Anda di halaman 1dari 112

Membangun Guru Literer di Era Milenial

Tantangan Guru Literer di Era Milenial

Oleh:
Musyafaah
Universitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim Malang
musyafaahsyafa3@gmail.com

A. Pendahuluan
Fenomena yang terjadi saat ini guru
sebagai seorang pendidik dituntut
mencerdaskan anak bangsa, serta melahirkan
masa depan bangsa yang gemilang. Namun
selain bertugas sebagai pendidik, Guru saat ini
diterapkan dengan tugas-tugas administratif
yang justru membuat ruang dan waktu Guru
menjadi terbatas dalam tugas mendidik
siswa/murid.
Peran Guru di era digital seperti
sekarang ini juga rentan tergeser dengan
perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Internet dengan variasi informasinya kadang
dijadikan acuan utama oleh generasi Z dan
generasi Alpha dibandingkan dengan
perkataan para Guru.

B. Pengertian
Pengertian guru menurut etimologi
sering disebut dengan pendidik atau juga bisa
disebut dengan padanan dalam bahasa Inggris
(Teacher). Guru juga bisa disebut seorang
pengajar yang berada di sekolah atau
madrasah, adapun dalam bahasa Arab sering
disebut sebagai mudarris, mu’allib, murobbi,
dan mu’addib yang masing-masing memiliki
makna yang sama tetapi memiliki mempunyai
karakteristik yang berbeda. Adapun dalam
bahasa Jawa, guru memiliki makna “digugu”
dan “ditiru” yang memiliki arti guru adalah
sebagai digugu yaitu didengarkan, ditaati dan
diikuti, sedangkan ditiru yaitu dicontoh.
Pengertian Literer dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu berhubungan
dengan tradisi tulis. Sedangkan era milenial ini
biasa disebut dengan generasi Y atau
generation me atau echo boomers yang
diciptakan oleh pakar sejarah penulis Amerika
yang bernama William Strauss dan Neil Howe.
Penggolongan generasi Y terbentuk bagi
mereka yang lahir pada 1980 - 1990, atau pada
awal 2000, dan seterusnya. Awal 2016 Ericsson
mengeluarkan 10 Tren Consumer Lab untuk
memprediksi beragam keinginan konsumen
terutama dalam informasi teknologi atau
sering disebut dengan IT.
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru
literer di era milenial adalah pendidik atau
pengajar yang berhubungan dengan tradisi
tulis menulis pada era generasi milenial.
C. Tantangan Guru Literer di Era Milenial
Martin Luther King Jr menyatakan,
"Intelegence plus character, that is the true
goal of education". Murid milenial sekarang
dituntut bukan hanya harus cerdas dalam
bidang intelektual dan pengetahuan saja,
namun karakter yang dimiliki harus baik,
berakhlak yang benar sesuai norma di
masyarakat. Kedua hal tersebut menjadi
tantangan bagi para guru dan pendidik dalam
mengajar di kelas.
Peran dan tugas guru di era disrupsi ini
lebih berat. Tantangan pendidikan masa depan
yang menuntut peserta didik agar mampu
berpikir secara kritis, berkolaborasi,
memecahkan masalah, mengambil keputusan
dan berpikir kreatif harus dihadapi guru.
Fenomena yang terjadi saat ini guru
sebagai seorang pendidik dituntut
mencerdaskan anak bangsa, serta melahirkan
masa depan bangsa yang gemilang. Namun
selain bertugas sebagai pendidik, Guru saat ini
diterapkan dengan tugas-tugas administratif
yang justru membuat ruang dan waktu Guru
menjadi terbatas dalam tugas mendidik
siswa/murid.
Peran Guru di era digital seperti
sekarang ini juga rentan tergeser dengan
perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Internet dengan variasi informasinya kadang
dijadikan acuan utama oleh generasi Z dan
generasi Alpha dibandingkan dengan
perkataan para Guru.
Lahirnya platform pendidikan virtual
pun turut menggeser posisi Guru di era ini.
Bahkan, di beberapa sekolah dan Universitas
sudah menerapkan sistem belajar Online
dimana tatap muka antara Guru dan murid tak
lagi dibutuhkan.
D. Cara Mengatasi
Upaya guru melaksanakan literasi dalam
pembelajaran di sekolah adalah dengan
bekerja sama dengan pihak sekolah dan upaya
guru mandiri dalam pelaksanaannya.
Ada dua upaya yang dilakukan dalam
melaksanakan literasi dalam pembelajaran di
sekolah, yaitu:
1. Upaya pihak sekolah
Sekolah menyediakan waktu khusus
untuk mengajak anak-anak membaca, yaitu
sebelum pembelajaran dimulai, baik di kelas
maupun di perpustakaan secara
bergantian.
2. Upaya mandiri guru
 Guru dapat meminta siswa membawa
segala macam buku dari rumah untuk
dibacakan bersama-sama di kelas ketika
pelajaran Bahasa Indonesia atau yang
berkait dengan pelajaran tertentu.
 Guru dapat meminta siswa untuk
membaca buku dari perpustakaan
untuk dibawa ke rumah dan meminta
siswa untuk menceritakan ulang buku
yang telah dibacanya.
 Guru dapat meminta siswa membaca
buku tertentu dari perpustakaan dan
kemudian siswa diminta untuk menulis
ulang buku yang dibacanya dengan
jumlah halaman tertentu saja.
Kendala yang dihadapi guru dalam
melakanakan literasi di sekolah adalah
jumlah buku yang ada di perpustakaan dan
waktu pembelajaran untuk
mengembangkannya. Sedangkan untuk
mengajak siswa ke perpustakaan di luar
sekolah sebagai pembelajaran di luar kelas
juga memerlukan ijin dari pihak dinas
pendidikan. Oleh karena itu, guru harus
dapat mengembangkan berbagai metode
untuk mengembangkan literasi dalam
pembelajaran di sekolah.
E. Penutup
Dalam berbagai tantangan guru literasi
yang dihadapi dalm era milenial ini maka
penulis dapat menyimpulkan cara atau upaya
yang dapat dilakukan dalam pembelajaran
yaitu:
1. Upaya pihak sekolah
Sekolah menyediakan waktu khusus untuk
mengajak anak-anak membaca, yaitu
sebelum pembelajaran dimulai, baik di kelas
maupun di perpustakaan secara
bergantian.
2. Upaya mandiri guru
Salah satunya yaitu Guru dapat meminta
siswa membawa segala macam buku dari
rumah untuk dibacakan bersama-sama di
kelas ketika pelajaran Bahasa Indonesia
atau yang berkait dengan pelajaran
tertentu, dan lain-lainnya.
F. Daftar pustaka
Abdul Arif, Tantangan Guru di Era Milenial,
https://www.ayotegal.com/read/20
19/12/1 0/2117/tantangan-guru-di- era-
milenial (Diakses pada: 31 Maret 2021)
Agus Nurjaman, Guru Figur Sentral dalam
Pendidikan (Guepedia: 2018)
Brainly,
https://brainly.co.id/tugas/11013338
(Diakses pada: 31 Maret 2021)
Jagokata, https://jagokata.com/arti-
kata/literer.html#:~:text=literer%20%5Bli
%C2%B7te%C2%B7rer%5D&text=%5B
literer%5D%20Makna%20literer%20di%
20KBBI,adalah%3A%20berhubunga n%2
0dengan%20tradisi%20tulis (Diakses
pada: 31 Maret 2021)
Mengenal Generasi Milenial,
https://www.kominfo.go.id/conten
t/detail/ 8566/mengenal-
generasi
millennial/0/sorotan_media (Diakses
pada: 31 Maret 2021).
PROBLEMATIKA GURU DI MASA PANDEMI

Nurin Madrikatul Ulfa

PENDAHULUAN

Wabah yang menimpa bumi setahun teakhir ini


memaksa manusia untuk merubah semua system yang
ada, terutama system pendidikan. Anak-anak yang
semula mengenyam pendidikan formal di sekolah dan
pendidikan agama di TPQ atau pesantren dipaksa
untuk belajar dari rumah. Untuk itu para guru dituntut
untuk bisa menyesuaikan metode pembelajaran yang
ada demi terus berjalannya pendidikan bagi anak-
anak. Metode yang biasanya dipakai saat tatap muka
harus diganti dengan metode yang efektif untuk
pembelajaran daring atau online.

Pembelajaran dalam jaringan atau biasa disebut


pembelajaran daring adalah proses pembelajaran
yang dilakukan secara tidak langsung atau tidak tatap
muka secara langsung antara murid dan guru dengan
menggunakan teknologi komunikasi jarak jauh namun
dengan materi pembelajaran yang tetap sama.
(Harahap et al., 2021) Selain itu banyak sekali
problematika yang dihadapi oleh guru karena hal ini
meruapakan hal yang baru terutama bagi guru di
tingkatan SD dan SMP untuk menggunakan e learning
dalam proses pembelajarn. Guru harus mulai belajar
teknologi komunikasi agar pembelajaran online dapat
beralan dengan baik selain itu guru juga tidak bisa
memantau secara langsung perkembangan para
murid.

ISI

Tak bisa dipungkiri meskipun e learning bukan hal


baru dalam system pendidikan di Indonesia namun
banyak sekali guru yang mengeluhkan hal ini, banyak
guru terytama guru-guru yang sudah lanjut usia
merasa kesusahan dengan system ini karena
kurangnya penguasaan teknoligi komunikasi. Ada
beberapa problematika yang dirasakan guru, diantara
lain adalah :

Pertama, Konten materi yang biasanya diberikan saat


pembelajaran langsung belum tentu cocok jika
disajikan dalam pembelajaran daring (Asmuni, 2020)
Tentu dalam pembelajaran daring metode dan media
yang digunakan sedikit banyak akan berbeda, bila
biasanya saat tatap muka media yang digunakan
adalah papan tulis, gambar atau poster, buku LKS dll
beda dengan proses pembelajaran daring yang
menggunakan HP atau leptop.

Kedua, penguasaan teknologi komunikasi yang


kurang, banyak guru yang merasa kesusahan
mengaplikasikan teknologi. Tidak semua guru dapat
mengoprasikan hp atau leptop dengan baik terutama
bagi guru yang sudah berusia lanjut.

Ketiga, guru tidak dapat mengawasi perkembangan


murid dengan langsung, hal ini menjadi salah satu
problematika guru, jika saat pembelajaran tatap
langsung guru dapt mengawasi secara langsung dan
memahami mana saja materi yang belum dipahami
berbeda dengan daring hal ini belum dapat dipastikan
apakah murid sudah memahami materi atau belum.

PENUTUP

Untuk memberikan pembelajaran daring dengan


maksimal, para guru dituntut untuk terus belajar
mengoprasikan HP atau leptop, dengan ini diharapkan
meski pembelajaran dilaksanakan malalui daring
namun siswa tetap dapat memahami materi yang
diberikan dengan semaksimal mungkin. Selain itu guru
pelu untuk diberi pembekalan dan pelatihan untuk
melaksanakan pembelajaran daring terutama
pengarahan dan pelatihan menggunakan e learning.
Untuk mengawasi perkembangan siswa guru bisa
memberikan penugasan dan melakukan evaluasi serta
Tanya jawab apakah siswa sudah benarbenar
memahami matei yang telah diberikan. Yang paling
penting adalah guru harus dapat berkolaborasi
dengan orang tua murid, dengan memberikan amanah
untuk oangtua agar terus mengawasi proses
pembelajaran anak-anaknya. Dengan ini maka proses
pembelajaran daring akan berjalan dengan efektiv.
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, A. (2020). Problematika Pembelajaran Daring


di Masa Pandemi Covid-19 dan Solusi
Pemecahannya. Jurnal Paedagogy, 7(4), 281.
https://doi.org/10.33394/jp.v7i4.2941
Harahap, S. A., Dimyati, D., & Purwanta, E. (2021).
Problematika Pembelajaran Daring dan Luring
Anak Usia Dini bagi Guru dan Orang tua di Masa
Pandemi Covid 19. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 1825–1836.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.1013
Kholik, Nur. (2021) Potret Pendidikan Dan Guru Di
Masa Pandemi Covid-19. Jawa Barat : Edu
Publisher.

Nababan, Joni. (2021) Guru di 2020 (Menemukan Asa


Baru di Masa Pandemi). Jawab Barat :CV Jejak,
Anggota IKAPI.
GURU LITERAL DI ERA DIGITAL

Oleh Jefri Agung Pratama

PENDAHULUAN

Guru merupakan profesi yang sanbat popular,


guru merupakan salah satu unsur dalam dunia
pendidikan, sebagai seorang pendidik dan pengajar
dala dunia pendidikan, yang mana peran guru
terhadap perkembangan diri peserta didik, dalam
meningkatkan minat bakat, kreativitas, dan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir serta menambah
wawasan sangatlah penting

Guru dalam melaksanakan pembelajaran atau


dalam duina pendidikan harus memiliki modal atau
periapan yang harus dimiliki oleh seorang guru, literasi
menjadi salah satu hal yang harus dikuatkan untuk
menunjang semua persiapan guru, literasi yang
menjadi seperangkat kemampuan membaca, menulis,
berbicara menjadi satu hal yang sebaiknya ditekuni
oleh seorang guru.Apalagi melihat perkembangan
jaman yang sudah serba modern seperti ini, di era
digital menjadi seorang guru literal justru akan lebih
mudah karena berkembangnya teknologi semakin dan
perangkat-perangkat digital yang lain dapat
memudahkan guru untuk berliterasi.

PEMBAHASAN

Guru

Guru adalah sesorang yang memberikan atau


mentransfer ilmunya kepada peserta didik , dalam
pandangan masyarakat luas guru menjadi salah satu
unsur yang melaksanakan pendidikan.Sebagai seorang
guru ada konpetensi-kompetensi yang harus dikuasai
oleh seorang guru, mulai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial
kemsyarakatan serta kompetensi profesi.Dari
pendapat para ahli, kompetensi guru adalah
perpaduan dari pengetahuan, keterampiklan, nila dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak dengan baik dalam mendidikan dan
membimbing peserta didik.

Literal

Kata literal sebenarnya tidak asing dalam dunia


pendidikan, karena literal diambil dari kata dasar kata
literasi. Yang mana literasi merupakan kemampuan
sesorang dalam membaca, menulis, berbicara,
mendengarkan serta berhitung. Pada dasarnya literasi
memiliki padanan pengertian “melek huruf” hanya
saja seiring berjalannya waktu literasi dedfiniskan
ulang.

Namun literasi juga sebenarnya lebih dari sekedar


membaca, menulis, melek huruf dan berhitung, tetapi
literasi juga mencakup keterampilan yang memadai
guna memenuhi tuntutan masa kini dan mengikuti
berkembangnya jaman.

Guru Literal Di Era Digital

Untuk mencetak warga sekolah dan utamanya


siswa atau peserta didik tang melek huruf atrau melek
aksara semua diawalinya adalah dari “Guru Literal”,
mengapa demikian, karena guru menjadi kunci utama
membelajarkan melalui media literasi dan kunci
implementasi pilar literasi di sekolah.

Perkembangan zaman semakin pesat. Di era


modern dan di era digital seperti ini justru harus
dimanfaatkan dengan baik oleh seorang guru untuk
menjadi pilar literasi di dunia pendidikan, karena apa,
dengan berkembangnya teknologi, dapat menjadikan
guru dan peserta didik lebih mudah dalm berliterasi,
saat ini berliterasi bisa dilakukan dimana saja dengan
akses yang lebih mudah dan lebih modern, selain
hanya menulis dan membaca berliterasi melalui sosial
media pun saat ini juga bisa dilakukan.Maka sebagai
seorang guru pun harus mampu terus beradaptasi
dengan berkembangnya jaman dan teknologi,
sehingga berliterasi di era digital dengan teknologi
yang sudah berkembang dapat dijadikan inovasi yang
lebih mudah dan dapat menarik minat peserta didik
untuk berliterasi.

PENUTUP

Demikian penjelasan yang dapat saya tuliskan


terkait guru, literasi dan era digital atau guru literal di
era digital.Semoga tulisan singkat yang saya
sampaikan dapat memberi manfaat dan menambah
wawasan bagi para pembaca khususnya bagi seorang
guru.Selai itu juga dpaat menjadi pemacu semangat
bagi kita semua untuk berliterasi di era digital ini.

Dalam penulisan artikel ini kritik dan saran sangat


saya butuhkan guna perbaikan dan veluasi
kedepannya supaya saya dapat lebih baik lagi dalam
menulis.

DAFTAR PUSTAKA

Heriyansyah, Guru adalah manajer sesungguhnya di


sekolah, (Bogor: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,
Vol.I, No.1, Januari 2018)

Feri S., Literasi Digital, Riset, Perkembangannya dan


Perspektif Social Studies, (Feri Sulianta, Mei 2020)
Nurmalina, Literasi Media Dalam Bahasa Dan Sastra,
(Yogyakarta: CV Bintang Surya Madani, 2020)

Ahmadi Farid dkk, Media Literasi Sekolah, (Cv.Pilar


Nusantara, Januari 2018)

Http://www.rumahliterasisumenep.org/2019/12/memb
angun-budaya-literasi-di-era-digital.html?m=1 (Diakses
pada tanggal 31 pukul 08.17 WIB)
Membangun Guru Literer Bagi Siswa di Era Milenial.
Ahmad Nurmizan

A. Pendahuluan
Menjadi seorang guru bukan merupakan tugas
yang ringan. Guru merupakan seorang yang
bertugas dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu, guru juga menempati posisi yang sangat
vital dalam kemajuan generasi bangsa. Kemajuan
yang penulis maksud adalah dalam bidang
kecerdasan intelektual dan keluhuran budi pekerti.
Dalam melancarkan tujuan tersebut, guru harus
berbekal dengan kompetensi yang mumpuni.
Salah satunya yaitu dengan meningkatkan
kemampuan literer atau dengan kata lain
memperbanyak bahan literasi, menimbang juga di
era disrupsi saat ini sumber informasi sangat
mudah dalam bersimpang siur di dunia maya yang
tentunya bisa menyesatkan.

B. Isi
Dalam digitalisasi, media sosial atau teknologi juga
bisa berperan sebagai media penunjang
pendidikan termasuk untuk mengkampanyekan
budaya literasi. Literasi kalau diartikan merupakan
sebuah keterampilan mengolah informasi dengan
kecakapan membaca sebagai bekal kecakapan
hidup (Ira, 2020). Akan tetapi, fakta yang sering
kita dapatkan di lapangan yaitu jumlah kuantitas
dan kualitas informasi yang ada di lapangan tidak
terkontrol sehingga perlu adanya keahlian untuk
menyaring informasi sehingga hanya diperoleh
informasi yang mencerdaskan bukan malah
menyesatkan.
Perubahan yang didasari dengan kemajuan IPTEK
merupakan keniscayaan yang bisa menyelinap
dalam semua lini kehidupan, termasuk pendidikan.
Penggunaan media teknologi sebagai penunjang
pendidikan bukan merupakan hal yang tabu saat
ini. Banyak kita jumpai dalam lingkungan kita siswa
tingkat SD sudah bebas mengoperasikan
perangkat android sehari-hari. Hal tersebut bisa
menjadi keuntungan bagi guru dan siswa bahkan
juga bisa menjadi bom waktu yang akan merugikan
diri sendiri. Tampilnya semua elemen masyarakat
dalam dunia maya harus dibarengi dengan peran
ahli dalam bidangnya masing-masing terkhusus
dalam bidang pendidikan guna sebagai pelita yang
bisa menerangi. Bukan mustahil lagi, era disrupsi
saat ini bisa menggerus moral karakter penerus
bangsa.
Hal tersebut merupakan tantangan yang harus
dijawab. Penulis beranggapan bahwa seorang
guru harus lebih bisa menjadi sumber dan media
pembelajaran di era disrupsi, terutama dalam
dunia maya. Salah satu cara yang bisa diterapkan
yaitu mengelola sudut baca dengan menggunakan
semua sarana yang kreatif. Selain itu, diharapkan
guru juga bisa bekerja sama dengan beberapa
pihak literasi sehingga bisa menyediakan bahan
bacaan yang mudah diakses bagi para peserta
didik. Dengan kata lain, guru harus bisa
menciptakan kesiapan belajar bagi peserta didik.

C. Penutup
Era disrupsi merupakan keniscayaan yang harus
dihadapi semua pihak. Kemerosotan moral bangsa
sangat mudah terjadi dalam era ini. Mudahnya
akses akan mempermudah juga menyebarnya
virus yang bisa merusak penerus bangsa.
Oleh dengan itu, dalam kegiatan pembelajaran
guru harus bisa menciptakan kesiapan belajar
dengan cara membiasakan peserta didik untuk
fokus membaca dan menulis. Membaca adalah kita
mencari apa dari siapa sedang menulis adalah kita
menjadi siapa yang mengeluarkan apa untuk
diikuti.

D. Daftar Pustaka
Handayani, Tugas Utami. 2020. Penguatan Budaya
Literasi Sebagai Upaya Pembentukan
Karakter. Jurnal Literasi. Vol 4, No 1, April
2020.
Mahmud. 2017. Upaya Meningkatakan
Keterampilan Menulis Dengan Teknik RCG
(Reka Cerita Gambar) Pada Siswa Kelas VI
SDN Rengkak Kecamatan Kopang,
Kabupaten. Lombok Tengah Tahun Pelajaran
2017/2018. Jurnal Ilmu Sosial dan
Pendidikan. Vol. 1, No. 2.
Purawinangun, Ira Anisa. Dkk. 2020. Gerakan
Literasi Generasi Milenial Melalui Media
Sosial. Lingua Rima : Jurnal Pendidikan
Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia. Vol. 9, No. 1, Juli 2020.
Warif, Muhammad. 2019. Strategi Guru Kelas dalam
Menghadapi Peserta Didik yang Malas
Belajar Class Teacher Strategy in Facing Lazy
Students Learn. Tarbawi : Jurnal Pendidikan
Agama Islam. Vol. 4, No. 1, Januari-Juni
2019.
Fadly, Maulana. Dkk. 2020. Menara Muda. Literasi
Nusantara : Kota Batu.
Pemberdayaan Generasi Literer
Alfin Nurjanah
Bidang keilmuan pada era milenial ini telah
berkembang dengan pesat. Generasi – generasi yang
lahir haruslah memiliki kemampuan literer yang baik
agar dapat menyesuaikan dengan berkembangan
zaman ini. Generasi literer ini lahir dari orang tua, guru,
serta lingkungan yang menerapkan budaya literer.
Guru merupakan salah satu sarana atau perantara bagi
generasi untuk menjadi generasi literer pada era
milenial ini.
Guru adalah pendidik profesional yang memiliki
tugas utama untuk mendidik, mengajar, melatih,
membimbing, menilai serta mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan formal maupun informal. Literer
adalah sesuatu yang berhubungan dengan tradisi tulis
menulis.
Guru literer adalah guru yang membudayakan
tulis menulis dalam memajukan pendidikan dan
kualitas hasil pembelajaran. Guru yang literer pasti
juga erat kaitannya dengan budaya membaca. Menjadi
seorang guru harus memiliki kemampuan untuk
memberikan masukan, dukungan, motivasi kepada
peserta didiknya agar dapat memiliki minat dan
kesenangan dalam membaca. Minat dalam membaca
peserta didik akan muncul apabila mendapat
dorongan dari berbagai pihak. Dengan begitu
perkembangan literer untuk generasi – generasi
selanjutnya akan menjadi lebih baik.
Keterkaitan dengan literer ini juga tak lepas
dari kesenangan menulis. Dengan senangnya
membaca serta menulis bagi peserta didik, tujuan dari
pembelajaran akan mudah tercapai. Generasi era
milenial ini sangat sulit untuk menumbuhkan minatnya
dalam berliterer, sehingga perlunya bimbingan dari
guru yang memiliki kemampuan literer. Agar peserta
didik juga memiliki minat dalam berliterer.
Dukungan dari berbagai pihak seperti dalam
sekolah formal yakni guru, kepala sekolah, teman –
teman, serta lingkungan sekitar sangat berpengaruh
bagi pertumbuhan generasi literer untuk menghadapi
perkembangan zaman yang semakin modern.
Dengan demikian, generasi literer dapat
ditumbuhkan dengan adanya guru yang telah memiliki
kemampuan literer dan juga dukungan berbagai pihak.
Refrensi
Saifullah, Determinasi Motivasi Dan Kinerja Guru
Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan
Kompetensi Profesional Guru (Studi Kasus Di Sman
Negeri 1 Kota Bima) Literature Review Manajemen
Sumber Daya Manusia, Jurnal Managemen Pendidikan
dan Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2. Juli 2020.
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2005/14tahun2005
uu.htm#:~:text=Dalam%20Undang%2DUndang%20ini
%20yang,pendidikan%20dasar%2C%20dan
%20pendidikan%20menengah.
https://kbbi.web.id/literer
MEMBANGUN KEMAMPUAN LITERASI PADA CALON
GURU PAI DI MASA PANDEMI

PRAMUDYAH PUSPITA SARI

Guru merupakan sosok yang sangat penting.


Karena guru merupakan teladan yang akan dilihat dan
juga ditiru oleh peserta didik, terlebih lagi guru PAI.
Akan tetapi semenjak adanya pandemi covid-19 yang
merubah tatanan dunia, para guru kesulitan mendidik
peserta didik khususnya dalam bidang akhlak.
Meskipun sekolah tetap dilaksanakan dengan daring
(dalam jaringan/online) akan tetapi tetap saja guru-
guru merasa kesulitan dalam menanamkan
pengetahuan khususnya bidang akhlak dan agama,
kecuali orang tua peserta didik tersebut memiliki
waktu luang yang cukup dan faham secara mendalam
tentang akhlak dan agama. Maka dalam mengatasi hal
ini, diharapkan para guru dapat menemukan metode
baru yang dapat membangkitkan semangat siswa
dalam belajar. Misalnya saja dengan melaksanakan
pembelajaran tatap muka di masing-masing rumah
siswa secara bergantian akan tetapi tetap dengan
mematuhi protocol covid-19.

Untuk menghilangkan kebosanan siswa, guru


sebaiknya mengajak siswa untuk melakukan aktivitas
yang bermanfaat. Contohnya adalah banyak-banyak
membaca literature. Akan tetapi kebanyakan peserta
didik merasa malas untuk membaca. Maka disinilah
guru berperan untuk membangkitkan semangat siswa
atau bisa dibilang merangsang stimulun siswa agar
siswa bisa tertarik untuk membaca.

Diantara upaya untuk meningkatkan budaya


membaca siswa adalah 1) menyediakan pojok baca di
ruang kelas, 2) diadakannya kampanye membaca, 3)
Ditingkatkannya kemampuan membaca siswa (Lubis,
2019)

Selain itu, guru juga harus memberikan contoh


kepada peserta didik dengan cara membuat literasi-
literasi yang bermanfaat dan jelas sumbernya
sehingga menjadi literature yang berkualitas. Atikah
menyatakan dalam jurnalnya mengenai pengertian
dari literasi itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), literer merupakan sesuatu yang
berkaitan dengan tradisi menulis. Akan tetapi yang
dimaksud dengan literasi tidak hanya berkaitan
dengan membaca dan menulis saja. Menurut Kirsch
dan Jungeblut dalam bukunya yang berjudul Literacy:
Profile of America’s Young Adult, mengungkapkan
bahwa arti dari literasi adalah kemampuan individu
dalam mengolah dan mengembangkan infomasi
berupa ilmu pengetahuan agar dapat memberikan
manfaat bagi orang lain. (Anindyarini,dkk, 2019)

Guru yang dapat menghasilkan literasi


termasuk guru yang memiliki kompetensi. Pengertian
dari kompetensi itu sendiri adalah seperangkat
kemampuan yang diharuskan dalam setiap guru agar
kerjanya dapat dicapai dengan tepat dan efisien.
(Syukurillah,dkk, 2015) Untuk menghasilkan literasi
yang berkualitas, seorang guru harus dilatih terlebih
dahulu agar terbiasa dengan literature dan mudah
untuk membuatnya, terlebih kepada calon-calon guru.
Seorang calon guru sangat dianjurkan untuk banyak-
banyak berlatih membuat literasi agar dapat dengan
mudah untuk membuat dan terbiasa dengan literasi.

Kebanyakan calon guru/mahasiswa belum


terbiasa dengan adanya literasi ini, disebabkan
beberapa kendala, 1) mengesampingkan bahasa dari
anggapan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang
hidup dan berkembang. 2) guru---guru bahasa
Indonesia lebih ke arah materi daripada praktek). 3)
Minat membaca siswa rendah (Kumara:2001)

Maka dari itu sebagai calon guru sangat


dianjurkan untuk membiasakan dirinya dengan
literature agar dapat memberi teladan bagi siswa
untuk rajin membaca. Selain itu, guru juga harus
memiliki sifat performatif yakni tindakan secara
langsung seperti meminta maaf, memberi nama, dan
lain-lain. Karena performatif ini tidak mengandung
nilai benar atau salah. (Mujianto, 2016)

DAFTAR PUSTAKA

Anindyarini, Atikah,dkk. 2019. STRATEGI


MENGHIDUPKAN BUDAYA LITERASI MELALUI
DONGENG. SENADIMAS UNISRI

Kumara, Amitya,dkk. 2001. DAMPAK KEMAMPUAN


VERBAL TERHADAP KUALITAS EKSPRESI TULIS.
JURNAL PSIKOLOGI

Lubis, Elfi Lailan Syamita. 2019. PERAN GURU DALAM


MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN LITERASI MATA
PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SD
NEGERI 050718 CEMPA. Jurnal Sintakis
Mujianto, Gigit. 2016. KARAKTERISTIK TUTURAN
PERFORMATIF GURU DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA BERDASARKAN
PENDEKATAN SAINTIFIK. KEMBARA: Jurnal
Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya

Syukurillah, Bagus Tri. STUDI KOMPETENSI


PROFESIONAL GURU MATA PELAJARAN. Naskah
Artikel Publikasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi


online/daring TEGAPAT (diakses pada 31 Maret
2020) (https://kbbi.web.id/literer)
Belajar Menjadi Guru Dengan Budaya Literer
Oleh: Fatimatuz Zahro
Di zaman yang serba digital ini, banyak orang
yang lebih memilih menatap layar gadget berjam-jam
ketimbang membaca buku cetak ataupun menulis di
kertas. UNESCO menyebutkan Indonesia menempati
urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Hal
tersebut cukup mengejutkan karena minat baca orang
Indonesia ternyata sangat rendah. Padahal manfaat
membaca sangat banyak. Keterampilan membaca juga
berkaitan dengan keterampilan menulis. Disini
harusnya peran guru sangatlah penting untuk
meningkatkan minat baca dan menulis siswa. Usaha
peningkatan tersebut pastinya mengharuskan guru
untuk lebih gemar menulis dan membaca. Oleh karena
itu penulis akan membahas bagaimana cara menjadi
guru dengan budaya literer.
Kata literasi diterjemahkan oleh UNESCO
sebagai hak asasi manusia yang fundamental dan
pondasi untuk belajar sepanjang hayat. Kata literasi
berasal dari bahasa Latin Littera yang berarti
melibatkan sistem tulisan yang menyertainya. Didalam
kamus KBBI literer memiliki makna berhubungan
dengan tradisi tulis. Sedangkan literasi diartikan
sebagai kemampuan membaca dan menulis. Kata
literasi juga sering sering kali digabung dengan bentuk
kata lain untuk menunjukkan kemampuan dalam
bidang tertentu. Contoh: Literasi baca tulis, literasi
digital, literasi komputer, literasi sains, literasi
internet, dll.
Ada pula yang berpendapat bahwa literasi
bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan
menulis, namun juga menambah pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dapat membuat
seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis,
mampu memecahkan masalah dalam berbagai
konteks, mampu berkomunikasi secara efektif dan
mampu mengembangkan potensi dan berpartisipasi
aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Keterampilan literasi menekankan pada
kegiatan membaca dan menulis. Karena, kebiasaan
membaca tidak mungkin terlaksana tanpa kebiasaan
menulis, begitu pula sebaliknya. Kegiatan literasi ini
juga memiliki manfaat yaitu menambah wawasan,
Meningkatkan kemampuan seseorang dalam
merangkai kata yang bermakna dan menulis,
meningkatkan kemampuan verbal, meningkatkan
kemampuan analisis, mengoptimalkan kinerja otak
karena sering digunakan untuk kegiatan membaca
dan menulis, dll.
Membaca dan menulis merupakan permulaan
dasar pengajaran yang pertama kali diajarkan guru
kepada siswa. Kepekaan atau literasi pada seseorang
tentu tidak muncul begitu saja. Perlu adanya
pembiasaan membaca dan menulis. Dan untuk
menjadi guru literer terdapat beberapa cara yaitu:
1. Melai membiasakan diri untuk banyak
membaca buku
Dengan banyak membaca buku,
pengetahuan guru akan semakin luas.
Sehingga guru dapat dengan mudah
menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa
karena banyaknya ilmu/ pengetahuan yang
didapat dari membaca.
2. Mulai berlatih menulis
Dengan menulis, guru dapat lebih
mengingat apa yang telah dibaca atau yang
telah dipelajarinya.
3. Memiliki perpustakaan
Memiliki buku yang banyak menandakan
bahwa orang tersebut gemar sekali
membaca. Seorang guru diharapkan
memiliki perpustakaan agar kebiasaan
membacanya lebih terpacu lagi. Karena
kehadiran perpustakaan secara tidak sadar
akan menimbulkan semangat untuk
membeli banyak buku lagi untuk disimpan
didalam perpustakan pribadi. Dan dari
disimpan tersebut pastikan guru sudah
membaca buku tersebut sebelumnya.
4. Berada dilingkungan yang gemar membaca
dan menulis
Perkembangan minat dan kebiasaan
membaca dan menulis seseorang dapat
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat. Apabila tidak ada
dukungan dari keluarga, seseorang akan
menjadi malas. Dan dilingkungan
masyarakat minat membaca dan menulis
bisa meningkat jika didirikan perpustakaan
daerah atau perpustakaan keliling.

Dengan beberapa cara tersebut diharapkan


seorang guru dapat menjadi guru dengan budaya
literer. Karena, keterampilan literasi yang telah dimiliki
siswa tidak akan ada apabila guru tidak memulai
kemampuan literasi tersebut dari dirinya sendiri. Dan
ntuk mewujudkan guru yang literat, tidak hanya
semata-mata langsung menjadi guru yang literat. Perlu
adanya proses-proses dan usaha yang keras sehingga
guru tersebut mampu menjadi guru yang berbudaya
literat. Dengan adanya guru yang berbudaya literat,
pendidikan di Indonesia pasti akan maju karena
kualitas guru tersebut semakin tinggi. Dan majunya
pendidikan siswa oleh guru yang berbudaya literat
diharapkan dapat membalik peringkat literasi
masyarakat Indonesia dari UNESCO yang asalnya
peringkat dua dari bawah menjadi peringkat dua dari
atas literasi dunia.
Daftar Pustaka
Astyana, Kikyy, Norlina, dkk. (2013, November 05).
Pengertian, Keterkaitan, Jenis, dan Pengaplikasian
Keterampilan Membaca.
http://ketmembaca.blogspot.com/2013/11/a.html
#:~:text=Kemampuan%20membaca
%20diperlukan%20untuk%20dapat,pikiran
%20individu%20dalam%20bahasa%20tulis.
Dosen Pendidikan. (2021, Februari 15). Literasi Adalah.
https://www.dosenpendidikan.co.id/literasi-
adalah/#:~:text=Manfaat%20Literasi,-Setelah
%20melihat%20tujuan&text=Mengoptimalkan
%20kinerja%20otak%20karena%20sering,suatu
%20informasi%20akan%20semakin%20meningkat.
Hefni, Wildani. (2019, September 29). Literasi.
https://www.jawapos.com/opini/29/09/2019/liter
asi/
KBBI. Literer. https://kbbi.web.id/literer
Mokoginta, Siska. (2017, Maret 13). 9 Pengertian
Literasi Menurut Para Ahli Lengkap.
https://www.academia.edu/34331758/9_Pengerti
an_Literasi_Menurut_Para_Ahli_Lengkap_Penge
rtian_Literasi_Menurut_Para_Ahli
Mustikowati, Dewi, Eka Wijayanti, dkk. (2016,
November 01). Meningkatkan Semangat
Membaca dan Menulis Siswa Sekolah Dasar
Dengan Permainan Kata Bersambut.
https://core.ac.uk/download/pdf/296287005.pdf
Naibaho, Kalarensi. (2007). Menciptakan Generasi
Literat Melalui Perpustakaan. Visi Pustaka Vol. 9
No. 3 2007, 1-8.
http://eprints.rclis.org/12549/1/Menciptakan_Gen
erasi_Literat_Melalui_Perpustakaan.pdf
Kiat Menjadi Guru Literat

Oleh: Retno Wulan Dari

Seiring berkembangnya zaman, budaya literasi


yang ada cenderung semakin kecil. Pada zaman ini,
banyak orang disibukkan dengan hanya bermain
gadget, media sosial dan sebagainya. Mereka seakan
lupa akan besarnya manfaat dari budaya literasi ini.
Tak terkecuali para guru. Guru menjadi panutan bagi
muridnya, jika gurunya giat membaca buku, niscaya
muridnya juga akan menirunya. Dalam hal ini, akan
penulis bahas mengenai kiat-kiat untuk menjadi guru
literat.

Literasi merupakan suatu kegiatan untuk


membaca buku. Tidak hanya membaca buku, literasi
ini juga memiliki pengertian yang luas seperti menulis
karya, menyimak buku, melihat dan berbicara untuk
menyampaikan sesuatu. Jadi literasi tidak hanya
terpaku pada kegiatan membaca saja.

Hal di atas sesuai dengan pengertian literasi


yang disampaikan oleh UNESCO. UNESCO
berpendapat bahwa “Literasi ialah seperangkat
keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam
membaca dan menulis yang terlepas dari konteks
yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang
memperolehnya”.
Selain itu, ada pendapat lain mengenai
pengertian literasi yang disampaikan oleh Alberta.
Alberta berpendapat bahwa: “Literasi bukan hanya
sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun
juga menambah pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dapat membuat seseorang memiliki
kemampuan berpikir kritis, mampu memecahkan
masalah dalam berbagai konteks, mampu
berkomunikasi secara efektif dan mampu
mengembangkan potensi dan berpartisipasi aktif
dalam kehidupan bermasyarakat”.

Kegiatan literasi ini memiliki manfaat yang


besar bagi manusia. Apalagi untuk seorang guru. Guru
yang literat akan memiliki pengaruh yang baik
terhadap pendidikan. Pada masa ini, guru dituntut
untuk bisa menjadi guru yang literat. Dimana guru
tidak hanya bisa membaca dan menulis, akan tetapi
juga memiliki keterampilan yang lain.

Dengan mengetahui besarnya manfaat dengan


menjadi guru literat dalam pendidikan, akan penulis
bahas mengenai kiat-kiatnya. Berikut adalah kiat-
kiatnya:

a. Kuasai Bahasa Asing


Dalam hal ini, setidaknya guru mampu
memahami dan menguasai Bahasa
internasional. Karena kebanyakan sumber
belajar dan informasi yang aktual berbahasa
asing. Dengan mampu menguasai bahasa
asing, guru juga akan mudah membangun
relasi dengan banyak orang.
b. Perbanyak Baca Buku
Membaca buku dapat menjadikan seseorang
luas pengetahuannya. Ada pepatah yang
menyatakan bahwa “buku adalah jendela
dunia”. Maksudnya adalah dengan membaca
buku, kita akan banyak mengetahui informasi-
informasi baru yang ada di dunia.
c. Memiliki Perpustakaan
Setidaknya, seorang guru harus memiliki
perpustakaan pribadi. Dengan begitu
seseorang akan lebih terpacu dalam hal literasi,
apalagi jika buku yang dimiliki menarik.

Seseorang guru dapat dikatakan menjadi guru


literat jika guru tersebut telah mampu memahami hal
karena guru tersebut membaca suatu informasi secara
tepat dan mampu melakukan sesuatu berdasarkan
interpretasinya sendiri berdasarkan bacaannya
tersebut.

Untuk mewujudkan guru yang literat,


dibutuhkan waktu yang sangat panjang. Tidak serta
merta guru tersebut mampu menjadi guru yang
literat. Dibutuhkan usaha yang keras dan tekad yang
bulat. Karena dengan adanya guru yang literat,
niscaya proses pendidikan akan menjadi lebih baik.
Semakin tinggi kualitas guru, akan semakin tinggi pula
kualitas pendidikan yang ada.

Daftar Pustaka

Achmad Prasetya, A. D. (2017, September 24).


Merindukan Guru Literat.
https://adydap.wordpress.com/2017/09/24/first-
blog-post/

docplayer.info. (2021, Maret 17). BAB I


Pendahuluan.https://docplayer.info/38931741-I-
pendahuluan-pepatah-mengatakan-buku-
adalah-jendela-dunia-buku-adalah-media-yang-
sangat.html

Mokoginta, S. (2017, Maret 13). 9 Pengertian Literasi


Menurut Para Ahli Lengkap Pengertian Literasi
Menurut Para Ahli.
https://www.academia.edu/34331758/9_Penger
tian_Literasi_Menurut_Para_Ahli

Naibaho, K. (2007). Menciptakan Generasi Literat


Melalui Perpustakaan. Visi Pustaka Vol. 9 No. 3
2007, 1-8.
http://eprints.rclis.org/12549/1/Menciptakan_Ge
nerasi_Literat_Melalui_Perpustakaan.pdf

unsoer.ac.id. (2019, Desember 02). Pengertian Literasi


Menurut Para Ahli, Tujuan, Manfaat, Jenis Dan
Prinsip.
https://unsoer.ac.id/2019/12/02/pengertian-
literasi-menurut-para-ahli-tujuan-manfaat-jenis-
dan-prinsip.
GURU LITERAT CIPTAKAN PENDIDIKAN BERKUALITAS

Nabila Nayyirotul Fitria

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan


kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.”

(Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional Bab II pasal 3)

Perkembangan zaman memberi dampak yang besar


bagi kehidupan, khususnya di dunia pendidikan.
Seharusnya dengan teknologi yang semakin canggih
dapat meningkatkan kualitas literasi guru agar dunia
pendidikan semakin berkembang. Di sisi lain, siswa
juga semakin kurang minat dalam membaca dan
menulis, sehingga lebih tertatarik terhadap video. Jika
kita lihat karya ilmiah saat ini memiliki banyak sekali
persamaan dengan karya ilmiah yang lainnya. Padahal
bukankah kemampuan menulis seharusnya dipupuk
dari kecil dan tentunya guru memiliki peran penting
dalam hal ini?

Penelitian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun


2016 menyatakan bahwa Negara Indonesia termasuk
dalam negara dengan minat literasi yang rendah di
dunia. Indonesia menempati urutan terendah kedua
satu tingkat lebih tinggi dari Botswana di Afrika.
Tingkat minat literasi di Indonesia hanya 0,001%.
Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang
yang suka dengan literasi. Hal ini tentunya menjadi
informasi yang mengejutkan bagi para akademisi.

Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai


sebuah kemampuan membaca dan menulis. Namun
seiring berkembangnya zaman, literasi mempunyai
pengertian lebih luas, yaitu melek teknologi, melek
informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan,
bahkan juga peka terhadap politik. Seseorang
dianggap literat jika ia dapat memahami informasi
melalui membaca dan melakukannya berdasarkan
pemahaman yang diciptakan. Kemampuan literasi ini
dapat muncul dengan pengasahan secara kontinuitas
dari masa anak-anak, sehingga keadaan sekitar sangat
menentukan kemampuan tersebut.

Peningkatan minat literasi mempunyai keterkaitan


dengan kualitas pendidikan yang terbangun.
Pemupukan minat membaca dan menulis harus
dicontohkan oleh guru sebagai tenaga pendidik yang
profesional. Hal ini sejalan dengan pendidikan nasional
yang berfungsi untuk mengembangkan potensi
peserta didik sesuai UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Kemampuan guru yang
literat sangat dibutuhkan dalam menciptakan generasi
yang berkualitas. Guru tidak hanya dituntut dalam
menguasai materi pembelajaran, namun juga harus
dapat meningkatkan kreatifitas dan mengembangkan
potensi peserta didik. Seorang guru harus
membiasakan dirinya untuk membaca dan menulis
agar pengetahuan dan kualitas semakin meningkat.
Pembiasaan guru ini juga harus diterapkan dalam
proses pembelajaran, karena dengan demikian
peserta didik akan lebih aktif dan kreatif.

Begitulah pentingnya literasi (membaca dan menulis)


dalam dunia pendidikan. Kemampuan guru yang
literat sangat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Melalui perkembangan teknologi saat ini, seorang
guru harus mampu menjadikannya sebagai pijakan
untuk melangkah lebih maju agar tingkat literasi di
Indonesia lebih meningkat. Sebagai calon pendidik,
para mahasiswa juga harus mempersiapkan dirinya
agar lebih kompeten dalam menyuburkan budaya
literasi, baik melalui pembekalan, pengembangan
pribadi, dan lain-lain.

Referensi

Indonesia, P. R. (2003). Undang-undang Republik


Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Departemen Pendidikan Nasional.

Nopilda, L., & Kristiawan, M. (2018). Gerakan literasi


sekolah berbasis pembelajaran multiliterasi sebuah
paradigma pendidikan abad ke-21. JMKSP (Jurnal
Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi
Pendidikan), 3(2), 216-231.

Permatasari, A. (2015). Membangun kualitas bangsa


dengan budaya literasi.

Suragangga, I. M. N. (2017). Mendidik lewat literasi


untuk pendidikan berkualitas. Jurnal Penjaminan
Mutu, 3(2), 154-163.

Wahidin, U. (2018). Implementasi Literasi Media dalam


Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan
Islam, 7(02), 229-244.

Wandasari, Y. (2017). Implementasi Gerakan Literasi


Sekolah (GLS) Sebagai Pembentuk Pendidikan
Berkarakter. JMKSP (Jurnal Manajemen,
Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan), 2(2), 325-
342.

https://republika.co.id/berita/qqjdt9385/minat-baca-
dari-imam-at-thabari-hingga-kh-ahmad-dahlan

https://www.uin-antasari.ac.id/pentingnya-membaca-
dan-menulis-untuk-kemajuan/
PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN LTERASI DI
SEKOLAH

Oleh: Nur Alif DimaHilla

Guru sebagai pelaku utama yang memiliki


peranan penting untuk mecapai tujuan suatu
pembelajaran. (Juhji, 2016) Guru dijadikan tumpuan
dan kepercayaan yang besar dalam mengubah dan
meningkatkan kualitas peserta didik. (Kirom, 2017 )
Peserta didik adalah orang/ individu yang mendapat
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuan agar tumbuh dan berkembang dengan
baik serta mempunyai kepuasan dalam menerima
pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya. Pada era
milenial ini masih banyak peserta didik yang masih
sukar untuk membudayakan membaca dan menulis.
Banyak siswa yang kurang minat untuk rajin dalam hal
membaca maupun menulis. Oleh karena itu, guru
harus mempunyai peran penting agar dapat
mengembangkan literasi di sekolah. Guru harus
mampu untuk bisa membuat siswanya mau dan rajin
untuk minat tulis-baca mereka. Karena pembelajaran
yang dilaksanakan guru bertujuan agar dapat
memberikan perubahan pada peserta didik pada
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan
keterampilan (psikomotor). Tulisan ini
mendeskripsikan peran guru untuk dapat
mengembangkan literasi siswa di sekolah. Hal
tersebut mengarah kepda pengetahuan siswa dalam
membaca, kemudian sikap peserta didik untuk mau
membiasakan diri dalam membaca, dan keterampilan
seorang anak dapat menulis dengan baik seperti
cerpen, atau cerita lainnya.

Kemendikbud (2016) menjelaskan Gerakan


Literasi Sekolah (GLS) adalah gerakan sosial
kolaboratif dengan dukungan berbagai elemen
pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) melibatkan
warga sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, orang
tua) dan masyarakat. Tujuan dari adanya Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) salah satunya yaitu untuk
menumbuhkan minat baca siswa. Kegiatan
penumbuhan minat baca siswa dapat dilakukan di
perpustakaan sekolah, sudut baca kelas, dan area
baca. Sebagaimana yang telah diuraikan dalam Buku
karya (Muslimin, 2018) Bahwa Gerakan Literasi
Sekolah ini tidak berhenti pada kewajiban membaca 15
menit buku nonpelajaran setiap hari. Namun,
bagaimana mendorong siswa agar memiliki
kemampuan dalam mengakses, memahami dan
menggunakan informasi secara cerdas. Dan yang lebih
penting lagi adalah paling tidak mereka mampu
menuangkan ide dan pikirannya dalam wujud tulisan.
Ini penting sebab literasi tidak terpisahkan dari
kegiatan membaca dan menulis.

Dalam buku yang telah diuraikan oleh


(Wiedarti, 2016) Kegiatan literasi bertujuan untuk
mempertahankan minat terhadap kegiatan membaca,
serta meningkatkan kelancaran dan pemahaman
membaca peserta didik. Langkah pertama yang dapat
diambil seorang guru untuk berperan
mengembangkan litreasi disekolah adalh dengan
(Membacakan nyaring interaktif) yakni, Guru
membacakan buku/ bahan bacaan dan mengajak
peserta didik untuk menyimak dan menanggapi
bacaan dengan aktif. Proses membacakan buku ini
bersifat interaktif karena guru memergakan
bagaimana cara menanggapi bacaan dan
menyuarakannya dan mengajak peserta didik untuk
melakukan hal yang sama. Selanjutnya Guru dapat
memandu peserta didik dalam kelompok kecil (4-6
anak) dalam kegiatan membaca untuk meningkatkan
pemahaman mereka. Fasilitas pendukung: buku untuk
dibaca, alat tulis, kertas besar (flip chart) dan perekat,
papan untuk menempel kertas. Kemudian, Guru dapat
mendemonstrasikan cara membaca kepada seluruh
peserta didik di kelas atau kepada satu per satu
peserta didik. Guru dapat membaca bersama-sama
dengan peserta didik, lalu meminta peserta didik
untuk bergiliran membaca. Kemudian guru
memberikan Kegiatan membaca mandiri pada peserta
didik dengan peserta didik disuruh memilih sendiri
bacaan yang disukainya dan membacanya secara
mandiri. Salah satu bentuk kegiatan membaca mandiri
adalah membaca dalam hati. Tak bisa dipungkiri pula
pemanfaatan perpustakaan dan sudut baca sekolah
memiliki peran yang sangat penting untuk bisa
mengembangkan literasi di sekolah karena itu
merupakan tempat yang akan sering dikunungi oleh
siswa bilamana seorang guru menugaskan mereka
untuk berkunjung demi harapan agar mampu
meningkatkan kecakapan literasi perpustakaan
peserta didik. Dengan demikian, guru mempunyai
andil yang sangat besar dan mempunyai peran
penting untuk bisa mengembangkan literasi di sekolah
pada siswa.

Daftar Pustaka:

Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.


(2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah.
Jakarta: Kemendikbud.
Juhji. (2016). Peran Urgen Dalam Pendidikan. Jurnal
Ilmiah Pendidikan, 10 (1).

Karim, Askhabul. (20117). Peran Guru dan Peserta Didik


Dalam Proses Pembelajaran Berbasis
Multikural. Jurnal Pendidikan Islam, 3 (1).

Muslimin. (2018). Mwnumbuhkan Budaya Literasi&


Minat Baca Dari Kampung. Gorontalo: Ideas
Publishing.

Wiedarti, Pangesti. (2016). Desain Induk Gerakan


Literasi Sekolah. Jakarta: Dirjendikdasmen.
GURU LITERER PEMBANGKIT MINAT BELAJAR SISWA
‘Adielah Sur’atul Khotiri

Sitem pembelajaran di era modern ini tentunya


telah memiliki banyak perubahan dibandingkan
dengan yang sebelum-sebelumnya. Banyak hal yang
dapat guru lakukan dalam kegiatan pembelajaran
berlangsung, guru sebaiknya memliki inovasi-inovasi
baru pada tiap pertemuan, tujuannya adalah agar para
siswa tidak merasa bosan terhadap pelajaran yang
diasampaikan, juga agar mereka tertarik terhadap
materi yang sedang diajarkan.

Adanya perkembangan teknologi yang semakin


pesat sesungguhnya dapat membantu para guru
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan teknologi
yang terdapat pada zaman sekarang ini, tentu dapat
memudahkan para guru khususnya dalam proses
pembelajaran berlangsung.
Hasil belajar siswa didukung oleh faktor
eksternal (dari luar diri siswa) serta faktor internal
(dari dalam diri siswa). Salah satu faktor internal yang
sangat penting ialah minat belajar, yang mana menjadi
penunjang dalam keberhasilan pembelajaran. Minat
belajar yang tinggi terhadap materi-materi pelajaran
akan mendorong siswa untuk mengetahui serta
mempelajari pelajaran yang didapatnya secara
mendalam (Pratiwi, 2017).

Minat dapat didefinisikan sebagai suatu rasa


ketertarikan, lebih suka, fokus, perhatian, usaha,
ketekunan, motivasi, keterampilan, pengetahuan, dan
hasil dari interaksi individu dengan suatu kegiatan
tertentu. Dengan adanya minat dapat memberi
pengaruh yang baik dalam pembelajaran akademik.
Menurut Renninger dan Hidi, mereka meyakini bahwa
minat dapat memberi pengaruh dalam pengetahuan
seseorang yang meliputi tiga aspek, yakni perhatian,
tujuan dan tingkat pembelajaran. Minat belajar ialah
suatu sikap keteguhan dalam belajar, baik dalam hal
perencanaan jadwal belajar maupun inisiatif dalam
melakukan usaha secara sungguh-sungguh
(Nurhasanah & Sobandi, 2016).

Peranan guru sangat penting di dalam


pendidikan, terutama ketika kegiatan belajar
mengajar. Guru dituntut untuk memahami serta
menguasai keterampilan-keterampilan yang dapat
mendukung keefektifan dan keefisienan dalam
kegiatan belajar mengajar (Sembiring & ., 2013).
Perubahan masyarakat yang sangat cepat serta
perkembangan iptek mengharuskan seorang guru
untuk selalu mengikuti lajunya perkembangan-
perkembangan yang baru pada bidang keahliannya.
Maka dengan ini, tugas dari seorang guru semakin
menantang dan kompleks sehingga guru diharuskan
untuk meningkatkan kemampuannya, guru juga
bertugas dalam membantu menumbuhkan serta
meningkatkan minat belajar siswa melalui upaya-
upaya atau kegiatan yang mendukung (Simbolon,
2014).

Kurangnya keberagaman metode dan media


pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat
mengakibatkan daya kritis siswa tidak terbentuk
dengan baik, sehingga hasil pembelajaran kurang
memuaskan (Yasri et al., 2016). Pemilihan media
pembelajaran yang tepat dapat menumbuhkan
semangat dan mencegah adanya rasa bosan dalam diri
siswa untuk belajar (Bengkulu et al., 2012).

Penerapan teknologi informasi dapat


dimanfaatkan untuk memberi semangat atau motivasi
serta dapat juga sebagai media pembelajaran yang
dapat memberikan peran aktif pada siswa ketika
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Media
pembelajaran yang dapat diterapkan salah satunya
ialah game edukasi yang bernama “kahoot”,
keunggulannya ialah adanya alokasi waktu yang
terbatas sehingga dapat melatih siswa untuk berfikir
bukan hanya cepat tetapi juga tepat (Wigati, 2019).

Oleh karena itu, seperti yang telah dijelaskan di


atas bahwasannya guru di zaman sekarang ini harus
memiliki keterampilan yang mengikuti perkembangan
zaman, dimana guru dapat menerapkan strategi
pembelajaran dengan hal-hal yang baru yang
dipastikan dapat membangkitkan minat belajar siswa,
misalnya dengan memanfaatkan fitur-fitur internet,
game-game edukasi, film-film yang berkaitan dengan
materi, dan masih banyak lagi cara lain yang dapat
menumbuhkan semangat, minat, serta motivasi
belajar siswa. Dengan hal tersebut, maka akan
menumbuhkan ketertarikan siswa akan pelajaran yang
sedang dipelajari dan pastinya tidak menimbulkan
adanya rasa bosan pada diri siswa.

Daftar Pustaka:

Bengkulu, N. K., Sakti, I., Puspasari, Y. M., & Risdianto,


E. (2012). Pengaruh model pembalajaran
langsung. Pengaruh Model Pembelajaran
Langsung (Direct Instruction) Melalui Media
Animasi Berbasis Macromedia Flash Terhadap
Minat Belajar Dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Di SMA Plus Negeri 7 Kota Bengkulu Indra, X(1), 1–
10.
Nurhasanah, S., & Sobandi, A. (2016). Minat Belajar
Sebagai Determinan Hasil Belajar Siswa. Jurnal
Pendidikan Manajemen Perkantoran, 1(1), 128.
https://doi.org/10.17509/jpm.v1i1.3264
Pratiwi, N. K. (2017). Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Perhatian Orang Tua, Dan Minat Belajar Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa
Smk Kesehatan Di Kota Tangerang. Pujangga,
1(2), 31. https://doi.org/10.47313/pujangga.v1i2.320
Sembiring, R. B., & . M. (2013). Strategi Pembelajaran
Dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar
Matematika. Jurnal Teknologi Pendidikan (JTP),
6(2), 34–44. https://doi.org/10.24114/jtp.v6i2.4996
Simbolon, N. (2014). Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Belajar Peserta Didik.
Elementary School Journal Pgsd Fip Unimed, 1(2),
14–19.
Wigati, S. (2019). Penggunaan Media Game Kahoot
Untuk Meningkatkan Hasil Dan Minat Belajar
Matematika. Aksioma: Jurnal Program Studi
Pendidikan Matematika, 8(3), 457–464.
https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2445
Yasri, H. L., Mulyani, E., Pascasarjana, P., Negeri, U.,
Yogyakarta, U. N., Yasri, H. L., Si, M.,
Pascasarjana, P., Negeri, U., & Yogyakarta, U. N.
(2016). Efektivitas Penggunaan Media Film Untuk
Meningkatkan Minat. 3(1), 138–149.
http://journal.uny.ac.id/index.php/hsjpi

Kreatifitas Guru Literer dalam Pembelajaran


Daring/Online
Novia Rofiatul Khoiriyah

Pendidikan saat ini mengalami beberapa


penghambatan, salah satunya karena ada covid-19
yang membuat sekolah berhenti sementara
pembelajaran normal seperti biasanya. Pembelajaran
dilakukan di rumah masing-masing dengan
menggunakan alat bantu elektronik dan sosial media.
Beberapa pertemuan dalam pendidikan dasar
dilakukan secara sistem visit home. Dimana seorang
guru dapat mengunjungi setiap rumah peserta didik
untuk melakukan pebelajaran.

Seorang guru memiliki kreatifiktas masing-


masing dalam menghadapi masa seperti sekarang ini.
Guru literer dengan memanfaatkan bagaimana
lingkungan menjadi bermanfaat jika digunakan untuk
kepentingan pembelajaran. Serta ilmu pengetahuan
yang akan menjadi materi tidak ada keterhambatan
dan semestinya seperti pembelajaran secara normal di
sekolah. Rasa semangat yang dimiliki seorang guru
tidak menurun selama pembelajaran daring/online
walaupun sedikit diantaranya banyak keterbatasan
dalam proses pembelajaran dilalui.

Guru Literer dalam Menumbuhkan Minat Baca

Keadaan sebagaimana pembelajaran yang


dilakukan dirumah masing-masing membuat peserta
didik malas untuk belajar. Beberapa hal yang
membuat mereka tidak suka jika tidak belajar di
sekolah. Oleh karena itu, tugas membaca dari seorang
guru salah satu keutamaan bagi peserta didik. Dengan
itu, akan membantu sistem pembelajaran walaupun
hanya dengan membaca menambah ilmu
pengetahuan. Buku menjadi hal penting bagi
khasanah ilmu peradaban manusia khususnya peserta
didik.1

Pemanfaatan Media oleh Guru Literer

Media sangat penting sebagai penunjang


keberhasilan proses pembelajaran. Media membantu
1
Agus Nurjaman, Guru Figur Sentral dalam Pendidikan ([n.p]:
GUEPEDIA, 2018).
menjelaskan suatu materi sehingga mempermudah
pemahaman bagi peserta didik. Minat dan
kenyamanan bagi peserta didik untuk menerima
materi yang akan diajarkan oleh guru. 2 Guru literer
mengahadapi pembelajaran saat ini, penggunaan
media seperti Hp, Computer, atau media sosial
sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Bagi
pembelajaran agama, media sebagai alat bantu
keterampilan, baik dari sikap maupun perbuatan yang
mengarah pada pembelajaran agama sendiri.3

Kreatifitas Guru Literer dalam Pembelajaran

Kegiatan dengan sistem visit home salah satu


upaya seorang guru membantu proses pembelajaran
secara maksimal. Dimana kunjungan guru kepada
peserta didik sebagai bentuk nyata kegiatan
pembelajaran secara langsung. Dengan belajar daring,
guru telah mempersiapkan peserta didik menjadi
mandiri (student centered). Sebagian dari mereka
lebih menyukai jika pembelajaran dilakukan
menggunakan media sosial dalam mengungkapkan
pendapat dan memunculkan idenya.4

2
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003).
3
Oemar Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1989).
Akan tetapi, sebagian juga mengatakan tidak
nyaman dengan pembelajaran seperti itu, karena rasa
belajar mereka menurun, tidak bertemu teman, guru,
dan lainnya. Sehingga mereka malas untuk belajar jika
hanya dilaksanakan sistem seperti itu. Sebagaimana
Hadisi dan Muna mengatakan bahwa interaksi antara
guru dan siswa, siswa dengan siswa lainnya akan
berkurang dengan pembelajaran online/daring. Guru
dan peserta didik merasakan hal yang baru dengan
sistem pembelajaran yang dilakukan saat ini.5

Oleh karena itu, kreatifitas seorang guru literer


dalam menghadapi masa sekarang sangat membantu
proses pembelajaran secara daring/online. Kegiatan
yang dilakukan berupa suatu sistem penggunaan
elektronik dan sosial media dalam kelangsungan
pembelajaran. Visit home juga terlaksana sebagai
penunjang kegiatan belajar mengajar.

Daftar pustaka

4
Oktafia Ika Handarani dan Siti Sri Wulandari, 'Pembelajaran
Daring sebagai Upaya Study From Home (SFH) selama Pandemi
Covid-19', Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 8
(2020).
5
La Hadisi dan Wa Muna, 'Pengelolaan Teknologi Informasi dalam
Menciptakan Model Inovasi Pembelajaran', Jurnal Al-Ta'dib, 2015.
Arsyad, A. (2003). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hamalik, O. (1989). Media Pendidikan. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Muna, L. H. (2015). Pengelolaan Teknologi Informasi
dalam Menciptakan Model Inovasi Pembelajaran.
Jurnal Al-Ta'dib .
Nurjaman, A. (2018). Guru Figur Sentral dalam
Pendidikan. GUEPEDIA.
Wulandari, O. I. (2020). Pembelajaran Daring sebagai
Upaya Study From Home (SFH) selama Pandemi
Covid-19. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran
(JPAP) , 8.
URGENSI LITERASI QUR’AN BAGI PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ANAK
Sabrina Cahyaningrum Widhiani
Pendahuluan

Pendidikan Agama yang memakai pedoman al-


Qur’an sebagai salah satu sumber dan media belajar
sudah diterapkan dikalangan tingkat satuan
pendidikan mulai dari Tk sampai perguruan tinggi.
Sebelum memulai kelas biasanya di budayakan literasi
Qur’an untuk melatih siswa agar terbiasa membaca
Qur;an sebelum memulai awal kelas masuk.

Akan tetapi semakin majunya ilmu teknologi


banyak yang sekarang mengesampikan literasi Qur’an
karena berpedoman pada ilmu dunia saja, meskipun
banyak pondok pesantren dan sekolah-sekolah
berbasis agama jika tidak diamalkan dengan benar
maka ilmu tersebut akan hilang.
A. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan slah
satu mu’jizat beliau melalui perantara malaikat Jibril.
Ketika orang membaca Al-Qur’an satu huruf yang
dibacanya saja sudah bernilai ibadah.[ CITATION Ais20 \l
1057 ]

B. Pendidikan Al-Qur’an

Jika berbicara pendidikan merupakan hal yang


sangat sensitif sangat dibahas terlebih lagi pendidikan
Al-Qur’an. Kemampuan setiap orang dalam membaca
Al-Qur’an berbeda-beda. Ketika membaca haruslah
dengan ketentuan-ketentuan yang dan kaidah-kaidah
tajwid yang baik dan benar. Kemampuan ini
merupakan syarat yang mutal yang harus dimiliki oleh
setiap kaum muslim yang beriman.[ CITATION Han19 \l
1057 ]

Salah satu fungsi pendidikan Nasional adalah


mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban yang bermatabat gina mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan Al-Qur’an ini sangat lah
penting bagi perkembangan anak, karena jiwa yang
religius gemar membaca Al-Qur’an meupakan cita-cita
bagi setiap orang tua Muslim. Jika di teliti kembali
kondisi membaca Al-Qur’an dikalangan umat Islam
memiliki kesan pertama yang bisa dikatakan kurang
menyenangkan. Penyebabnya adalah terutama pada
anak-anak, guru masih menggunakan metode yang
membosankan sehingga anak-anak merasa tidak
tertari dengan belajar Al-Qur’an.[ CITATION Mul18 \l
1057 ]

C. Pendidikan Anak
Pendidikan anak sangatlah penting,
terlebih lagi kita harus menanamkan pada diri
anak sedini mungkin untuk gemar membaca
dan mengamalkan Al-Qur’an. [ CITATION Azh14 \l
1057 ]
Dalam pendidikan Al-Qur’an memiliki
suatu tujuan bahwa tujuan pendidikan yang
baik dan benar adalah melahirkan manusia-
manusia yang beriman dan berilmu
pengetahuan yang luas baik dari segi agama
maupun ilmu duniawi.[ CITATION Naf17 \l 1057 ]

Penutup
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting.
Terutama Pendidikan Al-Qur’an bukanlah suatu hal
yang bisa di anggap sepele. Maka perlulah sedari dini
kita harus memperhatiakan bagai mana tumbuh
kembang anak dengan Al-Qur’an.

Daftar Pustaka
Aisyah, S. (2020). LITERASI AL-QUR'AN DALAM
MEMPERTAHANKAN SURVIVALITAS SPRITUAL UMAT.
AL-IMAN : Jurnal Keislaman dan Kemasyarakatan
vol. 4 No. 1, 204.

Azhari. (2014). PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM AL-


QUR'AN (KAJIAN TAFSIR MUQORAN .

Hanafi, Y., Murtadho, N., Ikhsan , A. M., Saefi, M., & Diyana,
N. T. (2019). LITERASI AL-QUR'AN : MODEL
PEMBELAJARAN TAHSIN -TILAWAH BERBASIS TALQIN
-TAQLID. Sidoarjo: Delta Pijar Khatulistiwa.
Mulyani, D., Pamungkas , I., & Inten, D. N. (2018). Al-Quran
Literacy for Early Childhood with Storytelling
Techniques. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini Volume 2 Issue 2, 204.

Nafi'i, J., Yasin, M., & Tohari, I. (2017). KONSEP PENDIDIKAN


ANAK DALAM PERPEKTIF AL-QUR’AN. Edeudeena
Vol. 1 No. 1, 11.
PENTINGNYA GURU MENGENALKAN LITERASI
DALAM PENDIDIKAN PESANTREN

Afif Mahmud Syafi’i

Pendahuluan

Pemahaman literasi bisa kita mulai dan


tanamkan pada generasi muda bangsa lewat seorang
guru. Guru harus mampu mengembangkan potensi
siswa agar menjadi siswa yang berkualitas dimasa
yang akan datang. Dalam hal ini tentunya guru
dituntut aktif berliterasi dan kemudian habit tersebut
dapat diaplikasikan dan dicontohkan kepada siswanya.

Melihat perkembangan saat ini literasi kurang


peminatnya justru dikalangan pendidikan pesantren
dimana budaya baca dan tulis siswa di pesantren
mengalami kemunduran jika dibandingkan dengan
siswa yang ada di pendidikan formal. Ditambah lagi
opini sebagian masyarakat yang menganggap
program pendidikan pesantren dianggap masih kuno
dan belum bisa mengikuti perkembangan zaman.

Faktor diataslah yang mendorong seorang


guru yang ada dipesantran untuk harus mendongkrak
kualitas literasi yang ada dilingkungan pesantren.
Sehingga bisa membuktikan bahwa lulusan
pendidikan pesantren juga tidak buta akan literasi.

Pendidikan Literasi Pondok Pesantren

Pendidikan literasi sendiri secara dasarnya


dikenal dengan kemampuan membaca dan menulis.
Melihat perkembangnnya literasi juga meliputi
kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan
menulis (Abidin, 2017). Maka seseorang bisa
dikategorikan terdidik jika sudah mempunyai
penguasaan literasi yang mengumpuni.

Dalam pengaplikasian pendidikan literasi


dilingkungan pondok pesantren tentunya berbeda
dengan di pendidikan formal. Literasi yang ada di
lingkungan pesantren lebih mengerucut kepada
kemahiran dalam keterampilan-keterampilan tertentu
serta lebih cenderung kepada mencari, menyimpan
dan kemudian menyampaikan informasi (Azim, 2019).

Metode literasi yang diajarkan sejak zaman


dahulu yang digunakan oleh guru pesantren hingga
sekarang bahkan menjadi ciri khas dari pondok
pesantren itu sendiri diantaranya, yaitu : maknani,
sorogan, dan hafalan (Fitriyah dkk, 2019).
1) Maknani : maknani adalah metode yang selalu ada
dipondok pesantren manapun yaitu dengan guru
membacakan kitab kuning kemudian santri
menulis arti yang dibacakan oleh sang guru.
Setelah itu santri harus menangkap dan
memahami isi penjelasan dari terjemahan yang
telah ditulis tersebut.

2) Sorogan : sorogan merupakan metode dimana


santri membacakan kitab yang mereka pelajari
kemudian disimak oleh gurunya (Machsun
Rifauddin dkk, 2020). Biasa kegiatan sorogan ini
dilakukan saat kegiatan pelajaran hampir selesai
dengan tujuan untuk memperkuat pemahaman
materi tentang apa yang telah dipelajari dialam
kelas.

3) Hafalan : metode hafalan atau bisa disebut juga


muhafadhoh, metode ini digunakan untuk
memperkuat ingatan santri tentang isi materi yang
diajarkan, dengan mengahafal kumpulan materi-
materi berupa yang disebut nadhoman. (Fitriyah
dkk, 2019).

Literasi Bekal Penting Untuk Santri Bermasyarakat

Pesantren dulunya adalah sebuah Lembaga


yang hanya fokus terhadap kajian-kajian ilmu agama
tetapi seiring perkembangan zaman pondok
pesantren kini juga mempelajari ilmu-ilmu umum
didalamnya, dengan adanya sekolah-sekolah formal
didalam lingkungannya, maka tidak diragukan lagi
pesantren juga berkembang sesuai perkembangan
zaman saat ini.

Meninjau dari aspek diatas pesantren tentunya


akan menjadi sumber dan tempat literasi serta bekal
seorang santri dalam kehidupan bermasyarakat.
Lulusan pesantren sebagian besar memiliki
kematangan ilmu yang luas karena dan mahir dalam
penyampaian materi. Karena pada dasarnya santri
dicetak untuk menjadi orang terdepan dalam
mensyi’arkan ilmu-ilmu keislaman di kalangan
masyarakat luas (Zulfa dkk, 2019).

Salah satu pendidikan literasinya adalah


dengan mempelajari kitab kuning. Dimana didalamnya
berisakan pemikiran para ulama mengenai ilmu sosial
dan kemasyarakatan serta berbagai ilmu dalam bidang
lainya. Hal ini membuat santri akan kaya akan literasi
untuk kehidupan bermasyarakat kelak.

KESIMPULAN

Literasi adalah sebuah keseharusan penting


bagi guru untuk diajarakan kepada siswanya dimana
literasi adalah bisa menjadi sebuah alat untuk
membentuk sebuah individu yang kompeten untuk
mampu bersaing seiring perkembangan zaman.

Seperti halnya pesantren yang notabenya


dinilai memiliki system pendidikan kuno oleh sebgaian
msyarakat tetapi sebenarnya pesantren sekarang juga
tidak buta akan literasi dan justru pesantren memiliki
nilai kelebihan tersendiri karena memadukan ilmu
umum dengan ilmu agama.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. (2017). Pembelajaran Literasi : Strategi


Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika,
Sains, Membaca, dan Menulis. Jakarta: Bumi
Aksara.

Azim, A. (2019). Tradisi Literasi Pesantren (Manajeman


Pendidikan Literasi Di Pesantren Kreatif Baitul
Kilmah Yogyakarta. Yogyakarta: Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bagas Aldi Pratama, Machsun Rifauddin & Novi Nur


Ariyanti. (2020). Pembinaan Literasi di Pondok
Pesantren Sebagai Bekal Santri Hidup
Bermasyarakat. Jurnal Perpustakaan dan Ilmu
Informasi, 1, 99-112.

Fitriyah, Marlina & Suryani. (2019). Pendidikan Literasi


Pada Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok
Pesantren Nurul Huda Sukaraja. Jurnal Ilmiah
Multi Sciences, 11, 20-30.

Zulfa, Syahlan T. & Imron A. (2019). Pendampingan


Santri Untuk Membangun Tradisi Literasi di
Pondok pesantren Al Mubarok Mranggen
Demak. 19, 49-60.

MENCIPTAKAN GENERASI BERKUALITAS DENGAN


MENJADI GURU YANG LITERER

Oleh

Lutfia Asyhadi

Pendidikan merupakan tombak utama


kemajuan suatu negara, dengan memiliki pendidikan
berkualitas maka suatu negara itu mampu
mengguncangkan dunia dengan inovasi terbaik yang
mereka ciptakan dari generasi yang genius. Dalam
suksenya pendidikan tersebut maka tidak akan lepas
dari hebatnya seorang guru yang memiliki tugas
utama dalam mendidik, mengajar, melatih,
membimbing dan menilai peserta didik. Selain itu guru
juga menjadi figure terbaik bagi para peserta didik dan
lingkungannya, dengan begitu guru harus memiliki
kualitas terbaik dalam dirinya agar mampu
mengemban tanggung jawab, kewibawaan serta
disiplin dalam berprofesi.

Menjadi guru haruslah memiliki potensi yang


lebih, karena seorang guru itu akan menghadapi
bermcam watak dan prilaku dari peserta didiknya.
Dengan itu maka seoarng guru juga harus pandai
dalam membawa suasana kelas dan diluarnya. Selain
itu guru juga dituntut mampu mengikuti problematika
perkembangan zaman yang secara terus menerus
berubah dan berkembang.

Menjadi peran utama dalam pendidikan


haruslah memiliki banyak pengetahuan serta inovasi
terbaru untuk dikembangkan dan dituangkan kepada
peserta didik. Karena hal-hal yang inovatif sangat lah
dibutuhkan peserta didik dalam mengembangkan
pengetahuan yang mereka terima.

Menjadi guru bukanlah akhir dari selesainya


suatu proses belajar, melainkan menjadi jalan awal
untuk terus belajar. seorang guru haruslah memiliki
pengetahuan yang luas, hal itu didaptkan bukan saja
dari bangku kuliah dulu ataupun penataran dan
sebagainya. Melainkan guru itu harus menghobikan
diri untuk terus membaca dan kemudian
menuangkannya dalam tulisan, agar seorang guru itu
mengetahui problematikan disetiap eranya.
Guru itu harus memiliki literar yang baik, karena
dengan hal itu seorang guru itu akan memiliki ide yang
luas dan kaya akan kekereatifitasan.

Pendidikan pada masa kini sangat lah berbeda


dengan masa lalu dan orang-orangnya pun juga sangat
berbeda. Pada masa lalu mungkin guru cukup
memberikan materi serta contoh-contoh penerapan
materi kepada siswanya dan mereka mungkin dapat
menerimanya dengan baik dan cepat, dikarenakan
zaman dahulu belum ada tekhnologi yang canggih jadi
peserta didik zaman dahulu menuangkan rasa ingin
tahunya dengan membaca buku atau berdiskusi.
Namun berbeda dengan zaman sekarang yang mana
tekhnologi berkembang dengan pesat dan hal itu yang
menjadi permasalahan akan kurangnya minat baca
pada peserta didik serta selalu mengandalakan hal
yang isntan dari sebuah teknologi tersebut.

Di era yang serba digital ini generasi muda


sangat lah sulit untuk melirik dunia baca-membaca
dan menulis, karena tekhnologi digital sudah
memberikan banyak kemudahan, dengan hal itu
mereka lebih mudah menemukan hal-hal yang mereka
cari tampa harus membaca banyak buku.

Dengan itu seorang guru harus bisa menerima


tantangan yang ada pada era saat ini dengan
melakukan kreatifitas yang tak terbatas. Maka dari itu
seorang guru itu harus memiliki segudang
pengalaman yang menarik agar mudah di terapkan
pada peserta didik zaman ini. Guru yang memiliki
literer yang baik dan bagus, akan lebih mudah dalam
mengondisikan perkembangan zaman saat ini. Karena
guru-guru yang literer itu telah memiliki banyak bekal
dan pengalaman dari buku-buku yang dibaca dan
kemudian dituangkan dalam tulisan, yang nantinya
mungkin bisa dijadikan acuan kepada peserta didik
untuk dibaca sebagai umpan awal mencintai dunia
baca dan tulis.

Ketika guru memiliki literer yang baik maka ia


akan lebih mudah mengenali dunia peserta didiknya
dan lebih mudah membawa peserta didik ke jalan
yang diharapkan. Guru mungkin mengajak mereka
membaca melalusi digital dan media sosial serta
merancang buku-buku yang berbasis digigital.
Kemudian mencari permaslahan-permasalahn yang
baru di internet dan dikembangkan bersam untuk
menghasilkan inovasi terbaru.

Dengan hal itu anak-anak atau peserta didik


akan lebih senang dan merasa betah untuk terus
bereksplorasi dengan pelajaran yang diajarkan
tersebut. Dan apabila sesuatau hal itu didasari dengan
kesenangan maka sesuatu itu akan lebih mudah
menempel dibenak mereka, dan hal yang dulu mereka
rasa membaca itu adalah hal yang membosankan
namun berbalik ketika mereka di bimbing untuk
menemukan solusi yang mengasikkan. Dari itu maka
materi yang didapatkan akan menjadi berkualitas bagi
mereka.

Maka teruslah menambah wawasan dengan


menghobikan diri membaca dan menuangkannya
kedalam tulisan agar kita mampu menjadi guru yang
memiliki pengetahuan yang luas serta mampu
mencetak generasi-generasi yang cendakiawan dan
berfikiran kritis. Mulai dari sekarang dan taklukan
dunia dengan literer.

Daftar Pustaka

Denizulaiha, “Peran Guru Sekolah Dasar Dalam


Pembelajaran Di Era Teknologi Digital”. Proseding
Seminar Nasional 21 Universitas PGRI Palembang, 05
Mei 2016

Umar,Sidiq,”Etika dan Profesi Keguruan”.


Tulungagung : STAI Tuungagung, 2018.

Zainal, Arifin. “Menjadi Guruu Profesional”. Edutech,


Vol 1, No 3, Oktober 2013
Haryono,”101 Jurus Jitu Menjadi Guru Hebat”.
Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2017.

Salahudin, Ismail, dkk.”Kompetensi Guru Zaman Now


dalam Menghadapi Tantangan Era Revolusi Industri
4.0”. ATTHULAB, Vol 5, No 2, 2020

PERAN PENDIDIK DALAM MENUMBUHKAN


KEMAMPUAN LITERASI PESERTA DIDIK

Oleh : Duwi Lismawati

Dalam dunia pendidikan kerap kali kita


mendengarkan kata literasi. Nah, apakah yang
dimaksud dengan literasi itu? Literasi adalah
kemampuan memahami, mengakses, dan melakukan
sesuatu dengan bijak melalui berbagai macam
kegiatan, seperti halnya membaca, menuis, melihat,
dan mendengarkan, serta berbicara. Di negara
Indonesia sangatlah terkenal dengan sebutan negara
yang termasuk dalam kategori miris minat baca.
Negara Indonesia menduduki negara yang miris minat
baca dengan nomor urut 64 dari 65 negara. Hal ini
telah dibuktikan oleh Ketua Forum Pengembangan
Budaya Literasi Indonesia yang dirasa sangat
memprihatikan pada tenaga keguruan dan birokrat
dalam ranah pendidikan. Dalam meningkatkan
kemampuan literasi tak luput dalam peran seorang
pendidik dan tentunya juga atas kontribusi orangtua.
Jadi pada dasarnya untuk meningkatkan minat baca
pada peserta didik dibutuhkannya kolaborasi antara
semua pihak yang berwenang.

Peran seorang guru tak hanya sebagai pengajar


saja, melainkan juga sebagai fasilitator dan motivator
bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu, apapun yang
dilakukan oleh seorang guru maka tak jarang pula
murid untuk tak mengikuti langkahnya. Seperti halnya,
apabila ada seorang pendidik yang gemar dalam
membaca maupun menulis, maka kemungkinan
nantinya akan melahirkan generasi literasi bagi para
peserta didik.
Seorang guru juga mampu disebut sebagai
tokoh sentral dalam gerakan literasi apalagi di dalam
lingkungan sekolah. Dan disinilah peran orangtua
untuk membantu peran guru dalam meningkatan
kemampuan literasi sang anak ketika berada di
lingkungan rumah. Dengan adanya kemampuan
membaca dan menulis yang dimiliki sang anak, maka
akan menambah wawasan yang luas untuk
mengarungi dunia. Dari penjelasan diatas kita
tentunya mengetahui betapa pentingnya akan budaya
literasi bagi generasi para pemuda guna memperluas
wawasan dan memperdalam ilmu maupun
pengetahuan yang kelak nantinya berguna bagi
sesama.
DAFTAR PUSTAKA

Piya Firiyani. “Peran Guru Dalam Mengembangkan


Gerakan Literasi Melalui Kegiatan Kunjung
Perpustakaan Di Kelas II Sekolah Dasar”. Diakses pada
tanggal 30 Maret 2021 pukul 18.00.
Supartinah, Sumardi, dan Banu Setyo Adi. (2018).
“Model Pembelajaran Berbasis Balanced Literacy
Approach Bermuatan Nilai-Nilai Karakter Untuk
Pembelajaran Literasi Dasar Di Kelas Awal”. Jurnal
Penelitian Ilmu Pendidikan. Vol. 11. No. 1. Diakses pada
tanggal 30 Maret 2021 pukul 18.20.
Muakibatul Khasanah. (2015). “Pengembangan Model
Pembelajaran Baca Tulis Permulaan Dalam Perspektif
Emergent Literacy. Litera. Vol. 14. No. 1. Diakses pada
tanggal 30 Maret 2021 pukul 18.37.
Dianti Yunia Sari. (2017). “Peran Guru Dalam
Menumbuhkan Literasi Melalui Bermain Pada Anak
Usia Dini”. Jurnal Pendidikan Anak Pada Usia Dini. Vol.
1. No. 2. Diakses pada tanggal 30 Maret 2021 pukul
18.58.
Agus Umar. (2006). “ Peran Orangtua Dalam
Pengembangan Membaca dan Literacy Anak Usia 0-5
Tahun”. Al-Maktabah. Vol. 8. No. 2. Diakses pada
tanggal 30 Maret 2021 pukul 19.40.
ISTIQOMAH LITERASI 15 MENIT

Oleh : Siti Afifahtul Mukarromah

Pada dunia pendidikan, istilah literasi bukanlah


hal yang terdengar asing. Literasi adalah kemampuan
seseorang dalam mengkonstruksi makna melalui
kegiatan membaca dan menulis [ CITATION NiN18 \l 1057
]. Melalui kegiatan membaca dan menulis anak
mampu menambah pengetahuan dan membuka
cakrawala berpikir [ CITATION Sal14 \l 1057 ] . Literasi
adalah hal yang menjadi dasar yang penting guna
menunjang kehidupan anak. Membaca ialah suatu
proses yang dilakukan oleh pembaca untuk
mendapatkan pesan melalui media bahasa tulis
[ CITATION Dah16 \l 1057 ] . Kemampuan literasi dapat
mendorong anak dalam bersosialisasi hingga mereka
menuangkan idenya. Dilansir kompas.com pada 16
Oktober 2020 menyebutkan bahwa Indonesia
menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang memilki
tingkat baca yang rendah . Hal tersebut tentu bertolak
belakang dengan wahyu yang pertama kali turun yaitu
QS. Al-Alaq : 1-5 yang menjelaskan adanya perintah
membaca.

Menciptakan generasi literat memerlukan


proses yang kompleks dan sarana yang kondusif
[ CITATION Jak16 \l 1057 ]. Karena menumbuhkan
motivasi anak dalam membaca dan menulis
merupakan hal yang cukup sulit. Perlu keterlibatan
dari segala pihak. Pentingnya kesadaran berliterasi
sangat mendukung keberhasilan seseorang untuk
menyelesaikan bermacam permasalahan. Melalui
kemampuan literasi, seseorang tidak saja mendaptakn
ilmu pengetahuan tetapi juga bisa
mendokumentasikan sepenggal pengalaman yang
menjadi rujukan di masa yang akan datang [ CITATION
Iri17 \l 1057 ].

Melihat fenomena yang terjadi serta urgensitas


literasi, setiap sekolah tentu memiliki kebijakan dan
upaya dalam menangani rendahnya literasi di
Indonesia. SMAN 1 Gresik merupakan salah satu
sekolah yang berupaya menghidupkan budaya literasi
di sekolah. Istiqomah literasi 15 menit adalah program
yang dicanangkan demi meningkatkan kemampuan
literasi. Melalui program tersebut, setiap pukul 6.45
siswa harus tiba di sekolah dengan membawa buku
bacaan yang diminati. Buku tersebut dibaca selama 15
menit sebelum jam pelajaran dimulai. Target minimal
yang harus dicapai oleh siswa ialah menyelesaikan
satu buku bacaan. Selain harus menyelesaikan buku
bacaan tersebut, siswa juga harus mengumpulkan
hasil resume buku yang telah dibaca.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan


melalui program yang dicanangkan oleh SMAN 1
Gresik, para guru dan seluruh warga sekolah berharap
siswa yang menjadi generasi penerus bangsa akan
termotivasi untuk terus meningkatkan minat baca dan
tulis. Selain itu, program yang telah dijalankan mampu
memotivasi sekolah lain untuk menerapkan budaya
literasi.

DAFTAR PUSTAKA
Irianto, P. O., & Febrianti, L. Y. (2017). PENTINGNYA
PENGUASAAN LITERASI BAGI GENERASI MUDA
DALAM MENGHADAPI MEA. The 1st Education And
Language International Conference Proceedings Center
For International Language Development Of Unissula .
Padmadewi, N. N., & Artini, L. P. (2018). Literasi Di
Sekolah Dari Teori Ke Praktik. Bali: Nilacakra.
Patiung, D. (2016). MEMBACA SEBAGAI SUMBER
PENGEMBANGAN INTELEKTUAL . Al-Daulah .
Saleh, T. (2014). PENTINGNYA MEMBACA DAN
MENGGUNAKAN PERPUSTAKAAN DALAM
MENGUBAH KEHDUPAN MANUSIA. Jupiter .
Warsihna, J. (2016). MENINGKATKAN LITERASI
MEMBACA DAN MENULIS DENGAN TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK). Kwangsan .
TANTANGAN GURU LITERER DI ERA MILENIAL

Oleh: Nofiyati

Kita tau bahwa di era milenial ini begitu banyak


tantangan dan peluang pada bangsa kita ini baik di
masa sekarang atau yang akan datang. Dengan
melihat prosentase milenial di Indonesia sendiri
menunjukkan jumlah yang besar yakni 33,75%, selain
itu diikuti dengan jumlah generasi Z yakni 29,23%,
generasi X 25,74% dan generasi baby boomers dan
veteran yang menunjukkan prosentase paling terkecil
yakni sebesar 11, 27%, sehingga dengan melihat
banyaknya jumlah kaum milenial yang semakin paham
akan demografi (Imelda, 2019). Di dunia pendidikan
sendiri dengan melihat perkembangan teknologi yang
begitu pesat di zaman ini membawa pengaruh
terhadap peran dan fungsi seorang guru apalagi guru
literer dengan munculnya berbagai macam
problematika yang ada seorang guru literer di era ini
diharuskan lebih pintar dalam menghadapi tantangan
dan peluang dan bijak dalam penggunaan strategi
yang digunakannya.

Sebuah istilah bagi generasi milenial ialah


mereka yang lahir pada era 1980-an sampai 2000 serta
dekat dengan perangkat teknologi digital. (Sari, 2019)
Jika melihat dari kategori umur pada generasi ini
berkisar usia 15-34 tahun, yang mana kisaran usia
tersebut rata-rata usia seorang mahasiswa yang
menempuh pendidikan di perguruan tinggi yakni
kisaran usia 19-34 tahun. (Syarif Hidayatullah, 2018)

Guru literer pada dasarnya tidak hanya


mengajarkan materi kepada peserta didiknya tetapi
juga dalam tatanan kehidupan yang kompleks. ketika
seorang guru tersebut telah membuka sebuah
peluang pertanyaan, berbagi, saling diskusi, artinya
seorang guru tersebut sudah mempunyai kecakapan
literer dan seorang guru literer ini tidak takut dengan
apa yang ada melainkan beliau akan menghadapinya
dan menjadi guru sepanjang hayatnya dan tak kenal
lelah. (Mubarok, 2018)
Tantangan guru literer di era milenial bahwa
guru literer pada era ini harus mengerti teknologi,
seorang guru literer alangkah baiknya bisa
menerjemahkan kemajuan teknologi dengan tepat
proporsional pada sebuah proses pembelajaran.
Selain itu seorang guru literer juga diharapkan
mampu mengakomodasi kecerdasan majemuk,
dengan menghadirkan sebuah inspirasi dan motivasi
sehingga seorang peserta didik dapat
mengembangkan potensinya dan seorang guru literer
di era ini jangan hanya mencemaskan teknologi dari
dampaknya saja, melainkan juga harus bisa melihatnya
dari segi tantangan serta peluangnya yang mana
seorang guru literer mampu mempengaruhi peserta
didik melalui karya-karya yang berkualitas serta
memberikan pendidikan karakter pada generasi ini
melalui penguatan pemahaman yang kritis, dari
pemahaman kritis ini guru literer dapat berlanjut pada
pemaknaan dan penemuan karya yang kreatif sebab
pada generasi milenial ini akan berusaha menemukan
temuan-temuan atau karya-karya yang baru sesuai
dengan tuntutan zaman. (Nata, 2020)
Oleh karena itu dapat disimpulkan dalam
pemaparan di atas bahwa dengan melihat jumlah
milenial yang banyak di Indonesia dan perkembangan
teknologi yang begitu pesat sesuai zamanya generasi
milenial dituntut untuk bisa dalam dunia digital dan
diharapkan seorang guru literer tidak hanya
menghawatirkan dampak teknologi saja melainkan
juga bisa melihat melalui tantangan dan peluangnya
sehingga dengan kemajuan teknologi, guru literer
dapat membawa peserta didik pada perkembangan ke
arah yang lebih baik secara tepat dan sesuai dalam
proses pembelajaran.

Daftar Pustaka

Imelda. (2019). Generasi Meilenial dalam Industri 4.0:


Berkah Bagi Sumber Daya Manusia Indonesia
atau Ancaman. Indonesia: Deloitte Indonesia
Perspectives.

Mubarok, Z. (2018). Inspiring Factual Education:


Pendidikan Faktual yang Menginspirasi.
Yogyakarta: Ganding Pustaka.

Nata, A. (2020). Pendidikan Islam Di Era Milenial.


Jakarta: Kencana.
Sari, S. (2019). Literasi Media Pada Generasi Milenial Di
Era Digital. Jurnal Professional FIS UNIVED Vol.6
No.2.

Syarif Hidayatullah, d. (2018). Perilaku Generasi


Milenial dalam Menggunakan Aplikasi Go-Food.
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol.6 No.2.

Meningkatkan Keterampilan Literasi Bagi Guru


Penulis:
Kresna Ilyasa Batistuta (1810192)
kresnaiyas@gmail.com
Pendahuluan
Dunia pendidikan tidak akan terlepas dengan
istilah yang disebut dengan literasi. Literasi
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan minat
baca atau membaca dan orang yang melakukan
kegiatan literasi dapat disebut dengan literatur.
Pendidikan di Indonesia terkadang masih kurang
menunjukkan semangat literasi, baik guru maupun
peserta didik. Maka dari itu, pada penulisan artikel ini
akan membahas mengenai keterampilan literasi
khususnya bagi guru. Tujuannya adalah jika guru
memiliki minat atau kemampuan literasi yang tinggi
akan berdampak pula kepada peserta didik yang diajar
oleh mereka yang secara tidak langsung juga akan
meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.
Isi
Keterampilan literasi dapat diartikan sebagai
keterampilan berkaitan dengan membaca atau
menulis, namun tidak hanya dua hal tersebut
melainkan juga berkaitan dengan keterampilan
menginterpretasikan sumber-sumber informasi dalam
berbagai macam bentuk [ CITATION Sup16 \l 1057 ]. Jadi
literasi itu tidak hanya berkaitan dengan membaca
maupun menulis tapi juga berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk menangkap informasi
serta menjelaskan informasi yang telah didapat dari
berbagai macam sumber yang telah dibaca.
Literasi terbagi menjadi lima komponen yaitu
literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media,
literasi teknologi, dan literasi media [ CITATION Ang \l
1057 ]. Berbagai komponen literasi yang ada tersebut
setidaknya harus dimiliki oleh seorang guru. Seorang
guru harus memiliki kemampuan seperti membaca,
menulis, memanfaatkan perpustakaan,
memanfaatkan media, menggunakan teknologi, dan
kemampuan berpikir secara kritis.
Pada Modul K13 juga ada yang namanya literasi
informasi dimana hal tersebut berkaitan dengan
keterampilan berpikir saat memanfaatkan berbagai
macam sumber dengan berbagai macam bentuk
seperti visual, audio, cetak, dan digital [ CITATION Tan15
\l 1057 ]. Perlu diingat bahwasannya kurikulum yang
digunakan pada saat ini adalah K13. Maka dari itu,
seorang guru juga harus menerapkan semua yang ada
pada K13. Guru juga harus memiliki keterampilan
literasi informasi yang dijelaskan pada K13.
Kemendikbud telah membuat program yang
dapat meningkatkan keterampilan literasi, yaitu
program Gerakan Literasi Bangsa [ CITATION IMa17 \l
1057 ]. Sebagai contoh dari program tersebut adalah di
SMP Negeri 1 Batu telah diadakan program membaca
selama 15 menit, tidak hanya bagi siswa melainkan
juga bagi guru. Adanya program membaca tersebut
merupakan program yang dapat meningkatkan
keterampilan literasi bagi guru.
Selain itu, kemajuan teknologi juga
memunculkan yang namanya literasi digital yang
dimana literasi digital berkaitan dengan kemampuan
dan ketertarikan dalam mencari informasi dengan
memanfaatkan teknologi digital [ CITATION Asa19 \l
1057 ]. Adanya kemajuan teknologi dapat dimanfaat
oleh seorang guru untuk meningkatkan kemampuan
literasinya. Kemajuan teknologi semakin
mempermudah guru untuk mencari informasi dan
dapat digunakan sebagai bahan untuk mengajar di
kelas. Namun yang harus diingat bahwa tidak semua
informasi harus diterima, melainkan harus disaring
terlebih dahulu kemudian disharing kepada peserta
didik.
Penutup
Adanya berbagai macam bentuk keterampilan
literasi menjadikan guru memiliki banyak opsi untuk
meningkatkan literasi mereka. Selain itu, program
yang telah dibuat oleh Kemendikbud dapat
dimanfaatkan oleh seorang guru untuk meningkatkan
keterampilan literasi. Kemajuan teknologi juga
semakin mempermudah guru untuk mencari berbagai
macam informasi yang secara tidak langsung juga
akan berdampak pada keterampilan guru dalam
budaya literasi.
Daftar Pustaka
Anggaraeni, F. D., & Rola, F. (t.thn.). Literasi Informasi
pada Guru. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di
Era Revolusi Informasi , 153-158.
Asari, A., Kurniawan, T., Ansor, S., & Putra, A. B.
(2019). Kompetensi Literasi Digital bagi Guru dan
Pelajar di Lingkungan Sekolah Kabupaten Malang.
BIBLIOTIKA: Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi ,
98-104.
Supiandi. (2016). Menumbuhkan Budaya Literasi di
Sekolah dengan "Program Kata". Simposium Guru , 1-
15.
Suragangga, I. M. (2017). Mendidik Lewat Literasi
untuk Pendidikan Berkualitan. Jurnal Penjaminan
Mutu , 154-163.
Wardi, T. D. (2015). Efikasi Diri dan Kemampuan
Literasi Informasi pada Guru Sekolah Menengah Atas.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi , 65-73.

Peran Penting Guru Sebagai Penggerak Budaya


Literasi di Sekolah
Oleh: Mellania Afnani Majid (18110193)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti, maka Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan gerakan
literasi sekolah sebagai implementasinya. Gerakan
literasi merupakan gerakan dalam upaya
menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar
siswa memiliki budaya membaca dan menulis
sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat.

Maka dari itu, pada 18 Agustus 2015 pemerintah


Republik Indonesia melalui Kemendikbud merilis
Gerakan Literasi Sekolah dimana untuk
merealisasikannya butuh dukungan dari berbagai
pihak dan kegiatan penunjang yang seirama.
Muncullah Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB)
yang mengangkat tema “Menciptakan Ekosistem
Sekolah dan Masyarakat Berbudaya Baca-Tulis serta
Cinta Sastra” dan dengan moto “Mari Menjadi Bangsa
Pembaca”. Dengan dasar ini kegiatan literasi tidak
hanya menjangkau siswa dan guru di sekolah tetapi
juga anak-anak serta pegiat komunitas baca.

Dalam lingkungan sekolah, guru mempunyai


peran yang begitu penting dalam menumbuhkan dan
mempertahankan budaya siswa dan guru untuk
melakukan kegiatan membaca 15 menit sebelum
pelajaran dimulai. Mengingat minat baca siswa-siswi di
Indonesia masih kurang. Merujuk pada hasil survei
UNESCO pada 2011, indeks tingkat membaca
masyarakat Indonesia hanya berada pada angka 0,001
persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000
penduduk yang masih “mau” membaca buku dengan
serius (tinggi). Oleh karena itu ini merupakan waktu
yang tepat dalam memperbaiki dan meningkatkan
minat bacanya.

Alokasi waktu selama 15 menit sebelum memulai


pelajaran diharapkan dapat dimaksimalkan dengan
baik. Dimana guru bertindak sebagai pendamping dan
pengarahnya. Buku bacaan yang dibaca ialah buku
bacaan bebas selain buku pembelajaran. Pada
umumnya, GNLB memakai cerita rakyat sebagai bahan
bacaan yang mengandung nilai budi pekerti dan
membawa pengaruh bagi pembacanya. Literasi bukan
hanya saja tentang membaca tetapi juga tentang
menulis, dimana dalam hal menulis siswa diharapkan
bisa meringkas teks kemudian dapat mengkonversi
atau menyampaikan isi dari apa yang sudah dibacanya
dengan mencerminkan nilai-nilai positif. Disini peran
guru adalah membantu siswa-siswinya menemukan
apa yang akan dituliskan oleh siswa-siswinya dari
bahan bacaanya dan bagaimana menuliskan kembali
isi bahan bacaannya dengan jelas, sistematis dan
menarik. Guru merupakan penggerak dan pemberi
saran dalam aktivitas ini.

Gerakan ini diharapkan dapat terus ada dan


menjadi kebiasaan yang permanen yang berada dalam
lingkungan positif dan terliterasi. Maka dari itu perlu
dorongan dari berbagai pihak tidak hanya peran aktif
dari guru tetapi juga tokoh atau pejabat setempat
yang harus menggencarkan gerakan literasi, orang tua
sebagai pendukung, pegiat atau aktivis kelompok
baca dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka:

Kemendikbud. 2016. Pedoman Gerakan Nasional


Literasi Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Dewi, Raras Santika. 2017. Budaya Literasi Sebagai


Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia.

Kemendikbud. 2019. Tingkatkan Literasi Baca-Tulis,


Kemendikbud Adakan Pertemuan Penulis Bahan
Bacaan.
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor:
145/Sipres/A5.3/HM/IV/2019

Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2017. Gerakan


Literasi Sekolah.

LITERASI PADA SATUAN PENDIDIKAN


Aniq ziyya labiiba
A. PENDAHULUAN
Pada saat terjadinya pembelajaran salah satu sarana
pendukung dalam mensukseskanya adalah dengan
hadirnya literasi diantara pelajar. Kepahaman dari
literasi sendiri adalah suatu bentuk kreatifitas berfikir
yang medianya menggunakan berbagai sumber-
sumber ilmu pengetahuan yang ada, baik itu berupa
pegetahuan yang didapatkan melalui media cetak,
digital ataupun media visual yang didalamnya
mengandung literasi dalam pengetahuan. Guru yang
menjadi salah satu agensi pendidik memilki tuntutan
untuk mempunya konseptual dalam berliterasi dalam
hal informasi dengan berpacu pada perkembangan
zaman yang sangat pesat. Membahas literasi
informasi sendiri ialah bentuk kapasitas yang dimiliki
seorang induvidu dalam mengetahuan tingkatan
dibutuhkanya informasi tersebut. berbicara mengenai
komponen dasar dari leterasi, terdapat lima
pomponen, yakni; membaca, menulis, berbicara,
mendengarkan, berhitung dan yang terkahir
kemampuan dalam mengambarkan perkara.

B. ISI
Tendensi pada tinggi rendahnya literasi media dan
rendahnya literasi pada media visual, tentu mengenai
hal tersebut dapat dijelaskan melalui literasi informasi.
Pengertian komponen dari literasi visual adalah
sebuah konsolidasi melalui komponen yang dihasilkan
dari literasi media dan komponen literasi teknologi.
Memang cenderung mengarah pada tingkatan rendah
untuk literasi media, jika dibandingkan pada literasi
teknologi. Dari hal tersebut sangat dimungkinkan
dalam mempengaruhi literasi visual. Sebagian dari
pendidik mempunyai devinisi tersendiri perihal literasi
media, kemudian timbulah kecenderungan
menafsirkan media sebagai media dalam subuah
sistem pembelajaran dikarenakan istilah literasi pada
media belum cukup terkenal6. Ada beberapa faktor
penghambat dalam pemerataan
mengimplementasikan literasi berbasis informasi
diantaranya, dari pihak manajemen dan beserta
pendidik kurangnya kerja sama dalam memberikan
dukunga, waktu pembelajaran yang cukup padat,
sarana dan prasarana sekolah yang kurang memenuhi
tsandarisasi dunia pendidikan, begitu juga dangkalnya
pengetahuan terhadap literasi informasi dari pihak
manajemen sekolah ataupun peserta didik itu sendiri,
begitu juga belum adanya kepastian pada satuan
nasional mengenai standard kurikulum literasi. Maka
dari itu dibutuhkan berbagai bentuk pengayaan
melalui perencana dan pelaksaan yang terperogram.
Melalui pragram pengayaan ini literasi dapat dengan

6
Puty Siyamitri, Literasi Media Internet pada Kalangan Guru
Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Medan, Jurnal Simbolika, vol.1,
No.2, 2015, hal. 166
melalui pelatihan yang mengarah pada pencarian
informasi7.
C. PENUTUP
Pada induvidu literasi informasi merupakan suatu
gambaran yang cukup kompleks. Untuk tingkatan
pendidik hal ini dibutuhkan pragram pengayaan
sebagai wujud menyeimbangkan kompetensi dalam
bidang literasi media dan visual, dengan demikian
adanya peluang dalam komponen literasi informasi.
D. DAFTAR ISI
Puty Siyamitri (2015), Literasi Media Internet pada
Kalangan Guru Sekolah Menengah Kejuruan di Kota
Medan, Jurnal Simbolika, vol.1, No.2. Diakses pada 29
maret 2021 dari file:///C:/Users/HP/Downloads/203-527-
1-PB.pdf
Diyah Mintasih (2018), Mengembangkan Literasi
Informasi Melalui Belajar Berbasis Kehidupan
Terintegrasi PBL Untuk Menyikapi Calon Pendidik Dalam
menghadpi Era Revolusi. Jurnal Elementary, Vol.6,No.2.
Diakses pada 29 maret2021.
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/elementary/a
rticle/viewFile/4390/2856
7
Diyah Mintasih, Mengembangkan Literasi Informasi Melalui
Belajar Berbasis Kehidupan Terintegrasi PBL Untuk Menyikapi
Calon Pendidik Dalam menghadpi Era Revolusi. Jurnal Elementary,
Vol.6,No.2, 2018, hal.284.
Urgensi Menjadi Guru Literer Dengan
Memanfaatkan Teknologi

M Nasril Nirwansyah
1. Pendahuluan

Perkembangan dunia yang semakin maju


dalam segala bidang semakin menjadi-jadi, terlebih
lagi pada hal teknologi yang semakin mendominasi
di segala bidang di dunia menjadikan setiap
manusia diharuskan untuk dapat mengembangkan
dirinya agar dengan adanya perkembangan yang
semakin cepat ini, manusia tidak sampai tertinggal
dengan perkembangan yang ada.

Bukan sebuah ucapan belaka, tetapi


perkembangan yang banyak terjadi terutama di
sepuluh sampai lima belas tahun terakhir
memberikan banyak perubahan tidak kepada
beberapa negara saja, melainkan hampir seluruh
dunia sudah mengalami hal tersebut.

Terutama dengan adanya perkembangan pada


bidang teknologi merupakan sebuah sarana yang
bagus dan tepat ketika setiap manusia dapat
mengembangkan potensinya dengan
memperbanyak mengkonsumsi segala sesuatu
yang ia butuhkan dan ia punya di banyak teknologi
yang berkembang hingga saat ini.

Segala aspek bidang di semua negara mulai


dari politik pemerintahan, pembangunan,
teknologi, hingga pada pendidikan sudah banyak
mengalami perkembangan yang pesat, sehingga
dengan kata lain, agar dapat memanfaatkan
semua hal tersebut setiap manusia juga diharuskan
mengembangkan dirinya.

2. Pembahasan

Kata literer atau literasi merupakan gerakan


yang sudah banyak diserukan oleh sebagian besar
orang untuk membentuk generasi-generasi yang
dapat mengambil banyak manfaat yang terdapat
pada dunia yang semakin berkembang sangat
cepat hingga sekarang. Tujuan yang dilakukan
tersebut bukan merupakan tujuan yang sepele,
karena dengan membangkitkan gemar berliterasi
yaitu dengan meningkatkan gemar dengan
membaca dan menulis merupakan terobosan yang
nyata untuk dapat mengembangkan diri dengan
apa yang banyak terjadi hingga sekarang.

Hampir di setiap aspek bidang mengalami


banyak sekali dampak perkembangan yang cukup
pesat, dampak tersebut bukan hanya berupa
dampak yang buruk, tetapi apabila bisa banyak
mengambil kemanfaatan dari perkembangan yang
terus mengalami perkembangan dapat
memberikan dampak yang sangat baik bagi orang-
oang yang bisa memanfaatkan perkembangan
tersebut dengan baik dan bijak.

Terlebih lagi dengan perkembangan pada


bidang teknologi juga banyak memberikan
kontribusi yang cukup mendominasi hingga
sekarang, dengan adanya hal tersebut dapat
memberikan banyak dampak yang cukup
berpengaruh pada kehidupan seseorang yang
menikmatinya, pasalnya dengan perkembangan
yang terus mengalami peningkatan di setiap
harinya teknologi juga bisa dinikmati oleh setiap
manusia, mulai anak-anak hingga orang tua
sekalipun, sehingga dengan memikirkan dampak
yang akan terjadi, terutama pada generasi-
generasi muda, perlu bagi orang dewasa untuk
dapat memberikan kontrol terhadap anak-anak
remaja yang masih belum memiliki pemikiran yang
matang di usianya.

Salah satu solusi untuk dapat mengembangkan


diri, yaitu dengan meningkatkan minat literasi bagi
setiap orang, terutama bagi anak-anak. Perhatian
yang juga diberikan oleh pemerintah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan atau yang biasa
disapa Kemendikbud yang memberikan gagasan di
penhujung tahun 2015 terkait dengan Gerakan
Literasi Bangsa. Dengan adanya gerakan tersebut
merupakan gagasan yang baik bagi orang-orang
yang dapat melaksanakan dalam kehidupan sehari-
harinya, terlebih lagi dapat menjadikan literasi
sebagai kebutuhannya. Namun, dengan gagasan
yang diluncurkan tersebut tanpa adanya dorongan
dari pemerintah untuk mengkontrol
perkembangan yang dilakukan secara berkala
menjadikan gagasan tersebut hanya dapat menjadi
sebuah gagasan saja tanpa banyak memberikan
perbubahan.

Untuk membentuk generasi anak-anak yang


gemar dengan litersasi juga tidak dapat dilakukan
dengan hanya memberikan perintah saja terhadap
anak-anak, melainkan untuk memulainya orang
yang banyak bertatap muka, terutama guru
sebagai orang yang akan berkompeten dalam
membawa anak-anak untuk dapat bersaing di
kemudian hari, seorang guru juga diharapkan
untuk dapat menjadi guru yang gemar akan literasi
sebelum memberikan perintah kepada anak-anak
didiknya untuk gemar berliterasi. Dengan
menanamkan dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari pada guru tersebut, bukan tidak
mungkin bagi guru tersebut bisa masuk ke dalam
diri setiap anak-anak didiknya, dan penekanan
yang ada pada kata masuk tersebut merupakan
bentuk mengenal kebutuhan dan kesukaan dari
setiap anak-anak didiknya, dan dengan
menerapkan sedemikian hal demikian dengan
benar-benar mengambil manfaat dari
perkembangan teknologi dari berbagai platform
bukan tidak mungkin bagi guru tersebut menjadi
orang yang diteladani oleh anak-anak didiknya.

3. Penutupan

Perkembangan teknologi yang terjadi hingga


saat ini banyak sekali dampak yang dapat diterima
oleh para penikmatnya, baik dari kalangan anak-
anak hingga orang dewasa sekalipun. Tentu saja,
dampak yang didampakkan tidak hanya dampak
yang bersifat negatit, tetapi dengan pemakaian
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan
dengan banyak-banyak mengambil manfaat, dapat
memberikan dampak yang sangat baik bagi
penikmatnya. Untuk itu, dengan berkembangnya
teknologi tersebut yang dapat digunakan sebagai
sarana literasi bagi setiap orang, terutama bagi
anak-anak, merupakan investasi yang sangat
menguntungkan bagi anak-anak di kehidupan yang
sekarang dan setelahnya. Namun, untuk
menghidupkan gemar literasi, tentunya harus ada
yang memulainya, yaitu orang-orang dewasa. Dari
kalangan orang dewasa, guru yang merupakan
sosok orang yang berkopenten dalam
perkembangan anak-anak harus dapat memulai
untuk gemar berliterasi, dengan memanfaatkan
teknologi yang ada, tidak hanya menjadikan guru
tersebut lebih baik dari sebelumnya, tetapi dengan
mengambil manfaat pada setiap platform bukan
tidak mungkin bagi guru tersebut yang mencoba
mengenal kebutuhan dan kesukaan dari anak-anak
didiknya dapat menjadi guru yang diteladani bagi
anak-anak didiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.2017. Buku
Saku Gerakan Literasi Sekolah Dari Pucuk Hingga Akar.
Jakarta: Sekretaris Satuan Tugas Gerakan Literasi
Sekolah Kemendikbud.

Suragangga, I Made Ngurah. 2017. Mendidik Lewat


Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas. Jurnal
Penjaminan Mutu, Vol. 3, No. 2

Warsihna, Jaka. 2016. Meningkatkan Literasi Membaca


Dan Menulis Dengan Teknologi Informasi Dan
Komunikasi (Tik). Jurnal Kwangsan, Vol. 4, No. 2

Isma, Fitratul, dkk. 2018. Kebijakan Gerakan Literasi


Sekolah (Konsep Dan Implementasi). Jurnal Abdau, Vol.
1, No. 2

Hapsari, Widyaning, dkk. 2017. Peningkatan


Kemampuan Literasi Awal Anak Prasekolah melalui
Program Stimulasi. Jurnal Psikologi, Vol. 44. No. 3

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/co
ntent/mengoptimalkan-peran-sastra-dalam-
pembentukan-karakter-bangsa diakses pada 31/3/2021
pukul 12:24

Yang belum mengirimkan file teks artikel :


1. Ahmad Fachruddin Hanif
2. Moch. Faishal Falah Alfayed Kensyach Aulia
Bachtiar
3. Muhammad Ilham Nur Wahid

Anda mungkin juga menyukai