Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dwiba Rahma Ayu Azni

Kelas : KP1C
NIM : 2206071
Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 1 (Ulkus Peptikum)
Dosen Pengampu : Sally Yustinawati S, S.Kep., Ners., M.Kep

ULKUS PEPTIKUM

A. Definisi Ulkus Peptikum


Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang disebabkan
kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan
aktifitas pepsin dan asam lambung. Umumnya terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura
minor, dapat juga mengenai esofagus sampai usus halus (Aziz, 2002). Ulkus dapat disebabkan
oleh beberapa kondisi, salah satunya ulkus diinduksi stres oksidatif yaitu kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dan kemampuan sistem biologi untuk
mendetoksifikasi reaktif intermediet, yang bisa menyebabkan kerusakan oksidatif protein, lipid
dan DNA (Priya et al., 2012)
Penyakit ulkus peptikum (PUD) adalah salah satu gangguan gastrointestinal yang telah
umum terjadi dengan pengeluaran perawatan kesehatan yang paling tinggi. Ulkus peptikum
atau tukak lambung mempunyai prevalensi berkisar antara 11-14% pada lakilaki, sedangkan
sebesar 8-11% pada wanita. Prevalensi penyakit ini di Indonesia ialah 6-15% dengan rataan
usia antara 20-50 tahun [2]. Menurut data yang diperoleh Raehana [2] dari WHO, kematian
akibat ulkus peptikum sebesar 1.081 atau 0,08% dari total keseluruhan kematian di Indonesia.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya resiko PUD yang telah
diidentifikasi antara lain penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), infeksi
Helicobacter pylori, penyalahgunaan alkohol, merokok, dan stres fisik.
Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum. Ulkus
peptikum didefinisikan sebagai suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas tegas dan
dapat menembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi.
Ulkus gaster merupakan suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5mm kedalaman
submukosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontuinuitas/intregritas mukosa
lambung (Tarigan, 2014).
B. Patofisiologi
Ulkus disebabkan karena adanya aktifitas pepsin dan asam lambung serta radikal bebas
sebagai faktor perusak. Permukaan epitelium dari lambung atau usus rusak dan berulkus dan
hasil dari inflamasi menyebar sampai ke dasar mukosa dan submukosa. Ada hipotesis yang
menyatakan bahwa inflamasi merangsang peningkatan produksi gastrin. Urease juga
merupakan faktor penting untuk timbulnya infeksi (Tahuteru, 2004). Patofisiolgi akibat
NSAID yaitu diserupsi fisiokimia pertahanan mukosa lambung dan inhibisi sistemik terhadap
perlindung mukosa lambung melalui inhibisi aktivitas COX mukosa lambung (Gosal, 2012).
Terjadinya ulkus peptikum melalui mekanisme ROS (Reaktif Oksigen Spesies) yaitu dengan
memediasi kerusakan mitokondria yaotu lipid, protein, dan oksidasi DNA yang sehingga
sistem pertahanan menurun dan menyebabkan apoptosis dan cedera mukosa.
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus
yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida. Sekresi lambung terjadi pada 3
fase yang serupa :
a. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang
saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan
sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara
konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada
keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama
malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan
b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Pemicu stres menyebabkan sekresi
asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia,
sekresi lambung adalah campuran mukopolisakarida dan mukoprotein yang
disekresikan secara kontinu melalui kelenjar mukosa. Mukus ini mengabsorpsi pepsin
dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara
kontinu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus (Mitchell, Richard N., 2008).
C. Patofisiologi Penyakit
Patogenesis ulkus duodenum dan lambung menyebabkan abnormalitas patofisiologi dan
faktor genetik lingkungan. Peningkatan sekresi asam lambung dapat terjadi dengan tukak
dodenum, tetapi pasien dengan tukak peptik biasanya memiliki tingkat sekresi asam yang
normal atau sedikit. NSAID non selektif (termasuk aspirin) dapat menyebabkan kerusakan
mukosa lambung dengan dua mekanisme yaitu pertama mengiritasi langsung atau secara
topikal pada epitel lambung, dan yang kedua penghambatan sistemik sintesis prostaglandin
mukosa endogen (Dipiro et al., 2015). Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut
berperan terhadap tukak. Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum dibagian
awal duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih tinggi dari normal. Walaupun setengah
dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi bakteri, percobaan pada hewan
ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia
yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan
untuk alasan apa saja (sebagai contoh, pada gangguan fisik) yang sering merupakan penyebab
utama ulkus peptikum (Guyton dan Hall, 2007).
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa normal termasuk lendir dan sekresi
bikarbonat, pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa. Pemeliharaan integritas
dan perbaikan mukosa dimediasi oleh produksi prostaglandin endogen. Sel parietal
mengeluarkan HCL, zinogen mengeluarkan pepsinogen yang mana oleh HCL dirubah menjadi
pepsin. Fungsi pepsin adalah memecah protein dengan Ph < 4 (sangat agresif pada mukosa
lambung). HCL dan pepsin diketahui termasuk dalam faktor agresif. Ketika histamin
terangsang lalu mengeluarkan banyak HCL itu menimbulkan dilatasi serta meningkatnya
permeabilitas kapiler, dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, gastritis akut atau
kronik, dan tukak peptik (Tarigan, 2006).
Infeksi helicobacter pylori menyebabkan peradangan pada mukosa lambung semua orang
yang terinfeksi, tetapi hanya sebagian kecil yang menderita maag atau kanker lambung. Cidera
mukosa dihasilkan oleh enzim pengurai bakteri (urease, lipase, dan protease), kepatuhan, dan
faktor virulensi helicobacter pylori. Helicobacter pylori menginduksi peradangan lambung
dengan mengubah peradangan respon inang dan merusak sel-sel epitel (Dipiro et al., 2017).
Bakteri ini mampu bertahan disuasana asam dilambung, lalu terjadi penetrasi mukosa lambung
dan helicobacter pylori bermukim di lambung (Rani dan Fauzi, 2006). Penggunaan obat
kortikosteroid tidak meningkatkan resiko terjadi tukak atau komplikasi, tetapi resiko dapat
berlipat ganda jika penggunaan kortikosteroid dan NSAID dikonsumsi secara bersamaan.
Merokok dapat menyebabkan resiko tukak dan besarnya resikonya sebanding dengan jumlah
yang dihisap per hari. Secara psikologis stres belum terbukti dapat menyebabkan tukak peptik
tetapi pasien tukak bisa bertambah buruk keadaannya jika dipengaruhi oleh kehidupan sekitar
yang penuh dengan tekanan (Dipiro et al., 2017).
D. Etiologi
Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu,infeksi Helicobacter
pylori, dan penggunaan NSAID.
a. Infeksi Helicobacterpylori
Infeksi Helicobacterpylori merupakan penyebab ulkus peptikum. Dua pertiga
bagian lambung adalah Helicobacterpylori positif yang menginduksi sejumlah
inflamasi, yang mengarah ke generasi ROS dan spesies nitrogen reaktif (RNS),
yang dimediasi neutrofil dan makrofag. Mekanisme penyebab ulkus peptikum
akibat dari infeksi Helicobacterpylori belum pasti, namun terapi eradikasi yang
efektif menyebabkan penyembuhan ulkus peptikum (Lockrey dan Lim, 2011).

b. NSAID
Non Steroid Anti Implamatory Drug (NSAID) digunakan untuk menghilangkan
nyeri sendi dan radang atau inflamasi. NSAID seperti aspirin, indometasin
menimbulkan efek samping pada saluran cerna atau lambung (Sadikin, 2011).
NSAID digunakan untuk mengobati reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri
dengan mekanisme menghambat enzim cyclooxsigenase dan menghambat
prostaglandin. Prostaglandin inilah yang merupakan mediator inflamasi yang
mengakibatkan berkurangnya tanda-tanda inflamasi. Akan tetapi prostaglandin juga
merupakan zat yang bersifat protektor pada mukosa lambung. Hambatan sintesis
prostaglandin akan mengurangi protektif mukosa lambung yang berakibat
kerusakan atau cidera lambung oleh faktor agresif endogen (Gosal et al., 2012).
Mekanisme NSAID selain menghambat siklooksigenase dan penurunan produksi
prostaglandin, NSAID menginduksi kerusakan mukosa melalui ROS yang
dihasilkan oleh leukosit yang dimediasi kerusakan mitokondria serta lipid, protein,
dan DNA yang menyebabkan apoptosis dan cidera mukosa. Obatobat NSAID ini
memang secara umum dikenal sebagai salah satu faktor agresif eksogen yang dapat
merusak mukosa lambung baik secara lokal dengan menyebabkan iritasi langsung
yang mendifusi kembali asam lambung kemukosa sehingga terjadi kerusakan
jaringan. Dan secara sistemik dengan menghambat enzim constitutive
cyclooxigenase-1 sehingga mensistesis prostaglandin dari asam arakidonat
sehingga tidak adalagi proteksi dari mukosa lambung (Suzuki et al., 2011).
E. Diagnosis Penyakit
Penyakit ulkus peptik dapat didiagnosa menggunakan endoskopi atau dengan contrast
radiographyun barium untuk melihat lubang ulkus. Apabila pasien dengan usia muda
terdiagnosis tukak peptik dan tidak ditemukan gejala yang mengkhawatirkan, dapat dipastikan
penyebabnya ialah infeksi helicobacter phylori, tetapi untuk pasien diatas usia 50 tahun
endoskopi sangat berguna untuk menentukan penyebab ulkus peptik.
Tanda-tanda yang mengindikasi keganasan penyakit atau komplikasi usus yakni anemia,
penurunan berat badan, haematesis dan melena. Selain dengan endokopi infeksi helicobacter
Pylori dapat didiagnosis dengan deteksi urease, breath urease test dan stool test untuk
mendeteksi anti gen yang spesifik (Enanganti, 2006). Tes hematokrit, hemaglobin dan feses
guaiac dilakukan untuk mendeteksi ketika terjadi pendarahan. Untuk diagnosis infeksi
helicobacter pylori dapat melakukan tes endoskopi atau non endoskopi (urea breath test),
deteksi antibodi serologis dan antigen tinja. Urea breath test (UBT) adalah metode non
endoskopik yang lebih digunakan untuk membunuh helicobacter pylori tetapi harus ditunda
setidaknya 4 minggu setelah selesai melakukan perawatan untuk menghindari adanya tekanan
bakteri setelah dimusnahkan. Pada diagnosis tukak peptik tergantung pada gambaran kawah
ulkus dengan radiografi gastrointestinal atas atau endoskopi. Endoskopi dipilih untuk
menggantikan radiografi karena hasilnya memberikan hasil yang lebih akurat dan
memungkinkan gambaran langsung dari ulkus (Dipiro et al., 2015).
F. Pemeriksaan Penunjang (Corwin, 2009)
Diagnosis ulkus terutama berdasarkan pengkajian riwayat kesehatan dan endoskopi.
Dengan endoskopi, tidak hanya lapisan usus yang dapat terlihat, tetapi juga dapat mengambil
sampel jaringan untuk biopsy dan dapat menentukan ada atau tidaknya H. pylori.
Infeksi H. pylori juga dapat didiagnosis dengan pemeriksaan darah untuk antibodi dan
pemeriksaan napas yang mengukur produksi sampah metabolik mikroba.
G. Komplikasi (Corwin, 2009)
1. Kadang-kadang ulkus menembus semua lapisan mukosa sehingga terjadi perforasi
usus. Karena isi usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi rongga abdomen.
Nyeri pada perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan.
2. Obstruksi lumen saluran gastrointestinal dapat terjadi akibat episode cedera, inflamasi,
dan pembentukan jaringan parut yang berulang. Obstruksi paling sering terjadi di
saluran sempit antara lambung, usus halus dan di pilorus. Obstruksi menyebabkan
perasaan distensi lambung dan epigastrium, perasaan penuh, mual, dan muntah.
H. Pengobatan
Tujuan pengobatan tukak peptik adalah meringankan sakit, menyembuhkan, mencegah
kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan tukak peptik. Pada pasien
yang positif helicobacter pylori dan tukak yang aktif, pengobatan bertujuan untuk memberantas
penyebab dan menyembuhkan penyakit (Dipiro et al., 2015). Melakukan pemantauan pada
pasien dengan gejala sakit tukak, efek samping obat yang potensial dan timbulnya interaksi
obat. Rasa sakit tukak biasanya hilang dalam beberapa hari ketika penggunaan NSAID
dihentikan, lalu terapi anti tukak dimulai. Pasien dengan tukak peptik tanpa komplikasi
biasanya tidak ada gejala setelah diberikan terapi anti tukak yang direkomendasikan dari
regimen (Dipiro et al., 2017).
1. Terapi non farmakologi
Pasien tukak peptik harus menghindari stress, merokok dan penggunaan NSAID
yang berkepanjangan (termasuk aspirin). Jika bisa penggunaan acetaminofen atau non
asam asetil salisilat hanya digunakan sebagai penghilang rasa nyeri saja. Meskipun
tidak perlu melakukan diet khusus tetapi pasien harus menghindari makanan dan
minuman yang menyebabkan dispepsia atau bisa memperburuk gejala tukak (misalnya
makanan pedas, mengandung kafein, dan alkohol). Operasi elektif (tindakan bedah
yang dilakukan pada pasien dengan kondisi baik, bukan gawat darurat) ini jarang
dilakukan tetapi operasi darurat dapat dilakukan jika terjadi pendarahan, perforasi atau
obstruksi (Dipiro et al., 2017).
2. Terapi farmakologi
a) Antasida
Antasida biasanya mengandung aluminium atau magnesium seringkali dapat
meredakan gejala pada ulkus, dispepsia, maag, dan pada refluks gastro esofagus
non-erosif, kadang juga dapat mengobati dispepsia fungsional tetapi manfaatnya
masih belum pasti. Antasida paling baik diberikan saat gejala muncul, biasanya
diantara waktu makan waktu tidur 4 kali sehari atau lebih. Dosis tambahan mungkin
diperlukan hingga satu jam sekali. Dosis konvensional pada magnesium cair
misalnya 10ml, 3 atau 4 kali sehari mampu meningkatkan penyembuhan ulkus
dibandingkan dengan obat antisekretori kurang baik. Sediaan cair lebih efektif
daripada sediaan tablet (BNF, 2009).
b) Antagonis reseptor H2
Antagonis reseptor H2 menyembuhkan tukak lambung dan duodenum dengan
mengurangi asam lambung yang keluar, hasilnya memblokade reseptor histamin.
Juga dapat digunakan untuk meringankan gejala penyakit refluks gastro esofagus.
Antagonis reseptor H2 tidak digunakan untuk mengobati sindrom Zollinger Ellison
tetapi menggunakan PPI karena lebih efektif. Perawatan pemeliharaan dengan dosis
rendah untuk mencegah tukak lambung, juga pada pasien yang positif helicobacter
pylori. Pada pasien dewasa, antagonis reseptor H2 digunakan untuk pengobatan
dispepsia dan pada dispepsia tanpa gejala (BNF, 2019). Untuk pengobatan jangka
pendek tukak duodenal aktif, dosis sekali sehari yang diberikan pada waktu malam
hari menjelang tidur di duga efektif. Penyembuhan dapat terjadi pada pemberian
cimetidine 800mg, ranitidine 300mg, famotidine 4S0mg, atau nizatidine 300mg
sekali sehari selama delapan minggu. Karena eliminasi obat tersebut oleh ginjal
maka dosisnya harus dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Terapi
pemeliharaan pada pasien yang sudah sembuh dari tukak duodenal dapat juga
dilakukan dengan memberikan dosis sekali sehari; cimetidine 400mg, ranitidine
150mg, famotidine 20mg atau nizatidine 150mg efektif dalam mengurangi
kekambuhan. Pada pasien tukak lambung jinak (benigna) yang aktif, pemberian
antagonis reseptor H2 dapat mengurangi gejala dan membantu penyembuhan. Dosis
yang digunakan sama dengan yang diberikan pada tukak duodenal (Bertram G,
2001).
c) Proton Pump Inhibitor
Obat – obat ini mengurangi sekresi asam (yang normal dan dibuat) dengan jalan
menghambat enzim H+/K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel parietal. Kerjanya
panjang akibat kumulasi di sel-sel tersebut. Kadar penghambatan asam tergantung
dari dosis dan pada umumnya lebih kuat daripada perintangan oleh H2-blockers
(Hoan Tjay dan Rahardja, 2002).
Kemudian perawatan endoskopi untuk pendarahan tukak peptik yang parah,
diberikan PPI intravena dalam dosis tingi yang dapat mengurangi resiko pendarahan
pada operasi. Selain itu, PPI dapat digunakan untuk pengobatan dispepsia dan
penyakit refluks gastro esofagus (BNF, 2017).
d) Sukralfat
(Allumunium sukrosa sulfat basis, Ulsanic) dapat membentuk suatu kompleks
protein pada permukaan tukak, yang melindunginya terhadap HCL, pepsin, dan
empedu. Kompleks ini bertahan 6 jam disekitar tukak. Disamping itu, zat ini juga
menetralkan asam, menahan kerja pepsin, dan mengabsorbsi asam empedu.
Resorbsinya ringan efek sampingnya obstipasi, mulut kering, dan erythema (Hoan
Tjay dan Rahardja, 2002). Sukralfat adalah obat pelindung mukosa yang dapat
bekerja dengan cara mengikat faktor pertumbuhan, yaitu EGF (Epidermal Growth
Factor), menambah sintesis dari prostaglandin, merangsang sekresi mukus dan
bikarbonat, menaikkan mekanisme pertahanan serta perbaikan mukosa (Longo dan
Anthony, 2014). Sukralfat bertindak dengan cara melindungi mukosa dari asam
pepsin tukak lambung dan duodenum (BNF, 2017).
e) Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin sintesis yang memiliki sifat anti
sekretori dan sebagai pelindung. Selain dapat menyembuhkan tukak lambung dan
duodenum juga dapat bertindak sebagai stimulan uterus yang kuat (BNF, 2017).
Misoprostol dikontraindikasikan untuk ibu hamil atau yang sedang merencanakan
kehamilan karena dapat meningkatkan kontraksi uterus serta dapat mengakibatkan
keguguran (Lacy et al, 2010).
f) Bismuth subsalisilat
Sering digunakan untuk pengobatan atau pencegahan diare memiliki khasiat
sebagai anti sekretori, anti inflamasi dan anti bakteri. Bismuth subsalisilat
mengandung banyak komponen yang dapat mempengaruhi penyerapan cairan
elektrolit di usus, mengurangi radang usus dan membunuh organisme penyebab
diare (Dipiro et al., 2017). Selain itu bismuth subsalisilat memliki fungsi dapat
melindungi tukak dari asam lambung, pepsin dan empedu dengan membentuk
lapisan dasar diulkus (Truter, 2009).
I. REFERENSI
https://jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/1046/392
http://scholar.unand.ac.id/19871/2/2.%20BAB%201%28pendahuluan%29.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1085/1/KTI%20YULPIANTI%20ANNISA.pdf
https://eprints.umbjm.ac.id/1313/4/BAB%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai