dengan demikian, enteropati HIV juga dapat lebih
spesifik ditentukan oleh efek fisiologisnya pada fungsi usus halus
Diare yang Berhubungan dengan ART.Diare sementara adalah efek samping
ART, protease di-hybrid tampaknya paling kuat terkait dengan diare.Pada model
tikus, protease inhibitor dan reverse transcriptase inhibitor ditemukan secara
signifikan meningkatkan air dan sekresi elektrolit ke dalam usus halus in vivo.
Rufo dan rekan menunjukkan bahwa penghambatan pada umumnya dan nelfinavir
khususnya memberi sinyal potensial melalui reseptor muskarinik dan kalsium-
tergantung sel usus, menghasilkan sekresi klorida yang meningkat ke dalam
lumen.Penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi natrium dan klorida
dalam feses dari pasien dengan HIV yang memakai nelfinavir tidak ditingkatkan,
konsisten dengan diare sekretori.
Dalam in vitrostudy, Bode dan rekan menemukan bahwa protease inhibitor
menginduksi apoptosis epitel usus manusia, fungsi penghalang yang menjanjikan
dalam sel dan dengan demikian meningkatkan sekresi air dalam lumen usus. Wu
dan kolega juga menyelidiki mekanisme di mana inhibitor pro-tease menyebabkan
diare dan menemukan bahwa lopinavir andritonavir (terutama bukan amprenavir)
menginduksi disfungsi endoplasmikretulum dalam sel epitel usus.Ketika terpapar
dengan protease inhibitor, sel-sel itu ditemukan memiliki penurunan alkali
fosfatase.aktivitas dan dengan demikian meningkatkan protein yang tidak terlipat.
Akumulasi protein defektif dalam sitosol dapat secara aktif mengaktifkan respon
protein yang tidak terlipat, suatu jalur pensinyalan khusus yang bertujuan
mengembalikan fungsi pelipat protein sel menjadi normal. Jika kadar protein yang
tidak terlipat tidak menurun, sel dapat menyebabkan apoptosis. Penyebab Diare
Noninfeksi Lainnya Gangguan usus fungsional, seperti sindrom iritasi usus besar
(IBS), adalah kondisi tambahan yang mungkin timbul akibat diare.Dalam sebuah
survei yang dilakukan dalam pengaturan rawat jalan VeteransAffairs, IBS lebih
umum pada pasien HIV-positif dibandingkan dengan pasien HIV-negatif.
Penyebab lain dari diare tidak menular adalah pertumbuhan berlebih bakteri in-
testinal yang kecil (SIBO), suatu kondisi di mana peningkatan bakteri di usus
kecil menyebabkan beberapa gejala GI, termasuk perut kembung dan
ketidaknyamanan, diare, dan malabsorpsi. Kondisi ini mungkin lebih umum pada
mereka dengan kelainan anatomis-kelainan dan gangguan motilitas, tetapi
tampaknya tidak menjadi penyebab diare pada orang dengan HIV.

Analisis jurnal 1 : Hubungan Karakteristik dan Konsumsi Antiretroviral dengan


Status Nutrisi pada Odha Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Tahun 2017
Infeksi HIV mempunyai implikasi bermakna terhadap status nutrisi
ODHA.Infeksi HIV di antaranya menyebabkan ketidakmampuan mengabsorpsi
zat gizi dan makanan, perubahan metabolisme, serta berkurangnya asupan
makanan akibat gejala-gejala yang terkait HIV.Malabsorbsi dapat terjadi dengan
atau tanpa diare. Penyebabnya multifaktorial, termasuk di antaranya adalah
abnormalitas mukosa gastrointestinal yang dapat disebabkan oleh infeksi HIV-nya
sendiri, atau merupakan akibat sekunder dari infeksi usus oleh agen lain. Apabila
malabsorbsi tersebut disertai dengan diare kronik, yang sering kali terjadi, maka
jika tidak ditangani dengan baik dapat menjadi predisposisi terjadinya malnutrisi
yang berat.Diare juga dapat merupakan efek samping dari obat-obatan, seperti
beberapa obat antiretroviral dan antibiotika. Menurut (Stambullian et al., 2007)
status nutrisi yang tidak baik pada penderita HIV/AIDS dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu asupan dan absorbsi nutrisi yang tidak adekuat, perubahan
metabolik, hipermetabolisme atau gabungan dari semuanya, perubahan di saluran
cerna serta interaksi antara obat dan nutrisi.
Ada keterkaitan antara HIV/AIDS dan malnutrisi.Hal ini dikarenakan
malnutrisi pada penderita dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat meningkatkan
perkembangan infeksi HIV. Infeksi HIV akan mempengaruhi status nutrisi dan
status imun ODHA. Asupan zat gizi yang tidak memenuhi kebutuhan akibat
infeksi HIV akan menyebabkan kekurangan gizi yang bersifat kronis. Sebagian
besar pasien HIV/AIDS di Indonesia mengalami malnutrisi. Bahkan sebagian
sudah masuk dalam kategori wadting syndrome, yaitu suatu keadaan dimana
pasien mengalami kehilangan berat badan lebih dari 10% atau yang mempunyai
indeks massa tubuh kurang dari 20 kg/m2 sejak kunjungan terakhir atau
kehilangan berat badan lebih dari 5% dalam waktu 6 bulan,
Hubungan antara konsumsi antiretroviral dengan status nutrisi pada
ODHA diketahui nilai p-value sebesar 0,014 < α 0,05, yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara konsumsi antiretroviral dengan status nutrisi
pada ODHA. Konsumsi antiretroviral secara teratur sesuai dengan petunjuk
petugas kesehatan akan menghambat perjalanan penyakit HIV, meningkatkan
jumlah CD4, mengurangi jumlah virus dalam darah, dan merasa lebih baik
sehingga meningkatkan nafsu makan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Mariz et.al (2011) bahwa status pasien dengan mengkonsumsi antiretroviral
bermakna secara statistik dengan status gizi kurang pada pasien HIV/AIDS.

Analisis jurnal 2: Pengaruh Pengobatan ARV terhadap Peningkatan Limfosit


Pasien HIV-AIDS di Rumah Sakit Pemerintah Kota Palu
Antiretroviral dapat memperlambat proses replikasi sel-sel atau
memperlambat penyebaran virus dalam tubuh dengan menghambat proses
replikasi. Terapi antiretroviral dapat meningkatkan sel CD4+ atau limfosit T pada
HIV.Penghambat enzim nucleoside reverse transcriptase (NRTI) HIV memerlukan
enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mereplikasi diri. Jenis obat-obatan
ini memperlambat kerja reverse transcriptase dengan cara mencegah
pengembangbiakan materi genetik virus tersebut. Penghambatan non-nucleoside
reverse transcriptase (NNRTI) jenis obat-obatan ini juga menghambat replikasi
HIV dengan mengikat enzim reverse transcriptase.Hal ini mencegah enzim
tersebut tidak bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel
yang terinfeksi.Penghambat protease (protease inhibitor), sebab protease
merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV untuk
membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah protein dan enzim
dalam sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat menginfeksi sel lain.
Penghambat protease mencegah pemecahan protein dan memperlambat produksi
partikel virus baru.

Etiologi Infeksi Diare


Diberikan banyak perbedaan dalam standar hidup yang
dikembangkan.versus negara-negara berkembang dan perbedaan dalam
ketersediaan perawatan untuk pasien dengan HIV, kejadian dan jenis berbagai
infeksi terkait diare pada pasien yang mengalami gangguan kekebalan dapat
bervariasi secara substansial berdasarkan wilayah. Selain itu, diare yang dialami
oleh orang yang terinfeksi HIV dapat disebabkan oleh patogen yang khas pada
populasi HIV atau oleh patogen yang menyebabkan diare pada host
imunokompeten.Contohnya, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Escher-ichia
coli, dan virus enterotropik menyebabkan diare pada pasien imunokompeten dan
yang terinfeksi HIV.Sebagai tambahan terhadap patogen ini, pasien dengan HIV
yang secara imunosupresif, dengan jumlah CD4?Jumlah sel 200 mm / mm3, juga
rentan terhadap infeksi oportunisti. Infeksi oportunistik ini dapat diorganisasikan
ke dalam empat kategori umum organisme: protozoa, jamur, virus, dan
bakteri.ProtozoaCryptosporidiosis disebabkan oleh patogen intraseluler,
Cryptosporidium. Infeksi denganCryptosporidiumparvumadalah penyebab umum
diare di seluruh dunia. Ada perkiraan tingkat * 60.000 kasus.

Patofisiologi penyebab diare pada pasien HIV

Penyebab terjadinya diare yang cenderung menjadi masalah utama pada pasien
dengan HIV terbagi menjadi dua faktor yaitu:

1. Non infeksi
a. HIV Enteropaty
Salah satu yang terjadi yaitu berkaitan dengan HIV enteropati, yaitu suatu
kondisi idiopatik dari bentuk kejadian diare yang dialami pasien karena
bersumber dari kelainan pada karakteristik histologi jaringan tubuh, terutama
pada gastrointestinal tract. Kondisi tersebut juga terdapat kaitannya dengan
crypt cell yang mengalami proliferasi pada pasien HIV, dimana mengganggu
fungsi otto vili yang berada pada jaringan epitelial GI, terutama dalam
menyerap nutrisi dengan kandungan monosakarida sekalipun. Hal ini dapat
dikatakan bahwa telah teradi malabsorbsi terhadap nutrisi yang masuk kedalam
GI. Selain itu, yang berkaitan dengan cairan tubuh, klien mengalami gangguan
pada sistem GI akibat gangguan permeabilitas cairan dan elektrolit, dimana
pada pasien pasien HIV mengalami permeabiltas elektrolit, meskipun elektrolit
klorida terkadang tidak terpengaruh.

b. Akibat ARV
Pada pasien yang menggunakan ARV, secara otomatis akan terjadi
peningkatan protease untuk meningkatkan antibodi tubuh, namun sidamping
itu peningkatan protease inhibitor pada pasien terapi ARV juga mningkatkan
pembentukan cairan dan elektrolit pada lumen sistem gastrointestinal. Kondisi
ini dapat dibuktikan dengan adanya hasil pemeriksaan sampel cairan dan
elektrolit yang menunjukkan adanya peningkatan natrium dan klorida.
“pada kasus pak Asgianto, dimungkinkan kondisi ini yang terjadi,
dimana pasien sudah menjalani pengobatan ARV sejak 5 bulan yang lalu,
dan sejak itu juga pasien mengeluhkan diare yang tidak kunjung sembuh
dan cenderung berkelanjutan untuk setiap harinya”.

c. Irritabel Bowel Syndrom


Kondisi ini merupakan kumpulan kelainan yang terjadi pada sistem GI.
Pada kondisi inilah pasien mengalami banyak masalah gangguan sistem GI,
terutama tidak dapat menghindarkan pada serang infeksi virus, bakteri, maupun
jamur.

2. Infeksi
Terjadinya inflamasi infeksi pada GI akibat infeksi virus, bakteri dan jamur
yang dimungkinkan masuk melalui mucoka tubuh, nutrisi, dan lingkungan
yang buruk disekitar pasien HIV. Yang biasa menginfeksi saluran GI pada
pasien HIV yaitu:
Indikasi Pemberian Makanan Enteral Menggunakan NGT pada Pasien HIV
dengan Diare Kronis

Menurut Chalmers (2016), spesialis gizi rumah sakit Liverpool Royal,


dalam jurnalnya yang berjudul Enteral feeding in a HIV positive patient with
opportunistic gastric infections menyatakan bahwa pemberian makanan enteral
melalui NGT (Nasogasrtic Tube) diindikasikan pada pasien HIV dengan kondisi
diare menetap dan status gizi yang buruk. Pada studi kasus yang dibahas oleh
Chalmers (2016) diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 32
tahun, memiliki riwayat positif HIV namun, tidak dalam pengobatan ARV, dirawat
karena diare kronis, mual, muntah, penurunan berat badan, dan sakit perut selama
enam bulan. Diare berlanjut pada saat masuk rumah sakit, yang mengakibatkan
penipisan elektrolit yang parah, khususnya natrium, kalium, magnesium, dan
fosfat yang diganti setiap hari. Dukungan nutrisi oral dimulai pada minggu
pertama setelah MRS; namun karena gejala diare menetap dan status gizi
memburuk, pemberian nasogastrik (NGT) diindikasikan. Pemberian melalui NGT
dimulai dua minggu setelah MRS; ada penundaan dalam memulai pemberian
makanan karena baru mendapatkan persetujuan pasien. Memburuknya kondisi
klinis dan status gizi pasien berarti diperlukan makanan enteral alternatif, di
samping memaksimalkan anti-diare dan antiemetik. Hasil pemberian makanan
menunjukkan adanya tambahan asupan oral, yang memperbaiki muntah,
meningkatkan frekuensi usus dan akhirnya meningkatkan berat pasien sebesar 5,9
kg dalam waktu ± 2 bulan.
Menurut WHO (2005) dalam jurnal Garcia-Pats dkk (2010) mengenai
penanganan masalah gastrointestinal pada pasien HIV juga menyatakan adanya
indikasi pemberian terapi cairan melalui IV dan terapi nutrisi melalui NGT,
dengan catatan pasien dalam kondisi dehidrasi berat dan terdapat tenaga medis
atau kesehatan yang terlatih dimana memiliki kemampuan dalam memasang dan
memelihara NGT.
Kondisi pasien dalam studi kasus Chalmers (2016) hamper sama dengan
kondisi pasien kelolaan kami saat ini yaitu, Tn. A berusia 44 tahun yang memiliki
riwayat HIV dan dirawat karena diare ± 20 hari, mul, dan muntah. Tn. A hanya
makan ± 3-4 sendok dan terkadang makan 1 buah ubi manis ukuran kecil. Setelah
2 minggu perawatan, pasien masih diare dan telah mendapatkan tranfusi KCL
hingga 2 siklus untuk memenuhi kebutuhan elektrolitnya. Berdasarkan studi kasus
Chalmers (2016), Tn. A juga dapat diindikasikan pemberian makanan enteral
dengan menggunakan NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, di samping
memaksimalkan anti-diare dan antiemetik. Namun, hal ini perlu adanya kolaborasi
dengan tenaga medis lainnya yaitu dokter dan ahli gizi yang menangani Tn. A
serta persetujuan dari pasien dan pihak keluarga pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Chalmers, Naomi. 2016. Enteral Feeding In A HIV Positive Patient with
Opportunistic Gastric Infections. Nestle Health Science.

Dikman, Andrew, et al. 2015. Human Immunodeficiency Virus-Associated


Diarrhea: Still an Issue in the Era of Antiretroviral Therapy. Dig Dis Sci.
Springer.

Garcia-Prats, A. J., G. D. Ferry, dan N. R. Calles. 2010. Gastrointestinal


Manifestations of HIV Infection. HIV Curriculum for The Health
Profesional. Texas: Baylor College of Medicine.

Anda mungkin juga menyukai