Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung


potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis
golongan. Hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi
timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir
ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang
bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari
NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan kepentingan, apabila kondisi ini
tidak segera ditangani dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi
bangsa.
Seperti halnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka), yang kini hampir sudah tidak
terngiang lagi di telinga kita. Dulu kelompok ini benar-benar membuat repot bangsa
Indonesia, seandainya GAM berhasil berdisintegrasi dari Indonesia maka tidak ada
lagi lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”, lagu pemersatu bangsa kita. Namun rakyat
dan bangsa ini tidak rela jika Aceh lepas dari pangkuan bunda pertiwi, maka dengan
segala upaya dilakukan bangsa ini untuk menghentikan gerakan ini, baik secara
militer maupun diplomatik.
Kemudian apakah peristiwa itu akan terulang lagi untuk yang kesekian
kalinya di Negara kita? Bukankah kita sudah cukup kehilangan ditinggal oleh
saudara-saudara kita di Timor Timur.
Dan apakah konflik di Irian juga tidak akan terselesaikan? Gerakan Papua
Merdeka yang diam-diam menyusun strategi untuk berdisintegrasi dari Indonesia
kita biarkan begitu saja? Dimanakah rasa nasionalisme kita? Dimana rasa persatuan
dan kesatuan kita? Lalu apakah konflik-konflik kecil antar suku, agama, dan
kelompok kita biarkan saja? Ada apa dengan bangsa ini?
Masalah disintegrasi bangsa merupakan masalah yang sangat
mengkhawatirkan kelangsungan hidup bangsa ini. Dimanakah nilai-nilai Pancasila
yang dulu dicita-citakan oleh bapak pendiri bangsa? Sudahkah nilai-nilai Pancasila
luntur dari bangsa ini? Untuk itu inilah PR bagi bangsa ini, bukan hanya pemerintah,
bukan hanya TNI dan POLRI tetapi juga kita seluruh warga Indonesia. Perlunya
ditegakkan kembali nilai-nilai Pancasila tidak bisa ditunda-tunda lagi, bangsa ini
sudah krisis dalam segala aspek kehidupan khususnya krisis moral. Nilai-nilai
Pancasila harus dihidupkan kembali dalam setiap aspek kehidupan, bukan hanya
terkristalisasi sebagi ideologi Negara.
Permasalahan disintegrasi ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi
permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling
tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk
menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem
yang berkepanjangan.
Untuk itulah, makalah ini disusun dalam rangka menyadarkan kembali akan
pentingnya nilai-nilai Pancasila ditegakkan kembali.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut ini:
1. Memahami apa arti dari disintegrasi
2. Memahami tentang rasa nasionalisme
3. Memahami arti penting nilai-nilai Pancasila
4. Menumbuhkan rasa nasionalisme yang kini sudah hilang dari hati kita
5. Sebagai tugas individu yang wajib diselesaikan dalam mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan.

C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Mengapa pada bangsa ini sangat mudah terjadi konflik SARA yang merupakan
akar dari disintegrasi bangsa?
2. Bagaimanakah solusi dini untuk mencegah disintegrasi bangsa ini?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Disintegrasi dan Faktor-faktor Penyebabnya


1. Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa
menjadi bagian-bagian yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic
Dictionary 1996).
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak
berangkat dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang
mendasar dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas
seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan,
pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa
ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang
reformasi yang tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas
baru. Segala hal yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan
paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik
yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu
lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang
lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem,
manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan
yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada
daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/
berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik
dewasa ini. Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen
politik para elit maupun pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan bangsa, sebagai akibat masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme
sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan bahkan agama. Hal ini menunjukkan
bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar telah memprovokasi
masyarakat. Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia
sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah
terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik
antar kelompok atau golongan.

2. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa


a) Geografi
Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang
sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga
memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi
bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang
berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula
menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah
misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan daerah yang
kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya
disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergantung dari daerah lain.
b) Demografi
Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya
lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah
mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat
pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan
sulitnya kemampuan bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit
politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.

c) Kekayaan Alam
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati
akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara
keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu
didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan
masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan
perekonomian nasional.

d) Ideologi
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan
dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar
Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung
tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham
liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat
ekstrim baik kiri maupun kanan.

e) Politik
Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa
Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai,
pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini
masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena
berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik sosial
berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.

f) Ekonomi
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat
pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk
kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal
ini dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya
lahan mata pencaharian yang layak.

g) Sosial Budaya
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan
dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung
berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat
yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-
masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.

h) Pertahanan dan Keamanan


Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri,
hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung
didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang
bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
B. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa
Di saat menipisnya nilai-nilai nasionalisme pada diri manusia Indonesia,
berbagai hasutan dan isu-isu baik politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial
budaya dapat memicu timbulnya berbagai konflik di daerah-daerah Indonesia, hal
inilah yang merupakan akar dari timbulnya disintegrasi. Keterbatasan SDM (Sumber
Daya Manusia) serta buruknya moral manusia Indonesia menyebabkan manusia
Indonesia mudah dihasut dan dipofokatori yang tidak baik oleh bangsa lain. Bangsa
Indonesia mudah diadu domba dan mempunyai sifat yang tidak stabil bila sudah
terpengaruh oleh uang. Dengan uang manusia Indonesia mudah diubah dari yang
berperangai baik menjadi tidak baik, bahkan ikatan persaudaraan bisa menjadi
permusuhan.
Untuk itu perlu kiranya penegakan yang jelas atas alat pemersatu bangsa.
Salah satunya adalah penegakkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai norma-norma
yang luhur dalam setiap aspek kehidupan seperti halnya yang telah dijaga oleh nenek
moyang bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila bukan hanya sebuah bentuk filosofis
bangsa Indonesia yang dikristalisasikan sebagai ideology Negara, tetapi Pancasila
adalah tatanan hidup yang luhur dan merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh
para pendiri bangsa kita.
Untuk itu seluruh elemen masyarakat harus memahami apa saja nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Pemahaman untuk setiap nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dapat diwujudkan melalui pendidikan kewarganegaraan.
Namun, bagaimana dengan putra-putri Indonesia yang tidak bisa mengenyam
pendidikan? Maka perlu ada perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah
untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Memprioritaskan anggaran belanja
Negara sebesar 20% untuk dunia pendidikan rasanya kurang, karena sebenarnya
yang bobrok adalah sistem pengaturan di Indonesia, sehingga walaupun anggaran
untuk pendidikan dinaikkan tetap saja pendidikan di Indonesia tidak akan maju,
karena banyak penyelewengan-penyelewengan dalam praktiknya. Maka inilah
system regulasi Indonesia yang sangat bobrok, dan inilah juga yang memicu ketidak
adilan bagi rakyat yang akhirnya memberikan celah disintegrasi bangsa untuk
bernafas.
Namun dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja,
seharusnya para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa juga bertanggung jawab
dalam memberikan contoh yang baik dalam pengamalan nilai pancasila. Kiranya
perlu dibentuk sebuah organisasi yang mewadahi usaha-usaha pemerataan
pendidikan. Mahasiswa lebih baik mebentuk suatu kelompok pemberi pendidikan
gratis bagi rakyat yang tidak mampu, daripada melakukan demonstrasi yang ujung-
ujungnya tindak anarkis.
Inilah beberapa nilai-nilai Pancasila yang yang seharusnya dipahami dan
diamalkan oleh manusia Indonesia selurunya:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Makna sila ini adalah:
a. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
d. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


Makna sila ini adalah:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia
internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
Makna sila ini adalah:
a. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
c. Cinta akan Tanah Air.
d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Makna sila ini adalah :
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan
bersama.
d. Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat
diliputi dengan semangat kekeluargaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Makna sila ini adalah:
a. Bersikap adil terhadap sesama.
b. Menghormati hak-hak orang lain.
c. Menolong sesama.
d. Menghargai orang lain.
e. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

C. Sinkronisasi antara Nasionalisme dengan Nilai-nilai Pancasila


Bangsa tidak akan pernah ada tanpa adanya rasa nosinalisme antar warganya.
Maka Nasionalisme merupakan hal penting yang mengikat rasa senasib dan
sepenanggung jawab terhadap bangsa dan Negara. Nasionalisme adalah satu paham
yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa
Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.
Bangsa Indonesia saat ini sangat kekurangan orang yang ber-nasionalisme
tinggi, keadaan inilah yang memicu banyak konflik-konflik daerah akibat tidak
adanya rasa nosionalisme pada diri pribadi. Persaan memiliki bangsa ini sudah
lenyap, sehingga bertindak semena-mena dan tidak menghargai satu dengan yang
lain.
Nasionalisme mengajarkan pada diri kita bahwa kita harus merasa memiliki
bangsa ini, wilayah dan negara ini meskipun banyak kekurangan, namun juga dijiwai
oleh semangat untuk memajukan bangsanya demi kelangsungan hidup generasi
penerus bangsa. Nasionalisme mengajarkan kita untuk saling menghormati satu
dengan yang lain meskipun berbeda suku, agama, ras, budaya, keyakinan dan
pendapat, demi menjaga keutuhan bangsanya. Nasionalisme mengajarkan kita untuk
bangga menjadi bagian dari Negara

D. Ancaman Disintegrasi di Indonesia


Berdasarkan faktor penyebab terjadinya isu dan gerakan disintegrasi yang
diterangkan di atas, jelas sekali bahwa bangsa ini sangat rawan adanya gerakan
maupun konflik daerah yang menjurus ke arah disintegrasi. Setelah lepasnya Timor
Leste dari pangkuan ibu pertiwi, bangsa ini masih ada ancaman disintegrasi kembali.
Setelah GAM mereda, ada Gerakan Papua Merdeka, yang notabene juga sama
seperti GAM yaitu ingin memerdekakan daerahnya dan lepas dari Indonesia.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi konflik-konflik kecil di daerah, seperti di
Tarakan, Kalimantan Timur, dan juga yang masih sering terjadi kerusuhan di
Ambon. Konflik-konflik terjadi karena perbedaan suku maupun agama.
Bangsa ini rasanya tidak akan pernah lepas dari masalah disintegrasi, karena
manusia-manusianya tidak segera sadar. Bangsa ini masih terlalu lemah untuk
mengikat tali persatuan dan kesatuan dari Sabang sampai Merauke.
Apalagi sekarang ini memasuki era globalisasi, dimana jalinan informasi dan
komunikasi sudah saling terbuka di seluruh dunia. Kehadiran globalisasi memang
membawa dampak yang baik juga terhadap kehidupan kita, karena kita sekarang
lebih bisa berinteraksi dan mendapat lebih banyak ilmu pengetahuan dari bangsa lain
sehingga kita tidak terpuruk dalam keterbelakangan. Namun dampak negatif yang
ditimbulkan juga besar sekali untuk memicu terjadinya disintegrasi suatu bangsa.
Beberapa dampak negative dari globalisasi:
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi
akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza
Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di
kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang
muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti
selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang
minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan.
Padahal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita.
Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih
suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak
remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang
sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah
menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita
memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian.
Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak
semestinya. Misalnya untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja,
ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan
santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena
globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka
hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan
kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda
tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara
golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena
tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap
masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa
akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme? Bukankah hal itu
berakibat pada disintegrasi bangsa? Karena tidak adanya kepuasan terhadap milik
bangsa sendiri.

E. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.


Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama
dan lain-lainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan
pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini berpusat.
Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun
kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni dimulai dari ketidakadilan yang
diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau kembali
kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan
kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya
berawal dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya,
hukum dan hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan
sakit hati beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama
yang merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya serta para eks
tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan radikal dan
gerakan separatisme yang sulit dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan
nasional dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada
posisi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena
itu untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas
keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta
menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1. Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi.


Reformasi berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam
bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai
luntur bahkan hilang ditelan gelombang dan derasnya arus reformasi. Munculnya
konflik yang berbasis sentimen primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga
telah memberikan wajah baru pada NKRI. Konflik yang muncul tidak berada dalam
ruang hampa. Namun berada diatas timbunan dibawah karpet tebal ”kesatuan” dan
”persatuan” yang menghimpit ke Bhinekaan pada jaman Orde Baru. Reformasi telah
membuka semua saluran yang dimampatkan dengan pendekatan keamanan,
membuat beragam kepentingan yang lama terpendam mencuat keatas permukaan.
Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi
kekuasaan yang semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas
kembali digugat. Dalam situasi seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan,
berbagai konflik seperti ”hal biasa” misalnya dalam Pemilihan Kepala
Daerah (PILKADA) dan pemekaran wilayah yang dalam banyak hal tampaknya lebih
didasari kepentingan politik daripada ketimbang kesejahteraan rakyat.
Karakteristik konflik tak bisa diisolasi satu dengan yang lainnya. Konflik
yang menggunakan sentimen agama dan etnis bisa saja hanya bungkus untuk
menutupi kepentingan lain yang bersifat pragmatis dan kepentingan jangka pendek.
Terkadang inti persoalannya terkait dengan isu-isu politik dan marjinalisasi
masyarakat adat akibat kebijakan pemerintah. Seperti yang dikatakan Presiden
Soekarno bahwa karakter bangsa harus terus-menerus dibangun melalui pemimpin-
peminpin yang memahami peta sosio-kultural-ekologis setiap wilayahnya dan
masyarakatnya. Hal inipun harus tercermin dalam berbagai produk per undang-
undangan yang menentukan hajat hidup warga negara. Kondisi NKRI yang terdiri
dari ribuan kebudayaan dan tersebar diribuan pulau dengan perbedaan yang
ekstreem, isu yang paling rentan adalah yang terkait dengan masalah etnis dan
agama.
Politisasi identitas dua isu itu yang paling banyak digunakan dalam konflik
dan kekerasan untuk membungkus kepentingan pribadi dan politik oleh para elit
politik. Terkait dengan timbulnya persoaalan yang mendasar dalam hubungan antara
agama dan negara, ketika negara menentukan yang mana agama dan bukan agama,
implikasinya sangat luas. Para penganut keyakinan diluar enam agama yang resmi
akan dicap animisme, bahkan yang tidak beragama dianggap komunis.
Permasalahan kasus kekerasan terkait dengan kebebasan beragama saja pada
tahun 2007 telah terjadi 185 kasus. Konflik kekerasan yang bernuansa sentimen
agama sangat komplek dan rumit, baik menyangkut konstruksi paham maupun
faktor-faktor sosiologis tak jarang konflik itu terbungkus dalam relasi sosial yang
bersifat hegemonil ketika dihubungkan antar pemeluk agama berada dalam pola
hubungan mayoritas dan minoritas yang sarat ketegangan.
Ironisnya berdasarkan hasil penelitian Human Rights Studies tahun 2005,
masyarakat Indonesia menempatkan identitas agama dan kesukuan sebagai identitas
utama, baru kemudian identitas kebangsaan dan kemanusiaannya. Hasil penelitian
tersebut jelas bahwa terjadi perubahan paradigma dari jaman sebelum merdeka dan
setelah merdeka hingga saat ini.
Perjalanan reformasi kadang-kadang melahirkan ketidak pastian hukum dan
mempertaruhkan esensi demokrasi itu sendiri. Munculnya Perda-perda bernuansa
agama serta moralitas salah satu hasilnya adalah lebih digunakan untuk mengalihkan
perhatian dari persoalan-persoalan riil didaerah yang tak mampu dicarikan solusinya
oleh para pemimpin daerah.
Keinginan masyarakat untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan
merupakan bagian dari budaya bangsa melalui kegotong royongannya tetap ada
,namun disisi lain para pemimpin dan elit politik lebih disibukkan dengan urusan
politik dan kekuasaan. Rasa persatuan dan kesatuan tidak akan bisa dilaksanakan
apabila rasa solidaritas sebagai bangsa tak dapat ditumbuh kembangkan, karena
solidaritas bertumpu atas dasar kepentingan bersama dalam sejarah perjuangan masa
lalu telah dibuktikan untuk bebas dari penjajah dan membangun bangsa tanpa
paksaan muncul kesediaan rela berkorban demi masa depan bangsa. Solidaritas
mencakup upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan rasa
kebersamaan, toleransi, empati, saling menghormati, mau mengakui kesalahan serta
bersedia mengorbankan kepentingan pribadi, kelompok dan golongsn demi
kepentingan NKRI.
Apabila hal ini dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka
akan terbangun rasa cinta tanah air, oleh karena itu perlu mendefinisikan kembali
masa depan kebangsaan dan demokrasi Indonesia yang menghargai keberagaman
dalam berbagai perbedaan sekaligus menumbuh kembangkan rasa persatuan dan
kesatuan dalam bingkai NKRI.

2. Keaneka ragaman masyarakat Indonesia.


Pandangan bahwa pruralitas, suku, agama, ras dan antar golongan sebagi
penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak dapat diterima begitu saja. Pendapat
ini benar mungkin untuk sebuah kasus, tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain.
Segala macam peristiwa dan gejolak sosial budaya termasuk konflik dan kekerasan
massal pada dasarnya tidaklah lahir begitu saja, akan tetapi ada kondisi-kondisi
struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat yang beraneka ragam, tetapi bukan
tanpa batas dan merupakan hasil dari suatu proses sejarah yang bersifat khusus.
Namun demikian tidak semua kondisi struktural menjadi pemicu atas
munculnya suatu gejolak atau peristiwa, tapi ada kondisi primer dan skunder maupun
pendukung penting dari munculnya gejolak tersebut antara lain akibat terdesaknya
kelompok tertentu dari akses kekuasaan serta adanya suatu proses yang dianggap
tidak adil dan curang. Disisi lain karena keberadaan pendatang yang berbeda budaya,
agama, atau rasnya serta etnosentrisme dan seklusivisme. Kondisi sekundernya
adalah rasa keadlan masyarakat setempat yang tidak terpenuhi, aparat pemerintah
tidak peka terhadap kondisi yang dihadapi masyarakat, atau malah memihak salah
satu etnik atau kelompok masyarakat lainnya. Hal ini akan berdampak makin
meruncingnya suatu masalah dan membuat renggangnya rasa persatuan dan
kesatuan.
Faktor lain yang terjadi dikawasan timur Indonesia memiliki komposisi
keragaman etnik yang banyak dalam bentuk kelompok suku-suku kecil dan rentan,
sedang kawasan barat Indonesia di pulau-pulau besar tinggal kelompok suku-suku
yang besar yang relatif miskin sumber daya alam, membuat mereka bergerak
mengeksploitasi SDA di kawasan timur Indonesia, bahkan nyaris menggusur
partisipasi penduduk setempat. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pendatang dan
penduduk asli. Keadaan ini membuat penduduk setempat menjadi antipati
terhadap pendatang, sementara pendatang yang sukses justru memanfaatkan
ketertinggalan penduduk setempat sebagai kelemahan mereka.
Berbagai catatan sejarah membuktikan bahwa benang merah kekerasan yang
terjadi ditingkat elit politik maupun rakyat selalu ada cara adat untuk
menyelesaikannya, bila terjadi konflik mulai masalah personal sampai keranah
publik. Penyelesaian dengan mendamaikan setiap kerusuhan, konflik, atau perang
masa kinipun hal seperti itu tidak dapat dihindari. Perdamaian dengan cara itu hanya
bersifat sementara, karena rekonsiliasi hanya terjadi dimeja perundingan, bahkan
banyak melibatkan pihak luar. Sementara ditingkat akar rumput yang paling
menderita akibat konflik, tidak banyak mengalami perubahan karena mereka tidak
terwakili dimeja perundingan.
Sebagai contoh, konflik di Ambon dan Maluku misalnya perempuan banyak
berperan sebagai agen perdamaian dengan menghubungkan pihak bertikay melalui
hal yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-hari, banyak keluarga yang saling
melindungi pihak yang dianggap lawan karena kesadaran akan persaudaraan dan
hakekat kemanusiaan.

3. Konflik-konflik Pacsa Reformasi.


Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi
ancaman disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah.
1. Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999 yang
pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan beberapa
kasus di Papua.
2. Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar etnis
yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan Tengah.
3. Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti
peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo
dan Makassar.
4. Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan
pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998.
5. Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta.
Berdasarkan data GERRY VAN KLINKEN (2007) kekerasan komunal yang
berskala besar ataupun lokal memakan korban paling besar 90 %, dari jumlah itu 57
% meninggal akibat issu agama, 30 % akibat etnis, 13 % akibat kekerasan rasial.
Semua kejadian tersebut tentu akan berdampak terhadap pecahnya persatuan dan
kesatuan bangsa apabila penanggannya tidak dilaksanakan dengan cepat, tepat dan
tuntas.

4. Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis.


Dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas
keamanan yang mantap dan dinamis diseluruh wilayah tanah air merupakan syarat
mutlak. Artinya setiap gangguan dan ancaman yang datang disebagian wilayah
NKRI pada hakekatnya ancaman bagi seluruh wilayah NKRI. Menciptakan
keamanan merupakan tanggung jawab semua pihak (Warga Negara) dengan pihak
aparat keamanan (TNI dan POLRI) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan mencermati dan memperhatikan kondisi keamanan diberbagai daerah saat
ini dan kondisi bangsa yang sedang krisis kepercayaan dan mutlidimensi, maka
terciptanya kondisi stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis amat diperlukan.
Hal ini selain merupakan kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan rasa aman,
nyaman, tentram dan adanya tata kehidupan masyarakat yang tertib juga untuk
meningkatkan kepercayaan dunia usaha yang membutuhkan adanya kepastian dan
jaminan investasi. Tanpa adanya stabilitas keamanan di suatu daerah, sudah dapat
dipastikan akan terganggu roda pembangunan dalam banyak hal. Oleh karena itu
gangguan keamanan/konflik yang terjadi di beberapa daerah perlu dilakukan
penangganan yang serius agar tidak terjadi sikap balas dendam dan luka yang terus
berlanjut bahkan dapat mengancam perpecahan bangsa.

5. Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa.


Mencermati masalah keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan
segera harus diselesaikan melalui langkah-langkah yang komprehensif. Guna
mendorong kembalinya semangatnya persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang
telah dimiliki dan guna mencegah disintegrasi bangsa tidak ada alternatif lain
mengembalikan kondisi aman yang didambakan oleh seluruh masyarakat dan bangsa
Indonesia. Stabilitas keamanan di daerah konflik yang cenderung mengarah kepada
disintegrasi bangsa harus terus diciptakan dengan pendekatan komprehensif baik dari
aspek ekonomi, sosial budaya, politik maupun dari pendekatan hukum dengan
dibantu aparat hukum yang terus melakukan tindakan konkrit dan koordinatif serta
tetap mengedepankan semangat kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa
dan negara.

6. Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku.


Melihat, memperhatikan dan mencermati kondisi keamanan diberbagai
daerah yang rawan konflik saat ini serta kondisi bangsa supaya tidak terjadi ancaman
disintegrasi bangsa pemerintah pusat, instansi maupun daerah dalam hal ini pihak
keamanan/aparat keamanan harus menegakkan aturan hukum dan perundang-
undangan yang berlaku serta melakukan tindakan persuasif dan pendekatan
keamanan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-
masing. Guna mendorong kembali semangat persatuan, kesatuan wilayah dan bela
negara sebaiknya pemerintah mencari terobosan lain untuk mensosialisasikan
Pancasila agar dapat dihayati dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari
semua penyelenggara negara, tokoh formal maupun informal terhadap rakyatnya
dalam berpikir, bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan Pancasila sebagai
ideologi, pandangan hidup serta dasar negara.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil analisis tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat
akumulasi permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih
sehingga perlu penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta mengutamakan
aspek hukum, keadilan, sosial budaya.
b. Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah
di Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental
dibidang SARA.
c. Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang
dapat menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat diantisipasi.
d. Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat
menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian
diperlukan profesionalisme aparat kemanan secara terpadu.
e. Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu
diantisipasi dengan penghayatan wawasan kebangsaan melalui edukasi dan
sosialisasi.

B. Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasil mencegah terjadinya disintegrasi:
a. Penyelesaian konflik yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan
dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban
dikalangan masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya
serta keadilan yang bersandar pada penegakan hukum.
b. Penyelesaian konflik yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan
HAM.
c. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor
perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan
memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.
d. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak
disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal.

DAFTAR PUSTAKA

Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah Untuk
Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas 2001.
Budi Utomo, Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia dalam Perspektif Keamanan
Manusia,diakses tanggal 28 September 2008

http://budiutomo79.blogspot.com/2007/09/pembangunan-wilayah-perbatasan.html

Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008

Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007

HB. Amiruddin Maula, Drs, SH, Msi, Menjaga Kepentingan Nasional Melalui Pelaksanaan
Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Jakarta,
Lemhannas, 2001.

Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Jakarta, 2000.

Iskandar Zulkarnaen, Bung Hatta Pernah Menangis Melihat Kondisi Perbatasan, Save Our
Borneo, Jakarta, 2008, diakses tgl 3 September 2008 dari

http://saveourborneo.org/index.php?option=com_content&task=view&id=178&Itemid=37

Anda mungkin juga menyukai