Anda di halaman 1dari 12

Disintegrasi Bangsa

A. Disintegrasi dan Faktor-faktor Penyebabnya


1. Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi
bagian-bagian yang saling terpisah (Websters New Encyclopedic Dictionary 1996).
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat
dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari
perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi
daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang
sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini
yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang
tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang
terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan
dibongkar. Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan
menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-
daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan
sendirinya makin menambah problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan
antar etnik dengan segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang
tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah
yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga
daerah tersebut mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa
ini. Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen politik para
elit maupun pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi kehidupan
bangsa, sebagai akibat masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari
kelompok, golongan, kedaerahan bahkan agama. Hal ini menunjukkan bahwa para elit
politik secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi masyarakat. Keterbatasan
tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh
ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah terpicu untuk bertindak yang
menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar kelompok atau golongan.

2. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa


a) Geografi
Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang sangat
strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga memiliki
berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari
ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dengan kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya
kerawanan sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya
akan sumber kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan
alam dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah
lain atau tergantung dari daerah lain.

b) Demografi
Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya lahan
pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah
mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat
pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan
sulitnya kemampuan bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual
untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.

c) Kekayaan Alam
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan
tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara
keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu
didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan
masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan
perekonomian nasional.

d) Ideologi
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan
pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila,
bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan
adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan
tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun
kanan.

e) Politik
Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa
Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai,
pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih
menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai
masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan yang
akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.

f) Ekonomi
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat
pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk
kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini
dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata
pencaharian yang layak.

g) Sosial Budaya
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan
dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai
nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi
adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing
mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.

h) Pertahanan dan Keamanan


Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini
seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi
dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk
ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya.

B. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa


Di saat menipisnya nilai-nilai nasionalisme pada diri manusia Indonesia,
berbagai hasutan dan isu-isu baik politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial budaya
dapat memicu timbulnya berbagai konflik di daerah-daerah Indonesia, hal inilah yang
merupakan akar dari timbulnya disintegrasi. Keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia)
serta buruknya moral manusia Indonesia menyebabkan manusia Indonesia mudah dihasut
dan dipofokatori yang tidak baik oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia mudah diadu domba
dan mempunyai sifat yang tidak stabil bila sudah terpengaruh oleh uang. Dengan uang
manusia Indonesia mudah diubah dari yang berperangai baik menjadi tidak baik, bahkan
ikatan persaudaraan bisa menjadi permusuhan.
Untuk itu perlu kiranya penegakan yang jelas atas alat pemersatu bangsa. Salah
satunya adalah penegakkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai norma-norma yang luhur
dalam setiap aspek kehidupan seperti halnya yang telah dijaga oleh nenek moyang bangsa
Indonesia sejak dulu. Pancasila bukan hanya sebuah bentuk filosofis bangsa Indonesia
yang dikristalisasikan sebagai ideology Negara, tetapi Pancasila adalah tatanan hidup
yang luhur dan merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh para pendiri bangsa kita.
Untuk itu seluruh elemen masyarakat harus memahami apa saja nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pemahaman untuk setiap nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dapat diwujudkan melalui pendidikan kewarganegaraan. Namun, bagaimana
dengan putra-putri Indonesia yang tidak bisa mengenyam pendidikan? Maka perlu ada
perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki pendidikan di
Indonesia. Memprioritaskan anggaran belanja Negara sebesar 20% untuk dunia
pendidikan rasanya kurang, karena sebenarnya yang bobrok adalah sistem pengaturan di
Indonesia, sehingga walaupun anggaran untuk pendidikan dinaikkan tetap saja
pendidikan di Indonesia tidak akan maju, karena banyak penyelewengan-penyelewengan
dalam praktiknya. Maka inilah system regulasi Indonesia yang sangat bobrok, dan inilah
juga yang memicu ketidak adilan bagi rakyat yang akhirnya memberikan celah
disintegrasi bangsa untuk bernafas.
Namun dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, seharusnya
para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memberikan
contoh yang baik dalam pengamalan nilai pancasila. Kiranya perlu dibentuk sebuah
organisasi yang mewadahi usaha-usaha pemerataan pendidikan. Mahasiswa lebih baik
mebentuk suatu kelompok pemberi pendidikan gratis bagi rakyat yang tidak mampu,
daripada melakukan demonstrasi yang ujung-ujungnya tindak anarkis.
Inilah beberapa nilai-nilai Pancasila yang yang seharusnya dipahami dan
diamalkan oleh manusia Indonesia selurunya:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Makna sila ini adalah:
a. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
d. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


Makna sila ini adalah:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia internasional dan
dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
Makna sila ini adalah:
a. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
c. Cinta akan Tanah Air.
d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal
Ika.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Makna sila ini adalah :
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
d. Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi
dengan semangat kekeluargaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Makna sila ini adalah:
a. Bersikap adil terhadap sesama.
b. Menghormati hak-hak orang lain.
c. Menolong sesama.
d. Menghargai orang lain.
e. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

C. Sinkronisasi antara Nasionalisme dengan Nilai-nilai Pancasila


Bangsa tidak akan pernah ada tanpa adanya rasa nosinalisme antar warganya.
Maka Nasionalisme merupakan hal penting yang mengikat rasa senasib dan
sepenanggung jawab terhadap bangsa dan Negara. Nasionalisme adalah satu paham yang
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa
Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.
Bangsa Indonesia saat ini sangat kekurangan orang yang ber-nasionalisme tinggi,
keadaan inilah yang memicu banyak konflik-konflik daerah akibat tidak adanya rasa
nosionalisme pada diri pribadi. Persaan memiliki bangsa ini sudah lenyap, sehingga
bertindak semena-mena dan tidak menghargai satu dengan yang lain.
Nasionalisme mengajarkan pada diri kita bahwa kita harus merasa memiliki
bangsa ini, wilayah dan negara ini meskipun banyak kekurangan, namun juga dijiwai oleh
semangat untuk memajukan bangsanya demi kelangsungan hidup generasi penerus
bangsa. Nasionalisme mengajarkan kita untuk saling menghormati satu dengan yang lain
meskipun berbeda suku, agama, ras, budaya, keyakinan dan pendapat, demi menjaga
keutuhan bangsanya. Nasionalisme mengajarkan kita untuk bangga menjadi bagian dari
Negara

D. Ancaman Disintegrasi di Indonesia


Berdasarkan faktor penyebab terjadinya isu dan gerakan disintegrasi yang
diterangkan di atas, jelas sekali bahwa bangsa ini sangat rawan adanya gerakan maupun
konflik daerah yang menjurus ke arah disintegrasi. Setelah lepasnya Timor Leste dari
pangkuan ibu pertiwi, bangsa ini masih ada ancaman disintegrasi kembali. Setelah GAM
mereda, ada Gerakan Papua Merdeka, yang notabene juga sama seperti GAM yaitu ingin
memerdekakan daerahnya dan lepas dari Indonesia.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi konflik-konflik kecil di daerah, seperti di
Tarakan, Kalimantan Timur, dan juga yang masih sering terjadi kerusuhan di Ambon.
Konflik-konflik terjadi karena perbedaan suku maupun agama.
Bangsa ini rasanya tidak akan pernah lepas dari masalah disintegrasi, karena
manusia-manusianya tidak segera sadar. Bangsa ini masih terlalu lemah untuk mengikat
tali persatuan dan kesatuan dari Sabang sampai Merauke.
Apalagi sekarang ini memasuki era globalisasi, dimana jalinan informasi dan
komunikasi sudah saling terbuka di seluruh dunia. Kehadiran globalisasi memang
membawa dampak yang baik juga terhadap kehidupan kita, karena kita sekarang lebih
bisa berinteraksi dan mendapat lebih banyak ilmu pengetahuan dari bangsa lain sehingga
kita tidak terpuruk dalam keterbelakangan. Namun dampak negatif yang ditimbulkan juga
besar sekali untuk memicu terjadinya disintegrasi suatu bangsa.
Beberapa dampak negative dari globalisasi:
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah
arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.)
membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan
muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi
tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai
bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain
dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya
bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas
dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi
santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh
manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini,
banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misalnya untuk
membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka
yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih
memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan
santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka.
Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang
menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta
terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi
muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak
memiliki rasa nasionalisme? Bukankah hal itu berakibat pada disintegrasi bangsa? Karena
tidak adanya kepuasan terhadap milik bangsa sendiri.

E. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.


Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama dan
lain-lainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan pemerintah
pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk
permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya
memiliki kesamaan yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah
pusat, terutama bila kita meninjau kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam
menerapkan dan mempraktekkan kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya berawal
dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya, hukum dan
hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan sakit hati beberapa
tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama yang merasa disepelekan
dan tidak didengar aspirasi politiknya serta para eks tapol/Napol. Akumulasi dari
kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan radikal dan gerakan separatisme yang sulit
dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional
dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat
sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah
ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap
dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan
hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1. Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi.


Reformasi berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam
bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai luntur
bahkan hilang ditelan gelombang dan derasnya arus reformasi. Munculnya konflik yang
berbasis sentimen primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga telah memberikan
wajah baru pada NKRI. Konflik yang muncul tidak berada dalam ruang hampa. Namun
berada diatas timbunan dibawah karpet tebal kesatuan dan persatuan yang
menghimpit ke Bhinekaan pada jaman Orde Baru. Reformasi telah membuka semua
saluran yang dimampatkan dengan pendekatan keamanan, membuat beragam kepentingan
yang lama terpendam mencuat keatas permukaan.
Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi
kekuasaan yang semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas kembali
digugat. Dalam situasi seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan, berbagai konflik
seperti hal biasa misalnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dan pemekaran
wilayah yang dalam banyak hal tampaknya lebih didasari kepentingan politik daripada
ketimbang kesejahteraan rakyat.
Karakteristik konflik tak bisa diisolasi satu dengan yang lainnya. Konflik yang
menggunakan sentimen agama dan etnis bisa saja hanya bungkus untuk menutupi
kepentingan lain yang bersifat pragmatis dan kepentingan jangka pendek. Terkadang inti
persoalannya terkait dengan isu-isu politik dan marjinalisasi masyarakat adat akibat
kebijakan pemerintah. Seperti yang dikatakan Presiden Soekarno bahwa karakter bangsa
harus terus-menerus dibangun melalui pemimpin-peminpin yang memahami peta sosio-
kultural-ekologis setiap wilayahnya dan masyarakatnya. Hal inipun harus tercermin
dalam berbagai produk per undang-undangan yang menentukan hajat hidup warga negara.
Kondisi NKRI yang terdiri dari ribuan kebudayaan dan tersebar diribuan pulau dengan
perbedaan yang ekstreem, isu yang paling rentan adalah yang terkait dengan masalah
etnis dan agama.
Politisasi identitas dua isu itu yang paling banyak digunakan dalam konflik dan
kekerasan untuk membungkus kepentingan pribadi dan politik oleh para elit politik.
Terkait dengan timbulnya persoaalan yang mendasar dalam hubungan antara agama dan
negara, ketika negara menentukan yang mana agama dan bukan agama, implikasinya
sangat luas. Para penganut keyakinan diluar enam agama yang resmi akan dicap
animisme, bahkan yang tidak beragama dianggap komunis.
Permasalahan kasus kekerasan terkait dengan kebebasan beragama saja pada
tahun 2007 telah terjadi 185 kasus. Konflik kekerasan yang bernuansa sentimen agama
sangat komplek dan rumit, baik menyangkut konstruksi paham maupun faktor-faktor
sosiologis tak jarang konflik itu terbungkus dalam relasi sosial yang bersifat hegemonil
ketika dihubungkan antar pemeluk agama berada dalam pola hubungan mayoritas dan
minoritas yang sarat ketegangan.
Ironisnya berdasarkan hasil penelitian Human Rights Studies tahun 2005,
masyarakat Indonesia menempatkan identitas agama dan kesukuan sebagai identitas
utama, baru kemudian identitas kebangsaan dan kemanusiaannya. Hasil penelitian
tersebut jelas bahwa terjadi perubahan paradigma dari jaman sebelum merdeka dan
setelah merdeka hingga saat ini.
Perjalanan reformasi kadang-kadang melahirkan ketidak pastian hukum dan
mempertaruhkan esensi demokrasi itu sendiri. Munculnya Perda-perda bernuansa agama
serta moralitas salah satu hasilnya adalah lebih digunakan untuk mengalihkan perhatian
dari persoalan-persoalan riil didaerah yang tak mampu dicarikan solusinya oleh para
pemimpin daerah.
Keinginan masyarakat untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan
merupakan bagian dari budaya bangsa melalui kegotong royongannya tetap ada ,namun
disisi lain para pemimpin dan elit politik lebih disibukkan dengan urusan politik dan
kekuasaan. Rasa persatuan dan kesatuan tidak akan bisa dilaksanakan apabila rasa
solidaritas sebagai bangsa tak dapat ditumbuh kembangkan, karena solidaritas bertumpu
atas dasar kepentingan bersama dalam sejarah perjuangan masa lalu telah dibuktikan
untuk bebas dari penjajah dan membangun bangsa tanpa paksaan muncul kesediaan rela
berkorban demi masa depan bangsa. Solidaritas mencakup upaya-upaya untuk
mempertahankan dan mengembangkan rasa kebersamaan, toleransi, empati, saling
menghormati, mau mengakui kesalahan serta bersedia mengorbankan kepentingan
pribadi, kelompok dan golongsn demi kepentingan NKRI.
Apabila hal ini dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka
akan terbangun rasa cinta tanah air, oleh karena itu perlu mendefinisikan kembali masa
depan kebangsaan dan demokrasi Indonesia yang menghargai keberagaman dalam
berbagai perbedaan sekaligus menumbuh kembangkan rasa persatuan dan kesatuan dalam
bingkai NKRI.

2. Keaneka ragaman masyarakat Indonesia.


Pandangan bahwa pruralitas, suku, agama, ras dan antar golongan sebagi
penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak dapat diterima begitu saja. Pendapat ini
benar mungkin untuk sebuah kasus, tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain. Segala
macam peristiwa dan gejolak sosial budaya termasuk konflik dan kekerasan massal pada
dasarnya tidaklah lahir begitu saja, akan tetapi ada kondisi-kondisi struktural dan kultural
tertentu dalam masyarakat yang beraneka ragam, tetapi bukan tanpa batas dan merupakan
hasil dari suatu proses sejarah yang bersifat khusus.
Namun demikian tidak semua kondisi struktural menjadi pemicu atas munculnya
suatu gejolak atau peristiwa, tapi ada kondisi primer dan skunder maupun pendukung
penting dari munculnya gejolak tersebut antara lain akibat terdesaknya kelompok tertentu
dari akses kekuasaan serta adanya suatu proses yang dianggap tidak adil dan curang.
Disisi lain karena keberadaan pendatang yang berbeda budaya, agama, atau rasnya serta
etnosentrisme dan seklusivisme. Kondisi sekundernya adalah rasa keadlan masyarakat
setempat yang tidak terpenuhi, aparat pemerintah tidak peka terhadap kondisi yang
dihadapi masyarakat, atau malah memihak salah satu etnik atau kelompok masyarakat
lainnya. Hal ini akan berdampak makin meruncingnya suatu masalah dan membuat
renggangnya rasa persatuan dan kesatuan.
Faktor lain yang terjadi dikawasan timur Indonesia memiliki komposisi
keragaman etnik yang banyak dalam bentuk kelompok suku-suku kecil dan rentan,
sedang kawasan barat Indonesia di pulau-pulau besar tinggal kelompok suku-suku yang
besar yang relatif miskin sumber daya alam, membuat mereka bergerak mengeksploitasi
SDA di kawasan timur Indonesia, bahkan nyaris menggusur partisipasi penduduk
setempat. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pendatang dan penduduk asli. Keadaan
ini membuat penduduk setempat menjadi antipati terhadap pendatang, sementara
pendatang yang sukses justru memanfaatkan ketertinggalan penduduk setempat sebagai
kelemahan mereka.
Berbagai catatan sejarah membuktikan bahwa benang merah kekerasan yang
terjadi ditingkat elit politik maupun rakyat selalu ada cara adat untuk menyelesaikannya,
bila terjadi konflik mulai masalah personal sampai keranah publik. Penyelesaian dengan
mendamaikan setiap kerusuhan, konflik, atau perang masa kinipun hal seperti itu tidak
dapat dihindari. Perdamaian dengan cara itu hanya bersifat sementara, karena rekonsiliasi
hanya terjadi dimeja perundingan, bahkan banyak melibatkan pihak luar. Sementara
ditingkat akar rumput yang paling menderita akibat konflik, tidak banyak mengalami
perubahan karena mereka tidak terwakili dimeja perundingan.
Sebagai contoh, konflik di Ambon dan Maluku misalnya perempuan banyak
berperan sebagai agen perdamaian dengan menghubungkan pihak bertikay melalui hal
yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-hari, banyak keluarga yang saling
melindungi pihak yang dianggap lawan karena kesadaran akan persaudaraan dan hakekat
kemanusiaan.

3. Konflik-konflik Pacsa Reformasi.


Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi ancaman
disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah.
1. Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999 yang pada
akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan beberapa kasus di
Papua.
2. Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar etnis yang
terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan Tengah.
3. Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti peristiwa
Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo dan Makassar.
4. Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan pembunuhan
dukun santet di Jawa Timur 1998.
5. Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta.
Berdasarkan data GERRY VAN KLINKEN (2007) kekerasan komunal yang
berskala besar ataupun lokal memakan korban paling besar 90 %, dari jumlah itu 57 %
meninggal akibat issu agama, 30 % akibat etnis, 13 % akibat kekerasan rasial. Semua
kejadian tersebut tentu akan berdampak terhadap pecahnya persatuan dan kesatuan
bangsa apabila penanggannya tidak dilaksanakan dengan cepat, tepat dan tuntas.

4. Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis.


Dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas keamanan
yang mantap dan dinamis diseluruh wilayah tanah air merupakan syarat mutlak. Artinya
setiap gangguan dan ancaman yang datang disebagian wilayah NKRI pada hakekatnya
ancaman bagi seluruh wilayah NKRI. Menciptakan keamanan merupakan tanggung
jawab semua pihak (Warga Negara) dengan pihak aparat keamanan (TNI dan POLRI)
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan mencermati dan memperhatikan
kondisi keamanan diberbagai daerah saat ini dan kondisi bangsa yang sedang krisis
kepercayaan dan mutlidimensi, maka terciptanya kondisi stabilitas keamanan yang
mantap dan dinamis amat diperlukan. Hal ini selain merupakan kebutuhan dasar manusia
yaitu kebutuhan rasa aman, nyaman, tentram dan adanya tata kehidupan masyarakat yang
tertib juga untuk meningkatkan kepercayaan dunia usaha yang membutuhkan adanya
kepastian dan jaminan investasi. Tanpa adanya stabilitas keamanan di suatu daerah, sudah
dapat dipastikan akan terganggu roda pembangunan dalam banyak hal. Oleh karena itu
gangguan keamanan/konflik yang terjadi di beberapa daerah perlu dilakukan
penangganan yang serius agar tidak terjadi sikap balas dendam dan luka yang terus
berlanjut bahkan dapat mengancam perpecahan bangsa.

5. Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa.


Mencermati masalah keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan segera
harus diselesaikan melalui langkah-langkah yang komprehensif. Guna mendorong
kembalinya semangatnya persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang telah dimiliki dan
guna mencegah disintegrasi bangsa tidak ada alternatif lain mengembalikan kondisi aman
yang didambakan oleh seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. Stabilitas keamanan di
daerah konflik yang cenderung mengarah kepada disintegrasi bangsa harus terus
diciptakan dengan pendekatan komprehensif baik dari aspek ekonomi, sosial budaya,
politik maupun dari pendekatan hukum dengan dibantu aparat hukum yang terus
melakukan tindakan konkrit dan koordinatif serta tetap mengedepankan semangat
kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa dan negara.

6. Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku.


Melihat, memperhatikan dan mencermati kondisi keamanan diberbagai daerah
yang rawan konflik saat ini serta kondisi bangsa supaya tidak terjadi ancaman disintegrasi
bangsa pemerintah pusat, instansi maupun daerah dalam hal ini pihak keamanan/aparat
keamanan harus menegakkan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta
melakukan tindakan persuasif dan pendekatan keamanan secara bertahap dan
disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Guna mendorong kembali semangat
persatuan, kesatuan wilayah dan bela negara sebaiknya pemerintah mencari terobosan
lain untuk mensosialisasikan Pancasila agar dapat dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari semua
penyelenggara negara, tokoh formal maupun informal terhadap rakyatnya dalam berpikir,
bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan Pancasila sebagai ideologi, pandangan
hidup serta dasar negara.
- See more at: http://bankmakalah-id.blogspot.co.id/2014/06/makalah-disentegrasi-
bangsa.html#sthash.9pG3xxjm.dpuf

Anda mungkin juga menyukai