Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

STUNTING DI POLI ANAK


RSUD CIBABAT

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Ahmad Syahroni
Desi Anggraeni
Dini Apriliani
Moch Randi J

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR
CIMAHI
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
STUNTING DI POLIKLINIK ANAK
RSUD CIBABAT

Topik : Stunting

Pokok Bahasan : Pencegahan Stunting

Target/sasaran : Pasien dan keluarga pasien

Hari/tanggal : Rabu, 09 Oktober 2019

Waktu : 09.00-09.30 WIB

Tempat : Poliklinik Anak RSUD Cibabat

A. ANALISA SITUASI

Dilakukan penyuluhan pencegahan Stunting karena kebanyakan pasien

kurang mengetahui tentang stunting ini, terkadang pasien suka acuh dan

tidak sadar akan dampak dari stunting ini.

B. LATAR BELAKANG

Menurut WHO tahun 2016, prevalensi balita stunting di dunia sebesar

22,9%. Pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat ke-lima dari 81

negara dengan jumlah anak stunting terbesar di dunia mencapai 7,547,000

anak. Indonesia dilaporkan memiliki anak stunting yang lebih besar

dibandingkan dengan negara berkembang seperti Ethiopia, Republik

Demokratik Kongo, Kenya, Uganda, dan Sudan.

Jawa Barat memiliki permasalahan kekurangan gizi terutama stunting

prevalensinya masih sangat tinggi yaitu mencapai 32,9% (2013) dengan

target 28% (2019). Adapun tingkat prevalensi stunting di Jawa Barat paling

tinggi yaitu di Garut dengan angka 43,2% (Dinkes Jabar; 2017). Berdasarkan

hasil pengumpulan data Bulan Penimbangan Balita (BPB) Kabupaten

1
Bandung Barat tahun 2018, ada pun tingkat prevalensi stunting tertinggi di

Kabupaten Bandung Barat yaitu di Puksesmas Saguling dengan angka

6,41% (BPB KBB, 2018)

Stunting (kerdil) adalah kondisi anak yang memiliki panjang atau

tinggi badan kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur

dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi

median standar pertumbuhan anak dari WHO. Anak stunting termasuk

masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi

sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya

asupan gizi pada perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Pusat data

dan informasi kementerian kesehatan RI, 2018)

C. TUJUAN

a. Tujuan instruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan agar peserta

atau klien dapat mengetahui tentang penyakit stunting dan orangtua

anak memahami bagaimana mencegah stunting.

b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah dilakukan penyuluhan, peserta mampu:

1. Memahami pengertian stunting

2. Mengetahui penyebab stunting

3. Mengetahui ciri-ciri stunting

4. Mengetahui dampak dari stunting

5. Mengetahui pencegahan stunting

2
D. MATERI (Terlampir)

Materi yang akan di sampaikan:

1. Pengertian Stunting

2. Penyebab Stunting

3. Ciri-ciri Stunting

4. Dampak Stunting

5. Pencegahan Stunting

E. SASARAN DAN TARGET

Pasien dan keluarga yang datang ke poli klinik anak

F. METODE

1. Ceramah

2. Tanya jawab

G. MEDIA PENYULUHAN

1. Leaflet

2. Poster

3. X Banner

H. KEGIATAN PENYULUHAN

No. Waktu Kegiatan Peserta


1. 5 Menit Kegiatan membuka
penyuluhan:
- Mengucap salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Mengenal petugas
- Menggali pengetahuan penyuluhan
tentang stunting - Mengemukakan
- Menjelaskan tujuan yang pendapat sesuai
akan dicapai berkaitan dengan apa yang
dengan materi diketahui
penyuluhan yang akan - Menyimak dengan

3
disampaikan seksama

2. 15 menit Kegiatan inti:


- Menjelaskan - Mendengar dengan
pengertian stunting seksama
- Menyebutkan penyebab - Menyimak dengan
stunting seksama
- Menyebutkan ciri-ciri - Paasien
stunting mendengarkan
- Menyebutkan dampak penjelasan
dari stunting - Menerima
- Menyebutkan cara reinforcemen
pencegahan stunting diberikan.
- Memberikan
reinforcemen positif atas
jawaban masyarakat

3. 5 menit Kegiatan menutup


penyuluhan:
- Mengajukan pertanyaan - Pasien menjawab
sebagai evaluasi pertanyaan yang
- Mengucapkan salam diberikan
penutup - Menjawab salam.

I. EVALUASI

a. Evaluasi hasil

1. Menjelaskan pengertian Stunting

2. Menyebutkan penyebab Stunting

3. Menyebutkan cir-i-ciri Stunting

4. Menyebutkan dampak Stunting

5. Menyebutkan pencegahan dan penanggulangan Stunting

4
J. REFERENSI

Adinda. 2014. Masalah Gizi penyebab Stunting (Pendek).


(http://adindascabiosa.blogspot.co.id/2014/04/-masalah-gizi-penyebab-
stunting.html). Diakses pada tanggal 07 Oktober 2019

5
Lampiran

MATERI PENYULUHAN STUNTING

A. Pengertian Stunting

Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur

rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan

dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009) Stunting ditandai dengan

terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak.

B. Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya

disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak

balita. Secara lebih detail, beberapa faktor yang memengaruhi kejadian

stunting dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Faktor langsung

a. Faktor ibu

Faktor ibu dapat di karenakan nutrisi yang buruk selama

prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi

perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda atau terlalu tua,

pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR dan

persalinan premature, jarak persalinan yang dekat, dan

hipertensi.(Sandra Fikawati dkk,2017).

b. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil

proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada di dalam sel

6
telur yang telah di buahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas

pertumbuhan. Menurut Amigo et al., dalam narsikhah (2012) salah

satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi patologi

(seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam

kromososm yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar

peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting.

Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau

penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan panjang

badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor risiko

yang lain.

c. Asupan makanan

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas

micronutrient yang buruk, kurangnya keragaman dan asupan

pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak

bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary

foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi

pemberian makan yang jarang, pemberian makan yang tidak

adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu

ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan

yang tidak berespon.

d. Pemberian ASI Ekslusif

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi

Delayed Initiation, tidak menerapkan ASI ekslusif, dan

penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah penelitian membuktikan

bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan

7
meningkatkan kematian bayi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

merekomendasikan pemberian ASI esklusif selama 6 bulan

pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah 6

bulan bayi mendapatkan makanan pendamping yang adekuat

sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang

berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan

terhadap asupan nutrisi penting pada bayi (Sandra Fikawati dkk,

2017). Tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu merupakan salah

satu penyebabnya tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan

kekurangan gizi akut dan kematian.

e. Faktor infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi

enterik seperti diare, enteropati, dan cacing, dapat juga

disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria, berkurangnya

nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi. Penyakit

infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi

klinis menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan,

sedangkan anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki

peluang mengalami stunting (Picauly & Toy, 2013).

2. Faktor tidak langsung

1) Faktor sosial ekonomi

Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak

yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan

pendek (UNICEF, 2013). Menurut Bishwakarma dalam Khoirun

dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah akan

8
memengaruhi pemilihan makanan yang di konsumsinya sehingga

biasanya menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya

terutama pada bahan pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan

anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral, sehingga

meningkatkan risiko kurang gizi.

2) Tingkat pendidikan

Menurut Delmi Sulastri (2012), pendidikan ibu yang rendah

dapat memengaruhi pola asuh dan perawakan anak. Selain itu

juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan

yang akan di konsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan

menu makan yang tepat untuk balita dalam upaya peningkatan

status gizi akan dapat terwujud bila ibu mempunyai tingkat

pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan pendidikan rendah antara

lain akan sangat sulit menyerap informasi gizi sehingga anak

dapat berisiko mengalami stunting.

3) Pengetahuan gizi ibu

Menurut Delmi Sulastri (2012) menjelaskan bahwa

pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usaha

perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun masyarakat sadar

gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan

mau berbuat. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang

dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu

yang cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan kebutuhan

gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

9
4) Faktor lingkungan

Lingkungan rumah, dapat di karenakan oleh stimulasi dan

aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,

ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat,

rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah

tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik

berisiko mengalami stunting (Putrid an Sukandar, 2012)

C. Ciri-ciri Stunting

1. Anak yang stunted, pada usia 8-10 tahun lebih terkekang/tertekan (lebih

pendiam, tidak banyak melakukan eye-contact) dibandingkan dengan

anak non-stunted jika ditempatkan dalam situasi penuh tekanan.

2. Anak dengan kekurangan protein dan energi kronis (stunting)

menampilkan performa yang buruk pada tes perhatian dan memori

belajar, tetapi masih baik dalam koordinasi dan kecepatan gerak.

3. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah

5cm/tahun decimal

4. Tanda tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis,

rambut ketiak, panjangnya testis dan volume testis

5. Wajah tampak lebih muda dari umurnya

6. Pertumbuhan gigi yang terlambat

D. Dampak Stunting

Stunting merupakan malnutrisi kronis yang terjadi di dalam rahim dan

selama dua tahun pertama kehidupan anak dapat mengakibatkan rendahnya

intelegensi dan turunnya kapasitas fisik yang pada akhirnya menyebabkan

penurunan produktivitas, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan

10
perpanjangan kemiskinan. Stunting juga dapat berdampak pada sistem

kekebalan tubuh yang lemah dan kerentanan terhadap penyakit kronis

seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker serta gangguan reproduksi

maternal di masa dewasa.

Proses stunting disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dan infeksi

yang berulang yang berakibat pada terlambatnya perkembangan fungsi

kognitif dan kerusakan kognitif permanen. pada wanita, stunting dapat

berdampak pada perkembangan dam pertumbuhan janin saat kehamilan,

terhambatnya proses melahirkan serta meningkatkan risiko underweight dan

stunting pada anak yang dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa

risiko kepada gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh

dewasa (Sandra Fikawati dkk, 2017)

E. Pencegahan Stunting

1. Mencegah Stunting pada Balita

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan

bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang

sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan

pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar

pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,

sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil

kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting

dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang

baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun

pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat

11
badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang

telah stunting agar tidak semakin berat.

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin

dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat

gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan

makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet

Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya

mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6

bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan

kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi

suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada

balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah

apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan

benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya

yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita

stunting.

Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada

pengetahuan dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi

keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang

baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan

informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan

dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif

dalam mencegah terjadinya balita stunting.

12
2. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi

a. Kebutuhan gizi masa hamil

Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil,

kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses

metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan

segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga

diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan jaringan

baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil

dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga kebutuhan

akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang

diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung

zat pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga

perlu tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses.

b. Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui

Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih

besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap

sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan

yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum

susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta

tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam

ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari

jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami

kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang

sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-

13
10 gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum

air buah.

c. Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan

Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu

Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir

sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan

sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi

disusui selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara

hingga payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan

tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara

akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter

perhari.

d. Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai

melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai

mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana

kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga

mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap

penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi

tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada

usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan juga makanan

keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi

makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak

menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan

14
pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk buah

hati anda tanpa efek samping

F. Konseling Stunting

1. Makanan yang mengandung 4 bintang (karbohidrat, protein hewani,

protein nabati, buah sayur) porsi 3 kali sehari dengan 2 kali selingan

(biskuit, dan jus), dan air minimal 8 gelas/hari

2. Beri ASI saja sampai anak usia 6 bulan

3. Berikan makanan pendamping ASI berupa makanan lumat, diberikan

secara bertahap, mula-mula 2 kali berangsur sampai 3 kali sehari,

dalam jumlah yang kecil sebagai makanan perkenalan. Kenalkan buah

atau sari buah 2 kali sehari sedikit demi sedikit.

15

Anda mungkin juga menyukai