A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek, dilihat dengan standar baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study). Stunting adalah sebuah kondisi
dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada
umumnya yang (seusia). Stunting juga merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Kekurangan
gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan masa awal kehidupan setelah lahir tetapi
baru tampak setelah anak berusia 2 tahun (Saadah, 2020). Stunting disebabkan oleh
faktor multi dimensi. Intervensi paling menentukan pada 1000 hari pertama kehidupan.
Faktor tersebut meliputi praktik pengasuhan yang kurang benar, terbatasnya layanan
kesehatan, kurang mendapatkan makanan bergizi, serta kurangnya akses air bersih dan
sanitasi (Saadah, 2020).
Pada tahun 2020, secara global, sekitar 22% atau sebanyak 149,2 juta anak di bawah
usia 5 tahun mengalami stunting, 45,4 juta kurus, dan 38,9 juta kelebihan berat badan
(UNICEF, 2021). Dunia telah membuat kemajuan dalam nutrisi tetapi tantangan besar
masih ada. Telah terjadi penurunan global dalam stunting (rasio tinggi untuk-usia rendah)
antara tahun 1990 dan 2018, prevalensi stunting pada anak di bawah 5 tahun menurun
dari 39,2% menjadi 21,9%, atau dari 252,5 juta menjadi 149,0 juta anak, meskipun
kemajuan jauh lebih lambat di Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2019).
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari
tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi balita pendek di
Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan prevalensi balita 2 pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010,
terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita sangat pendek dan
pendek usia 0- 59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini
meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan
balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan
pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
Setelah di lakukan penyuluhan,di harapkan :
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiata Peserta Metode
Kegiatan
1. Orientasi 5 Menit 1. Mengucapkan salam Menjawab salam Ceramah dan
2. Memperkenalkan Mendengarkan Tanya jawab
Memperhatikan
diri
Brain storming
3. Menjelaskan tujuan
mengenai Stunting
kegiatan yang akan
dilakukan
penyebab Stunting
3. Menjelaskan Risiko
Kesehatan Pada
Anak Stunting
4. Menjelasakan cara
pencegahan stunting
3. Terminasi 15 menit 1. Memberi Mendengarkan. Ceramah dan
kesempatan pada Tanya jawab
keluarga untuk Memperhatikan.
bertanya.
2. Beri pujian Menjawab salam
3. Menyimpulkan hasil
penyuluhan
4. Mengucapkan salam
D. MATERI : Terlampir
E. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Keluarga ikut dalam kegiatan penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di rumah keluarga Tn. T
2. Evaluasi proses
a. Keluarga antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Keluarga terlibat langsung dalam kegiatan penyuluhan (diskusi).
3. Evaluasi hasil
a. 70% keluarga mampu menjelaskan pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada tubuh dan otak akibat
kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak
normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Stunting adalah
masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia
dua tahun
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak
usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan
berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak
keluaran WHO. Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga dikaitkan dengan
perkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan kemampuan
mental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk.
Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah
satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
2. Penyebab Stunting
Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi buruk
pada ibu, praktik pemberian dan kualitas makanan yang buruk, sering
mengalami infeksi serta tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Pemberian nutrisi atau makanan yang buruk
Calon ibu yang tidak bisa menjaga asupan nutrisi makanannya ketika hamil,
memiliki resiko yang cukup besar untuk melahirkan anak dengan dengan
masalah kesehatan seperti stunting. Bahkan, dalam beberapa kasus, hal seperti
ini menyebabkan stunting menjadi penyakit turun-temurun. Tak sampai disitu
saja, pemberian nutrisi atau makanan terhadap bayi dimasa-masa awal
pertumbuhan, juga bisa menjadi penyebab stunting. Kurangnya pemberian ASI
eksklusif di 6 bulan awal menjadi salah satunya
b. Infeksi yang berasal dari lingkungan sekitar
Kondisi lingkungan sekitar yang buruk menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya beberapa masalah kesehatan. Stunting menjadi salah satunya. Bayi
yang sudah diberi nutrisi cukup melalui ASI namun hidup dikawasan atau
daerah yang tidak terjaga kehigienisannya, masih berpotensi cukup besar untuk
mengidap penyakit stunting. Kenapa? Sebab, infeksi yang disebabkan oleh
buruknya lingkungan sekitar dapat mengurangi kemampuan usus untuk bekerja
dengan baik. Dampaknya tentu saja langsung menuju ke tumbuh kembang anak.
e. Penyebab Lain
Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin (Fetus Alcohol
Syndrome/FAS) juga dapat mengalami stunting. FAS merupakan pola cacat
yang dapat terjadi pada janin karena Sang Ibu mengonsumsi terlalu banyak
minuman beralkohol saat sedang hamil. Anak dengan FAS memiliki
sekelompok rangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari
anak normal, pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.
3. Risiko Kesehatan pada Anak Stunting
Berikut adalah beberapa risiko kesehatan pada anak stunting.
Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensi
berbahaya untuk jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dan
kapasitas untuk belajar, buruknya prestasi sekolah di masa kecil, dan mengalami
kesulitan mendapat pekerjaan ketika dewasa yang akhirnya mengurangi
pendapatan, serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi seperti diabetes,
hipertensi, dan obesitas.
Memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian
dini.
Ketika dewasa, seorang wanita stunting memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami komplikasi selama persalinan karena panggul mereka lebih kecil,
dan berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
4. Cara Mencegah Stunting
1. Seorang ibu harus mengonsumsi nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dan
nutrisi yang dibutuhkan selama menyusui.
2. Memberikan nutrisi yang baik kepada Si Buah Hati, seperti memberikan ASI
Menjaga asupan nutrisi yang ideal dan bervariatif ditambah dengan perilaku
hidup bersih dan sehat memegang peranan yang krusial bagi kesehatan ibu
hamil, terutama bagi janin. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekerdilan demi
kelangsungan hidup anak dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang yang
sehat, serta untuk memastikan anak tumbuh menjadi orang dewasa yang kuat,
terdidik, dan produktif
Penyebab lain
Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin (Fetus Alcohol
Syndrome/FAS) juga dapat mengalami stunting. FAS merupakan pola cacat
yang dapat terjadi pada janin karena Sang Ibu mengonsumsi terlalu banyak
minuman beralkohol saat sedang hamil. Anak dengan FAS memiliki
sekelompok rangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari
anak normal, pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.
4. Menjaga asupan nutrisi yang ideal dan bervariatif ditambah dengan perilaku
hidup bersih dan sehat memegang peranan yang krusial bagi kesehatan ibu
hamil, terutama bagi janin. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekerdilan
demi kelangsungan hidup anak dalam jangka pendek dan dalam jangka
panjang yang sehat, serta untuk memastikan anak tumbuh menjadi orang
dewasa yang kuat, terdidik, dan produktif
Hasanah, Siti Uswatun. (2009). Peningkatan prevalensi gizi kurang pada balita
setelah pemberian bantuan langsung tunai. http://eprints.undip.ac.id/
News medical. (2015). Penyebab Gizi Kurang. http://www.news-
medical.net/health/Causes-of-malnutrition-(Indonesian).aspx