Anda di halaman 1dari 23

SATUAN ACARA PENYULUHAN

EDUKASI PENCEGAHAN STUNTING

DI PUSKESMAS MULYOREJO SURABAYA

Disusun Oleh:

Khusnul Khotimah (20224663025)

May Kurnyantini Sutomo (20224663030)

Sindi Dwi Fitria N.S (20224663054)

M.Putra Setya Pamungkas (20224663036)

Chusnul Setyawan (20224663013)

Fathia Salma Maulidya (20224663016)

Shania Intan Kamila (20224663052)

Ardiana Firdaus Habiba (20224663008)

Ngafifatul Islamiyah (20224663041)

M. Effendi (20224663029)

Yuyun endang (20224663022)


Qoriatin nisa (20224663043)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2023

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Edukasi pencegahan stunting

Sasaran : Ibu yang memiliki anak bayi dan balita

Hari/Tanggal : 22 mei 2023

Jam : 10.00

Tempat : Pendopo kelurahan lama Mulyorejo RT 06 RW 01

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang optimal adalah hal penting

bagi masa depan anak-anak tersebut dan kualitas suatu negara (Sguassero et al ,2008).

Pertumbuhan dan perkembangan akan berjalan dengan baik jika di dukung dengan gizi

seimbang. Gizi yang tidak seimbang akan mendatangkan masalah dalam tumbuh

kembang anak – anak contohnya seperti stunting. Stunting masih menjadi masalah

kesehatan bagi warga Indonesia.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan

yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi


Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada

indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau

tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah

normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau

tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS

(Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai zscorenya kurang dari -2SD dan

dikategorikan sangat pendek jika nilai zscorenya kurang dari -3SD. Balita stunting

termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial

ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.

Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai

perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami

stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka

stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita

stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)

tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari

Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data prevalensi

balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia

termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia

Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di

Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi

(PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan

dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun

2017. Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun

2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu

prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Sedangkan

proporsi status gizi sangat pendek dan pendek pada balita, 2007-2018 di Indonesia

adalah 30,8 % (Riskesdas,2018 ) . Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat

pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur,

sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali (Kemenkes RI ,2018).

Kepala Dinas Kesehatan Bali Ketut Suarjaya mengatakan prevalensi stunting di

provinsi itu pada 2016 cukup tinggi yakni mencapai sekitar 30%. Saat ini, prevalensi

stunting di Gianyar pun diklaim sudah menurun. Gianyar sebelumnya tercatat sebagai

wilayah dengan angka stunting tertinggi di Bali. Posisi Gianyar telah digantikan dua

kabupaten lainnya Buleleng dan Bangli. Keduanya memiliki prevelansi stunting sekitar

20%-23%. Normalnya balita berumur satu tahun tinggi badannya mencapai 75,7 cm. Jika

dengan umur satu tahun tinggi badannya masih dibawah 68,6 atau dibawahnya sudah

masuk kategori stunting. Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development

Goals (sdgs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu

menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai

ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga

40% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting

sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga. Pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia

terus menunjukkan adanya peningkatan yang positif selama beberapa tahun terakhir

(Badan Pusat Statistik, 2018).


Dalam mengatasi permasalahan gizi, pemerintah telah menetapkan Peraturan

Presiden Nomor 42 Tahun 2013 yang mengatur mengenai Pelaksanaan Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi. Peta Jalan Percepatan Perbaikan Gizi terdiri dari empat

komponen utama yang meliputi advokasi, penguatan lintas sektor, pengembangan

program spesifik dan sensitif, serta pengembangan pangkalan data. Penanganan stunting

tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri (scattered) karena tidak akan memiliki dampak yang

signifikan. Upaya pencegahan stunting harus dilakukan secara terintegrasi dan konvergen

dengan pendekatan multi sektor. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh

kementerian/lembaga serta mitra pembangunan, akademisi, organisasi profesi, organisasi

masyarakat madani, perusahaan swasta, dan media dapat bekerjasama bahu-membahu

dalam upaya percepatan pencegahan stunting di Indonesia.

Berdasarkan hasil survey yang telah penulis lakukan melalui wawancara dengan

masyarakat di lingkungan bumi kertha dalung permai, hampir semua mengatakan bahwa

kurang mengetahui apa itu stunting(kerdil). Maka daripada itu penulis berniat untuk

membuat satuan acara penyuluhan dengan metode ceramah, diskusi,dan dokumentasi

upaya pencegahan stunting.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Setelah di lakukan penyuluhan Tentang Stunting Diharapkan keluarga dapat

mengetahui dan memahami penyebab stunting dan cara pencegahanya.

b. Tujuan Khusus

Setelah di lakukan penyuluhan,di harapkan :

 Keluarga Dapat Mengetahui Pengertian Stunting

 Keluarga Dapat Mengetahui Penyebab Stunting

 Keluarga Dapat Mengetahui Risiko Kesehatan Pada Anak Stunting


 Keluarga Dapat Mengetahui cara pencegahan Stunting

C. METODE

1. Ceramah

2. Tanya jawab

3. Diskusi

D. MEDIA/ ALAT

1. Leaflet

E. MATERI

Terlampir

F. PELAKSANAAN KEGIATAN

No
Kegiatan Penyuluhan Waktu Subjek Terapi
.

1. Persiapan (Pra Interaksi) 5 Menit Ruangan, alat-alat,

a. Menyiapkan ruangan dan responden

b. Menyiapkan alat-alat sudah siap

c. Menyiapkan responden

2 Pembukaan (Orientasi) 5 Menit  Menjawab salam

a. Mengucapkan salam  Mendengarkan

b. Memperkenalkan diri  Memperhatikan


c. Menjelaskan tujuan kegiatan
 Brain storming
yang akan dilakukan
mengenai

Stunting

3 Materi 20 menit  Mendengarkan

a. Menjelaskan pengertian  Memperhatikan.

Stunting
b. Menjelaskan penyebab  Menyimak

Stunting

c. Menjelaskan Risiko

Kesehatan Pada Anak

Stunting

d. Menjelasakan cara

pencegahan stunting

4 Diskusi 10 menit  Mendengarkan.

a. Memberi kesempatan pada  Memperhatikan.

keluarga untuk bertanya.

5 Penutupan 3 menit Menjawab salam

a. Beri pujian

b. Menyimpulkan hasil

penyuluhan

G. PENGORGANISASIAN

1. Moderator :

2. Penyaji :

3. Fasilitator :

4. Observer :

5. Notulen :

B C
A
X X X X X
X X X X X
X X X X X
D D
E

Keterangan :

A : Moderator D : Fasilitator

B : Penyaji E : Observer

C : Notulen X : Audience

H. EVALUASI

1. Evaluasi terstruktur

a) Adanya koordinasi antara pemateri, peserta penyuluhan dan panitia

penyelenggara selama acara penyuluhan berlangsung.

b) Persiapan acara penyuluhan dapat dilakukan dengan baik, misalnya dalam

penyiapan kursi, absensi dan leaflet.

c) Sebelum penyuluhan telah dilakukan perjanjian penyuluhan dengan pihak

responden

2. Evaluasi proses

a) Peserta aktif mendengarkan dan menyimak acara penyuluhan

b) Peserta aktif bertanya topik yang dibahas pada sesi tanya jawab.

c) Peserta mampu merespon pertanyaan yang diberikan pemateri..

3. Evaluasi hasil

Peserta mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan dengan benar

melalui pertanyaan lisan meliputi pengertian stunting, cara mencegahnya, dan zat

gizi yang berperan menghindari stunting.

Lampiran
MATERI PENYULUHAN

A. Defenisi Stunting

Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai

dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah

keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median

panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting

adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana

tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN,

2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai

dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan

kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan

sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. Stunting dapat

didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang

mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan

indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan

atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai

potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN,

2000).

Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau

kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah ratarata standar atau keadaan

dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya

(MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang kekurangan
gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi

lingkungan dan keadaan sosial ekonomi

B. Penyebab Stunting

Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu

proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang

siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan

peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.

Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak

langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan

janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine

growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan

kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan

meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga

meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk

mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen

and Gillespie, 2001).

Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja

seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana

faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor

utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :

1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).

2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).


3. Riwayat penyakit.

4. Sementara itu gizi kurang akut yang sering disebut gizi kurang atau kurus lebih

banyak dipengaruhi oleh faktor tidak cukupnya asupan gizi terutama kalori dan

protein dan infeksi penyakit.

5. Tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu merupakan salah satu penyebabnya

tingginya infeksi pada bayi yang mengakibatkan kekurangan gizi akut dan

kematian.

6. Kekurangan gizi mikro disamping menyebabkan kekurangan gizi kronis juga

menyebabkan disability, yang meningkatkan risiko kematian

7. Faktor-faktor kemiskinan, sosial budaya dan politik, meningkatnya infeksi

penyakit, ketahanan pangan dan tidak optimalnya cakupan dan kualitas pelayanan

merupakan merupakan faktor yang secara bersama-sama maupun secara sendiri-

sendiri berpengaruh pada keadaan gizi ibu hamil, kekurangan gizi mikro, asupan

energy yang rendah dan tidak optimalnya pemberian Air Susu Ibu

C. Dampak Stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi

belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan,

peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan

yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan

tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting

berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada

kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan

menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh

proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.


Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya

angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta

fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen& Gillespie, 2001). Gagal tumbuh

yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada

kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki.

Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu

panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro. Menurut

WHO dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka

pendek dan jangka panjang.

1. Dampak Jangka Pendek.

a) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;

b) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan

c) Peningkatan biaya kesehatan.

2. Dampak Jangka Panjang.

a) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan

pada umumnya);

b) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya

c) Menurunnya kesehatan reproduksi

d) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan

e) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

D. Cara Mencegah Stunting

1. Mencegah Stunting pada Balita

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs)

yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu

menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta
mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka

stunting hingga 40% pada tahun 2025.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai

salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39

Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga, upaya yangdilakukan untuk menurunkan prevalensi

stunting di antaranya sebagai berikut:

2. Ibu Hamil dan Bersalin

a) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;

b) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;

c) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;

d) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan

mikronutrien (TKPM);

e) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);

f) Pemberantasan kecacingan;

g) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;

h) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI

eksklusif

i) Penyuluhan dan pelayanan KB.

3. Balita

a) Pemantauan pertumbuhan balita;

b) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk

balita;

c) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan

d) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.


4. Anak Usia Sekolah

a) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);

b) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;

c) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan

d) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

5. Remaja

a) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan

b) Pendidikan kesehatan reproduksi.

6. Dewasa Muda

a) Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)

b) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)

c) Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak

merokok/mengonsumsi narkoba.

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya

umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi

dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita,

maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,

sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka

peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah

faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil

maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan

rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar

tidak semakin berat.


Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam

kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,

artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan

suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi

baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur

6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan

kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi

zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis

seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita

dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu

merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.

Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan

penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta

pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan

dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan

pendapatan.

Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan

kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada

dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap

informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah

dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif

dalam mencegah terjadinya balita stunting.

E. Penanggulangan Dan Pencegahan Stunting Pada Bayi

1. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi


Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama

kehidupan, yaitu:

a) Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam

mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga

apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami

KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan

kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah

darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga

agar ibu tidak mengalami sakit

b) Pada saat bayi lahir

Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir

melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan

diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).

c) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-

ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau

lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar

lengkap.

d) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah

tangga.

2. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi

a) Kebutuhan gizi masa hamil

Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya

dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas


fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Di samping

proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk

pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar

mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga

kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang

diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat

pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan

vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu

b) Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui

Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding

dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui

diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi,

seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah

kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan

flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari

jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan

gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui

dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di

samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.

c) Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan

Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI

adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih umur

6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah

melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit

pada masing-masing payudara hingga payudara benarbenar kosong. Apabila


hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka

payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2

liter perhari

d) Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi

perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan

sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya.

Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan

dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak

butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal.

Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan juga makanan

keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi makanan harus

diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu

yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi

yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping.

F. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)

a) Kalsium

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan

kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering,

belut, susu, keju, kacang-kacangan.

b) Yodium

Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur

metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk

mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut,

udang, dan kerang.


c) Zink

Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan

dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink :

hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.

d) Zat Besi

Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan

metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-

kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan

e) Asam Folat

Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel,

memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara

lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kementerian Kesehatan R.I.

2015. Rencana Strategis Kemenkes 2015-2019; Kepmenkes No.HK.

02.02/MENKES/ 52/2015.

2. kes.go.id/ pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf

3. http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf

4. Anonim. 2018. infosatin kemenkes RI. Di akses 3 mei 2019.www.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai