Anda di halaman 1dari 15

Referat

DEEP VEIN THROMBOSIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Kardiologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

MUHAMMAD REZI RAMDANNI


1607101030131

Pembimbing:
dr. HARIS MUNIRWAN , Sp.JP

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan review artikel dengan judul
“Deep Vein Thrombosis”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan review artikel ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Kardiologi RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Ucapan terima kasih
serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Haris Munirwan, SpJP
yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan
laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga review artikel ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu kardiologi khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.

Banda Aceh, Agustus 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana thrombus terbentuk
pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh
darah dan jaringan disekitar vena. DVT merupakan penyakit yang sulit didiagnosa,
kesalahan diagnosis dengan diagnosa klinis saja mencapai 50%. DVT dapat berlanjut
menjadi emboli paru, separuh dari penyakit ini tidak menimbulkan gejala sehingga
menyebabkan penderita menuju kematian bila tidak dikenali dan diterapi secara
efektif. Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100.000 atau sekitar 398.000
pertahun, sedangkan insiden DVT pada pasien tanpa profilaksis adalah: stroke (56%),
elective hip replacement (51%), trauma multipel (50%), total knee replacemet (47%),
fraktur panggul (45%), cidera medulla spinalis (35%), operasi umum (25%), infark
miokard (22%), operasi bedah saraf (22%), operasi ginekologi (14-22%), dan kondisi
medis umum (17%). Insiden DVT pasca operasi orthopedi tanpa profilaksis pada
pasien Asia adalah: pada total knee replacement (76,5%), total hip replacement
(64,3%) dan fiksasi fraktur femur proksimal (50%).1,2,3

Insiden DVT dimulai saat operasi namun pada umumnya thrombus terbentuk pada
tiga hingga tujuh hari pasca operasi. Tatalaksan profilaksis DVT dibagi menjadi dua
yaitu dengan cara inaktifasi koagulasi darah (profilaksis farmakologis) atau
pencegahan stasis vena (profilaksis mekanis). Profilaksis farmakologis (Low
Molecular Weight Heparin/ LMWH) secara nyata menurunkan insiden DVT pada
bedah ortopedi sebesar 71%. Diagnosa DVT dapat ditegakkan baik secara klinis
maupun radiologis dengan menggunakan doppler ultrasound atau Venografi. Dengan
diberikan terapi LMWH, gejala-gejala DVT sebagian besar akan berkurang sejak hari
ke 4 dan bebas gejala sama sekali pada hari ke 10. Untuk meminimalkan resiko fatal
terjadinya emboli paru diagnosis dan penatalaksanaan profilasis yang tepat sangat
diperlukan. 3,4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DVT

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana thrombus


terbentuk pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan disekitar vena. DVT terjadi terutama di tungkai
bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah
kembali ke jantung. Thrombus adalah bekuan abnormal didalam pembuluh darah
yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran, proses pembentukan thrombus
dinamakan thrombosis. Thrombus vena merupakan deposit intra vaskuler yang
tersusun dari fibrin dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit
dan leukosit. 1,4,5

2.2 Patogenesis DVT

DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu
di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atau
segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukkan dan
perkembangan thrombus vena menggambarkan keseimbangan antara efek
rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme protektif. Faktor yang
mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis thrombosis
vena, dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu: 1). Cedera Vaskuler (kerusakan
endothelial); 2). Stasis Vena; 3). Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas).1,5

1.Cedera Vaskular

Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan thrombosis


vena melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui sitokinin

2
(interleukin-1 dan tumor necrosis factor) yang dilepaskan dari hasil cidera
jaringan dan inflamasi. Koagulasi darah dapat diaktifkan melalui rangsangan
intravaskuler yang dilepaskan dari tempat jauh (misal kerusakan vena femoralis
saat operasi panggul) atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang
utuh. Sitokinin ini merangsang sel endotel untuk mensintesis tissue factor dan
plasminogen activator inhibitor-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin,
sehingga membalikkan kemampuan protektif endotel yang normal. Trombodulin
(TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk thrombin. Bila thrombin terikat
pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya
kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan
kofaktornya protein S menginaktifasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan, faktor
Va dan VIIIa. Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis. 1,5

Endotel vena mengandung activator yang mengkonversi plasminogen ke plasmin


kemudian plasmin melisis fibrin. Setelah pembedahan dan cedera, sistem
fibrinolisis akan dihambat kemudian aktivitas vena ekstemitas bawah lebih
berkurang dibanding dengan ekstremitas atas. 1,5

2. Stasis Vena

Statis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang
memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi thrombosis lokal.
Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesbilitas
thrombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin. Protein ini terdapat
dalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler. 1,5

Penelitian ultrastruktural menunjukkan bahwa setelah trauma ditempat jauh,


leukosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah statis vena.
Hal ini menjadi nidus untuk pembentukkan thrombus. Bila nidus thrombus mulai
terdapat di daerah statis, maka substansi yang dapat meningkatkan agregasi
trombosit, yaitu factor X teraktivasi, thrombin, fibrin dan katekolamin tetap dalam
konsentrasi tinggi di daerah tersebut. Stasis juga memberikan kontribusi

3
tambahan, yaitu membentuk thrombin dengan cara merusak katup vena yang
avaskuler. Sebaliknya katup tergantung pada darah lumen untuk oksigenasi dan
nutrisi, sedangkan aliran darah stasis. Mekanisme thrombosis adalah aktivitas
faktor koagulasi aktif melalui darah yang mengalir, inhibisi trombomodulin pada
aktivitas koagulan dari thrombin, pengaruh trombomodulin aktivitas antikoagulan
dari thrombin melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem
fibrinolitik. 1,5

3. Hiperkoagulabilitas

Keadaan hirepkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah membantu


pembentukan thrombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan konsentrasi
faktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar inhibitors dalam
sirkulasi, gangguan fungsi sistem fibrinolitik, adanya trombosit hiperaktif, faktor
hiperkoagulabilitas dan statis bekerjasama membentuk thrombus vena. Dari
ketiga factor penyebab DVT yang terpenting adalah faktor statis dan
hirepkoagulabilitas. 1,5

Faktor risiko penyakit DVT digolongkan faktor patogenesis pembentukan DVT


(Trias Virchow’s) dan faktor umum yang mendukung, berhubungan dengan
pembentukan DVT atau kombinasi dari faktor trias Virchow’s. 1,5

4
Gambar 2.1 Trias Virchow’s

2.3 Epidemiologi DVT

DVT merupakan kelainan kardiovaskular tersering nomor tiga setelah penyakit


jantung koroner dan stroke. DVT terjadi pada kurang lebih 0,1% orang/tahun.
Insidennya meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang lalu. DVT di Amerika
Serikat adalah 159 per 100.000 atau sekitar 398.000 pertahun, sedangkan insiden
DVT pada pasien tanpa profilaksis adalah: stroke (56%), elective hip replacement
(51%), trauma multipel (50%), total knee replacemet (47%), hip fracture (45%),
cidera medulla spinalis (35%), operasi umum (25%), infark miokard (22%),
operasi bedah saraf (22%), operasi ginekologi (14-22%), kondisi medis umum
(17%). Insiden DVT pasca operasi orthopedi tanpa profilaksis pada pasien Asia
adalah: pada total knee replacement (76,5%), total hip replacement (64,3%) dan
fiksasi fraktur femur proksimal (50%).1,2,3,4

2.4 Faktor Resiko DVT

Berdasarkan konferensi ketujuh American College of Chest Physicians (ACCP),


pasien yang melakukan operasi diklasifikasikan menjadi 4 tingkat menjadi resiko
rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi dibuat berdasarkan umur,
jenis operasi, durasi operasi, durasi immobilisasi dan faktor resiko lainnya. 6,7

 Resiko rendah: Durasi operasi kurang dari 30 menit, umur lebih dari 40 tahun,
perbaikan dari fraktur kecil.
 Resiko sedang: Umur 40 – 60 tahun, arthroscopy atau perbaikan fraktur
tunkai bagian bawah, penggunaan plaster cast post-operasi.
 Resiko tinggi: Umur lebih dari 60 tahun, atau umur 40 – 60 tahun dengan
adanya faktor resiko tambahan, immobilisasi lebih dari 4 hari
 Resiko sangat tinggi: Operasi arthroplasty lutut dan panggul, operasi fraktur
panggul, operasi open fracture pada tungkai bawah, trauma pada spinal cord,

5
berbagai resiko tambahan (umur lebih dari 40 tahun, sebelumnya ada riwayat
mengalami DVT, kanker, dan hypercoagulable state).

2.5 Diagnosis DVT

Gejala dan tanda klinis DVT mungkin asimtomatis atau pasien mengeluh nyeri,
bengkak, rasa berat, gatal atau varises vena yang timbul mendadak. Bengkak dan
nyeri merupakan gejala utama dan tergantung pada lokasi. Sifat nyeri biasanya
terus menerus dan tiba-tiba. Nyeri dapat bertambah dengan meningkatnya
aktivitas atau jika berdiri dalam jangka waktu lama. Karakteristik manifestasi
DVT dapat berupa tungkai bengkak unilateral, gambaran eritrosianotik, dilatasi
vena superficial, suhu kulit meningkat atau nyeri tekan pada paha atau betis.
Tanda klinis ini hanya ditemukan pada 23-50% pasien DVT. Tanda klinis yang
negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Tungkai bawah yang
bengkak, lunak disertai dengan cord vena yang dapat dipalpasi mengarahkan pada
DVT popliteal. Perbedaan ukuran lingkaran tungkai yang bermakna mendukung
diagnosis DVT. Namun sebagian besar pasien tidak menunjukkan bengkak yang
jelas. Kepastian diagnosis DVT secara klinis hanya 50%, sehingga tes diagnosik
diharuskan bila ada kecurigaan DVT. Kematian dapat terjadi bila thrombus vena
pecah dan membentuk emboli pulmoner yang akan mengobstruksi arteri pada
paru. 1,3,4

Pemeriksaan klinis tanda Homans dengan cara lutut dalam posisi fleksi,
pergelangan kaki didorsofleksikan dengan kuat. Bila pasien merasa nyeri pada
daerah betis atau poplitea, maka tanda Homans positif. Tanda ini tidak dapat di
percaya, tanda ini dapat negative walaupun DVT positif, dan dapat positif
meskipun seluruh vena bebas dari bekuan darah. Berbagai gangguan otot betis
dapat berhubungan dengan tanda Homans yang positif.3,4

Kecurigaan trombosis vena secara klinis harus dikonfirmasi dengan tes yang
terdiri dari pemeriksaan laboratories dan radiologis. Tes laboratories adalah
Simplie-red D-dimer. Konsentrasi plasma D-dimer merupakan hasil pencernaan

6
fibrin oleh plasmin. Kadarnya meningkat pada pasien thrombosis vena atau
emboli pulmoner. Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan darah dari jari
tangan pasien diperiksa secara ELISA atau dengan Simpli RED agent. Tes ini hasil
sensitifitas 97%. Tes D-dimer sering menghasilkan positif semu pada pasien
pasca bedah atau trauma. Pemeriksaan radiologis menggunakan Venous
compression duplex ultrasonography, merupakan teknik noninvasif yang
memiliki sensitifitas 95% untuk mendiagnosis DVT.3,4

2.6 Komplikasi DVT

Komplikasi utama dari DVT adalah Pulmonary Embolism (PE). PE muncul


ditandai dengan dispnea, nyeri dada pleuritik, batuk, takikardi, takipnea, ronki,
sinkop dan hipoksia. PE merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa
pasien. Post-phlebitic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki
yang terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan
perubahan-perubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulkus) disekitar
kaki dan pergelangan kaki. Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli
paru diagnosis dan panatalaksanaan profilasis yang tepat sangat diperlukan.3,4,5

2.7 Tatalaksana Profilaksis DVT

Profilaksis dapat dilakukan dengan cara aktivasi koagulasi darah (profilaksis


farmakologis) dan pencegahan statis vena (profilaksis mekanis). Konferensi
ketujuh ACCP telah membuat rekomendasi yang dibagi menjadi beberapa grade
tentang tatalaksan profilaksis DVT berdasarkan faktor resiko yang berpengaruh
menyebabkan DVT. Rekomendasi profilaksis berdasarkan faktor resiko dapat
dilihat pada tabel 2.1.7,8,9

7
Tabel 2.1 Rekomendasi profilaksis DVT berdasarkan faktor resiko.7
RISK GROUP Rekomendasi Profilkasis

Resiko Rendah Profilasis Mobilisasi Persisten

Operasi minor usia < 40 tahun; tidak


ada tambahan faktor resiko lainnya

Resiko Sedang LDUH (5,000 U bid)

Tidak ada operasi mayor pada pasien atau


usia 40 sampai 60 tahun, adanya
tambahan faktor resiko LMWH (≤ 3,400 U/qd)

Operasi mayor pada pasien usia < 40


tahun; tidak ada tambahan faktor
resiko lainnya

Resiko Lebih Tinggi LDUH (5,000 U tid) atau LMWH (>


3,400 U/d)
Tidak ada operasi mayor pada usia >
60 tahun atau adanya tambahan
faktor resiko

Operasi mayor pada pasien usia > 40


tahun, atau dengan tambahan faktor
resiko lainnya

Resiko Tinggi dan Faktor Resiko LDUH tid atau LMWH > 3,400 U/d,
Multipel dengan GCS dan atau alat IPC

8
Resiko Perdarahan Tinggi GCS dan atau alat IPC di awal, sampai
resiko perdarahan berkurang

Pasien Resiko Tinggi Pilihan Setelah LMWH

Contohnya, setelah operasi kanker

2.7.1 Profilaksis Farmakologis

1.Heparin.

Heparin adalah antikoagulan yang diberikan secara parental, mekanisme kerjanya


adalah meningkatkan efek antitrombin III dalam menetralkan thrombin dan
protease serum lainnya. Heparin dosis rendah di berikan subkutan dengan dosis
5000 U. diberikan sebelum operasi dan setelah operasi (setiap 8-12 jam). Cara ini
merupakan pilihan bagi pasien sedang terhadap DVT. Dapat menurunkan resiko
DVT 50-70%. Cara ini tidak memerlukan pemantauan dengan laboratorium,
sederhana, tidak mahal, aman. Cara ini kurang efektif bagi penderita yang
memerlukan bedah orthopedic mayor. Heparin menginduksi terjadinya
trombositopenia karena ikatan antara Heparin dengan faktor IV trombosit dapat
menyebabkan terbentuknya antibodi IgG yang nantinya menginduksi terjadinya
trombositopenia.3,5,6

2.Warfarin

Warfarin dosis sedang, efektif untuk mencegah DVT pada semua kategori resiko.
Dapat mulai diberikan 5 atau 10 mg malam sebelum operasi atau malam setelah
operasi, efek antikoagulan terukur baru dapat dicapai pada 3-4 hari pasca operasi,

9
namum bila terapi dimulai saat operasi atau sesaat setelah operasi maka warfarin
masih efektif bagi penderita resiko tinggi DVT, termasuk pasien fraktur tulang
panggul. Lama profilaksis menurut rekomendasi ACPP adalah minimal 7-10 hari.
Regimen ini kurang menyenangkan karena memerlukan monitoring laboratorium.3,5

3.Low-dose Unfractionated Heparin (UFH)

Diberikan secara subkutan 3 kali 3500 U sehari, dimulai sejak dua hari sebelum
operasi. Lebih efektif dari heparin dosis rendah bila diberikan pada pasien operasi
panggul elektif. Bila dibanding LMWH efektifnya lebih rendah dalam mencegah
thrombosis vena proksimal setelah operasi panggul. Membutuhkan monitoring
laboratorium yang teliti.5,6

4. Low Molecular Weight heparin (LMWH)

LMWH lebih efektif dibanding yang lainnya, sediaan ini juga lebih efektif
mencegah thrombosis vena proksimal setelah operasi panggul. Mekanisme kerjanya
adalah meningkatkan aktivitas efek antitrombin III, anti factor Xa dan anti factor
IIa. Secara subkutan, LMWH/enoxaparin diberikan sehingga profilaksi dengan
dosis 40 mg satu kali sehari, pada pasien yang menjalani pembedahan berisiko
tinggi DVT. Dosis pertama diberika 12 jam sebelum pebedahan dan dilanjutkan
sehari sekali selama tujuh hari. Selain tidak memerlukan pemantauan komplikasi
pendarahan kecil terjadi. Pada operasi orthopedic mayor, terapi LMWH/enoxaparin
menurut adalah injeksi 40 mg secara sub kutan 12 jam sebelum pembedahan dan
dilanjutkan sehari sekali selama 12-14 hari. Sebaliknya Turpie memberika 30 mg
LMWH/enoxaparin sub kutab 12-14 jam sesudah pembedahan dan dilanjutkan 30
mg dua kali sehari 10-15 hari.3,6

5.Obat antiplatelet

Aspirin telah diteliti sebagai profilaksi terhadap DVT (dosis >100 mh/hari) dapat
menurunkan DVT proksimal dan distal sebesar 30-40% pada pasien pembedahan
general, orthopedi. Tetapi proteksinya lebih rendah dibandingkan antikoagulan.

10
Dextran yang merupakan polisakarida meningkatkan aliran mikrosirkulasi melalui
berbagai mekanisme dan mampu mencegah DVR. Reaksi alergi termasuk anafilaksi
(pada intra vena) dan mahal membatasi penggunaanya. Rekombinasi herudin,
hirugol dan argatroban adalah inhibitor thrombin langsung.3,6

2.7.2 Profilaksis Mekanis

Bentuk profilaksi mekanis dalah mobilisasi dini, mesin continous passive moyion,
pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik bergradasi secara elevasi
tungkai 15-22 cm. Statis vena, proses patologi yang mendasari terjadinya
thrombosis, dicegah dengan kontraksi atau kompresi otot betis yang dapat
menghindari penumpukan darah vena di ekstremitas bawah. Stoking elastis dapat
digunakan untuk tujuan di atas. Pemakaian stoking elastis meningkatkan aliran dara
vena hingga 1,5 kali aliran basalnya sehingga memacu sirkulasi darah, mencegah
statis darah pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi sakuler) yang sering pada
usia lanjut dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki 18mmHg, 14mmHg pada
betis, 10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan paha. Penggunaannya
merupakan pilihan pertama untuk mencegah DVT pada pasien yang dirawat. Alat
kompresi pneumatik merangsang pengosongan vena ekstremitas bawah dengan cara
menurunkan statis dan menstimuli sistem fibrinolik.3,8,9

BAB III

KESIMPULAN

11
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana thrombus terbentuk
pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh
darah dan jaringan disekitar vena. DVT merupakan kelainan kardiovaskular tersering
nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan stroke. DVT terjadi pada kurang
lebih 0,1% orang/tahun. Insidennya meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang
lalu. Gejala dan tanda klinis DVT mungkin asimtomatis atau pasien mengeluh nyeri,
bengkak, rasa berat, gatal atau varises vena yang timbul mendadak. Bengkak dan
nyeri merupakan gejala utama dan tergantung pada lokasi. Sifat nyeri biasanya terus
menerus dan tiba-tiba. Nyeri dapat bertambah dengan meningkatnya aktivitas atau
jika berdiri dalam jangka waktu lama. Karakteristik manifestasi DVT dapat berupa
tungkai bengkak unilateral, gambaran eritrosianotik, dilatasi vena superficial, suhu
kulit meningkat atau nyeri tekan pada paha atau betis. Kecurigaan trombosis vena
secara klinis harus dikonfirmasi dengan tes yang terdiri dari pemeriksaan laboratories
dan radiologis. Tes laboratories adalah Simplie-red D-dimer. Pemeriksaan radiologis
menggunakan Venous compression duplex ultrasonography. Profilaksis dapat
dilakukan dengan cara aktivasi koagulasi darah (profilaksis farmakologis) dan
pencegahan statis vena (profilaksis mekanis).1,3,4,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, Kaushal et al. deep Venous Thrombosis. Avalible in:


www.medscape.com. ( Accessed 5 Agustus 2019 ).

12
2. Hetcher, John et al. Prevention of Venous Thromboembolism.Australia.2018
3. Ennis,Robert et al. deep venous Thrombosis Propylaxis in Orthopedic
Surgery. Avalaible in : www.medscape.com (Accessed 5 Agustus 2019)
4. Lilly, Leonard. Pathopysiology of Hearth Disease 5th Edition. London:
Lippincott; 2011
5. Baksa, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2016
6. Deitelzweig, Steven et al. prevention of venous Thromboembolism in The
Orthopedic Surgery Patient. Cleveland clinic journal of Medicine. 2018; 75
(3) : 27-36
7. Kearon, Clive et al. antithrombotic Therapy for Venous Thromboemboli
Disease : American College of Chest Physicians Evidence-Based Practice
Guidline ( 8th Edition). Journal of American Colleg of Chest Physicians. 2018;
133 (10) : 475-510
8. Tosadak, Uddin et al. aetiology and Prevention of Venous Thromboembolism.
National Journal Medicine. 2017; 331 (24): 70-81
9. David, Samam. Management of Prevention of Deep Vein Thrombosis in
General Practice.2016; 25 (3): 1-19
10. Proven Outcome in Acutely III Medical Patient from Landmark
MENDENOX Trial. Avalaible in : www.lovenox.com. (Accessed 5 Agustus
2019 )
11. Ketz, Jelf. Enoxaparin Clinical Pearl. Avalaible in:
www.clevelandclinicmeded.com. (Accessed 5 Agustus 2019

13

Anda mungkin juga menyukai