Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PENGGANTI OSCE

SAP PENDIDIKAN KESEHATAN STUNTUING

KELAS ILMU KEPERAWATAN (RA)

HELINA ROMELIA

R011181319

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
I. SATUAN ACARA PENYULUHAN
Materi Penyuluhan : Pencegahan Stunting
Pokok Bahasan : Pencegahan Stunting
Sasaran : Orang tua anak
Hari/Tanggal : Kamis/14 Mei 2020
Waktu : 30 menit
Tempat : Puskesmas Sudiang Raya

1. Latar Belakang/Urgensi
Prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat kelima terbesar
di dunia.1 Data Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013
menunjukkan prevalensi stunting dalam lingkup nasional sebesar 37,2 persen,
terdiri dari prevalensi pendek sebesar 18,0 persen dan sangat pendek sebesar
19,2 persen. Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan
masyarakat yang berat dalam kasus balita stunting (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling
berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien
selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan
perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan
kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Anak
stunting memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih
rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh
kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi
sejak dini akan berlanjut hingga dewasa (Setiawan, Machmud, & Masrul,
2018).
Dari pelbagai penelitian tentang stunting dan literatur yang ada
diketahui bahwa selain infeksi stunting berhubungan juga dengan defisiensi
gizi (mikronutrien dan makronutrien). Terdapat beberapa zat gizi yang
berkaitan dengan stunting seperti protein, zat besi, zink, kalsium, dan vitamin
D, A dan C.8 Selain itu, faktor hormon, genetik dan rendahnya pengetahuan
orang tua dalam pengasuhan, kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan,
rendahnya aksesibilitas pangan pada tingkat keluarga terutama pada keluarga
miskin, rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar, dan
masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan
masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Kusumawati, Rahardjo, &
Sari, 2015).

2. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan orang tua anak dapat
mengetahui dan memahami tentang cara pencegahan stunting.
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan orang tua anak dapat
mengetahui tentang:
- Definisi stunting
- Penyebab stunting
- Dampak stunting
- Cara mencegah stunting

3. Sasaran
Sasaran ditujukan pada orang tua anak di wilayah puskesmas sudiang raya.

4. Strategi Pelaksanaan
a. Metode : Ceramah, diskusi dan tanya jawab.
Metode ini saya gunakan karena mengingat sasaran yang cukup luas dan
banyak (orang tua anak) dan untuk mengefisienkan waktu dan materi
bahasan yang di bawakan, saya menggunakan leaflet yang diberikan pada
masing-masing peserta dalam hal ini orang tua anak.
b. Media : Leaflet
c. Tempat dan waktu
- Tempat : Puskesmas Sudiang Raya
- Hari/ Tanggal : Kamis/ 14 Mei 2020
d. Pemateri : Helina Romelia
e. Peserta : Orang tua anak
f. Waktu : 30 menit
5. Setting Tempat Penyuluhan

Keterangan:
: Penyuluh/pemateri
: Peserta Penyuluhan (orang tua anak)
6. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta Media


Kegiatan
Pembuka 1. Salam Pembuka 1. Menjawab salam 1. Ceramah
(5 menit) 2. Memperkenalka 2. Mendengarkan 2. Tanya jawab
n diri keterangan
3. Menjelaskan pemateri
maksud dan 3. Menyampaikan
tujuan pengetahuan
penyuluhan tentang materi
4. Menggali yang akan
pengetahuan dibawakan
peserta tentang
materi yang akan
disampaikan
Penyajian dan 1. Definisi stunting 1. Memperhatikan 1. Ceramah
diskusi 2. Penyebab 2. Mendengarkan 2. Tanya jawab
(20 menit) stunting penyampaian 3. Leaflet
3. Dampak stunting pemateri
4. Cara mencegah
stunting
Penutup 1. Mengevaluasi 1. Menjawab Tanya jawab
(5 menit) atau menanyakan pertanyaan
Kembali materi 2. Memperhatikan
yang telah dan
disampaikan mendengarkan
2. Menyimpulkan pemateri
Kembali materi 3. Menjawab
yang telah salam
disampaikan
3. Memberi salam
penutup

7. Kriteria Evaluasi
Evaluasi Terstruktur:
- Adanya koordinasi antara pemateri dan peserta penyuluhan selama
acara penyuluhan berjalan.
- Persiapan penyuluhan dapat dilakukan dengan baik, misalnya dalam
persiapan kursi, absensi, media (leaflet), konsumsi, dll.
- Sebelum penyuluhan dilakukan, telah di setujui oleh pihak Puskesmas
Sudiang Raya untuk peminjaman tempat.

Evaluasi Proses:

- Peserta aktif mendengarkan dan menyimak materi penyuluhan.


- Peserta aktif bertanya topik yang dibahas pada sesi tanya jawab.
- Peserta mampu merespons pertanyaan yang diberikan pemateri.

Evaluasi Hasil:

Peserta mampu menjelaskan Kembali melalui pertanyaan lisan meliputi


pengertian stunting, penyebab stunting, dan cara mencegah stunting pada
anak.
8. Materi Penyuluhan (Lampiran 1)
9. Desain Leaflet (Lampiran 2)
10. Daftar Pustaka
11. Analisa SWOT Program Stunting

STREGHTS WEAKNESSES
- Adanya program yang melembaga - Minimnya pengetahuan dan sulitnya
dan terencana berkaitan dengan akses informasi tentang kesehatan
stunting yang diselenggarakan oleh pada saat hamil dan gizi anak.
mahasiswa keperawatan UNHAS. - Kurangnya partisipasi masyarakat
- Melaksanakan program dalam dalam kegiatan penyuluhan dan
Millennium Development Goals posyandu.
(MDGs) adalah menanggulangi - Kurangnya tenaga kesehatan
kemiskinan dan kelaparan yang didaerah terisolir dan terpencil.
menjadi akar masalah gizi khususnya - Sarana dan prasarana yang belum
stunting. memadai khususnya sanitasi
lingkungan dan sumber air.
OPPORTUNITIES SO WO
- Adanya jaminan kesehatan BPJS untuk Para stakeholder mulai dari Dengan adanya program kesehatan yang
masyarakat pemerintah hingga stakeholder di mengupayakan setiap masyarakat
- Adanya pemberdayaan keluarga dan masyarakat memanfaatkan dan berhak untuk mendapatkan akses
masyarakat dalam upaya peningkatan bekerja sama menyelesaikan kesehatan sampai ke daerah terpencil
kesehatan ibu hamil dan anak. permasalahan anemia pada ibu bahkan terisolir sekalipun sehingga
- Adanya kebijakan dan program hamil. Hal ini tidak hanya berhenti dapat menjawab kebutuhan masyarakat
penanganan stunting. dalam memperhatikan kesehatan yang kurang terpapar dengan dunia
- Meningkatkan kerja sama dengan ibunya saja namun juga kesehatan.
Lembaga terkait dalam mengurangi memperhatikan status kesehatan
prevalensi stunting. calon anak.
- Adanya program NS yang digalakkan
untuk membantu masalah kesehatan di
daerah terpencil
- Adanya tenaga gizi di setiap puskesmas
sebagai jembatan dalam pelaksanaan
program.
- Meningkatkan kualitas pelayanan dan
SDM kesehatan.
THREATS ST WT
- Angka kematian anak karena stunting Kebijakan dan program yang dibuat Banyak hal yang, menjadi penyebab
belum turun dan menjadi salah satu indeks dengan harapan dapat menurunkan kematian ibu hamil salah satunya
untuk mengukur derajat kesehatan masalah anemia pada ibu hamil anemia. Oleh karena itu, pentingnya
- Menurunnya kualitas dan kuantitas SDM sehingga mampu meningkatkan angka Pendidikan untuk masa depan. Masa
- Terjadinya penurunan IQ dan kemampuan derajat kesehatan dalam cakupan angka depan tidak hanya terkait jadi apa
kognitif kematian ibu. nantinya kita tetapi bagaimana kita
menjalani hidup yang berkualitas.
Lampiran 1

MATERI PENYULUHAN
A. Definisi Stunting
Stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih
pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Stunting merupakan kondisi
dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan hingga tinggi  badan anak lebih
rendah atau pendek dari standar usianya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Menurut (Hoffman et al, 2000; Bloem et al, 2013), stunting merupakan bentuk
kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi
yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Stunting
merupakan keadaan indeks tinggi badan menurut umur di bawah minus dua standar
deviasi berdasarkan standar WHO. Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi
balita stunting adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U)
menurut standar WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score
TB/U < -2 Standard Deviasi (SD) (Setiawan et al., 2018) (Mustika & Syamsul, 2018).

B. Penyebab Stunting
Stunting merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas
makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-kanak.
Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari
makanan yang tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan
masalah lingkungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien
selama seribu hari pertama kehidupan. (Kusumawati et al., 2015) (Setiawan et al.,
2018)
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunting pada anak merupakan suatu
proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunting pada anak dan
peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi
ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami Intrauterine Growth
Retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Mustika & Syamsul, 2018).
Status sosial ekonomi keluarga seperti pendapatan keluarga, pendidikan orang
tua, pengetahuan ibu tentang gizi, pola asuh yang salah, sanitasi dan hygiene yang
buruk, rendahnya pelayanan kesehatan dan jumlah anggota keluarga secara tidak
langsung dapat berhubungan dengan kejadian stunting (Nadhiroh, 2010)(Mustika &
Syamsul, 2018).

C. Dampak Stunting
Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan status
kesehatan pada anak. Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang
irreversible, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik
serta penurunan performa kerja. Anak stunting memiliki rerata skor Intelligence
Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak
normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak
mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa (Setiawan et al.,
2018).
Anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang
buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa.
Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi
individu dewasa yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan
dengan peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular
maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight dan
obesitas. Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko
penyakit degenerative (Atmarita, Irawati, Tejayanti, & Nurlinawati, 2015) (Rahayu,
Yulidasari, Andini, & Lia, 2018)

D. Cara Mencegah Stunting


Cara pencegahan stunting menurut Kemenkes, 2019 (diambil dari
http://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting)

1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah
selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium
Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu
mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter.
Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin
memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.

2. Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan


ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan
gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI
Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum
yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh
bayi yang terbilang rentan.

3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang
dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI
untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan
nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan
menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.

4. Terus memantau tumbuh kembang anak

Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi
dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik
khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal
gangguan dan penanganannya.

5. Selalu jaga kebersihan lingkungan

Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama
kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung
meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School
menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan
tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk
ke dalam tubuh manusia.
Lampiran 2
DESAIN LEAFLET
DAFTAR PUSTAKA

Atmarita, T., Irawati, D. H. T. A., Tejayanti, N. H. U. T., & Nurlinawati, I. (2015). Pendek
(STUNTING) DI INDONESI, MASALAH DAN SOLUSINYA (M. Sudomo Layout:, Ed.).
Diambil dari http://pdgmi.org/wp-content/uploads/2016/08/Stunting-di-Indonesia-A5-
rev-7.pdf

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (Vol. 3). Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, pusat data dan informasi. (2018). Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Diambil dari www.kemenkes.go.id

Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Sari, H. P. (2015). Model Pengendalian Faktor Risiko
Stunting pada Anak Bawah Tiga Tahun. Kesmas: National Public Health Journal, 9(3),
249. https://doi.org/10.21109/kesmas.v9i3.572

Mustika, W., & Syamsul, D. (2018). Analisis Permasalahan Status Gizi Kurang Pada Balita
di Puskesmas Teupah Selatan Kabupaten Simeuleu. Jurnal Kesehatan Global, 1(3), 127.
https://doi.org/10.33085/jkg.v1i3.3952

Nadhiroh, S. R. (2010). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA. Diambil dari https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjXqauh
8KvpAhUMfSsKHTp5BBEQFjAFegQIAxAB&url=https%3A%2F%2Fe-
journal.unair.ac.id%2FMGI%2Farticle%2Fdownload
%2F3117%2F2264&usg=AOvVaw3DGbNfisY1ftTiVtvfnnpf

Rahayu, A., Yulidasari, F., Andini, P., & Lia, A. (2018). STUDY GUIDE - STUNTING DAN
UPAYA PENCEGAHANNYA (Hadianor, Ed.). Diambil dari
http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-content/uploads/2019/02/BUKU-REFERENSI-STUDY-
GUIDE-STUNTING_2018.pdf

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2),
275. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.813

Anda mungkin juga menyukai