Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Stunting Pada Anak

Disampaikan Pada Kegiatan di Puskemas Tapan Kec. Basa Ampek Balai Tapan

Oleh :
Kelompok 2
1. Pelia Peltresia 2230282140
2. Rina Efita 2230282139
3. Ghita Sri Utami 2230282127
4. Lizarni 2230282131
5. Liza Sasmita 2230232103
6. Valira Darma Nela 2230282146
7. Yanti Syafrika 2230282148

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESI
TAHUN 2022/2023
SAP TERAPI
BERMAIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang optimal adalah hal penting bagi
masa depan anak-anak tersebut dan kualitas suatu negara (Sguassero et al ,2008).
Pertumbuhan dan perkembangan akan berjalan dengan baik jika di dukung dengan gizi
seimbang. Gizi yang tidak seimbang akan mendatangkan masalah dalam tumbuh
kembang anak – anak contohnya seperti stunting. Stunting masih menjadi masalah
kesehatan bagi warga Indonesia.
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.
Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan
menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre
Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan
dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD. Balita stunting
termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.
Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting.
Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting
pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di
dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data prevalensi balita
stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke
dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East
Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun
terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya
seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan
dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi balita sangat
pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%.
Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek
sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Sedangkan proporsi status gizi sangat
pendek dan pendek pada balita, 2007-2018 di Indonesia adalah 30,8 % (Riskesdas,2018 )
. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59
bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi
terendah adalah Bali (Kemenkes RI ,2018).
Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya mengatakan prevalensi stunting di
provinsi itu pada 2016 cukup tinggi yakni mencapai sekitar 30%. Saat ini,
prevalensi stunting di Gianyar pun diklaim sudah menurun. Gianyar sebelumnya tercatat
sebagai wilayah dengan angka stunting tertinggi di Bali. Posisi Gianyar telah digantikan
dua kabupaten lainnya Buleleng dan Bangli. Keduanya memiliki
prevelansi stunting sekitar 20%-23%. Normalnya balita berumur satu tahun tinggi
badannya mencapai 75,7 cm. Jika dengan umur satu tahun tinggi badannya masih
dibawah 68,6 atau dibawahnya sudah masuk kategori stunting. Stunting merupakan salah
satu target Sustainable Development Goals (sdgs) yang termasuk pada tujuan
pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk
malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan
adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan hal
tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Pemerataan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan adanya
peningkatan yang positif selama beberapa tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2018).
Dalam mengatasi permasalahan gizi, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden
Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi. Peta Jalan Percepatan Perbaikan Gizi terdiri dari empat
komponen utama yang meliputi advokasi, penguatan lintas sektor, pengembangan
program spesifik dan sensitif, serta pengembangan pangkalan data. Penanganan stunting
tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan memiliki dampak yang
signifikan. Upaya pencegahan stunting harus dilakukan secara terintegrasi dan konvergen
dengan pendekatan multi sektor. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh
kementerian/lembaga serta mitra pembangunan, akademisi, organisasi profesi, organisasi
masyarakat madani, perusahaan swasta, dan media dapat bekerjasama bahu-membahu
dalam upaya percepatan pencegahan stunting di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey yang telah penulis lakukan melalui wawancara dengan
kepala puskesmas Basa Ampek Balai Tapan banyak yang mengalami stunting, Maka
daripada itu penulis untuk membuat satuan acara penyuluhan dengan metode ceramah,
diskusi,dan dokumentasi upaya pencegahan stunting.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan orangtua anak dapat mengetahui dan
memahami bagaimana mencegah stunting.
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga pasien
dapat mengetahui tentang:
1. Defenisi Stunting
2. Penyebab stunting 
3. Dampak stuntig
4. Cara mencegah stunting 
5. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)
RENCANA KEGIATAN

Pokok Bahasan : Stunting

Waktu Pertemuan : 40 menit

Tanggal : Juamat, 09 Desember 2022

Tempat : Puskesmas Tapan / Posyandu

Sasaran : Pengunjung Puskesmas, Posyandu

Metode : Ceramah

Presentator : Pelia Peltresia

A. RENCANA KEGIATAN
1. Jenis kegiatan : Penyuluhan
2. Hari/tanggal : Juamat, 09 Desember 2022
3. Waktu pelaksanaan : 40 menit
4. Tempat pelaksanaan : Puskesmas Tapan/ Posyandu
5. Kelompok usia dan tugas perkembangan : Orang Tua anak dan
Semua yang dating ke puskesmas
/Posyandu
6. Media yang digunakan : Lesflet dan materi penyuluhan
7. Kegiatan bermain terapuetik

Langkah –
Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan sasaran
langkah
Pembukaan ( 10 menit ) 1. Salam pembuka 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan maksud keterangan penyaji
dan tujuan 3. Menyampaikan
penyuluhan pengetahuan tentang
Menggali materi yang
pengetahuan peserta disampaikan
tentang materi yang
akan disampaikan
Penyajian ( 20 menit) Menjelaskan tentang : 1. Memperhatikan
1. Defenisi Stunting 2. Mendengarkan
2. Penyebab stunting keterangan
3. Dampak stuntig penyaji
4. Cara mencegah
stunting
5. Zat Gizi Mikro yang
Berperan untuk
Menghindari Stunting
(Pendek)
Evaluasi (20 menit) 1. Memberikan 1. Aktif bertanya
kesempatan untuk 2. Mendengarkan
bertanya 3. Menjawab
2. Menjawab pertanyaan yang
pertanyaan diberikan
3. Post test
Penutup (10 menit ) 1. Menyimpulkan 1. Mendengarkan dan
materi yang Memperhatikan
disampaikan oleh 2. Memberikan pesan
penyuluh dan kesan
2. Meminta / 3. Menjawab salam
memberi pesan
dan kesan
3. Salam Penutup

8. Pengorganisasian kelompok ( nama beserta tugasnya )


a. Leader (Ketua pelaksana)
Nama : Rina Efita
Tugas : Memimpin kegitan terapi bermian
b. Co Leader (Wakil ketua pelaksana)
Nama : Liza Sasmita
Tugas : membantu ketua dalam memimpin

c. Fasilitator
Nama : Pelia Peltresia, , Darma Nela, Yanti
Tugas : Mengatur jalannya kegiatan terapi dan melihatkan bagaimana masing-
masing anak-anak dalam bermain

d. Observer
Nama : Lizarni, Ghita Sri Utami
Tugas : memantau keadaan dalam kegitan terapi

9. Setting tempat

Keterangan : Fasilitaor :

Leader : Observer :

Co Leader : Pasien :
D.EVALUASI
1. Evaluasi terstruktur
a) Adanya koordinasi antara pemateri, peserta penyuluhan dan panitia
penyelenggara selama acara penyuluhan berlangsung.
b) Persiapan acara penyuluhan dapat dilakukan dengan baik, misalnya dalam
penyiapan kursi, absensi dan leaflet.
c) Sebelum penyuluhan telah dilakukan perjanjian penyuluhan dengan pihak banjar
bumi kertha, dalung permai
2. Evaluasi proses
a) Peserta aktif mendengarkan dan menyimak acara penyuluhan
b) Peserta aktif bertanya topik yang dibahas pada sesi tanya jawab.
c) Peserta mampu merespon pertanyaan yang diberikan pemateri..
3. Evaluasi hasil
Peserta mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan dengan benar
melalui pertanyaan lisan meliputi pengertian stunting, cara mencegahnya, dan zat gizi
yang berperan menghindari stunting (75%).
BAB II
KONSEP TEORI
STUNTING PADA ANAK

MATERI PENYULUHAN

A. Defenisi Stunting
Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai
dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah
keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median
panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting
adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana
tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN,
2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan    terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan
sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal
untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit (ACC/SCN, 2000).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan
dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang
kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
B. Penyebab Stunting
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu
proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan
peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine
growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan
kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan
meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk
mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen
and Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja
seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor
utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
 Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
 Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
 Riwayat penyakit.
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat satu
konsep model faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan gizi, kecacatan atau
disability dan kematian.
• Dalam diagram tersebut terlihat bahwa kekurangan gizi kronis atau pendek
lebih dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan pada masa janin,
kekurangan asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan energy dan protein.
• Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau kurus
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi terutama
kalori dan protein dan infeksi penyakit.
• Tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu merupakan salah satu penyebabnya
tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan kekurangan gizi akut dan
kematian.
• Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi kronis juga
menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko kematian
• Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya infeksi
penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan kualitas
pelayanan merupakan merupakan faktor yang secara bersama-sama maupun
secara sendiri-sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu hamil, kekurangan
gizi mikro, asupan energy yang rendah dan tidak optimalnya pemberian Air
Susu Ibu.

C. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan  tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan,
peluang gagal tes wawancara pekerjaan  menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan
yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan
tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh
proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya
angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta
fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh
yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada
kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu
panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro. Menurut
WHO dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka
pendek dan jangka panjang.
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
c. Menurunnya kesehatan reproduksi
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

D. Cara Mencegah Stunting


1. Mencegah Stunting pada Balita
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs)
yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan
kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan
pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada
tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai
salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut:
2. Ibu Hamil dan Bersalin
 Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
 Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
 Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
 Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM);
 Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
 Pemberantasan kecacingan;
 Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
 Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif;
dan
 Penyuluhan dan pelayanan KB.
3. Balita
 Pemantauan pertumbuhan balita;
 Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
 Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
 Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
4. Anak Usia Sekolah
 Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
 Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
 Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
 Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

5. Remaja
 Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola
gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
 Pendidikan kesehatan reproduksi.
6. Dewasa Muda
 Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
 Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
 Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan


bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan
tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan
optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah sampai remaja
relatif kecil kemungkinannya.  Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada
remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu,
menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi
stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,
artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi,
mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain
itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan
(eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup
gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan
dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan
benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat
dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan
penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung,
serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses  keluarga terhadap daya
beli pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan
kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak
berada dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga
terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak
yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan
cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.

7. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi


a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari
pertama kehidupan, yaitu:
 Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara
terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu  hamil perlu mendapat makanan
yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau
telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan
makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu
mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.
Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
 Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu
bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai
dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
 Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai
bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul
vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.
 Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
rumah tangga.

b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi


 Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan
gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme
tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga  keseimbangan segala proses
dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan
gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta,
uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya
saja,  bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa
terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah
makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu
protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral untuk
membantu proses pertumbuhan itu.
 Kebutuhan Gizi Ibu  saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar
dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada
ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang
bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk
memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan
unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam
tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air
dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan
untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping
bisa juga ditambah dengan minum air buah.
 Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu
(ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai
kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara
mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui
selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga
payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan tanpa
membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan
memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter
perhari.
 Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai
melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai
mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana
kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga
mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap
penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi
tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia
ini  ASI tetap diberikan.  Pada masa ini berikan juga makanan keluarga
secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi makanan harus
diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap,
bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini
hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping
E. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)
 Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi,
pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium
antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.
 Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon
tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan
makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
 Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka,
fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki.
Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
 Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan
otak, dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur,
ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.

 Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan
pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia.
Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-kacangan,
serealia dan sayur-sayuran.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Pedoman Hidup Sehat Seri Anak Balita. Jakarta.

Wong. 2010. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Soetningsih. 1999. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Adinda. 2014. Masalah Gizi penyebab Stunting (Pendek).


(http://adindascabiosa.blogspot.co.id/2014/04/-masalah-gizi-penyebab-stunting.html).
Diakses pada tanggal 24 April 2016.

Laporan Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef


Indonesia.Oktober 2012.

Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar


2013.

Rizma. 2016. 8,8 Juta Anak Indonesia Bertubuh Kerdil.(


http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/26/o1k24o385-88-juta-anak-
indonesia-bertubuh-kerdil-part1). Diakses pada tanggal 20 Maret 2016
KELOMPOK 2
Pelia Peltresia
Rina Efita
Ghita Sri Utami
Lizarni
Liza Sasmita
Valira Darma Nela
Yanti Syafrika

Anda mungkin juga menyukai