Anda di halaman 1dari 4

Diagnosis

Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara


lain:
1. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
2. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
3. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
4. Demam, dispnea, kadang disertai muntah dan diare
5. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari
yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
6. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
7. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN
8. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan
infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.

Klasifikasi WHO menggunakan kriteria klinis berikut untuk diagnosis pneumonia pada
daerah dengan keterbatasan sarana:

1. Bayi berusia < 2 bulan


 Pneumonia berat: napas cepat (≥60kali/menit) atau retraksi yang berat;
 Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam /
hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.

2. Anak berusia 2 bulan – 5 tahun


 Pneumonia ringan: napas cepat (≥50kali/menit pada usia 2 bulan hingga 1 tahun,
≥40kali/menit pada usia >1-5 tahun);
 Pneumonia berat: retraksi;
 Pneumonia sangat berat: tidak dapat makan/ minum, kejang, letargis, malnutrisi.

Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer
lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan
rontgen thoraks.

A. Pemeriksaan darah lengkap perifer


Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya leukosit dalam batas normal,
namun pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis
(15.000–40.000/mm3) dengan dominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang–kadang
ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat
berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah
daripada glukosa darah. Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan LED yang
meningkat.
B. C-reactive protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis CRP
digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda.
C. Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik
sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan antibodi IgM dan IgG.
D. Mikrobiologi
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru.

Tatalaksana
A. Pneumonia ringan
- Rawat jalan
- Kotrimoxazol (4 mg TMP/kgBB/kali- 20 mg sulfametoksazol/kgBB/kali) 2
kali sehari selama 3 hari atau amoksisillin 25 mg/kgBB/kali 2 kali sehari
selama 3 hari
B. Pneumonia berat
- Oksigen untuk mempertahankan saturasi ≥ 92%, dipantau setiap 4 jam. Pada
anak stabil, dapat diujicoba tidak menggunakan oksigen setiap hari. Bila saturasi
tetap stabil, oksigen dapat dihentikan.
- Bila asupan per oral kurang dapat diberikan cairan IV dan dilakukan balans cairan.
Pada distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari, dapat
digantikan dengan NGT/IV dengan perhitungan balans cairan ketat.
- Bila suhu ≥ 39 0C dapat diberikan paracetamol
- Nebulisasi agonis β-2 dan/ atau NaCl 0,9% dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance, namun bukan merupakan terapi yang rutin dilakukan.
- Pemberian antibiotik:
Lini I : amoksisilin 50-100mg/kgBB IV atau IM setiap 8 jam, dipantau ketat dalam
72 jam pertama. Bila respon baik, terapi diteruskan hingga 5 hari, kemudian
dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15mg/kgBB/kali, 3 hari sekali, selama 5 hari
berikutnya.
Lini II : ceftriaxon 80-100 mg/kgBB IM atau IV satu kali sehari.

Bila dicurigai Staphylococcus yaitu terdapat perburukan klinis walaupun sudah


diterapi yang ditandai dengan adanya pneumatokel, pneumothorax dengan efusi
pleura, ditemukan bakteri kokus gram (+) pada tes sputum, didukung oleh infeksi
kulit yang disertai pus. Dapat diberikan kloksasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6
jam dan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari. Bila respon membaik,
lanjutkan dengan kloksasilin oral 50 mg/kgBB/hari 4 kali sehari selama 3 minggu.

Pada anak usia ≤ 5 tahun amoksisilin merupakan lini pertama dengan


alternatif nya berupa makrolid, sedangkan pada anak usia ≥ 5 tahun,
pneumonia sering disebabkan M. Pneumonia sehingga lini pertamanya
adalah makrolid.

Kriteria rawat inap

Bayi
 Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
 Frekuensi napas > 60x/ menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum atau menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak
 Saturasi oksigen < 92%
 Frekuensi napas > 50x/menit
 Distres pernapasan
 Grunting
 Dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Kriteria pulang

 Gejala dan tanda sudah menghilang


 Asupan oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi serta rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

Daftar Pustaka

Samuel A. Bronkopneumonia on pediatric patient. J Agromed Unila 2014; 1(2):185-


189

Supriyanto B. Infeksi respiratorik bawah akut pada anak. Sari Pediatri 2006; 8 (2): 100-106

Rahajoe, Supriyanto, Setyanto. 2010. Buku ajar respirologi anak. Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai