Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dewasa ini, bangsa Indonesia banyak mengalami krisis persatuan

dan kesatuan. Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dari
pada kepentingan umum, sehingga hilangnya persatuan dan kesatuan ini dapat
menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa. Sedangkan arti dari disintegrasi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hilangnya keutuhan atau
persatuan.
Bangsa

Indonesia

yang

kaya

dengan

keragaman

yang

dimiliki

masyarakatnya menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat


yang plural juga berpotensi dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang
dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila etnisitas, agama, atau elemen
premordial lain muncul di pentas politik sebagai prinsip paling dominan dalam
pengaturan negara dan bangsa, apalagi berkeinginan merubah sistem yang selama
ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa dalam arti yang
sebenarnya akan terjadi di Indonesia.
Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah
menjauhkan atau paling tidak memperlambat tujuan pemekaran daerah. Di
samping itu, dari hasil studi yang dilakukan penulis bersama Tim dari Direktorat
Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004, ditemukan bahwa belum meningkatnya
pelayanan kepada masyarakat di beberapa daerah otonom baru disamping karena
persoalan konflik tadi diantaranya diakibatkan juga oleh persoalan kelembagaan,
infrastruktur, dan Sumber Daya Manusia.
Dalam aspek kelembagaan, ditemui bahwa beberapa daerah otonom baru
saat membentuk unit-unit organisasi pemerintah daerah tidak sepenuhnya
mempertimbangkan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan
daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana bagi-bagi jabatan. Terlihat juga

adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal, serta kurangnya kesiapan


institusi legislatif sebagai partner pemerintah daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah disintegrasi pemekaran daerah dan konflik lokal akhir-akhir ini
menjadi perhatian sekaligus sumber kekhawatiran yang luas, baik di kalangan
masyarakat, intelektual, maupun kalangan pemerintah. Kekhawatiran itu tidak
hanya bersumber dari tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat, tetapi juga lantaran
maraknya kerusuhan sosial di beberapa kota besar dan kecil selama akhir-akhir
ini.
Masalah yang akan diangkat pada makalah ini adalah:
1.
2.
3.
4.

Apakah pengertian disintegrasi itu?


Apa dampak dari disintegrasi ?
Bagaimana upaya untuk mencegah disintegrasi?
Bagaimana sejarah terbentuknya GAM dan upaya pencegahannya?

1.3 Tujuan penulisan


1. Mengetahui apa itu disintegrasi.
2. Mengetahui dampak dari Integrasi dan konflik lokal.
3. Mengetahui cara mencegah diintegrasi.
4. Mengetahui awal terbentuknya GAM sampai upaya yang dilakukan
pemerintah dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk
menyelesaikan masalah separatis di Aceh.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Disintegrasi Bangsa


Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa

menjadi bagian-bagian yang saling terpisah (Websters New Encyclopedic


Dictionary 1994). Pengertian ini mengacu pada kata kerja disintegrate, to lose
unity or intergrity by or as if by breaking into parts.
Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan
tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
persatuan; perpecahan.
2.2

Dampak Disintegrasi Bangsa.


Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki

keanekaragaman baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat
istiadat, serta kondisi faktual ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus
dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi konflik yang jika
tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan
bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan
kepentingan yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat
dilihat dari banyaknya permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila
tidak dicari solusi pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya konflik
menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI.
Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang
ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi konflik yang
berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak
cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan
menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara tuntas maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan.
Nasionalisme yang melambangkan jati diri bangsa Indonesisa yang selama

ini demikian kukuh, kini mulai memperlihatkan keruntuhan. Asas persamaan


digerogoti oleh ketidakadilan pengalokasian kekayaan yang tak berimbang antara
pusat dan daerah selama ini.
Menurut Aristoteles, persoalan asas kesejahteraan yang terlalu diumbar,
merupakan salah satu sebab ancaman disintegrasi bangsa, di samping instabilitas
yang diakibatkan oleh para pelaku politik yang tidak lagi bersikap netral.
Meskipun barangkali filosof politik klasik Aristoteles dianggap usang, namun bila
dlihat dalam konteks masa kini, orientasinya tetap bisa dijadikan sebagai acuan.
Paling tidak untuk melihat sebab-sebab munculnya disintegrasi bangsa.
Maka menyikapi berbagai kasus dan tuntutan yang mengemuka dari berbagai
daerah sudah barang tentu diperlukan konsekuensi politik dan legitimasi bukan
janji-janji sebagaimana yang dikhawatirkan oleh banyak kalangan.
Legitimasi diperlukan tidak saja untuk menjaga stabilitas tetapi juga
menjamin adanyan perubahan nyata dan konkret yang dapat dirahasiakan
langsung oleh warga terhadap tuntutan dan keinginan mereka. Namun,
bagaimanapun juga kita tetap mesti berupaya agar tuntutan terhadap pemisahan
dari kesatuan RI dapat diurungkan.
Dalam hal ini diperlukan kejernihan pikiran, kelapangan dada dan
kerendahan hati untuk merenungkan kembali makna kesatuan dan persatuan,
sekaligus menyikapi secara arif dan bijak terhadap berbagai kasus dari tuntutan
berbagai daerah, Aceh khususnya.
Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku,
agama dan lain-lainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas
kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum
dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama,
sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni
dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada
umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat,
terutama bila kita meninjau kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam
menerapkan dan mempraktekkan kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya

berawal dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya,
hukum dan hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan
sakit hati beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama
yang merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya. Akumulasi dari
kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan radikal dan gerakan separatisme yang
sulit dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan
nasional dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada
posisi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh
karena itu untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan
stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi
bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Indonesia akan disintegrasi atau tidak pasti akan menimbulkan pro dan
kontra yang disebabkan dari sudut pandang mana yang digunakan. Reformasi
sudah berjalan kurang lebih 10 tahun, apa yan telah didapat, bahkan rakyat kecil
sudah mulai menilai bahwa kehidupan di masa Orde Baru lebih baik bila
dibandingkan dengan saat ini.
Pandapat rakyat tersebut terjadi karena hanya dilihat dari sudut pandang
harga kebutuhan pokok sehari-hari dan itu tidak salah karena hanya satu hal
tersebut yang ada dibenak mereka. Kemudian ada kelompok masyarakat yang
selalu menuntut kebebasan, dan oleh kelompok yang lain dikatakan sudah
keblabasan.
2.3

Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa


Ancaman

disintegrasi

bangsa

dibeberapa

bagian

wilayah

sudah

berkembang sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian


masyarakat, segelintir elite politik lokal maupun elite politik nasional dengan
menggunakan beberapa issue global Issue tersebut meliputi issu demokratisasi,
HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan
wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan regional
mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya masyarakat

Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai
aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.
Dalam kaitan dengan politik pembangunan hukum maka Pancasila yang
dimaksudkan sebagai dasar pencapaian tujuan negara tersebut, melahirkan kaidahkaidah penuntun, antara lain:
Pertama, hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa
baik secara teritorial maupun ideologis. Hukum-hukum di Indonesia tidak boleh
memuat isi yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasi wilayah maupun
idiologi.
Kedua, hukum harus bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi.
Hukum di Indonesia tidak dapat dibuat berdasar menang-menangan jumlah
pendukung semata tetapi juga harus mengalir dari filosofi Pancasila dan prosedur
yang benar.
Ketiga, membangun keadilan sosial. Tidak dibenarkan munculnya hukumhukum yang mendorong atau membiarkan terjadinya jurang sosial-ekonomi
karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah tanpa perlindungan negara.
Hukum harus mampu menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapi
sendiri pihak yang kuat yang sudah pasti akan selalu dimenangkan oleh yang kuat.
Keempat, membangun toleransi beragama dan berkeadaban.Hukum tidak boleh
mengistimewakan atau mendiskrimasi kelompok tertentu berdasar besar atau
kecilnya pemelukan agama.Indonesia bukan negara agama (yang mendasarkan
pada satu agama tertentu) dan bukan negara sekuler (yang tak perduli atau hampa
spirit keagamaan). Hukum negara tidak dapat mewajibkan berlakunya hukum
agama,

tetapi

negara

harus

memfasilitasi,

melindungi,

dan

menjamin

keamanannya jika warganya akan melaksanakan ajaran agama karena keyakinan


dan kesadarannya sendiri
Kemudian timbul kembali pertanyaan apa itu reformasi? Yang jelas bangsa
Indonesia semua menginginkan kehidupan yang lebih baik melalui reformasi
setelah hidup di era Orde Baru. Dengan demikian bangsa ini sudah mendekati
disintegrasi kalau tidak memiliki pegangan. Ada beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh bangsa dan negara ini dalam upaya untuk bangkit kembali, yaitu :

1. Pancasila dan UUD1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yang


paling bawah, dalam rangka pemahaman dan penghayatan.
2. GBHN yang pernah ada yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
membangun bangsa dan negara perlu dihidupkan kembali.
3. Para tokoh dan elit bangsa harus dapat memberi contoh dan menjadi
cintoh rakyat, jangan selalu berkelahi dan saling caci maki hanya untuk
kepentingan kelompok atau partai politiknya.
4. Budaya bangsa yang adi luhung hendaknya diangkat untuk diingat dan
dilaksanakan oleh bangsa ini yaitu budaya saling hormat menghormati.
5. TNI dan POLRI harus segera dibangun dengan tahapan yang jelas yang
ditentukan oleh DPR. Jangan ada lagi curiga atau mencurigai antar unsur bangsa
ini karena keselamatan bangsa dan negara sudah terancam.
2.4 GAM DI ACEH
GAM lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa sebelumnya.
Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidak berpihakan Jakarta terhadap
gagasan formalisasi Islam di Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan
perlawanan dengan ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul islam, dasar dari
perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap bangsa-bangsa
lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat dari perbedaan yang ada.
Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh.
Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam Aceh, keinginan
Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada
Aceh. Perubahan ini terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh
Indonesia, sehingga memaksa orang Aceh lebih realistis untuk mewujudkan citacita. Yang menjadi menarik adalah, GAM yang melanjutkan tradisi perlawanan
Aceh, ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih dahulu digunakan
oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih
nasionalisme Aceh sebagai isu populisnya, yang mempengaruhi muculnya GAM
berikutnya adalah faktor ekonomi, yang berwujud ketidakadilan dan ketimpangan

ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan sentralistik Orde Baru


menimbulkan kekecewaan berat terutama di kalangan elite Aceh. Pada era
Soeharto, Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh
memiliki kontribusi 14% dari GDP Nasional. Terlalu banyak pemotongan yang
dilakukan pusat yang menggarap hasil produksi dari Aceh. Sebagian besar hasil
kekayaan Aceh dilahap oleh penentu kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat
produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada 1970-an dan 1980-an dengan
nilai 1,3 miliar US Dolar tidak memperbaiki kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Aceh.
Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh
pemerintah Orde Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga
membuat GAM kurang bisa berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan
pelebaran jaringan yang membuat mereka kuat, baik pada tingkat internasional
maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM bisa terus bertahan.Pada masa
Orde Baru GAM memankan dua wajah; satu wajah perlawanan (dengan pola-pola
kekerasan yang dilakukan), dan strategi ekonomi-politik yang dimainkan (dengan
mengambil uang pada proyek-proyek pembangunan.
2.6.1 Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan
separatisme ditempuh melalui program-program sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengembangan ketahan nasional


Penyelidikan pengamanan dan penggalangan keamanan Negara.
Penjagaan keutuhan NKRI
Pemantapan keamanan Negeri
Peningkatan komitmen dan kesatuan Nasional
Peningkatan kualitas dan pelayanan informasi public
Dalam rangka menyelesaikan masalah separatisme di Aceh secara

damai, bermartabat dan menyeluruh, Pemerintah Republik Indonesia dan


Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam kurun waktu terakhir ini secara
intensif melakukan perundingan informal di Helsinski yang difasilitasi oleh
Crisis Management Inisiative. Berbagai issue penting yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak dalam perundingan damai tersebut diharapkan akan
menjadi landasan yang kokoh dalam penyelesaian masalah separatisme di

Aceh. Lalu Pemerintah Republik Indonesia bertekad menyelesaikan secara


damai, komprehensif, dan bermartabat dalam bingkai NKRI. Dengan
berpedoman pada Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah
RI dengan GAM yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di
Helsinki, sebagai langkah nyata, Pemerintah RI dengan negara Uni Eropa dan
negara ASEAN akan menandatangani MoU tentang keikutsertaan Aceh
Monitoring Mission (AMM) sehingga diharapkan upaya damai dapat
diwujudkan secepatnya. Kedua MoU tersebut menjadi prinsip dasar bagi para
pihak dan digunakan sebagai pedoman untuk diimplementasikan dengan
dimonitor oleh AMM.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warganegara bila
ditinjau dari kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat
bahwa pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal
penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja. Pendapat
ini bisa benar untuk sebuah kasus tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain.
Namun ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat

yang beraneka ragam yang terkadang terjadi akibat dari suatu proses sejarah atau
peninggalan penjajah masa lalu, sehingga memerlukan penanganan khusus dengan
pendekatan yang arif namun tegas walaupun aspek hukum, keadilan dan sosial
budaya merupakan faktor berpengaruh dan perlu pemikiran sendiri.
Kepemimpinan (leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga
kepemimpinan daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang
terjadi

saat

ini.

Sedangkan

peredaman

konflik

memerlukan

tingkat

profesionalisme dari seluruh aparat hukum dan instansi terkait secara terpadu dan
tidak berpihak pada sebelah pihak.
Sekilas permasalahan tersebuat nampak biasa saja, namun apabila hal ini
terus terjadi dan tidak ada usaha dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan
tersebut, bukan tidak mungkin disintegrasi yang selama ini di khawatirkan akan
terwujud. Pemerintah harus dapat merumuskan kebijakan yang tegas dan tepat
dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan
bagi semua pihak, semua wilayah.
3.2 Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi
pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa
langkah sebagai berikut :
a) Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus
menerus agar didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang
berbasis multi kultural dapat dijadikan ajaran untuk mengelola setiap
perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa paksaan dari
setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala perbedaannya.
b) Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi,
dalam membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi
keterwakilan semua elemen masyarakat sebagai warga negara.
c) Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan
dan tatanan yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya
setiap prajurit yang akan menjadi anggota TNI dan tata cara

10

penyumpahan diatur dengan Undang-undang.


d) Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan
bahwa setiap warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan
kesatuan dan rela berkorban untuk mementingkan kepentingan nasional
diatas kepentingan pribadi atau golongan.
e) Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik
atau lagu-lagu yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga
menjadi Bangsa Indonesia. Berdasarkan pengalaman sejarah telah
membuktikan betapa dahsyatnya sebuah lagu mempunyai pengaruh
terhadap para pejuang kemerdekaan dimasa lalu.
f) Pendidikan

jangka

panjang

harus

memperkenalkan

tentang

perbedaan umat manusia dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia


dari tingkat sekolah yang terendah sampai yang tertinggi secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut.
g) Perlu

dihimbau

semua

insan

jurnalistik/pers

dengan

memperkenalkan rasa nasionalisme diatas segalanya bagi keutuhan


NKRI, sehingga

dapat

memposisikan

diri dalam keikutsertaan

meredam konflik dan bukannya memperbesar melalui berita-berita yang


berdampak kebencian dan prasangka buruk bagi setiap warga negara.
h) Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu
mungkin dibuat semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan
tekad memelihara keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Suatu
deklarasi yang tepat akan dapat menjadi pemicu tumbuhnya rasa
nasionalisme.
i) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan
setanah air dalam NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana
tugas dan fungsinya minimal sama dengan BP-7 yang telah dibubarkan
namun tidak bersifat doktriner karena berdasarkan hasil penelitian
didaerah, masyarakat masih menghendaki adanya semacam penataran
atau yang sejenis tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

11

DAFTAR PUSTAKA
Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan Beberapa Daerah
Untuk Memisahkan Diri Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas
2001.
Budi Utomo, Pembangunan Wilayah Perbatasan Indonesia dalam Perspektif
Keamanan Manusia,diakses tanggal 28 September 2008
Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Negara, Jakarta, 2008
Departemen Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta, 2007

12

HB. Amiruddin Maula, Drs, SH, Msi, Menjaga Kepentingan Nasional Melalui
Pelaksanaan

Otonomi

Daerah

Guna

Mencegah

Terjadinya

Disintegrasi Bangsa, Jakarta, Lemhannas, 2001.


http://budiutomo79.blogspot.com/2007/09/pembangunan-wilayahperbatasan.html
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=22&mnorutisi=5
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2097591-contoh-makalah-upayamencegah-disintegrasi/#ixzz1lfuwthMz
http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/05/indonesia-dan-ancaman-disintegrasi/
Ketetapan MPR Nomor : V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional. Jakarta, 2000.

13

Anda mungkin juga menyukai