Anda di halaman 1dari 46

Presentasi Kasus Ruangan

STROKE HEMORAGIK
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani
KepaniteraanKlinik Senior pada Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusunoleh :

ARFA BERRINA
(1407101030329)
Pembimbing :

dr. Ika Marlia, M.Sc, Sp. S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN / SMF NEUROLOGI RSUDZA
BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas Presentasi kasus poli telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat dan salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah Stroke Hemoragik. Tugas ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF IlmuSaraf Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu dr. Ika Marlia,
M.Sc, Sp.S yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun
daridosen dan teman teman agar tercapai hasil yang lebih baik kelak.

Banda Aceh, Oktober 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya penyakit vascular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun).

Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan
4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil
usia produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di
atas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.4
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup,
sedangkan di sisi lain meningkatkan usian harapan hidup juga akan meingkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penulusuran factor
risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh karena
itu, penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan. Setiap
pasien stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko yang
dimiliki, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap kerabat
dekat pasien.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal
atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit
neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic
Attack)
II. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal
Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral
Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white
Middle cerebral

matter, anterior corpus callosum


Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and

subjacent white matter


Lenticulostriate branches
Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior cerebellar Medulla, lower cerebellum
basilar
Anterior inferior cerebellar
Superior cerebellar
Posterior cerebellar

Lower and mid pons, mid cerebellum


Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Medial occipital and temporal cortex and subjacent white

Thalamoperforate branches
Thalamogeniculate branches

matter, posterior corpus callosum, upper midbrain


Thalamus
Thalamus

Anterior circulation (sistem karotis)

Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala disfungsi
batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan kesadaran),
vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.

III. JARAS SISTEM SARAF MOTORIK


Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.
Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini terdapat
Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang
dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan
konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke
pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian
3

serabut saraf 85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral),


persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain 15% tidak
menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

Traktus ekstra piramidalis


Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus,
putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen
dan nukleus kaudatus disebut striatum.

SISTEM SARAF SENSORIS


Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang.
Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf

berjalan ke ganglion spinale,

kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian
menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus.
Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral
sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di
gyrus sentralis posterior.
Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix posterior, di sini
serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis, lumbalis dan
thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis. Serabut
secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti neuron.
Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron
dan berakhir di di gyrus sentralis posterior,

IV. FAKTOR RESIKO


Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan
oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari
dinding pembuluh darah dan kelainan darah.
Pembuluh darah yang normal terbentuk oleh tunika intima ( sel endotel ), tunika
media yang terdiri dari fibroblast dan otot polos dengan didukung oleh kolagen dan jaringan
elastik, tunika adventitia yang terutama terdiri dari serat kolagen yang tebal.
Dalam jaringan otak dan medula spinalis, tunika adventitia biasanya sangat tipis dan
lamina elastik antara tunika media dan adventitia kurang terlihat. Tunika intima adalah barrier
yang sangat penting terhadap kebocoran darah dan unsur yang terkandung didalamnya
kedalam dinding pembuluh darah. Di dalam perkembangan dari arterosklerosis plak peristiwa
primernya adalah kerusakan endotel dari tunika intima.
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral
dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak
struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak
merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding
yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan

peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak.
Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak
sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari
aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan
mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat
dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.
Efek patologis yang disebabkan hipertensi adalah :
-

Charcot Bourchard mikroaneurysmperdarahan intraserebral ( dari pembuluh


darah yang perforsi)

Percepatan atheroma dan pembentukan thrombus infrak( pembuluh besar)

Hyalinosis dan endapan fibrin infark

Hipertensi pada perdarahan intraserebral


Perdarahan ke dalam parenkim kemungkinan bisa disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah arteriol, kapiler, atau vena. Di lain pihak pecahnya pembuluh darah bisa
didasari oleh adanya penyakit tekanan darah tinggi, arteriosclerosis, bahkan bisa oleh
penyakit sistemik seperti infiltrasi tumor atau diskrasia darah
Arterial pathology
Beberapa kelainan struktur pada hipertensi telah banyak diketahui, tetapi faktor yang
bertanggung jawab terjadinya kelainan masih sedikit sekali yang diketahui. Seperti kelainan
yang mudah terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah yang tinggi akan terjadi
hiperplastic arteriosclerosis yang hebat sekali disertai endorteritis, pada seluruh arterol
terutama di ginjal. Keadaan seperti ini, juga terjadi pada hipertensi kronik, dimana terjadinya
lebih hebat pada usia lanjut karena disertai proses degenerasi.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa hipertensi akan mempercepat terjadinya
arteriosclerosis sebagai gambaran proses ketuaan pada manusia. Ternyata pembuluh darah
besar juga dipengaruhi oleh hipertensi, sehingga terjadi proses atherosclerosis, sehingga
terjadi atherosclerosis plaque biasanya terjadi pada pembuluh darah yang mengalami tekanan
yang tinggi, seperti contohnya aorta abdominalis. Terjadinya kelainan pembuluh darah kecil
arteriosclerosis merupakan keadaan yang bertanggung jawab terjadinya kerusakan pada
organ, pada pasien yang menderita hipertensi yang lama. Pada saat yang bersamaan juga
pembuluh darah besar mengalami atherosclerosis. Terjadinya arterial dan arteriolar sclerosis
diperkirakan merupakan kerusakan sekunder karena kombinasi hipertensi sistol dan diastol ,

dimana kerusakan primer sering kali disebabkan karena hipertensi sistolik yang terjadi pada
usia tua. Perkembangan kelainan pembuluh darah karena hipertensi setelah fase akut,
meningkat karena proses waktu dan tekanan, kenaikan yang bersifat progresif dan lambat
tdak akan memberikan gejala. Sebagai contoh pada keadaan akut, perubahan yang terjadi
pada aliran darah dan morfologi dinding pembuluh darah binatang percobaan terjadi dalam
waktu 4 jam setelah meningginya tekanan darah. Perubahan morfologi pada sel endotelial
dan perubahan tunika intima menjadi tidak rata terjadi dalam waktu 1 bulan setelah
hipertensi, sebagai konsekwensinya permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat yang
akan menyebabkan perlekatan pada substansialnya, diikutinya terjadinya akumulasi sel pada
sel otot polos yang menyebabkan tunika media jadi tipis, yang menyebabkan dinding
pembuluh darah jadi tipis juga.
Pada arteri yang lebih besar hipertensi menyebabkan bertambah besar ukuran dan
jumlah sel-sel otot polos pada tunika media dan tidak terjdi migrasi sel-sel pada tunika
intima.
Ross (1986) mengemukakan bahwa lesi proliferatif pada tunika intima dan otot-otot polos
sebagai respon dari injury aling sedikit melalui 2 jalan :
1.

Diperlihatkan pada hipercholesterolemia, melibatkan monosit


dan adanya interaksi platelet, yang mengstimulasi formasi lak fibrosa oleh growth
faktor dari sel-sel yang berbeda

2.

Melibatkan stimulasi langsung dari endotelium ynag mungkin


melepaskan growth faktor yang bisa menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos.
Sebagai contoh proses ini terjadi pada diabetes,hipertensi, merokok.

Kelainan spesifik yang disebabkan oleh naiknya tekanan darah kronik, menyebabkan
rusaknya pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling berhubungan, yaitu pulsative
flow, endotelial denudation, replikasi dari sel otot polos.
Pada proses ini lebih sering terjadi pada hipertensi sistolik
Pulsatile flow
Andaikata tekanan darah naik akan menyebabkan meningginya semua komponen
tekanan sistolik, perubahan tekanan diastolik, meningginya mean arterial blood pressure,
sehingga semua keadaan ini akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin,
dinding pembuluh darah, akhirnya akan menyebabkan komplikasi medionekrosis,
atherosklerosis, aneurysma, perdarahan.
Endothelial denudation

Denudation termasuk didalamnya mengenai perubahan fungsi maupun struktur


pembuluh darah yang menyebabkan meningginya fibrosis dan menguatnya kontraksi.
Pada endothelial yang normal memproduksi endotelial derived relaxing factor yang
menyebabkan relaksasi jika ada stimulus. Dengan rusaknya endotel pembuluh darah, relaxing
factor berkurang, maka akan terjadi kontraksi pembuluh darah yang berlebihan.
Perubahan struktural menyebaban perlekatan dari platelet pada daerah yang
mengalami denudation yang melepaskan platelet derived factor dan menyebabkan
peninggian replikasi dari tunika intima dan media otot polos, dan akhirnya menghasilkan
hiperplasia dan fibrosis pada kasus hipertensi kronis (Schwartz and Reidy, 1978).
Smooth muscle proliferation
Terdapat dua premis yang menyokong eksperimen yaitu :
1. Pada percobaan invitro ternyata diploic cell berhubungan dengan kejadian replikasi
pada in vivo
2. Proses atherogenesis langsung berhubungan dengan repilikasi sel.
Hipertensi meninggikan atherosclerosis dengan cara menstimulus replikasi sel otot polos
arteri, sebagai respon terhadap rangsang yang menyebabkan cedera pembuluh darah
karena meninggi pulsatile fow dan endothelial denudation.
Beberapa macam lesi arteri
-

Hyperplastic atau proliferative arteriosclerosis

Hyaline arteriolosclerosis dengan penipisan dan hialinisasi tunika intima da


media yang menyebabkan penyepitan lumen

Miliary aneurysms pada pembuluh darah penetran serebral, biasanya pada


cabang pertama terdapat poststenotic dilations dari penipisan tunika intima yang
bertanggung jawab terjadinya perdarahan

Artherosclerosis atau nodular arteriosclerosis menyebabkan plak thrombus yang


bertanggung jawab terjadinya iskemia dan infark

Pada penelitian dari 1626 pasien diobati dengan antikoagulan yang lama, 30 orang
mengalami perdarahan intraserebral, dimana dua pertiganya meninggal.
Terdapat tiga gambaran karakteristik perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh
pemberian antikoagulan :
1. Perdarahan terjadi secara bertahap beberapa jam sampai hari
2. Cerebellum dan cerebral sering terkena dibandinkan dengan perdarahan karena
hipertensi

3. Perdarahan ini memberikan angka kesakitan dan kematian yang tinggi ( 15 dari 24
pasien meninggal dan hanya pasien dengan perdarahan kecil kurang dari 30 cc bisa
bertahan hidup )
B. Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan:
1. Emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung.
2. Gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau dekompensasi
menyebabkan penurunan perfusi otak.
3. Obat-obatan yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak.
4. Operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat
Nomor 1 dan 4 lebih sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih
sering menyebabkan gangguan yang bersifat difus.
Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke

adalah penyakit jantung

kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis bakterialis


subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung, gangguan
konduksi intraventikuler,dan lain-lain.
a. Kelainan irama jantung
Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi
resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal
akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel
dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke
otak menurun.
Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial (dapat
terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua). Emboli
lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi antara
irama lambat yang abnormal.
b. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali
dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering mengakibatkan pembentukan trombi
mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli
pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya
kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
dibandingkan infark miokard kecil.
10

c. Kelainan Katup jantung


Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat
menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke
melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak.
Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau
tanpa aneurisma mikotik.
d. Pembesaran jantung dan kardiomiopati
Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan
pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada
otak.
Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus
berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan
sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.
C.

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit

serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan
hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes
mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi :
1.

Peningkatan konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang


mungkin berperan dalam penyakit vascular.

2.

Perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan dinding pembuluh darah


yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat mikrotrombus.

3.

Aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas plasminogen dalam


pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.

D. Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke
dan peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua
stroke berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL
memiliki efek perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau
11

penebalan tunika intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko
stroke pada pasien yang diobeti dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu
statin.
PENURUNAN KESADARAN PADA PENDERITA STROKE
Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada
penderita stroke ( Warlo, 1996 ), yaitu :
1. lesi primer pada struktur subkortikal (thalamus) atau ARAS ( ascending retikucular
activating system) dalam batang otak (perdarahan)
2. Lesi sekunder pada batang otak karena herniasi transtentorial
3. Ko-eksistensi gangguan metabolik hipoglikemi, gagal ginjal, gagal hati
4. Obat-obatan
Penurunan kesadaran pada perdarahan intrakranial biasanya terjadi sejak saat awitan
sedangkan pada infark otak pada hari ketiga sampai kelima dari awitan
V. PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE
1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan kesadaran
pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat hebat sehingga
mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran. Penurunan kesadaran
menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan menggunakan skoring baik dengan
Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke Score.
2. Tensi (Tekanan darah)
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade
Hipertensi :
Stage
Stage I
Stage II

TDS
140 149 mmHg
> 160 mmHg

TDD
90 99 mmHg
> 100 mmHg

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya. Apakah


terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan
pembuluh darah (arteritis)
3. Nadi
4. Heart Rate

12

Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan
dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate dan nadi 20 x/mnt.
Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang kemungkinan menjadi pencetus
stroke.
5.Pernafasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk golongan
obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi dehidrasi atau
tidak .
VI. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS.
Stroke Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan
meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi
aneurisma kecil kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya
dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia
lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.

13

Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system
ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering
berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya


berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit
14

neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.

Onset
Jenis Kelamin
Etiologi
Lokasi
Gambaran klinik

Pemeriksaan Penunjang

Perdarahan Intraserebri
Usia pertengahan - usia tua
>>
Hipertensi
Ganglia basalis, pons,
thalamus, serebelum
Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, muntah
Defisit neurologis (+)
-

Perdarahan Subarachnoid
Usia muda
>>
Ruptur aneurisma
Rongga subarachnoid

Penurunan kesadaran, nyeri


kepala, muntah
Deficit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
CSS seperti air
- Perdarahan
subhialoid
cucian
daging/
(Funduskopi)
xantochrome
- CSS gross hemorrhagic
(Pungsi lumbal)
(Pungsi lumbal)
Area
hiperdens
- Perdarahan dalam rongga
pada CT Scan
subarachnoid (CT Scan)

15

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

16

2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.

4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.

17

5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).
6. Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12

Nilai SSS
Diagnosa

>1
Perdarahan otak

< -1
Infark otak

-1 < SSS < 1


Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

18

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS)
Bila sistole >220 mmHg dan diastole >120 mmHg, tekanan darah harus diturunkan
sedini dana secepat mungkin untuk membatasi pembentukan edema vasogenik. Penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko perdarahn yang terus menerus atau berulang. Anti
hipertensi diberikan bila sistole >180 mmHg atau diastole >100 mmHg.
Bila sistole >230 mmHg atau diastole >140 mmHg, dapat diberikan nikardipin,
diltiazem, atau nimodipin.
Bila sistole 180 230 mmHg atau diastole 105 140 mmHg atau MAP 130 mmHg :

Labetolol 10 20 mg IV selama 1- 2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit


sampai dosis maksimum 300 mg atau dosis awal bolus diikuti labetolol drip 2 8 mg
per menit, atau ;

Nikardipin, atau ;

Diltiazem atau ;

Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20 25 % dari tekanan

MAP. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan diastole <105 mmHg, pemberian obat
ditangguhkan. Tekanan perfusi dipertahankan >70 mmHg. Pada penderita dengan riwayat

19

hipertensi, penurunan tekanan darah MAP harus dipertahankan 130 mmHg. Bila sistole turun
<90 mmHg, harus diberikan vasopresor untuk menaikkan tekanan darah.
2. Pedoman Pada Stroke Perdarahan Subarachnoid
Terapi Medikamentosa

Ditujukan untuk mencegah peningkatan tekanan arterial atau intrakranial yang


mungkin dapat menyebabkan terjadinya kembali ruptur aneurisma, dengan cara :

Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 15-200 paling sedikit 3 minggu

Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, Fisioterapi aktif tidak dilakukan dalam 3
minggu pertama.

Monitoring tanda-tanda vital

Pemberian sedasi misalnya Diazepam 5 mg tiap 6 jam

Phenobarbital 30-60 mg po/IV tiap 6 jam, Untuk pasien yang gelisah

Analgetika untuk nyeri kepala

Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.

Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.

Penurunan tekanan darah dianjurkan pada fase akut , dikontrol agar tidak terjadi
hipotensi. Pada pasien normotensif atau hipertensi ringan (MABP < 120) tidak perlu
diberi terapi, cukup dengan pemberian obat sedatif.

Pasien yang membutuhkan terapi adalah pasien dengan MABP > 120 atau tekanan
sistolik > 180 mmHg dan MABP dipertahankan antara 100-120

Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan B-bloker seperti Propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.

Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.

H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer

Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik

Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading
dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg tiap
6-8 jam.
20

Terapi Pembedahan
Dilakukan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra kranial,
mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalus akut, juga untuk mencegah
perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.

Untuk hidrosefalus akut dapat dilakukan pemasangan Ventriperitoneal shunt.


Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol atau pungsi lumbal berulang

AVM Tindakan pembedahan berupa en block resection atau obliterasi dengan cara
ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intra arterial lokal. Kala resiko
perdarahan sekunder lebih kecil pada AVM dibandingkan aneurisma, maka tindakan
pembedahan dilakukan secara elektif setelah episode perdarahan.

Aneurisma Terapi pembedahan definitif terdiri dari clipping atau wrapping


aneurisma. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya penurunan kesadaran
ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil yang baik. Sebaliknya pada
pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.

XI. PENCEGAHAN STROKE


Mengatur Pola Makan Yang Sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol

Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung dan
gandum.

Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan darah
dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat pengosongan
usus)

Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan
kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.

Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas


estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL

Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah


aterosklerosis.

2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke

21

Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin B6,
B12 dan riboflavin

Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,


eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan pelindung
jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi
risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi
platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.

Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah
sebagai sumber antioksidan

Buah-buahan dan sayuran.

3. Rekomendasi Tentang Makanan :

Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium

Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty acids
seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.

Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,


monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.

Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah

Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang)

Menghentikan Rokok

Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan tekan


darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.

Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.

Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan mengkonsumsi


alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse alcohol) akan
memudahkan terjadinya stroke.

Melakukan Olahraga Yang Teratur

22

Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.

Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknya
aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup

Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari

Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan YME.

TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE


Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang stroke
atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA atau stroke
berulang dan kejadian vaskular lainnya.
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan gaya
hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi farmakologi dan
terapi bedah
Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke
1. Antiplatelet
a) Aspirin

Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase

Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal

b) Clopidogrel

Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan


gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

c) Ticlopidin

Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

23

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan


gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

d) Aspirin + Dipiridamol

Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan


ambilan kembali adenosin

Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal

e) Cilostazol

Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara menghambat
aktivitas fosfodiesterase III

Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual, gangguan
fungsi hati, rash.

2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium

Warfarin

Dikumarol

3. Lain-lain:

Statin

Ace inhibitor.

XI. PROGNOSIS
I. Prognosa Jangka Pendek
Sekitar 30-60% penderita stroke meninggal dalam 3-4 minggu pertama setelah onset
(Marquadsen 1976). Herman dkk (1982) melaporkan dalam 3 minggu pertama kematian
penderita stroke sebanyak 30%. Angka kematian penderita stroke berbeda-beda pada
beberapa jenis stroke. Angka kematian tertinggi dijumpai pada PIS sekitar 60-90%
meskipun dilakukan operasi kemungkinan hidup tidak lebih dari 50% (Marquadsen
1976). Sedangkan emboli otak 60% dan trombosis otak 30% (Marshall 1975).
Herman dkk (1982) melaporkan kemungkinan hidup dalam 1 minggu penderita PIS
sebanyak 28%, penderita PSA 46% dan penderita infark otak (trombosis otak) 80%.
II. Prognosa Jangka Panjang

24

Dipenganruhi oleh :
1. Umur
Kematian penderita stroke dalam 1 tahun setalah onset umur 70-79 tahun dua kali
lebih tinggi dibandingkan penderita yang 20 tahun lebih muda (Marquadsen 1976)
2. Hipertensi
Prognosa akan bertambah buruk bila tekanan sistolik tinggi, tapi bila tekanan darah
terkontrol dengan baik, prognosa akan lebih baik. Kematian jangka panjang penderita
stroke yang disertai tekanan diastolik > 110 mmHg secara bermakna lebih tinggi
daripada tekanan diastolik yang lebih rendah.
3. Penyakit jantung
Adanya kelainan EKG dalam bentuk apapun akan menurunkan kemungkinan hidup
penderita dalam 3 tahun setelah onset stroke. Kebanyakan penderita penyakit jantung
berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun setalah onset.
Psikososial
Stroke mempengaruhi kualitas hidup penderita baik dari sisi fisikal ataupun psikososial.
Depresi adalah hal yang sering mengikuti stroke, yang berhubungan dengan kognitif,
komunikasi dan gangguan neurologi dan fungsional.

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IdentitasPasien
Nama

: Ny. CR

Umur

: 83 Tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Ujong Bareh, Johan Pahlawan, Aceh Barat

Nomor CM

: 0-89-37-08

Tanggal Pemeriksaan

: 21 Oktober 2016

3.2. Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama

25

Penurunan kesadaran
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan rumah sakit Cut nyak din Meulaboh dengan keluhan penurunan
kesadaran 4 hari SMRS. Awalnya pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan mulut
sukar membuka dan berbicara. Keluhan ini muncul secara tiba-tiba setelah pasien mandi.
Keluhan disertai dengan muntah berulang, muntah berisikan makanan yang dimakan. Pasien
juga mengeluhkan lemas disertai sulit untuk menggerakkan anggota gerak sebelah kanan.
Riwayat penurunan kesadaran disangkal, namun pasien kurang respon terhadap perintah.
Riwayat kejang tidak ada. Pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat inap selama 4 hari
kemudian pasien dirujuk ke RSUDZA dikarenakan kondisi pasien tidak membaik selama
rawatan. Pasien memiliki riwayat hipertensi selama 20 tahun dengan riwayat tekanan darah
tertinggi 225 mmhg, pengobatan menggunakan amlodipin dan captopril, namun sudah 3
tahun terakhir pasien tidak teratur mengkonsumsi obat. Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat stroke selama 20 tahun, pasien pernah dirawat pada tahun 2014 dengan keluhan
yang sama.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+), Stroke (+) sejak 20 tahun yang lalu.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua kandung pasien mempunyai riwayat hipertensi (+), diabetes mellitus (-),
stroke (-).
3.2.5 Riwayat Sosial
Pasien seorang ibu rumah tangga, suka mengkonsumsi makanan berlemak.
3.3. Status Internus
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Berat Badan
Tinggi Badan

: Sakit sedang
: E4M5Vx
: 170/100 mmHg
: 97 x/menit
: 35,7oC
: 16 x/menit
: 65 kg
: 165 cm
26

3.4. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Kulit
Warna
Turgor
Sianosis
Ikterus
Edema

: Kuning langsat
: Cepat kembali
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

Pemeriksaan Kepala
Rambut
Wajah
Mata

: Hitam, sukar dicabut


: Simetris
: Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), ikterik (-/-),

sekret (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+), Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm
Telinga
: Serumen (-/-)
Hidung
: Sekret (-/-)
Mulut
o Bibir
: tidak simetris
o Lidah
: Sulit dinilai
o Tonsil
: Sulit dinilai
o Faring
: Sulit dinilai
Pemeriksaan Leher
Inspeksi

: Simetris, retraksi (-)

Palpasi

: TVJ R-2cmH2O, pembesaran KGB (-)

Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
o Statis : Simetris, bentuk normochest
o Dinamis
: Pernafasan thorakoabdominal, retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)
Paru
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi
Perkusi

Kanan
Fremitus N
Sonor

Kiri
Fremitus N
Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal

Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-)

Ronchi (-) wheezing (-)

Jantung
Auskultasi

: BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Simetris, luka memar pada abdomen (-)

27

Palpasi

: Nyeri tekan abdomen sinistra (-), defans muscular (-)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement (-)

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-), tapping pain (-)

Auskultasi

: Peristaltik 4x/menit, kesan normal

Tulang Belakang
Bentuk

: Simetris

Nyeri tekan

: Tidak ada

Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB: Tidak ada
Ekstremitas
Superior
Kanan
Sianosis Oedema Fraktur -

Inferior
Kanan
-

Kiri
-

Kiri
-

3.5. Status Neurologis


GCS

: E4 M5 Vx

Pupil

: Isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm

Reflek Cahaya

: Langsung (+ /+), tidak langsung (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal: Tidak ada


Nervus Cranialis
Kelompok Optik

Kanan

Kiri

Nervus II (visual)
-

Visus

sulit dinilai

sulit dinilai

Lapangan pandang

sulit dinali

sulit dinilai

Melihat warna

sulit dinilai

sulit dinilai

Nervus III (otonom)


-

Ukuran

3 mm

Bentuk Pupil

bulat

bulat

Reflek cahaya

positif

positif

Nistagmus

negatif

negatif

Strabismus

negatif

negatif

28

3 mm

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)


-

Lateral

sulit dinilai

sulit dinilai

Atas

sulit dinilai

sulit dinilai

Bawah

sulit dinilai

sulit dinilai

Medial

sulit dinilai

sulit dinilai

Diplopia

sulit dinilai

sulit dinilai

Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
-

Membuka Mulut

Menggigit dan mengunyah

: Tidak bisa
: Sulit dinilai

Nervus VII (fungsi motorik)


-

Mengerutkan dahi

: Sulit dinilai

Menutup Mata

: Sulit dinilai

Menggembungkan pipi

: Sulit dinilai

Memperlihatkan gigi

: Sulit dinilai

Sudut bibir

: Sulit dinilai

Nervus IX (fungsi motorik)


-

Bicara

: Sulir dinilai

Reflek menelan

: Sulit dinilai

Nervus XI (fungsi motorik)


-

Mengangkat bahu
Memutar kepala

: Sulit dinilai
: Sulit dinilai

Nervus XII (fungsi motorik)


-

Artikulasi lingualis

: Sulit dinilai

Menjulurkan lidah

: Sulit dinilai

Kelompok Sensoris
Nervus I (penciuman)

: Sulit dinilai

Nervus V (sensasi wilayah)

: Sulit dinilai

Nervus VII (pengecapan)

: Sulit dinilai

Nervus VIII (pendengaran)

: Sulit dinilai

Badan
Motorik
-

Gerakan Respirasi

: Thorakoabdomial

29

Gerakan Columna Vertebralis : Simetris

Bentuk Columna Vertebralis

: Kesan simetris

Sensibilitas
-

Rasa Suhu

: Sulit dinilai

Rasa nyeri

: Sulit dinilai

Rasa Raba

: Sulit dinilai

Anggota Gerak Atas


Motorik

1111/3333

Refleks

Kanan

Kiri

Bisceps

+++

++

Trisceps

+++

++

Anggota Gerak Bawah


Motorik

1111/3333

Refleks

Kanan

Kiri

Patella

Achilles

Babinski

negatif

negatif

Chaddok

negatif

negatif

Gordon

negatif

negatif

Oppenheim

negatif

negatif

Kaku Kuduk

negatif

negatif

Kuduk Kaku

negatif

negatif

Sensibilitas
-

Rasa suhu

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Rasa nyeri

: Sulit dinilai

Rasa raba

: Sulit dinilai

3.6. Pemeriksaan Penunjang


3.6.1. Laboratorium (13 Oktober 2016)
Jenis pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Natrium

Hasil
11,6
36
4,3
11,5
257
146
30

Nilai Rujukan
12,0- 15,0 g/dl
37- 47 %
4,2- 5,4 106/mm3
4,5- 10,5 103/mm3
15-450 103/mm3
131-146 mmol/L

Kalium
Clorida
Glukosa Darah Sewaktu
Ureum
Kreatinin

3,3
102
112
81
0,90

3,7-5,4 mmol/L
98-106 mmol/L
< 200
13-43 mg/Dl
0,51-0,95 mg/Dl

3.6.2 CT- Scan Kepala (13 Oktober 2016)

Kesan

: Tampak area hyperdens abnormal di parenkim cerebellum dextra, di ventrikel


lateralis kanan dan kiri serta di ventrikel 4. Sistem ventrikel tampak melebar.
Sulcus dan girus tampak merenggang. Tidak tampak deviasi midline, tidak
tampak ada klasifikasi abnormal, tidak tampak adanya fraktur. Kesimpulan ICH
di cerebellum dextra, IVH dengan brain atropi.

3.6.3 Foto Thoraks ( 13 Oktober 2016)

31

Kesan: Cor dan pulmo dalam batas normal

3.6.4 EKG

Kesimpulan: Sinus ritme ,102 bpm, normoaxis


3.7. Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis

: - Penurunan kesadaran
- Hemiparese dextra
- Hipertensi

Diagnosis Topis

: Cerebellum dextra

Diagnosis Etiologi

: Stroke hemoragik

Diagnosis Patologi

: Perdarahan

Diagnosis Sekunder

: Hipertensi

3.8. Penatalaksanaan
1.
2.

IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i


Injeksi citicolin 1000 mg/12 jam

32

3.
4.
5.

Injeksi Mecobalamin 1 ampul/8 jam


Valsartan 1 x 160 mg
Nebul Ventolin/12 jam

Terapi Bedah Saraf


1. IVFD Ringer Laktat 1500 cc/24 jam
2. Injeksi Ceftriakson 2 gr/ 24 jam
3. Injeksi Novalgin 1 ampul/ 8 jam
4. Injeksi Ranitidin 25 mg/ 8 jam
5. Injeksi Phenitoin 1 ampul/ 8 jam ( encerkan dengan NaCl 0,9% 20 cc)

Terapi Kardiologi
1. Micardis 1 x 80 mg
2. Adalat oros 1 x 30 mg
3. V- Block 1 x 6,25 mg
3.9. Prognosis
Quo ad vitam

: Dubia Ad Malam

Quo ad functionam

: Dubia Ad Malam

Quo ad Sanactionam : Dubia Ad Malam


3.10
1.
2.
3.
4.
5.

Daftar Masalah
Penurunan kesadaran
Kelemahan anggota gerak kanan
Mulut sukar membuka dan bicara pelo
Muntah
Riwayat hipertensi 20 tahun

33

BAB IV
PEMBAHASAN
1.
a.

Diagnosis
Anamnesis
Telah dilakukan

pemeriksaan pada seorang perempuan berusia 83 tahun dengan

diagnosa klinis Stroke hemoragik. Pada pasien ini, diagnosa ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit
Cut nyak din Meulaboh dengan keluhan penurunan kesadaran 4 hari SMRS. Awalnya
pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan mulut sukar membuka dan berbicara. Keluhan
ini muncul secara tiba-tiba setelah pasien mandi. Keluhan disertai dengan muntah berulang,
muntah berisikan makanan yang dimakan. Pasien juga mengeluhkan lemas disertai sulit
untuk menggerakkan anggota gerak sebelah kanan. Riwayat penurunan kesadaran
disangkal, namun pasien kurang respon terhadap perintah. Riwayat kejang tidak ada. Pasien
dibawa ke rumah sakit dan dirawat inap selama 4 hari kemudian pasien dirujuk ke
RSUDZA dikarenakan kondisi pasien tidak membaik selama rawatan. Pasien memiliki
riwayat hipertensi selama 20 tahun dengan riwayat tekanan darah tertinggi 225 mmhg,
pengobatan menggunakan amlodipin dan captopril, namun sudah 3 tahun terakhir pasien
tidak teratur mengkonsumsi obat. Riwayat diabetes mellitus tidak ada. Riwayat stroke
selama 20 tahun, pasien pernah dirawat pada tahun 2014 dengan keluhan yang sama.
Berdasarkan anamnesis di atas, gejala klinis yang terdapat pada pasien ini yang
mengarah ke stroke hemoragik adalah sebagai berikut:
-

b.

Penurunan kesadaran tiba-tiba


Muntah
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan
Terjadi saat aktivitas
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu
Mulut sukar membuka dan berbicara
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan:
- Glasgow Coma Scale : E4M5Vx
- Tekanan darah : 170/100 mmHg
- Mata : pupil isokor ukuran 3 mm/3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
- Tanda rangsangan meningeal : tidak ada
- Nervus cranialis : Sulit dinilai
- Motorik : ekstremitas atas 1111/3333, ekstremitas bawah 1111/3333
- Sensorik : Sulit dinilai
- Reflek fisologis : Kesan hiperrefleks pada ekstremitas superior kanan
- Reflek patologis : (-/-)

34

c.

Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium (13 Oktober 2016)

Jenis pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Natrium
Kalium
Clorida
Glukosa Darah Sewaktu
Ureum
Kreatinin
-

Hasil

Nilai Rujukan
12,0- 15,0 g/dl
37- 47 %
4,2- 5,4 106/mm3
4,5- 10,5 103/mm3
15-450 103/mm3
131-146 mmol/L
3,7-5,4 mmol/L
98-106 mmol/L
< 200
13-43 mg/Dl
0,51-0,95 mg/Dl

11,6
36
4,3
11,5
257
146
3,3
102
112
81
0,90

CT Scan Kepala (13 Oktober 2016)


Kesan

: Tampak area hyperdens abnormal di parenkim cerebellum dextra, di

ventrikel lateralis kanan dan kiri serta di ventrikel 4. Sistem ventrikel tampak
melebar. Sulcus dan girus tampak merenggang. Tidak tampak deviasi midline,
tidak tampak ada klasifikasi abnormal, tidak tampak adanya fraktur. Kesimpulan
ICH di cerebellum dextra, IVH dengan brain atropi.

Foto Thorax ( 13 Oktober 2016:


Kesan: Cor dan pulmo dalam batas normal

Elektrokardiografi (13 Oktober 2016)


Kesan : Sinus ritme, 102 bpm, normoaxis
Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala defisit neurologi akibat gangguan vaskular

pada sistem saraf pusat. Stroke merupakan defisit neurologi akibat gangguan vaskular, baik
berupa perdarahan ( stroke hemoragik ) ataupun sumbatan ( stroke iskemik ).
1. Penurunan kesadaran dan muntah
Penurunan kesadaran terjadi akibat adanya gangguan pada pusat kesadaran di otak,
yaitu ARAS ( Ascending Reticulo Activating System ) dan Korteks Serebri. Gangguan
biasanya

diakibatkan

karena

ketidakcukupan

darah

mensuplai

oksigen

sehingga

menyebabkan hipoksia jaringan otak yang biasa terjadi pada stroke iskemik, ataupun
peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya massa ( SOL intrakranial ) atau perdarahan
( stroke hemoragik ).

35

Pusat kesadaran manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis
dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang
menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi
grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio
reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar.Perangsangan formasio reticularis
midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan
terjaga.Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma,
dengan

gambaran

EEG

gelombang

delta.Jadi

formasio

reticularis

midbrain

merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus
yang menuju bagian area di forebrain.Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS,
yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri. Formasio reticularis
secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, menerima input dari korteks cerebri,
ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem
sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis,
cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks
cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan
depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus
yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu.Eksitasi ARAS
umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam
keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens
menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang
seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.

36

Gambar 1. Formatio Retikularis

Gambar 2.Ascending Reticular Activating System


Pada perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat ditemukan, tingkat kesadaran yang
berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik, hal ini terjadi apabila lesi vascular
intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologic karena tekanan pada struktur saraf didalam tengkorak.Iskemia adalah konsekuensi
37

sekunder dari perdarahan baik yang spontan atau traumatik.Biasanya pada stroke hemoragik
secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran, hal ini terjadi
karena adanya peningkatan tekanan intrakranial.Berdasarkan data anamnesis yang kita
dapatkan dari pasien ini, terdapat tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat yaitu
adanya riwayat muntah. Dari hasil CT-Scan kepala di temukan gambaran perdarahan
intraserebral sehingga akan mengakibatkan tekanan intrakranial tinggi. Pada lesi
supratentorial ini terjadi penekanan ke mesensefalon, pons dan medulla.Oleh karena jaras
formasi retikuler yang mengatur kesadaran berada pada tingkat ini, kompresi pada struktur
tersebut dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

Gambar 3. Perdarahan Intraserebral


Terapi utama untuk stroke hemoragik adalah menurunkan tekanan darah apabila
hipertensi sebagai kausanya.Tidak banyak yang dapat dilakukan terhadap perdarahan yang
sudah terjadi.Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu cepat atau terlalu drastic dapat
menyebabkan berkurangnya perfusi dan meluasnya iskemia.Pemantauan dan terapi terhadap
peningkatan TIK serta evakuasi bekuan apabila tingkat kesadaran memburuk merupakan
satu-satunya intervensi yang kemungkinan memiliki dampak positif pada prognosis.
Edukasi yang dapat di berikan kepada keluarga pasien adalah pemberian oksigen, head
up 300, tidak boleh memberikan makanan melalui mulut tapi harus melalui selang makan,
tidak boleh bersin, batuk dan mengejan karena dapat meningkatkan tekanan intracranial.

38

2.

Kelemahan anggota gerak kanan


Serebrum terdiri dari beberapa lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietal, lobus

temporal, an lobus occipital. Lobus frontalis terletak di depan sulcus sentralis dan diatas
sulcus lateralis. Lobus parietalis terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus
lateralis.Lobus occipitalis terletak dibawah sulcus parieto-occipitalis. Dibawa sulcus lateralis
terletak lobus temporalis.

Daerah di bagian belakang lobus frontalis tepat di depan sulcus sentralis dan di sebelah
korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer. Bagian ini melaksanakan kontrol
volunter atas gerakan yang di hasilkan oleh otot rangka.Seperti pada pemrosesan sensorik,
korteks korteks motorik di masing-masing belahan otak terutama mengontrol otot di bagian
tubuh yang bersebrangan (kontralateral).Jaras-jaras saraf yang berasal dari korteks motorik
hemisfer kiri menyebrang sebelum turun menyusuri medulla spinalis untuk berakhir di
neuron motorik eferen yang memicu kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh.Karena itu,
kerusakan korteks motorik di sisi kiri otak menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh, dan
demikian sebaliknya.

(2)

Apabila terdapat lesi pada daerah korteks motorik primer yang

terletak di lobus frontalis maka akan menyebabkan kelemahan atau paralisis pada bagian
tubuh yang bersebrangan dengan lesi

39

Gambar 5. Jaras Motorik


Terapi pada pasien dengan keluhan kelemahan anggota gerak adalah dapat di berikan
injeksi citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak pada
pengobatangangguan

serebro

vaskuler

sehingga

dapal

memperbaiki

gangguan

kesadaran.Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama


sistem pengaktifan

formatio

relicularis

ascendens

yang

berhubungan

dengan

kesadaran. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki kelumpuhan


sistemmotoris. Citicoline menaikkan konsumsi oksigen dari otak dan memperbaiki
metabolisme otak.
Edukasi yang dapat di berikan ke keluarga pasien adalah dapat dilakukan (Jika
kondisi umum stabil), antara lain:
a.

Hindari posisi tidur terlentang sebab posisi tidur terlentang akan membuat otot-otot
postur tidak bekerja dan berdampak semakin cepatnya terjadi penurunan kekuatan otot.

b.

Cobalah denga posisi duduk atau minimal posisi tidur miring.


Berikan posisi tidur miring dengan cara (kelemahan terdapat pada sisi kiri) Jika posisi
tidur miring kekanan maka berikan topangan pada lengan kiri dan tungkai kiri dengan
menggunakan bantal. Usahakan posisi kepala sejajar dengan tulang belakang. Jika

40

posisi miring ke kiri maka posisikan lengan kiri pasien dalam keadaan lurus dan geser
tulang belikat agak kedepan. Posisi kaki kiri lurus dan kaki kanan ditekuk dengan
sanggahan bantal. Usahakan kepala sejajar dengan tulang belakang. Berikan perubahan
posisi setiap 1 jam.
Berikan beberapa bentuk latihan berikut ini :
a.

Gerakkan semua sendi pada lengan dan tungkai secara perlahan yaitu lurus dan
menekuk sebanyak 5-7 kali, gerakan yang diberikan secara perlahan agar pasien dapat

b.

ikut aktif melakukanya.


Posisikan
duduk
dan

berikan

pegangan

pada

tangan

pasien

Anjurkan untuk melakukan gerakan disekitar pinggang dan pinggul , gerakan yang
diharapkan
c.

adalah

gerakan

rotasi

(beputar)

foreward

dan

backward

dan

bukangerakan mendorong kedepan dan kebelakang.


Lakukan secara perlahan gerakan mengangkat lengan dan mintalah pasien untuk ikut
melakukannya dan berusaha agar siku tidak terdorong keluar. Dan tubuh tetap tegak,

d.

lakukan sebanyak 7 kali pengulangan


Berikan gerakan - gerakan pada jari - jari dan jangan memberikan regangan- regangan
berlebihan gerakan yang deberikan antara lain:
Gerakan menekuk kebelakang (fleksi dorsal) pada pergelangan tangan, menekuk
kedepan (fleksi) pada sendi antara punggung dan jari-jari (metacarpal phalangeal join)
dan meluruskan sendi pada jari-jari lakukan sebanyak 7 kali pengulangan.Lakukan

3.

gerakan dan peregangan pada jari-jari kaki.


Bicara kacau dan mulut merot
Bahasa adalah bentuk kompleks komunikasi di mana kata yang di tulis atau di ucapkan

menyimbolkan benda dan menyampaikan gagasan.Bahasa melibatkan integrasi dua


kemampuan berbeda yaitu, ekspresi (kemampuan bicara) dan pemahaman yang masingmasing berkaitan dengan bagian tetentu dikorteks.Daerah primer yang khusus untuk bahasa
adalah daerah Broca dan daerah Wernicke.Daerah broca yang mengendalikan kemampuan
berbicara, terleta di lobus frontalis kiri berdekatan dengan daerah motorik korteks yang
mengontrol otot-otot untuk arikulasi. Daerah Wernicke, yang terletak di korteks kiri di
pertemuan antara lobus parietalis, temporalis dan occipitalis, berkaitan dengan pemahaman
bahsa lisan dan tulisan. Selain itu daerah Wernicke bertanggung jawab dalam
memformulasikan pola koheren bicara yang di salurkan melalui berkas-berkas ke daerah
Broca, yang pada gilirannya mengontrol artikulasi bicara.Karena berbagai aspek bahasa
terletak di bagian tertentu otak dapat menyebabkan gangguan selektif bahasa.(6)(4)

41

Gambar 6. Pusat Bahasa


Kerusakan di daerah Broca menyebabkan kegagalan membentuk kata, meskipun pasien
masih mengerti bahasa lisan dan tulisan.Meskipun mereka dapat menggerakkan bibir dan
lidah namu mereka tidak dapat membentuk perintah motorik yang tepat untuk
mengartikulasikan kata yang diinginkan.Sebaliknya, pasien dengan lesi di daerah Wernicke
tidak dapat memahami kata yang mereka lihat atau dengar.Mereka dapat bicara dengan
lancer, namun kata-kata yang mereka ucapkan dengan sempurna tidak memiliki arti.
4.Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan
tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah
dengan pengendalian tekanan darah (Indiana Stroke Prevention Task Force January 2006/
Updated, 2007). Beberapa peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan
pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema 19 otak, namun berdasarkan
penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke iskemik
dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak.
berkembang sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat.

42

BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal
atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit
neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang
menyertai harus diobati misalnya pada pasein stroke dengan gagal jantung, irama jantung
yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru paru. Penegakan diagnosis stroke
haruslah cepat dan tepat, diagnosis stroke dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pengunaan CT-Scan untuk membedakan tipe
hemoragik maupun penyumbatan

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Jakarta: EGC; 2006.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Jakarta: EGC; 2011.
3. Rincon F, Mayer S. Intracerebral Hemorrhage: Clinical Overview Patophisiology Concept.
Translational Stroke Research. 2012.
4. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Jakarta: EGC; 2006.
5. Liebeskind D. Intracranial Hemorrhage. E Medicine. 2013.
6. Japardi F. Stroke Hemoragik dan Outcome Klinis Jakarta: Universitas Indonesia ; 2002.
7. Masjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Kedua ed. Jakarta: Media Aeusculapius;
2000.
8. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta: EGC; 2012.
9. Warlow C, Dennis M, Gijn J, Hankey G, Sandercock PMJ. Stroke in Practical Guide
London: Blackwell Science; 2008.

44

Anda mungkin juga menyukai