Anda di halaman 1dari 27

Presentasi Kasus Ruangan

CONTUSIO SEREBRI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
DINDA NABIELA
(1407101030104)
Pembimbing :
Dr. Suherman Sp.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN / SMF NEUROLOGI RSUDZA
BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
contusio serebri at regio temporal. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan kepaniteraan klinik di SMF/Bagian Ilmu Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan dari dr. Suherman, Sp. S. selaku pembimbing penulisan laporan kasus.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak
kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua.
Banda Aceh, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar....................................................................................................................... ii
Daftar isi.................................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... ........................ 3


2.1. Contusio serebri.........................................................................................................3
2.1.1.
Definisi........................................................................................... 3
2.1.2.
Epidemiologi.................................................................................. 3
2.1.3.
Etiologi........................................................................................... 5
2.1.4.
Patofisiologi....................................................................................5
2.1.5.
Gejala klinis......................................................................................6
2.1.6

Diagnosis........................................................................................ 8

2.1.7

Penatalaksanaan.............................................................................. 11

BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................................. 13


3.1. Identitas Pasien.........................................................................................................
3.2. Anamnesis.................................................................................................................
3.3. Status Internus...........................................................................................................
3.4. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................................
3.5. Status Neurologis......................................................................................................
3.6. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................
3.7. Resume......................................................................................................................
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 25

13
13
14
14
16
19
20

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas
untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada
benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal. Trauma pada kepala
dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau
kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang
bervariasi juga tergantung dari pada luas daerah yang terkena trauma. Trauma
kepala

juga

dilihat

dari adanya

deformitas

berupa

penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan


perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran. Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.1
Penyakit trauma kapitis yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit
trauma kapitis serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya. Dalam
distribusi penyakit Trauma kapitis ada 3 variabel yang dapat dilihat yaitu: variabel
orang (person), rauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah
kesehatan yang utama. Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per
100.000 penduduk, dan cause specific death rate 19,7 per 100.000 penduduk.
Taiwan (1992), insiden Trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause
specific death rate 23 per 100.000 penduduk. variabel tempat (place), Dari
pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kematian Trauma
kapitis di kota cenderung lebih besar daripada di desa. dan variabel waktu (time)
Berdasarkan Data Depkes RI (2000-2007), bahwa proporsi kematian karena
Trauma kapitis di Indonesia menunjukkan penurunan dan peningkatan. 2
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelomopok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan.

Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke


rumah sakit, penilaian dan awal tindakan di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.

Pendekatan

yang

sistematis

dapat

mengurangi

kemungkinan

terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, segera di


tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.2,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kontusio serebri
2.1.1

Definisi
Secara definisi Contusio Cerebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak

akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara


makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contosio sendiri biasanya menimbulkan
defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak., secara klinis
didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit
atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Pada
pemerikasaan CT Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan

istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran piaarachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT
Scan disebut Pulp brain Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi.
Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan
CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi
difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak,
termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan
perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat
saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk
pedarahan intra serebral.4
2.2.1.

Epidemiologi

a. Menurut Orang (person)


Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah
kesehatan yang utama. Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per
100.000 penduduk, dan cause specific death rate 19,7 per 100.000 penduduk.
Taiwan (1992), insiden Trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause
specific death rate 23 per 100.000 penduduk. Menurut penelitian Junandar
Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan, proporsi penderita Trauma kapitis
terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%), dan proporsi jenis kelamin
laki-laki (63,1%). Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS
Siloam Gleneagle Lippo Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi
Trauma kapitis berat 41 kasus (46,1%) diantaranya memerlukan tindakan operasi
craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma kapitis ringan-sedang yang
tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang memerlukan tindakan
operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (3 1,71%) disebabkan kontusio serebri,
11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (2 1,95%) hematoma intraserebral,
dan 8 kasus (19,51%) hematoma epidural.

b. Menurut Tempat (place)

Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kematian


Trauma kapitis di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin
disebabkan oleh mobilisasi penduduk yang tinggi dan perkembangan di bidang
industri dan pertumbuhan kota disertai dengan adanya peningkatan yang sangat
tinggi di bidang transportasi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan penyakit cedera intrakranial
tahun 2007 dengan CFR (4,37%) di seluruh RS Kota Medan, 17 dan berdasarkan
penelitian Siahaan (2000) di RS Santha Elisabeth Medan penderita Trauma kapitis
craniotomy dengan proporsi (2,7%).

c. Menurut Waktu (time)


Berdasarkan Data Depkes RI (2000-2007), bahwa proporsi kematian karena
Trauma kapitis di Indonesia menunjukkan penurunan dan peningkatan yaitu
pada tahun (2000) dengan Proporsi Mortality Rasio (PMR) sebesar 2,3%, tahun
(2002) PMR sebesar 6,7%, tahun (2004) PMR sebesar 2,3% dan tahun (20062007) PMR sebesar 4,3%. Berdasarkan Data Kepolisian RI selama kurun waktu
2003-2005, frekuensi kasus kecelakaan meningkat dari (34,32%) menjadi
(39,91%). 2
2.2.2.

Etiologi

Kecelakaan kendaraan bermotor dan benturan pada kepala merupakan


penyebab paling sering terjadinya memar dan robekan pada jaringan otak.
Kontusio serebri dapat disebabkan oleh adanya akselerasi otak tiba-tiba
yang terjadi mengikuti sentakan yang dihasilkan oleh benturan hebat pada kepala
atau oleh adanya deselerasi tiba- tiba yang terjadi ketika kepala bergerak
membentur objek yang diam(seperti benturan di daerah dahi pada kecelakaan
kendaraan bermotor). Otak dapat mengalami kerusakan pada area benturan dan
pada sisi yang berlawanan dengan benturan akibat adanya benturan otak pada
tulang kepala bagian dalam di sisi yang berlawanan dengan benturan akibat

adanya benturan otak pada tulang kepala bagian dalam di sisi yang berlawanan.
Kontusio dapat menyebabkan perdarahan atau pembengkakan otak.5
2.2.3.

Patofisiologi
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di

dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya
lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate
menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita
biasanya menunjukkan organic brain syndrome. Lesi akselerasi-deselerasi, gaya
tidak

langsung

bekerja

pada

kepala

tetapi

mengenai

bagian

tubuh yang lain, tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan
densitas anar tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otot yang
densitas yang lebih rendah, maka terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala
akan bergerak lebih dulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, pada
dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara
jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial
berupa hematom subdural, hematom intra serebral, hematom intravertikal.kontra
coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselarasi akan menyebabkan gaya
tarik atau robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa komosio serebri,diffuse
axonal injuri. Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang
beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah
cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah
dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat
vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.6

2.2.4.

Gejala Klinis
Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak.

Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka


tingkat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa,
tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat
pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral Tanda
dan gejala yang ditemukan pada kasus Kontusio serebri antara lain:.
Pasien tidak sadarkan diri selama lebih dari 15 menit yang dapat dinilai
dengan cara menghitung GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan
untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau
tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon
pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) :dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku

jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik


(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi


rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah
15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan
dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
-

GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)


GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS: 3 8 = CKB (cidera kepala berat)8

Terjadi hemiparese atau hemiplegi Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan.


Gejala TIK meningkat yang bisa dinilai dari nyeri kepala, muntah, kejang, dan
papil edem.
Bisa terjadi amnesia retrograde atau antegrade yang biasanya lebih sering
Amnesia retrograd yang lebih nyata. Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari
Kulit dingin dan pucat Denyut nadi lemah Pernafsan dangkal Kelainan neurologik
positif, reflek patologik positif
Ditemukan daerah hiperdens (gambaran adanya darah/perdarahan) pada
jaringan otak. Ditemukan pula Pulp Brain pada CT Scan yang berarti terjadi
laserasi

serebri

yang

berakibat

robeknya

membran

Pia

Arachnoid 7

2.2.5.

Diagnosis

Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan


lalu lintas, kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang
tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di
kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan
pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui
pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran
lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis lebih rinci tentang:
a. Tanyakan pada keluarga pasien tentang sifat kecelakaan yang terjadi.
b. Berapa jam atau hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
c. Tanyakan kepada keluarga pasien tentang ada tidaknya benturan kepala
langsung.
d. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat
diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan
peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di
rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd.
Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak
selalu dalam keadaan pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat
kelihatan bingung / disorientasi (kesadaran berubah)
Indikasi

pasien

harus

di

Rawat

Inap

adalah

sebagai

berikut

1.

Pasien mengalami perubahan atau penurunan kesadaran saat diperiksa.

2.

Saat

diperiksa,

pada

pasien

terdapat

Fraktur

tulang

tengkorak.

3. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, ada tidaknya


riwayat minum-minuman seperti alkohol, atau pada pasien yang tidakkooperatif.
4. Hal lain yang mempengaruhi adalah adanya faktor sosial seperti :
a. Kurangnya pengawasan dari orang tua/keluarga apabila dipulangkan.
b. Kurangnya pendidikan keluarga teantang apa yang dialami pasien .
c. Sulitnya transportasi dari rumah pasien ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah
sakit bila timbul gejala sebagai berikut :

1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan


tiap 2 jam selama periode tidur.
2.Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
3. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
4. Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan,
penglihatan kabur.
5. Kejang, pingsan.
6. Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga
7. Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola
mata,melihat dobel, atau gangguan penglihatan lain8. Denyut nadi yang
sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari
penatalaksanaan. Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan mendapat
prioritas utama untuk diperhatikan. Penderita harus diletakkan dalam posisi
berbaring
2.2.6

yang

aman

(4,5).

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik Hal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan

mendahului trias adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien.
Status

fungsi
1.

vital

Yang

dinilai

dalam

status

fungsi

vital

adalah:

Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau


darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofaring; diikuti
dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher harus berhati-hati

2.

bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).


Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan
Cheyne-Stokes, Biot / hiperventilasi, atau pernapasan ataksik

3.

yang menggambarkan makin buruknya tingkat kesadaran.


Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga
adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma

thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah
yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal
peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh
hematoma

epidural.

Status kesadaran pasien, cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah
dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat
diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui
cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat
diikuti secara akurat. Yang dinilai adalah respon membuka mata, respon verbal
dan respon motorik. Status neurologis Pemeriksaan neurologik pada kasus trauma
kapitis terutama ditujukan mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat
menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial Tanda
fokal tersebut ialah : anisokori, paresis / paralisis, dan refleks patologis. Selain
trauma kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain
seperti trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak
harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan:
defisit neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi,
hematoma luas di daerah kepala. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui
pemeriksaan arterografi karotis atau CT Scan kepala yang lebih disukai, karena
prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat.
Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit.
CT Scan juga dapat dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan
fraktur basis kranii dan kejang.9,10
2.2.6.

Penatalaksanaan

Tindakan yang diambil pada keadaan kontusio berat ditujukan untuk mencegah
menigginya tekanan intra kranial.
a. usahakan jalan napas yang lapang dengan

- membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan


- melonggarkan pakaian yang ketat
- menghisap lendir dari mulut, tenggorok dan hidung
- untuk amannya gigi palsu perlu dikeluarkan
- bila perlu pasang pipa endotrakeal atau lakukan trakeotomi
- O2 diberikan bila tidak ada hiperventilasi
b. hentikan perdarahan
c. bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi
d. letakkan pasien dalam posisi miring hingga bila muntah dapat bebas keluar dan
tidak mengganggu jalan napas
e. berikan profilaksis antibiotik bila ada luka-luka yang berat
f. bila ada syok, infus dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. Bila tidak
ada syok, pemasangan infus tidak perlu dilakukan dengan segera dan dapat
menunggu hingga keesokan harinya.
Pada hari I pemberian infus diberikan 1,5 liter cairan / hari, yang 0,5 liter
adalah NaCl 0.9%. Bila digunakan glukosa, pakailah yang 1% untuk mencegah
menghebatnya edema otak dan kemungkinan timbulnya edem pulmonum.
Setelah hari ke IV jumlah cairan perlu ditambah hingga 2,5 liter / 24 jam. Bila
bising

usus

sudah terdengar, dapat

diberi

makanan

cair

per

sonde.

g. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan mannitol 20% dalam infus
sebanyak 250cc dalam waktu 30 menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam.
h. Furosemid intramuskular 20mg per 24 jam, selain meningkatkan diuresis
berkhasiat

juga

mengurangi

pembentukan

cairan

otak.

i. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan deksametason dalam


rangkaian pengobatan sebagai berikut:
Hari I

: 10mg iv diikuti 5mg tiap 4 jam

Hari II : 5mg iv tiap 6 jam


Hari III : 5mg iv tiap 8 jam
Hari IV : 5mg im tiap 12 jam
HariV : 5mg im

j. Pemantauan keadaan penderita selain keadaan umumnya perlu diperiksa secara


teratur PCO2 dan PO2 darah. Keadaan yang normal ialah PCO2 sekitar 42mmHg
dan PO2 diatas 70mmHg.10,11

BAB III
LAPORAN KASUS
.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Alamat
Agama
Status Perkawinan
Suku
Nomor CM
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan

: Tn. W
: 21 tahun
: Lhokseumawe
: Islam
: Belum kawin
: Aceh
: 1-10-58-72
: Pelajar
: 18 Oktober 2016

.1 ANAMNESA
Keluhan Utama: Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang terjadi setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 2 hari SMRS. Pasien merupakan rujukan
dari RSU Aceh Utara dengan diagnosis cedera kepala + fracture mandibula +
close fracture humerus dextra. Kecelakaan terjadi saat pasien sedang dibonceng
menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan helm, lalu menabrak sebuah
mobil pick up dari arah depan. Pasien langsung mengalami penurunan kesadaran,
pasien juga mengeluhkan tidak bisa menggerakkan lengan kanan. Keluhan
perdarahan dari hidung (+). Riwayat sesak nafas, kejang, mual dan muntah
disangkal. Pasien juga mengeluhkan terdapat luka robek pada kaki kanan, dan
dagu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya . Riwayat

hipertensi, diabetes mellitus, asma dan alergi disangkal.

Riwayat obat-obatan:
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan Sosial:


Pasien merupakan seorang pelajar.
.1

STATUS INTERNUS
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Berat Badan
Tinggi Badan

: Baik
: Somnolen
: 110/80 mmHg
: 82 x/menit
: 36,8 oC
: 20 x/menit
: kg
: cm

.1 PEMERIKSAAN FISIK
Kulit

Warna
Turgor

: Sawo matang
: Cepat kembali

Sianosis
Ikterus
Oedema

: Negatif
: Negatif
: Negatif

Kepala

Rambut
Wajah

: Hitam, sukar dicabut


: tidak simetris
a/r mandibula :
I: laceratum (+),sudah dijahit dan tetutup perban,
deformitas (+), udem (+), swelling (-)
F: Nyeri tekan (+), hangat (+), krepitasi (-), flooting
mandibula (-)
Gerakan : Terbatas

Mata

: Conjunctiva anemi (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-),


refleks cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak
langsung (+/+), Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm

Telinga
Hidung

: Serumen (-/-)
: Sekret (-/-)

Mulut
o Bibir
o Lidah
o Tonsil
o Faring

: Simetris, bibir pucat (-), mukosa licin (+), sianosis (-)


: Simetris, tremor (-), hiperemis (-)
: Hiperemis (-/-), T1/T1
: Hiperemis (-)

Leher

Inspeksi
Palpasi

: Simetris, retraksi (-)


: TVJR-2cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax

Inspeksi
o Statis
o Dinamis

: Simetris, bentuk normo chest, jejas (+) arah kiri


: Pernafasan torakoabdominal, retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)

Kanan
Palpasi
Perkusi

Fremitus N
Sonor

Kiri
Fremitus N
Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal

Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-)

Ronchi (-) wheezing (-)

Jantung
Auskultasi

: BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Simetris, luka memar pada abdomen sinistra (-)

Palpasi

: Nyeri tekan abdomen sinistra (-), defans muscular (-)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement (-)

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-), tapping pain (-)

Auskultasi

: Peristaltik 3x/menit, kesan normal

Tulang Belakang
Bentuk

: Simetris

Nyeri tekan

: Negatif

Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB

: Negatif

Ekstremitas

Ekskoriasi
Laceratum
Deformita
s
Oedema
Fraktur
Swelling
Nyeri
Tekan
Krepitasi
Gerakan

Superior
Kanan
-

Kiri
-

Inferior
Kanan
+ ar Genu
+ ar Cruris

Kiri
-

+
+
+

Terbatas

Bebas

Bebas

Bebas

5. STATUS NEUROLOGIS
GCS

: E3 M5 V4

Pupil

: Isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm

Reflek Cahaya

: Langsung (+ /+), tidak langsung (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal (TRM)

: Negatif

Nervus Cranialis
Kelompok Optik

Kanan

Kiri

Nervus II (visual)
-

Visus

6/60

6/60

Lapangan pandang

Kesan normal

Kesan normal

Melihat warna

Kesan normal

Kesan normal

Nervus III (otonom)


-

Ukuran

3
3 mm

Bentuk Pupil

bulat

bulat

Reflek cahaya

Nistagmus

negatif

negatif

Strabismus

negatif

negatif

positif

positif

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)


-

Lateral

positif

positif

Atas

positif

positif

Bawah

positif

positif

Medial

positif

positif

mm

Diplopia

negatif

negatif

Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
-

Membuka Mulut

: Sulit membuka dikarenakan nyeri

Menggigit dan mengunyah

: Terbatas dikarenakan nyeri

Nervus VII (fungsi motorik)


-

Mengerutkan dahi : Simetris

Menutup Mata : Simetris

Menggembungkan pipi

: Simetris

Memperlihatkan gigi

: Simetris

Sudut bibir

: Simetris

Nervus IX (fungsi motorik)


-

Bicara

: Terganggu

Reflek menelan

: Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)


-

Mengangkat bahu
Memutar kepala

: Terbatas
: Terbatas

Nervus XII (fungsi motorik)


-

Artikulasi lingualis : Dalam batas normal

Menjulurkan lidah : Dalam batas normal


Kelompok Sensoris
Nervus I (fungsi penciuman)

: Kesan normal

Nervus V (fungsi sensasi wilayah) : Kesan normal


Nervus VII (fungsi pengecapan)

: Kesan normal

Nervus VIII (fungsi pendengaran) : Kesan normal


Badan
Motorik
-

Gerakan Respirasi : Torakoabdominal

Gerakan Columna Vertebralis

: Simetris

Bentuk Columna Vertebralis

: Kesan simetris

Sensibilitas
-

Rasa Suhu

: Dalam batas normal

Rasa nyeri

: Dalam batas normal

Rasa Raba

: Dalam batas normal

Anggota Gerak Atas


Motorik

Kesan normal

Refleks

Kanan

Bisceps

Trisceps

Sdn

Kiri

positif
Sdnpositif

Anggota Gerak Bawah


Motorik

Kesan normal

Refleks

Kanan

Kiri

Patella

positif

positif

Achilles

positifpositif

Babinski

negatifnegatif

Chaddok

negatifnegatif

Gordon

negatifnegatif

Oppenheim

negatifnegatif

Tanda Laseque
Tanda Kernig
Sensibilitas
-

Rasa suhu

: Dalam batas normal

Rasa nyeri

: Dalam batas normal

Rasa raba

: Dalam batas normal

Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan


Fungsi Vegetatif
- Miksi
- Defekasi

: Dalam batas normal


: Dalam batas normal

Hasil Foto Thorax PA (

Kesan:
Hasil Foto CT-Scan (

RESUME
Identitas
Tn. W, 21 tahun
b. Anamnesis
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang terjadi setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas sejak 2 hari SMRS. Pasien merupakan rujukan
dari RSU Aceh Utara dengan diagnosis cedera kepala + fracture mandibula +
close fracture humerus dextra. Kecelakaan terjadi saat pasien sedang dibonceng
menggunakan sepeda motor tanpa menggunakan helm, lalu menabrak sebuah
mobil pick up dari arah depan. Pasien langsung mengalami penurunan kesadaran,
pasien juga mengeluhkan tidak bisa menggerakkan lengan kanan. Keluhan
perdarahan dari hidung (+). Riwayat sesak nafas, kejang, mual dan muntah
disangkal. Pasien juga mengeluhkan terdapat luka robek pada kaki kanan, dan
dagu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya . Riwayat

hipertensi, diabetes mellitus, asma dan alergi disangkal.

Riwayat obat-obatan:
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan Sosial:


Pasien merupakan seorang pelajar.

Pemeriksaam Fisik

Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Berat Badan
Tinggi Badan

Status Internus

: Baik
: Somnolen
: 110/80 mmHg
: 82 x/menit
: 36,8 oC
: 20 x/menit
: kg
: cm

: dalam batas normal

Status Neurologis
VAS

:5

GCS

: E4 M5 V4

Mata

: pupil bulat isokor, 3mm/3mm


reflek cahaya langsung (+/+)
reflek cahaya tidak langsung (+/+)

TRM

: negatif

TIK

: negatif

Nervus Cranialis
Kelompok Optik
-

Fungsi visual (N.II)


Fungsi otonom
Gerakan okuler (N.III, IV, VI)

: dalam batas normal


: dalam batas normal
: dalam batas normal

Kelompok motorik
- Fungsi motorik (N.V)
- Fungsi motorik (N.VII)
- Fungsi motorik (N. IX)
Fungsi motorik (N. XI)

Sulit dinilai
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal

- Fungsi motorik (N.XII)

: dalam batas normal

Kelompok sensori khusus


- Fungsi Pengecapan (N.V)
- Fungsi Penciuman (N.I)
- Fungsi Pendengaran (N.VIII)

: dalam batas normal


: dalam batas normal
: dalam batas normal

Fungsi Motorik Superior Inferior


-

Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Atrofi
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Tanda laseque
Tanda Kernig

Sdn/+
Sdn/5555

+/+
5555/5555
N/N

N/N
-/Sdn/++
-/negatif negatif
negatif negatif

Gerakan Abnormal

: tidak ditemukan

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal

N/N N/N
-/+ + /++
-/-

c. Pemeriksaan Penunjang
e. Diagnosa
Diagnosa Klinis

: Penurunan kesadaran + Multiple Trauma

Diagnosa Etiologi

: Cedera kepala berat

Diagnosis Topis

: Cerebri

f. Tatalaksana
A. Konservatif :
- Bed Rest
- 02 3 l/i
- Head Up 30 0
B. Medikamentosa:
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Injeksi Citicolin 500mg/12 jam
h. Prognosis
Quoadvitam

: dubia ad Bonam

Quoadfunctionam

: dubia ad Bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad Bonam

BAB IV
KESIMPULAN
Contusio Cerebri adalah gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak
disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contosio sendiri
biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak.,
secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit
atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak.
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Kecelakaan kendaraan bermotor dan benturan pada kepala
merupakan penyebab paling sering terjadinya memar dan robekan pada jaringan otak.
Perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang untuk
menegakan diagnosis dengan tepat sehingga dapat diterapi dengan tepat. Dan perlunya
memperhatikan hasil pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung.,
Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
2. Amir, A. 2008, Ilmu Kedokteran Forensik, Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas kedokteran USU.
3. Hasan sjahrir,2004, ilmu penyakit saraf neurologi khusus, dian rakyat, jakarta.
4. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
5. M , kenneth, 2008, Cerebral contusions and laceratomy, Merck Manual Handbook.
6. Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
7. Reksoprodjo, S. dkk, 1995, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina rupa Aksara, Jakarta.
8. Lumbantobing, 2008, Neurologi klinik, pemeriksaan fisik dan mental, fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
9. Basuki, Endro, Sp.BS,dr; 2003, Materi Pelatihan GELS (General Emergency Life
Support), Tim Brigade Siaga Bencana (BSB), Jogjakarta.
10. Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta, Gajah Mada University
11. Morales, D. 2005. Brain Contusion. www. Emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai