Anda di halaman 1dari 23

CRITICAL BOOKS REVIEW

Mata Kuliah : Geografi Regional Asia Tenggara dan Pasifik

OLEH :
NAMA : PUTRI HANDAYANI SIAHAAN
NIM : 3162131005
KELAS : C REGULER 2016

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga Saya dapat menyusun Critical
Book Review ini dengan baik dan tapat pada waktunya.
Critical Book Review ini dibuat dengan mengambil berbagai sumber dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan Critical Book Review ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
Critical Book Review ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk
memberikan saran dan keritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat saya harapkan untuk penyempurnaan Critical Book Review ini
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Medan, Februari 2018

Putri Handayani Siahaan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ 2
DAFTAR ISI................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................... 4

BAB II ISI BUKU......................................................................................... 5


2.1 Identitas Buku Utama............................................................................... 5
2.2 Identitas Buku Kedua............................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN............................................................................. 20


3.1 Perbandingan Kedua Buku........................................................................ 20
3.2 Implikasi.................................................................................................... 21

BAB IV PENUTUP....................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan.................................................................................................22
4.2 Saran.......................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asia Tenggara sebagai Kesatuan Fisik dan Asia Tenggara sebagai Kesatuan
Manusia. Reid mengkaji proses imigrasi bangsa-bangsa luar ke Asia Tenggara sekitar
abad 16-19 yang membuat perubahan besar dalam hal demografi masyarakat Asia
Tenggara yang nantinya menyebabkan kontak budaya berupa adaptasi, konflik,
akulturasi, asimilasi, dan lain sebagainya. Dinyatakan bahwa China adalah bangsa
pertama yang menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara
seperti Filipina dan Nusantara. Selain itu terdapat pula bangsa India dan Jepang yang
memiliki hubungan dagang dengan bangsa di kawasan Asia Tenggara sembari
membawa motivasi untuk menambah perekonomian Shogun (Jepang) serta
menyebarkan kultur kebudayaan (India). Lebih lanjut ditambahkan Reid, Perang
Salib yang menyebabkan peralihan jalur dagang menjadi salah satu faktor utama
penyebab kedatangan bangsa Eropa ke Asia Tenggara dengan membawa semangat 3
G (Gold, Glory, Gospel) mereka.

1.2 Tujuan
Penulisa critical books review ini bertujuan untuk :
1. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam memahami isi buku.
2. Memberikan penilaian terhadap buku.
3. Membandingkan kedua buku.

1.3 Manfaat
Penulisa critical books review ini memberikan banyak manfaat diantaranya
yaitu :
1. Sebagai media informasi .
2. Sebagai penambah wawasan / pengetahuan
BAB II
ISI BUKU

b. Informasi Buku Utama


Judul : Pengantar Geografi Regional
Penulis : Dr. Marhadi S.K.,M.Si
ISBN : 978-602-258-222-9
Penerbit : Ombak
Tahun terbit : 2014
Urutan cetakan : Kedua
Tebal buku : xxii+234 halaman

REALM GEOGRAFI DUNIA


A. Realm-Realm Geografis Asia
1. Benua Asia
Negara Asia yang paling luas adalah Cina dengan wilayahnya sebesar
9.560.990 km2. Sebaliknya negara Singapura termasuk negara yang paling sempit
wilayahnnya (583 km persegi) sebagi negara kota. Jumlah penduduk yang terbanyak
di Asia ditempati Cina (lebih dari satu milyar jiwa), disusul India (900 juta jiwa)
sedangkkan penduduknya yang sedikit adalah terdapat di Qatar (500 Jiwa).
Pegunungan Himalaya yang wilayahnya luas, dimulai dari knot yang sangat terjal dan
berbukit kasar sebagai pusatnya. Pegunungan ini membentang sepanjang perbatasan
cCina, India dan Nepal. Gunung tertinggi di dunia Moount Everest ketinggianna
8.848 m. Wilayah yang terendah di Asia adalah laut mati kedalamannya 397 mdpl.
Perbedaan yang ekstrim di Asia ini mengakibatkan keadaan iklim pun berbeda
kekontrasannya,, ada wilayah iklim yang basah seperti di Kepulauan Indonesia,
Filipina dan daerah pantai Vietnam, Thaailand dan Malaysia yang dii tutupi oleh
hutan hujan tropis yang menerima curah hujan sebesar203 cm/hujan.
Benua Asia menurut beberapa ahli seperti De Blij dan Muller (2004) dibagi
menjadi 1) Realm Asa Timur, 2) Realm Asia Selatan, 3) Realm Asia Timur, 4) Realm
Asia Barat Daya dan Afrika Utara.
B. Realm Geografis Asia
1. Realm Asia Tenggara
Realm Asia Tenggara merupakan suatu mozaik dan tersusun dari
keanekaragaman sekumpulan natural landscape, etnik, kebudayaan dan ekonomi.di
Realm ini menunjukkan adanya kontes persaingan antara dua kekuatan yang berasal
dari negara adikuasa dan mempunyai kemiripan dengan Realm Eropa Timur. Selama
masa penjajahan istilah Indochina untuk menyebutkan bagian darata Asiaa Tenggara,
karena mencerminkan asal-usul kelahiran kebudayaan yang ada di wilayah ini dan
menyebar keseluruhan Realm Asia Tenggara. Realm ini dipengaruhi oleh India,
China, Eropa dan Amerika dan tersusun meliputi belasan agama dan ribuan bahasa
dan ekonomi yang tersebar baik di daerah pusat maupun pinggiran. Secara alamiah
Realm Asia Tenggara terdiri dari semenanjung daratan benua dan suatu jalur busur
terdiri dari ribuan pulau. Realm ini terdiri dua region geographic yakni daratan
(Mynmar, Kamboja, Thailand, Laos dan Vietnam) dan kepulauan (Indonesia,
Filipina, Malaysia dan Timor Leste.
Kualitas Geografis Utama Realm Asia Tenggara

1. Asia Tenggara membentang dari Semenanjung benua sampai ke kepulauan


dilepas pantai. Karena Indonesia mengontrol sebagian Pulau Papua, maka
fungsional region ini menyusup sampai kedalam Realm geografis Pasifik
2. Asia Tenggara memiliki kemiripan dengan Eropa Timur sebagai jalur
terpecah-pecah diantara kekuatan yang saling bermusuhan dan kebudayaan,
serta geografi politik terpecah-pecah oleh campur tangan pihak asing
3. Keadaan fisiografik Asia Tenggara didominasi dengan relief yang tinggi,
ditandai ketidakstabilan oleh adanya aktifitas vulkanik dan gempa bumi, serta
beriklim tropis
4. Mayoritas penduduk Asia Tenggara yang berjumlah lebih lebih setengah
miliar tinggal di Indonesia, dan Filipina. Rata-rata pertambahan penduduk
diwilayah kepulauan melebihi pertambahan pendudukdiwilayah daratan
5. Walaupun asal-usul nenek moyang bangsa Asia Tenggara sama, tetapi
kebudayaan dan tradisi lokal beraneka ragam sesuai dengan keadaan
isiografisnya.
6. Legalitas pengaruh kekuatan asing baik yang berasal dari bangsa Asia
maupun non-Asia masih terus berlangsung dan membentuk bentang budaya di
Realm ini
7. Geografi politik Asia Tenggara memperlihatkan variasi tipe batas dan
beberapa kategori morologi wilayah negara
8. Sungai Mekong disebut sungai Danube Asia Tenggara berasal dari Cina
mengalir ke empat negara di Asia Tenggara sebagai penumpang bagi
kehidupan puluhan juta petani, nelayan dan para pemilik perahu.
9. Indonesia sebagai negara yang terluas dan terbanyak penduduknya di Realm
ini tidak dinyatakan sebagai negara yang mampu mendominasi di Realm ini
karena kesalahan managemen, korupsi, walaupun demikian secara potensial
Indonesia akan berkembang.

B. Informasi Buku Pembanding


Judul : “Asia Tenggara dalam Kurun Niaga (Tanah dibawah Angin)”.
Penulis : Anthony Reid
ISBN : 978-979-461-107-7
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun terbit : 2014
Urutan cetakan : Cetakan Ketiga
Dimensi buku : xxxiv + 322 hlm, 24 cm
Tebal buku : 322Halaman.
Bahasa : Indonesia.
Buku tulisan Anthony Reid yang membahas mengenai perkembangan wilayah
Asia Tenggara dalam kurun niaga ini dibagi dalam lima bab, yang terdiri atas
Pendahuluan: Tanah di Bawah Angin, Kesejahteraan Fisik, Kebudayaan Material,
Pengaturan Masyarakat, dan Pesta Keramaian dan Dunia Hiburan.
Di dalam bab I, Reid memberi titik berat pendahuluannya pada Asia Tenggara
sebagai Kesatuan Fisik dan Asia Tenggara sebagai Kesatuan Manusia. Reid mengkaji
proses imigrasi bangsa-bangsa luar ke Asia Tenggara sekitar abad 16-19 yang
membuat perubahan besar dalam hal demografi masyarakat Asia Tenggara yang
nantinya menyebabkan kontak budaya berupa adaptasi, konflik, akulturasi, asimilasi,
dan lain sebagainya. Dinyatakan bahwa China adalah bangsa pertama yang menjalin
hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara seperti Filipina dan
Nusantara. Selain itu terdapat pula bangsa India dan Jepang yang memiliki hubungan
dagang dengan bangsa di kawasan Asia Tenggara sembari membawa motivasi untuk
menambah perekonomian Shogun (Jepang) serta menyebarkan kultur kebudayaan
(India). Lebih lanjut ditambahkan Reid, Perang Salib yang menyebabkan peralihan
jalur dagang menjadi salah satu faktor utama penyebab kedatangan bangsa Eropa ke
Asia Tenggara dengan membawa semangat 3 G (Gold, Glory, Gospel) mereka.
Portugis mengawali pencarian jalur baru ini. Pada 1486 Bartholomeus Diaz telah
mencapai Tanjung Harapan Afrika Barat. Tahun 1498 Vasco da Gama sampai di
Kalkuta India. Sedangkan Spanyol memulai ekspedisinya pada 1521 oleh Magellans
dan berhasil mencapai Filipina. Portugis dan Spanyol akhirnya bertemu pada 1522 di
Maluku, perselisihan diselesaikan dengan Perjanjian Saragosa (1527). Spanyol
mendapat Filipina dan Portugis mendapat Maluku.
Reid menerangkan kondisi kesejahteraan fisik masyarakat Asia Tenggara
dalam bab II. Reid menjabarkan jumlah penduduk di beberapa daerah di Jawa, Siam,
Birma, dan Vietnam yang menunjukkan rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk
dan bertentangan dengan perkembangan pesat masyarakat di bagian lain Asia
Tenggara seperti Filipina. Penurunan tingkat pertumbuhan penduduk secara marjinal
disebabkan oleh kebiasaan seks dan pemeliharaan bayi -sebagai implikasi dari
peralihan agama yang berdampak pada bidang lainnya-. Berkaitan dengan pola
pertanian, banyak wilayah di Asia Tenggara mulai menanam ubi, talas, sagu, dan
gandum jauh sebelum padi dikenal mudah tumbuh di wilayah manapun. Tanaman
sagu berkembang baik di wilayah Timor, Maluku Selatan, Kepulauan Aru, Buton,
dan Selayar. Masyarakat Asia Tenggara memiliki beberapa cara untuk menanam padi
seperti pertanian berpindah pada lereng-lereng rendah, menyebar benih di lereng yang
tergenang, dan menanam kembali benih padi di sawah.
Selanjutnya, Reid menerangkan penggunaan tanah di Asia Tenggara yang
kebanyakan belum tergarap di perbukitan dan hutan-hutan. Tanah yang mereka diami
dibagi-bagi dengan warga desanya, dan tidak seorangpun boleh menggarap tanah
tersebut kecuali jika sudah dijual atau diwariskan. Sementara itu tanah di punggung
bukit tidak dibagi-bagi melainkan dimiliki bersama oleh desa. Sub-bab “Peralatan”
mengkaji mengenai peralatan pertanian sangat sederhana dan seragam, yakni
berbahan dasar besi. Untuk persawahan, peralatannya meliputi luku kayu berujung
logam dan garu dari kayu. Sistem pertanian berpindah -seperti dijelaskan
sebelumnya- memerlukan parang untuk menebas hutan, pacul atau cangkul, sabit, dan
sebuah linggis. Kaum wanita memerlukan ani-ani untuk memotong padi. Dalam hal
makanan dan pasokan makanan, Reid menyatakan bahwa bahan makanan utama yang
diperdagangkan adalah ikan dan garam, selain bahan makanan utama berupa beras.
Mereka juga mengonsumsi rempah-rempah serta mengonsumsi daging mentah -bisa
ayam, babi atau kerbau- sebagai bagian dari ritus mereka. Orang Asia Tenggara juga
biasa mengonsumsi air dan anggur sebagai minuman sehari-hari mereka. Air bersih
sering mengalir dari gunung dan dialirkan ke pemukiman-pemukiman.
Masyarakat Asia Tenggara juga memiliki kebiasaan mencampur air dengan
limun, kayu manis, buah pala, dan bahan-bahan penyedap lainnya. Minuman seperti
anggur atau sejenis alkohol hanya dikonsumsi saat penyelenggaraan pesta. Tradisi
Asia Tenggara memiliki keunikan dengan diadakannya pesta makan yang menu
utamanya jauh lebih sederhana, tanpa daging dan minuman keras. Untuk makan
sehari-hari, mereka biasa makan di lantai dengan menggunakan piring kayu atau daun
pisang. Makanan untuk berramahtamah di dalam lingkungan masyarakat Asia
Tenggara ialah sirih dan pinang yang ternyata berguna untuk menenangkan otak dan
sistem syaraf sentral. Selain itu, sirih dan pinang juga kerap digunakan sebagai
pelengkap sesaji. Sementara itu tembakau menjadi lebih populer pada abad
berikutnya ketika dijadikan salah satu bahan untuk membuat sirih-pinang. Lebih jauh
berbicara tentang masyarakat Asia Tenggara, orang Eropa yang singgah di Asia
Tenggara setidaknya hingga penghujung abad ke-18 dibuat takjub dengan iklim Asia
Tenggara yang lebih baik ketimbang di Eropa sehingga membuat mereka merasa
nyaman. Demikian pula dalam hal kesehatan, mereka takjub dengan masyarakat Asia
Tenggara yang tidak seorangpun mengalami bongkok, lumpuh, rapuh, ataupun tuli.
Kesehatan orang Asia Tenggara relatif baik dalam masa kurun niaga, dan hal ini
sangat berbeda dengan masyarakat Eropa di zaman Renaisans. Terkait dengan
kesehatan, masyarakat Asia Tenggara yang dilimpahi air lebih sering membersihkan
tubuh mereka dengan cara mandi, sebagai satu syarat kesehatan tubuh. Di kota-kota
besarnya, orang Asia Tenggara mengenal sistem pembuangan kotoran dengan pola
rumah terbuka dan bertiang, yang nantinya diberikan kepada babi, ayam, anjing, atau
bahkan mengandalkan banjir musiman. Selanjutnya, masih mengenai kesehatan,
masyarakat Asia Tenggara tampak mulai mengenal gejala penyakit seperti demam
dan masuk angin, serta mengenal pula ritus dan obat-obatan penyejuk.
Ilmu mengenai obat-obatan tersebut berasal dari tradisi India dan
diterjemahkan dan ditulis kembali di Jawa, Bali, Birma, Siam, dan Kamboja. Sistem
pengobatan yang dilakukan di masa itu ialah ramuan tumbuhan, mandi, dan
pemijatan. Penyakit jiwa juga telah muncul dalam masa kurun niaga tersebut. Mereka
kerap menghubungkan penyakit jiwa (atau juga penyakit fisik) dengan ilmu sihir atau
guna-guna. Wabah penyakit endemik yang pernah muncul di Asia Tenggara di
antaranya terjadi di Ayutthaya di abad ke-14 sebelum rawa-rawa di sana ditutup,
begitu pula dengan yang terjadi di Nusantara yang dijangkiti gejala penyakit sifilis.
Pada abad ke-16 dan ke-17, wabah yang paling ditakuti adalah cacar dan radang paru-
paru.
Dalam bab ketiga yang membahas mengenai Kebudayaan Material, Reid
mengungkap kebiasaan orang Asia Tenggara yang menganggap rumah sebagai hal
yang kurang penting. Akibatnya mereka sedikit sekali menggunakan kekayaannya
untuk membangun rumah meskipun bahan-bahan bangunan sangat mudah
didapatkan. Untuk gedung-gedung agama, orang membuatnya lebih bagus dengan
menggunakan batu dan bata. Sementara itu, orang Eropa dan pedagang asing
membengun gudang-gudang mereka dengan permanen dan kokoh. Hal ini untuk
menjaga dari bahaya kebakaran dan serangan musuh. Kemudian dalam hal perabotan
dan penerangan, orang Asia Tenggara sangat sedikit menggunakan perabotan rumah.
Alat makan maupun tidur sangat sederhana. Bahkan sendok, piring, kursi dianggap
tidak penting. Perbedaan kekayaan terletak pada penggunaan barang-barang emas.
Mereka lebih sering memakai lampu minyak dibanding lilin. Sisi unik dari orang
Asia Tenggara lainnya adalah, mereka menganggap tubuh mereka sebagai media
seni. Oleh sebab itu, mereka melukis tubuhnya, menghitamkan gigi mereka bahkan
mengisi lubang telinga mereka dengan hiasan emas. Sementara itu, anggapan lain
justru muncul pada rambut. Rambut merupakan hal suci bagi orang Asia Tenggara.
Mereka menganggap rambut mempunyai kekuatan. Rambut dijaga agar tetap harum,
bersih dan hitam. Setelah Islam dan Kristen masuk ada beberapa perubahan yang
terjadi. Rambut pria yang semula sama panjangnya dengan wanita dipotong pendek.
Begitu pula kuku yang dulu dipelihara panjang lalu dipendekkan. Islam dan
Kristen mengajarkan bahwa tubuh merupakan hal netral yang tidak punya kekuatan
magis. Dalam hal pakaian dan perhiasan, orang Asia Tenggara menganggap jika
keduanya menjadi penunjuk status social. Semakin bagus pakaian dan perhiasan
menunjukkan semakin kaya seseorang. Perubahan yang dibawa Islam dan Kristen
pada sekitar abad-17 membuat mereka semakin menutup tubuh mereka. Wanita
memakai kalung, rok, sepatu dan mantila (cadar). Laki-lakinya memakai topi, jaket
pendek, celana dan sepatu. Maka dari itu mereka hampir sama dengan orang Spanyol.
Kemajuan mode dalam hal berbusana tentu berimplikasi pula pada produksi pakaian
dan perdagangannya. Kapas dan sutra merupakan salah satu komoditi utama setelah
bahan pangan.
Teknik pembuatan pakaian banyak dipengaruhi dari Cina. Pada abad ke-16 Jawa
menjadi pengekspor utama pakaian, dan pada abad ke-17 Sulawesi Selatan bangkit
dengan pola kotak-kotak yang disenangi kaum muslim. Tapi, sehebat-hebatnya
pakaian dalam negeri masih kalah dengan Gujarat dalam hal pewarnaan. Selanjutnya,
pakaian merupakan komoditi penting perdagangan. Asia Tenggara juga dikenal kaya
akan emas. Banyak kerajaan-kerajaan yang sampai mengekspor emas hasil
tambangnya. Selain sebagai perhiasan emas juga bias menjadi alat tukar. Selain
dibuat perhiasan yang beraneka macam, emas juga bisa diubah menjadi benang.
Kehebatan Asia Tenggara dalam kerajinan emas ini diakui di mana-mana.
Sementara itu, perdagangan laut membuat semakin banyak barang-barang produksi
yang harus disediakan untuk dijual. Maka, muncullah keahlian atau pengrajin-
pengrajin yang siap untuk membuat barang tersebut. Sayangnya, produksi tersebut
banyak yang berskala rumahan. Pengrajin hanya mengerjakan barang setelah uang
muka diterima. Hal itulah yang menyebabkan kurang berkembangnya jual-beli
langsung. Lebih lanjut, keramik merupakan komoditi utama perdagangan.
Produsennya banyak berasal dari pedalaman. Dalam hal teknik, pembuatan Vietnam
hampir menyerupai Cina. Namun dari segi kualitas produk dari Cina lebih unggul
karena temperatur pembakaran yang lebih tinggi. Bangsawan kaya Asia Tenggara
menggunakan keramik impor dari Cina.
Selain emas, keberadaan logam -terutama besi- merupakan barang penting.
Maka dari itu, besi dipandang mempunyai kekuatan. Pandai-besi juga dianggap orang
suci yang bisa menentukan pembentukan negara. Besi banyak digunakan untuk
mebuat alat-alat pertanian dan perang. Besi sangat dihargai dan mahal. Teknik
melebur biji besi relatif sama. Besi dari Cina kualitasnya lebih baik dan harga relatif
murah. Kemudian logam berbahan perunggu yang merupakan perpaduan antara timah
dan timah putih terwakili melalui kebudayaan Dong-Son di Vietnam Utara. Perunggu
dijadikan patung-patung kecil, perkakas rumah tangga, dan alat-alat musik.
Sementara itu pengrajin-pengrajin tembaga Asia Tenggara banyak yang berasal dari
pedalaman, khususnya daerah-daerah yang dekat dengan pusat tambang. Masuknya
tembaga dari Jepang, Cina dan Eropa secara besar-besaran membuat pengrajin-
pengrajin kecil tidak diperlukan lagi.
Tulisan Reid di dalam bab IV yang menjabarkan pola Pengaturan Masyarakat
membawa kita mengenal Asia Tenggara bahwa pada abad 14 hingga 16 telah ada
penguasa-penguasa daerah-daerah di Asia Tenggara yang saling berebut kekuasaan.
Dalam perkawinan seorang penguasa biasanya mengangkat anak, karena adanya
persaingan pengganti yang potensial, membuat keturunan dalam jalur genealogis
bukan merupakan hal yang menentukan dalam sistem ini. Para pengikut mengabdi
pada penguasa untuk dilindungi, didapat karena warisan, didapat untuk perlengkapan
jabatan, ada yang sebagai hadiah perkawinan, dan umumnya didapat karena utang.
Persaingan berlaku dalam penguasaan manusia, dan kemunduran yang paling
menentukan di Asia Tenggara, yakni ketika orang Portugis merebut pelabuhan
Malaka yang besar pada tahun 1511.
Perang bertujuan untuk meningkatkan jumlah tenaga manusia. Dalam
peperangan pasukan dibangun dengan memerintahkan kaum bangsawan dan orang-
orang terkemuka suatu negeri untuk membawa pasukannya atas biaya sendiri. Dalam
dunia Melayu, unsur kunci dari serangan ialah amok (mengamuk). Mangamuk
semata-mata dapat dikatakan sebagai penyerangan, tetapi dengan keris atau pedang
secara mati-matian. Proses perubahan sosial yang diperkenalkan melalui jalan
peperangan ini dengan cepat mengubah Asia Tenggara dan melahirkan negara-negara
baru yang kuat.
Kemudian pentingnya ikatan vertikal Asia Tenggara dipengaruhi oleh tiga faktor,
yang pertama, penguasaan tenaga kerja dipandang sebagai petunjuk kekuasaan dan
status yang menentukan. Kedua, transaksi manusia umumnya ditentukan dalam
hitungan uang. Ketiga, perlindungan hukum finansial di negara relatif rendah.
Terdapat ketentuan-ketentuan hukum Asia Tenggara yang dapat menyebabkan
seseorang dapat menjadi budak, antara lain mewarisi status budak orangtua, dijual
menjadi budak oleh orang tua, suami, atau diri sendiri, tertawan dalam perang,
hukuman pengadilan, hingga gagal membayar utang. Budak-budak diberi nilai
hukum yang persis, biasanya mencapai separuh dari harga orang merdeka, dalam hal
kompensasi yang harus di bayar oleh atau kepada pemilik budak. Dalam kota
maritim, sebagian besar budak didapat melalui perdagangan atau penaklukan. Sekitar
tahun 1500 Jawa merupakan satu-satunya pengekspor budak terbesar.
Akan tetapi begitu Islam menytelesaikan penaklukannya terhadap Jawa pada abad ke-
16, pulau itu berhenti mengekspor penduduknya. Lebih lanjut, dalam pembahasan
mengenai Keadilan dan Hukum, terdapat beberapa kekhasan di Asia Tenggara ketika
keadilan dilaksanakan secara cepat dan langsung. Si penuntut dan si pembela
menyampaikan pandangannya secara langsung serta dilakukan dibawah sumpah-
sumpah untuk mendorong mereka menyampaikan hal yang benar. Keadilan
dilaksanakan oleh penguasa dan raja mendengarkan sendiri tuntutan yang dibacakan
dan memberikan keputusan di balairung atau di bawah pohon beringin di lapangan
kota. Mereka memutuskan berdasarkan nalar, mereka tidak mengenal pengacara,
replika dan jawaban, serta cara-cara lain untuk memperlama dan menunda-nunda
persoalan. Oleh karena itu kedua belah pihak yang bertikai diharuskan mengucap
sumpah yang seksama sambil menghimbau hukuman adikodrati.
Selanjutnya dalam bahasan mengenai hubungan seksual, kesusasteraan Asia
Tenggara pada masa itu cukup jelas memperlihatkan bahwa kaum wanita memainkan
peranan aktif dalam bercumbu dan bermain cinta, serta mengharapkan pasangannya
bersikap adil dalam hal kepuasan seksual dan emosional. Gambaran yang paling
nyata dalam kuatnya kedudukan yang dimiliki kaum wanita dalam soal seksual ialah
pembedahan menyakitkan pada alat kelamin yang harus dilakukan pada kaum pria
untuk meningkatkan kenikmatan erotis pada kaum wanita. Pembedahan yang paling
menyakitkan ialah memasukkan peniti logam, yang dilengkapi dengan berbagai roda,
taji atau kancing, di Filipina bagian tengah dan selatan serta di beberapa bagian
Borneo.
Untuk mendapatkan kenikmatan, pria Asia Tenggara memasang bola-bola atau
lonceng-lonceng kecil di bawah kepala penis yang dimasukkan kedalam kulit lepas.
Dalam hal perkawinan, pola yang dominan ialah yang bersifat monogami, dengan
perceraian yang relatif mudah bagi pria maupun wanita. Akan tetapi, di kalangan
raja-raja, banyaknya istri merupakan pertanda status dan sebagai senjata diplomasi.
Para bawahan menawarkan anaknya untuk menjadi istri raja sebagai semacam upeti
untuk tanda kehormatan. Dalam perceraian pembagian harta menjadi masalah atau
hal penting di dalamnya.
Ketentuan talak dalam hukum Islam yang dinyatakan dengan tiga kali
menyatakan talak juga dikenal di pelabuhan-pelabuhan kosmopolitan. Pada
penghujung abad ke-16 pelacuran mulai muncul di kota-kota besar. Dalam semua
kasus, yang menjadi pelacur ialah budak-budak wanita milik raja atau kalangan
bangsawan. Mengenai perkawinan muda, orang Eropa terkejut jika membicarakan
usia kawin dalam masyarakat Asia Tenggara, sebab di Bali kaum pria kawin pada
usia 12 tahun dan wanita pada usia 9 tahun. Bahkan seorang Filipina yang melakukan
kawin muda sambil menunggu istrinya cukup tua diperkenankan tidur terang-
terangan dengan saudara perempuan istrinya yang lebih tua. Reid berkesimpulan
bahwa perkawinan pada masa akil balig merupakan pengecualian, yang terutama
berlaku di kalangan bangsawan kaya dengan pesta perkawinan yang paling megah.
Selanjutnya, rendahnya tingkat kelahiran yang menandai Asia Tenggara pada abad
ke-17 dan sebelumnya disebabkan oleh ketidakamanan dan tersebarnya peperangan
dalam skala-skala kecil. Begitu pula dengan perpanjangan masa menyusui anak
cenderung memperlambat terciptanya indung telur pada kaum ibu rata-rata selama
sembilan bulan. Peran wanita yang tidak disadari dalam perdagangan membuat
pedagang awal dari Cina dan Eropa terheran-heran karena mereka harus berhadapan
dengan kaum wanita. Salah satu wanita yang termasyur kala itu adalah Nyai Gede
Pinateh, seorang penganjur Islam dan ibu angkat Sunan Giri. Sekitar tahun 1500-an ia
tampaknya memegang jabatan sebagai syahbandar Gresik dan mengirim perahu-
perahu untuk berdagang di Bali, Maluku, dan Kamboja. Wanita juga berperan dalam
masalah diplomasi terutama mereka yang sudah menjadi teman tidur dan teman
dagang para saudagar asing. Sementara itu, pemerintahan wanita digunakan untuk
membatasi kekuasaan despotis raja dan membuat negara aman bagi perniagaan
internasional.
Bab V, sekaligus sebagai bab penutup, mengisahkan berlangsungnya pesta
keramaian dan hiburan di kalangan masyarakat Asia Tenggara. Penduduk Asia
Tenggara juga menikmati hiburan mulai dari adu sapi, teater, bahkan hingga
hubungan seksual di luar perkawinan. Pesta-pesta keagamaan dan kerajaan
memberikan kesempatan kepada raja untuk menunjukkan keagungannya kepada
rakyat dan kalangan istana.
Arak-arakan besar dan hiburan umum selalu mewarnai even penobatan raja,
perkawinan, penguburan, dan lain sebagainya. Peralihan mentalitas ke arah yang
lebih rasional tampaknya tetap tidak mengubah citra diri raja sebagai pusat
kemegahan upacara tiap peralihan musim karena adanya sinkritisme perayaan dengan
unsur-unsur religius Buddha. Pesta-pesta keramaian tersebut memiliki tiga makna
penting bagi masyarakat, yakni, keikutsertaan dalam kebesaran dan hirarki negara;
kegiatan ekonomi seperti pemasaran dan penyerahan upeti; dan hiburan. Keberadaan
pasar merupakan satu tempat keramaian yang banyak memperdagangkan hasil-hasil
bumi masyarakat atau sebaliknya, membeli barang-barang impor. Dalam acara
hiburan kerajaan juga ditampilkan pertarungan antargajah, harimau, kerbau, atau
hewan-hewan yang lebih kecil utamanya kerap dipertunjukkan di istana-istana Jawa,
Aceh, Siam, dan Birma. Seabad berikutnya muncul pertarungan antara harimau
dengan ratusan lelaki bertombak atau yang disebut sebagai rampogan.
Selain itu terdapat pula pertandingan tombak di atas kuda yang mulai diselenggarakan
sejak masa kerajaan Majapahit di Jawa dan di Kamboja, Siam, dan Birma. Selain
penyelenggaraan pesta yang disisipi aduan-aduan hewan maupun manusia,di kerajaan
Thai dan Birma juga terdapat gaya olahraga tinju dan gulat yang banyak
menggunakan kaki. Selain itu, di Sulawesi Tengah dikisahkan jika sabung ayam
dapat leluasa dilakukan disana. Dalam perjudian, para penjudi memiliki sikap priyayi
gedhe yang menghamburkan uang dan harta tanpa memperhitungkan jumlahnya.
Orang Asia Tenggara memiliki permainan yang unik dengan menggunakan piranti
dari tumbuh-tumbuhan. Selain itu terdapat pula permainan layang-layang yang
dilakukan selama musim kemarau dengan aneka bentuk dilengkapi belahan bambu
khusus di kepala layangan yang dapat menghasilkan bunyi dengung atau “suara
dewa”. Di Indonesia pada abad 15 terdapat permainan gasing dan pada sumber lain
disebutkan bahwa gasing pertama dibuat oleh Damar Wulan pada abad ke-17 atas
perintah dewa. Kemudian permainan dadu juga dikenal dalam tradisi Weda di India
dan kemungkinan telah dikenal masyarakat Asia Tenggara sejak zaman purba.
Permainan kartu diperkenalkan oleh orang China dan menjadi fasilitator utama dalam
permainan judi.
Permainan catur mulai dikenal masyarakat Asia Tenggara khususnya Jawa pada
tahun 1509 ketika seorang Portugis bermain catur di atas kapal menuju Malaka.
Selanjutnya, permainan fisik yang dikenal di Asia Tenggara dan menjadi
kekhasannya adalah olahraga sepak takraw yang kini dimodernisasi semacam
olahraga bola voli. Pada abad 18 olahraga ini berlaku di Birma, Siam, Vietnam
selatan, dan juga wilayah Indonesia khususnya di wilayah Maluku. Bola bulu juga
menjadi permainan masyarakat Asia Tenggara pada saat itu. Bola bulu dibuat dengan
cara melekatkan bulu-bulu pada tabung bambu kecil dan menggunakan alat pemukul
dari kayu.
Masyarakat Asia Tenggara selain senang memanfaatkan waktu dengan melakukan
berbagai macam permainan, mereka juga senang bermain teater, menari, dan
bermusik. Teater tersebut dipentaskan secara terbuka, bukan disembunyikan di balik
tembok-tembok istana. Sandiwara tersebut dibawakan secara keliling oleh para
pemain keliling ke berbagai desa, kota, dan atau istana. Teater dan tari-tarian juga
dikaitkan antara kehidupan manusia dengan para dewa-dewa kosmos serta tokoh-
tokoh legendaris pada masa lampau. Tarian merupakan sarana untuk berkomunikasi
dengan alam roh dan dewa-dewa serta mengundang mereka untuk turut hadir dalam
pesta. Tari-tarian bisa dilakukan dengan gerakan apa saja, akan tetapi sebenarnya
tarian yang berasal dari zaman purba hanya mengalami evolusi bentuk sandiwara-
sandiwara tari. Teater-teater di Asia Tenggara menggunakan tema-tema epos India
seperti Ramayana. Teater Jawa mengalami transformasi, perluasan, dan kepopuleran
di kota-kota pantasi kosmopolis selama kurun niaga begitu pula dengan wayang yang
semakin menemukan bentuknya serta tokoh-tokoh lawak bumiputera semaca
Punakawan yang dilebur ke dalam kisah-kisah India.Kesenian musik memiliki peran
penting sebagai pengiring teater maupun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Asia Tenggara. Alat-alat musik impresif seperti gong hanya mampu dimiliki orang
kaya dan berarti berhubungan erat dengan status sosial. Selain itu gong juga
dipergunakan pada acara-acara kenegaraan seperti perlombaan yang diadakan raja-
raja Jawa.

Alat musik lain yang keberadaannya mampu dijangkau rakyat biasa adalah rebana,
seruling, obo, dan alat-alat musik bersenar yang bahan bakunya biasa dibuat dari
bambu, bahkan irama orang menumbuk padi pun dapat digunakan untuk iringan
nyanyian. Kemudian, tingkat baca tulis masyarakat Asia Tenggara ternyata sudah
menunjukkan peradaban yang tinggi meski tidak didapatkan bukti kesusasteraan
tertulisnya. Akan tetapi sebagian besar pria dan wanita mampu menulis di atas bambu
atau lembaran daun lontar dalam aksara Filipina. Fakta unik di Filipina dan Lampung
menyatakan bahwa tulisan yang mereka buat itu hanya dipergunakan untuk saling
bersuratan atau menuliskan catatan antara satu dengan yang lainnya.
Sistem tulisan ini juga digunakan untuk mengingat lagu-lagu cinta yang menjadi
sentral kebudayaan mereka. Sekitar abad 14 hingga 15 sistem tulisan asli Indonesia
“ka-ga-nga” sudah dipergunakan dalam penulisan silsilah, sejarah, kesusateraan, dan
buku-buku ramalan atau bahkan untuk menyusun puisi (di Sumbawa). Puisi cinta
kerap dijadikan sarana untuk mencari jodoh. Di Sumatera Barat, anak perempuan
tidak diperbolehkan sekolah karena kepandaiannya dalam menulis akan digunakan
untuk berkirim surat cinta dengan pemuda lainnya. Sementara itu kebiasaan baca-tulis
di kalangan pria dibiarkan begitu saja di daerah Islam lainnya.
Selanjutnya ada dua faktor yang berlaku di seluruh negeri Asia Tenggara berkait
dengan kemampuan baca tulisnya, yakni ketersediaan daun lontar dan bambu sebagai
sarana menulis meski tidak ada yang bisa diketahui mengenai kemampuan baca tulis
yang diwariskan di luar biara. Di Asia Tenggara, kaum prialah yang lebih aktif
menyebarkan dan mempertahankan karya-karya suci tersebut, melalui kehidupan
biara. Sebelum abad ke-16, tulisan-tulisan di beberapa daerah yang berada di bawah
pengaruh India dituliskan di atas potongan-potongan daun lontar dan di tempat lain
dituliskan pada bilah-bilah bambu yang panjang. Dengan menyebarnya teknik
pengetahuan tentang cara membuat kertas dari China menyebabkan masyarakat Asia
Tenggara juga mengetahui teknik tersebut, salah satunya adalah Vietnam. Diakui juga
bahwa hanya ada dua negeri di luar China yang membuat kertas, yakni Kore dan
Jawa.
Kertas buatan Jawa lebih tebal dan tahan lama dengan panjang delapan meter,
berwarna merah, kuat, taban, namun seratnya tidak rata. Siam kemudian
menghasilkan kertas yang lebih halus dibanding Jawa dengan menggunakan
pohonkhoi atau kain tua dari kapas sebagai bahannya. Di Birma, kertas kasar
produknya digunakan untuk tujuannya sendiri dengan cara menghitamkannya dan
menulisnya dengan pensil kapur putih. Di Asia Tenggara, warisan sastra populer
yang menyatukan kebudayaan Asia Tenggara dalam bentuk puitis. Seperti tulisan
mengenai Hikayat Hang Tuah di Malaka, Hikayat Muhammad Hanafiah, dan
sebagainya. Sementara itu lagu-lagu cinta Thai dan Laos lebih bersifat erotis.
Perlombaan pantun juga biasa dilakukan antar remaja dengan melempar pantun atau
saling bersahutan.
Perlombaan antara pria dan wanita dilakukan selama musim panen dan pada hari-hari
pesta yang dikenal dalam berbagai bahasa dan juga menjadi sarana sekaligus tradisi
populer untuk mencari jodoh. Interaksi di beberapa daerah di Asia Tenggara pada
umumnya menggunakan bahasa-bahasa para pedagang, seperti bahasa Melayu, Arab,
dan Portugis dengan proses interpretasi yang tidak mudah. Makassar memiliki
perkembangan yang pesat dalam hal tulis menulis pada abad ke-17 dan melakukan
pembaruan dalam catatan istana, pemetaan, dan penerjemahan naskah-naskah
kemiliteran dari bahasa Portugis, Turki, dan Melayu ke dalam bahasa Makassar.
Kurun niaga membawa perubahan besar dalam hal kebudayaan dan pendidikan,
begitu pula dalam kepercayaan rakyat, sistem hukum, gaya pakaian, serta gaya
bangunan (arsitektur). Bangsa-bangsa Asia Tenggara merupakan pelaku utama dari
perluasan niaga yang menjadi inti dari transformasi hingga abad ke-17. Kota-kota
bumiputera merosot, mundur dari kancah perniagaan internasional, atau dikalahkan
oleh monopoli dagang Belanda. Sementara itu ketika pasang naik imperialisme
kapitalisme membanjiri mereka pada akhir abad ke-19, negeri-negeri ini tidak lagi
mampu bersaing dengan bangsa kolonial, seperti yang berlangsung dalam kurun
niaga.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan kedua Buku

Setelah saya membaca buku tersebut ,saya melihat ada perbandingan yang dimiliki
buku tersebut diantaranya:
1. Pada buku Pertama dan pada buku kedua memiliki gambar yang sesuai
dengan topik yang sedang dibahas sehingga memudahkan pembaca dalam
memahami materi yang disampaikan.
2. Pada buku pertama dan pada buku kedua tersebut terdapat contoh yang sesuai
dengan topik yang dibahas.
3. Pada buku petama tidak terdapat ringkasan pada setiap sub babnya sedangkan
pada buku kedua terdapat ringkasan pada setiap sub babnya
4. Pada buku pertama sudah terbitan lama sedangkan buku kedua lebih baru
dibanding buku pertama.
5. Pada buku pertama dan pada buku kedua sama-sama memiliki sampul yang
tidak menarik sehingga pembaca kurang minat membacanya
6. Pada buku pertama dan pada buku kedua menyajikan beberapa gambar yang
kurang jelas penjelasannya
7. Pada buku pertama memiliki kualitas kertas yang kurang baik sedangkan buku
kedua memiliki kualitas kertas yang lebih baik dibanding buku kedua
8. buku kedua lebih banyak memuat materi pembahasan dibandingkan buku
pertama yang lebih sedikit

3.2 Implikasi

A. Teori / Konsep
Menurut saya, teori atau konsep yang digunakan sangat sesuai dengan kondisi
yang terjadi dilapangan. Pada dasarnya penulisan atau konsep yang ada di buku ini
sudah berdasarkan penelitian.
B. Program pembangunan di Indonesia
Menurut saya, implikasi kedua buku terhadap program pembangunan di
Indonesia yaitu disusun dengan maksud nantinya jika kita sudah memahami dengan
baik bagaimana Geografi Regional asia Tenggara dan Pasifik akan lebih
memudahkan dalam pembangunan yang lebih baik lagi.
C. Analisis mahasiswa
Menurut analisa saya selaku mahasiswa buku ini sangat memberikan banyak
manfaat. Selain sebagai sumber panduan untuk pembelajaran, buku ini juga
memberikan wawasan bagi pembaca.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Realm Asia Tenggara merupakan suatu mozaik dan tersusun dari
keanekaragaman sekumpulan natural landscape, etnik, kebudayaan dan ekonomi.di
Realm ini menunjukkan adanya kontes persaingan antara dua kekuatan yang berasal
dari negara adikuasa dan mempunyai kemiripan dengan Realm Eropa Timur. Selama
masa penjajahan istilah Indochina untuk menyebutkan bagian darata Asiaa Tenggara,
karena mencerminkan asal-usul kelahiran kebudayaan yang ada di wilayah ini dan
menyebar keseluruhan Realm Asia Tenggara. Realm ini dipengaruhi oleh India,
China, Eropa dan Amerika dan tersusun meliputi belasan agama dan ribuan bahasa
dan ekonomi yang tersebar baik di daerah pusat maupun pinggiran. Secara alamiah
Realm Asia Tenggara terdiri dari semenanjung daratan benua dan suatu jalur busur
terdiri dari ribuan pulau. Realm ini terdiri dua region geographic yakni daratan
(Mynmar, Kamboja, Thailand, Laos dan Vietnam) dan kepulauan (Indonesia,
Filipina, Malaysia dan Timor Leste.
4.2 Saran
Untuk kedua Buku ini sebaiknya dilakukan lagi tahun terbitan baru agar
pembahasan yang dibahas lebih baru lagi dan pembaca lebih gemar membacanya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pengantar Geografi Regional


Asia Tenggara dalam Kurun Niaga (Tanah dibawah Angin)
https://www.daftarinformasi.com/letak-geografis-asia-tenggara

https://publikasi.ugm.ac.id/id/icseas-2017-angkat-isu-terkini-negara-negara-kawasan-
asia-tenggara

Anda mungkin juga menyukai