A=kxcxl
Dimana : A = absorbansi (serapan cahaya)
k = koefisien ekstinksi molar larutan
l = tebal kuvet
c = konsentrasi sampel
Berdasarkan hukum diatas serapan cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi.
Kadar normal glukosa dalam darah adalah 70-100 mg tiap 100 ml darah. Kadar
glukosa dibawah itu disebut hipoglisemia, sedangkan diatas itu disebut
hiperglisemia.
Spektroskopi UV-Vis
Molekul-molekul dapat mengabsorbsi atau mentransmisi radiasi
gelombang elektromagnetik. Berkas cahaya putih adalah kombinasi semua
panjang gelombang spektrum tampak. Perbedaan warna yang terlihat sebenarnya
ditentukan dengan bagaimana gelombang cahaya tersebut diabsorbsi dan
ditransmisikan (dipantulkan) oleh suatu larutan.
I
log10 ( 0 ) cd
I
Dimana = koefisien ekstinsi molar yang khas untuk zat terlarut pada kondisi
pengukuran.
C= konsentrasi larutan (mol dm-3)
I0 dan I = intensitas cahaya setelah melewati pelarutan murni dan larutan.
I/I0 = transmittance (T).
A cd
I
A log10 ( 0 ) cd
I
Metode Nelson Somogyi
Metode Nelson Somogyi digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi
dengan menggunakan pereaksi tembaga-arsenol-molibdat. Prinsip kerja Nelson
Somogyi yaitu tereduksinya jumlah endapan kuprooksida yang bereaksi dengan
arsenomolibdat yang tereduksi menjadi molybdine blue dan warna biru diukur
absorbansinya. Reagen nelson somogyi berfungsi sebagai oksidator antara
kuprooksida yang bereaksi dengan gula reduksi membentuk endapan merah bata.
Dalam hal ini, pereaksi Somogyi merupakan pereaksi tembaga alkali yang
mengandung Na2PO4 anhidrat dengan garam K-Na-tartrat (garam Rochelle),
sedangkan pereaksi Nelson mengandung amonium molibdat H2SO4,
NaHAsO4.7H2O. Dengan membandingkannya terhadap larutan standar,
konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang membentuk
dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur
absorbansinya. Reaksi yang terjadi :
Cu2O + arsenomolibdat (Mo 6+) + 4H+ 2 Cu2+ + arsenomolibdat (Mo5+) biru + H2O
Bahan Bahan :
Nama bahan Jumlah
Larutan Ba(OH)2 0,3 N 1,5 ml
Larutan Standar glukosa 8 tetes
Larutan ZnSO4 5% 1,5 ml
Pereaksi Cu Alkalis 7,0 ml
Pereaksi Arsenomolibdat 7,0 ml
Aquades 0,1 ml
VI. Alur kerja:
1. Deprotein Filtrat Darah
20,1
tetes darah (oxalated)
ml darah (oxalated)
0,1 mg /ml 0,2 mg /ml 0,3 mg /ml 0,4 mg /ml 0,5 mg /ml
glukosa glukosa glukosa glukosa glukosa
- Diambil 1 ml
- Dimasukkan dalam tabung reaksi yang
berbeda.
- Ditambah 1 ml pereaksi Cu alkalis.
- Dimasukkan dalam air mendidih selama
30 menit.
- Dimasukkan dalam air dingin.
- Ditambah 1 ml peraksi arsenomolibdat.
- Diaduk sampai merata.
- Dibaca absorbansinya dengan alat
spektofotometri UV-VIS pada panjang
gelombang 660 nm
Hasil
4. Larutan Blanko
1 ml Akuades
Cu2O + arsenomolibdat (Mo 6+) + 4H+ 2 Cu2+ + arsenomolibdat (Mo5+) biru + H2O
Warna biru inilah yang nantinya diukur absorbansinya untuk menetukan kadar
glukosa darah karena berdasarkan hukum Lambert-Beer A = k x c x l serapan
cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi.
Selanjutnya larutan diukur absorbansinya menggunakan spektofotometer
UV-Vis. Spektofotometer UV-Vis adalah sebuah instrumen untuk mengukur
absorbsi/penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh
suatu atom/molekul. Dalam praktikum ini pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang pada panjang gelombang 660 nm, karena warna biru memiliki rentang
panjang gelombang pada 610-750 nm. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
absorbansi glukosa yang diperoleh dari filtrat adalah 0.1101.
Cu2O + arsenomolibdat (Mo 6+) + 4H+ 2 Cu2+ + arsenomolibdat (Mo5+) biru + H2O
Warna biru semakin pekat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
glukosa. Lalu larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm,
pengukuran panjang gelombang dilakukan pada panjang gelombang tersebut
karena warna biru memiliki rentang panjang gelombang pada 610-750 nm.
Adapun bsorbansi yang didapat adalah sebagai berikut:
Konsentrasi mg/ml Absorbansi warna
0,1 0,049 Biru
0,2 0,191 Biru (+)
0,3 0,115 Biru (++)
0,4 0,222 Biru (+++)
0,5 0,291 Biru (++++)
Konsentrasi
0,2
0,15 Absorbansi
0,1 Linear (Absorbansi )
0,05
0
0 0,2 0,4 0,6
Absorbansi
Dari kurva standar diatas telah diperoleh persamaan regresi dari kurva
tersebut yaitu:
y = 0,515x + 0,019
R = 0,749
Berdasarkan persamaan garis tersebut dapat dihitung kadar glukosa dalam darah.
Dimana y dimisalkan nilai absorbansi sampel = 0,1101 dan x adalah kadar
glukosa sehingga didapatkan kadar glukosa dalam darah sebesar 0,1765 mg/ml.
4. Larutan Blanko
Pembuatan larutan blanko adalah untuk mengetahui titik nol dari suatu
larutan standar. Sehingga dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap sampel
yang akan duji. Larutan blanko berpusat pada aquades yang menggantikan
sampel. Larutan blanko dibuat dengan cara 1 ml aquades ditambahkan 1 mL Cu
alkalis dan dihasilkan larutan yang berwarna biru jernih. Lalu tabung reaksi
dipanaskan dalam air mendidih selama 20 menit. Pemanasan ini bertujuan untuk
menambah laju reaksi oleh Cu alkalis lalu didinginkan. Penambahan Cu Alkalis
pada larutan blanko tidak menimbulkan endapan setelah dipanaskan. Hal ini
karena dalam aquades tidak terdapat glukosa sehingga tidak ada reduksi ion Cu2+
menjadi Cu+ dan tidak terbentuk endapan Cu2O jingga kemerahan. Kemudian
ditambahkan 1 mL pereaksi arsenomolibdat menghasilkan larutan yang jernih
kebiruan. Selanjutnya larutan diukur absorbansinya dengan spektronik 20 pada
panjang gelombaang 660 nm.
IX. KESIMPULAN:
1. Filtrat darah yang digunakan dalam sampel telah bebas dari protein yang
ditandai oleh pengujian biuret menghasilkan warna larutan yang tidak
berwarna.
2. Dengan pembuatan kurva larutan standar menghasilkan persamaan regresi :
y = 0,515x + 0,019
R = 0,749
3. Kadar sampel filtrat darah bebas protein dihasilkan sebesar 0,1765 mg/ml
dengan nilai absorbasi sampel tersebut adalah 0,1101.
X. DAFTAR PUSTAKA:
larutan blanko dan standar setelah larutan blanko dan standar glukosa +
didinginkan dan ditambah arsenomolibdat arsenomolibdat dan dikocok