Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARAPENYULUHAN

“PENCEGAHAN STUNTING”

Disusun oleh:
Bilqis Ar-Rohman P1337424721005
Nur Hilda Oktaviana P1337424721008
Lilik Asmawati P1337424721023
Ni Luh Desi Mahariani P1337424721027
Veronica Simajuntak P1337424721030
Raharni Rosfiyanti Meta P1337424721035

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER TERAPAN


PROGRAM PASCASARJANA POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Pokok Bahasan : Stunting


2. Sub pokok bahasan : Pencegahan stunting
a) Defenisi Stunting
b) Penyebab stunting
c) Dampak stuntig
d) Cara mencegah stunting
e) Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk
Menghindari Stunting (Pendek)
3. Sasaran : Ibu hamil dan ibu balita di poliklinik RSUD RA Kartini
4. Waktu : 60 menit / 10.00 – 11.00 wita
5. Tempat : Poliklinik Obsgyn dan Poliklinik Anak
6. Hari / tanggal : Kamis, 28 Juli 2022 dan Juma’at, 29 Juli 2022
7. Latar Belakang :
Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang optimal
adalah hal penting bagi masa depan anak-anak tersebut dan kualitas suatu
negara. Pertumbuhan dan perkembangan akan berjalan dengan baik jika di
dukung dengan gizi seimbang. Gizi yang tidak seimbang akan
mendatangkan masalah dalam tumbuh kembang anak – anak, contohnya
seperti stunting.

Masalah gizi pada balita merupakan masalah Kesehatan Masyarakat


yang masih tergolong tinggi di Indonesia, baik yang bersifat akut maupun
kronis. Salah satu program yang diupayakan pemerintah adalah penurunan
kejadian stunting. Stunting atau anak pendek berdasarkan umur merupakan
salah satu indikator kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang
terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari
janin hingga anak berusia 23 bulan. Oleh karena itu, periode 1.000 HPK
ini disebut pula sebagai periode Emas untuk melakukan pencegahan atau
koreksi masalah stunting dengan berbagai intervensi gizi spesifik dan
sensitif.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau


tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian
pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila
seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita
pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau
tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study), nilai z- scorenya
kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z- scorenya
kurang dari -3SD. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat
hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

Berdasarkan data dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021,
kejadian stunting Nasional sejumlah 24,4%, di Provinsi Jawa Tengah
sejumlah 27,7%, dan di Kabupaten Jepara tahun adalah 25,0%. Indonesia
saat ini tengah bermasalah dengan stunting. Penurunan prevalensi stunting
pada balita adalah program utama pemerintah Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengkoordinasikan upaya
percepatan pencegahan stunting agar konvergen, baik pada perencanaan,
pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat
pemerintahan, termasuk desa hingga mencapai 14%.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pengumpulan data
dengan penangungjawab SDM, bahwa kegiatan penyuluhan masih sangat
jaarang dilakukan di RSUD RA Kartini, sehingga penulis tertarik untuk
membuat satuan acara penyuluhan dengan metode ceramah, diskusi, dan
dokumentasi dalam upaya pencegahan stunting.
8. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum /TIU
Setelah dilakukan penyuluhan selama 60 menit diharapkan ibu
hamil dan ibu balita dapat mengetahui dan memahami bagaimana
mencegah stunting.
b. Tujuan Instruksional Khusus/ TIK
Setelah dilakukan penyuluhan pencegahan stunting selama 60
menit diharapkan ibu hamil dan ibu balita dapat mengetahui tentang:
1) Defenisi Stunting
2) Penyebab stunting
3) Dampak stuntig
4) Cara mencegah stunting
5) Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)

9. Kegiatan

NO Langkah –
Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan sasaran
langkah
1. Pembukaan ( 10 menit ) 1. Salam pembuka 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
keterangan penyaji
3. Menjelaskan maksud dan 3. Menyampaikan
tujuan penyuluhan pengetahuan tentang
Menggali pengetahuan peserta materi yang
tentang materi yang akan disampaikan
Disampaikan
2. Penyajian ( 20 menit) Menjelaskan tentang : 1. Memperhatikan
1. Defenisi Stunting 2. Mendengarkan
2. Penyebab stunting keterangan penyaji
3. Dampak stuntig
4. Cara mencegah stunting
5. Zat Gizi Mikro yang Berperan
untuk Menghindari
Stunting
(Pendek)
3. Evaluasi (20 menit) 1. Memberikan kesempatan 1. Aktif bertanya
untuk bertanya 2. Mendengarkan
2. Menjawab pertanyaan 3. Menjawab pertanyaan
3. Post test yang diberikan
4. Penutup (10 menit ) 1. Menyimpulkan materi yang 1. Mendengarkan dan
disampaikan oleh penyuluh Memperhatikan
2. Meminta / memberi pesan 2. Memberikan pesan
dan kesan dan kesan
3. Salam Penutup 3. Menjawab salam
10. Metode : Ceramah, diskusi, dan dokumentasi
11. Media dan Alat Bantu : Leaflet, powerpoint, laptop, dan proyektor
12. Setting tempat :

3
2 1 2

2 2

2 2

Keterangan:
1. Penyuluh
2. Sasaran (masyarakat)
3. LCD

13. Materi : Lampiran I


14. Evaluasi :
1. Evaluasi terstruktur
a) Adanya koordinasi antara pemateri, peserta penyuluhan dan panitia
penyelenggara selama acara penyuluhan berlangsung.
b) Persiapan acara penyuluhan dapat dilakukan dengan baik, misalnya
dalam penyiapan kursi, absensi dan leaflet.
c) Sebelum penyuluhan telah dilakukan perjanjian penyuluhan dengan
pihak banjar bumi kertha, dalung permai
2. Evaluasi proses
a) Peserta aktif mendengarkan dan menyimak acara penyuluhan
b) Peserta aktif bertanya topik yang dibahas pada sesi tanya jawab.
c) Peserta mampu merespon pertanyaan yang diberikan pemateri..
3. Evaluasi hasil
Peserta mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan
dengan benar melalui pertanyaan lisan meliputi pengertian stunting, cara
mencegahnya, dan zat gizi yang berperan menghindari stunting (75%).
15. Daftar pustaka :
1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kementerian
Kesehatan R.I. 2015. Rencana Strategis Kemenkes 2015-2019;
Kepmenkes No.HK. 02.02/MENKES/ 52/2015.
2. kes.go.id/ pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf
3. http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa
.pdf
4. Anonim. 2018. infosatin kemenkes RI. Di akses 3 mei 2019.
www.depkes.go.id

5. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief.

6. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2016

7. Kementerian Kesehatan RI. 2017


Lampiran 1
MATERI PENYULUHAN

A. Defenisi Stunting
Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh
tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting
(tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan
populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh
anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya.
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak.
Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan
dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi
badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai
pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau
kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk
mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit.
Stunting atau anak pendek berdasarkan umur merupakan salah satu
indikator kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun
(balita) akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang
terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari
janin hingga anak berusia 23 bulan. Hal ini adalah indikator kesehatan
anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada
masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
B. Penyebab Stunting
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak
merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa
kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan
proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted
terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR),
sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan
disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit
infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta
mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada
anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan
pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and
Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh
banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai
berikut :
 Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi
dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan
air).
 Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
 Riwayat penyakit.
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat
satu konsep model faktor-faktor yang menyebabkan kekurangan gizi,
kecacatan atau disability dan kematian.
• Dalam diagram tersebut terlihat bahwa kekurangan gizi kronis atau pendek
lebih dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan pada masa janin,
kekurangan asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan energy dan
protein.
• Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau kurus
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi terutama
kalori dan protein dan infeksi penyakit.
• Tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu merupakan salah satu
penyebabnya tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan
kekurangan gizi akut dan kematian.
• Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi kronis
juga menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko kematian
• Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya infeksi
penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan kualitas
pelayanan merupakan merupakan faktor yang secara bersama-sama
maupun secara sendiri-sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu hamil,
kekurangan gizi mikro, asupan energy yang rendah dan tidak optimalnya
pemberian Air Susu Ibu.

C. Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),
sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan
sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara
pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak
dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita
stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa,
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika,
seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko
meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan
motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen
& Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada
masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan
sulit diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka
waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi
mikro. Menurut WHO dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi
menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal;
dan
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
c. Menurunnya kesehatan reproduksi
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa
sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

D. Cara Mencegah Stunting


1. Mencegah Stunting pada Balita
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development
Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-
2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun
2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting
sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang
dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai
berikut:
3. Ibu Hamil dan Bersalin
 Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
 Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
 Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
 Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein,
dan mikronutrien (TKPM);
 Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
 Pemberantasan kecacingan;
 Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam
Buku KIA;
 Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif; dan
 Penyuluhan dan pelayanan KB.
4. Balita
 Pemantauan pertumbuhan balita;
 Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
untuk balita;
 Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
 Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
5. Anak Usia Sekolah
 Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
 Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
 Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
 Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

6. Remaja
 Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi
narkoba; dan
 Pendidikan kesehatan reproduksi.
7. Dewasa Muda
 Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
 Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
 Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan


bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang
sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi
gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil
kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang
baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun
pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat
badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang
telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat
gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet
Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya
mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6
bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah
dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga
diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat
dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita
dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di
posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi
dini
terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi
lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga
terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak. Juga
meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya
berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada
pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi
keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang
baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan
penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah
dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara
yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.

2. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi


a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu
hari pertama kehidupan, yaitu:
 Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil
merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu
hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila
ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah
mengalami KurangEnergiKronis (KEK),
maka perlu diberikan
makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu
hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90
tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga
agar ibu tidak mengalami sakit.
 Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih
dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu
Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
 Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus
dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi
dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi
dasar lengkap.
 Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan
oleh setiap rumah tangga.

b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi


 Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil,
kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam
proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta
menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Di
samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi
tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin,
plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan
makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan
akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang
mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu
protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan
mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.
 Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui
lebih besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi
kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi,
seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang
bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang.
Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam
ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran
dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan
mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88
gr
%. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk
minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di
samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
 Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi
Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi
mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan.
Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah
melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama
minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga
payudara benar- benar kosong. Apabila hal ini dilakukan
tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka
payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan
hingga 1,5 – 2 liter perhari.
 Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan
mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat,
anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara
berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya.
Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami
gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks
seperti ISPA
dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi
seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia
ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan juga
makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang
diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu yang
tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini
hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek
samping

E. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)


 Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta
gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan
sumber kalsium antara lain : ikan teri kering, belut, susu,
keju, kacang-kacangan.
 Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana
hormon tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk
mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber
yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
 Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang,
penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan pengembangan
fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink :
hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
 Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh,
pertumbuhan otak, dan metabolisme energi. Sumber zat
besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-kacangan, sayuran
hijau dan buah-buahan.
 Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode
pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah
merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara
lain
: bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan sayur-
sayuran.

Anda mungkin juga menyukai