Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DISINTEGRASI NASIONAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1.INDRA YEHEZKIEL SUYANTO SIMATUPANG
2.LAILATUL KODRIYAH
3.MICHAEL FIRMAN
4.MUHAMAD PRAYOGI
5.MUHAMAD RAHMAT NUR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang maha esa, atas segalah rahmat dan nikmat yang diberikan
kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan pembuatan makalah pendidikan
kewarganegaraan ini dengan semaksimal mungkin.
Makalah ini mengambil judul “Disintergasi Nasional”. Makalah ini juga berisi tentang cara-cara
sederhana tentang bagaiman agar nilai-nilai Pancasila ini bisa hidup di masyarakat Indonesia
sehingga Pancasila tidak hanya terkristalisasi sebagai ideologi Negara, namun juga sebagai
norma yang sangat penting dalam dalam memperkokoh persatuan dan mencegah ancaman
disintegrasi bangsa kita.
Saya berharap para pembaca segera tersadar hatinya, terbangun matanya, dan tergerak
raganya untuk mencegah ancaman disintegrasi ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian. Dan tak lupa ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Kritik serta saran yang membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih.
HIDUP INDONESIA !!!

Batam, november 2021

                                                                                    
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................. 1
B.     Tujuan........................................................................................... 2
C.     Rumusan Masalah......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Disintegrasi.............................................................................. 3
B.     Ancaman Disintegrasi di Indonesia......................................... 4
C.     Cara Menanggulangi Disintegrasi Bangsa............................... 6
D.    Contoh Kasus.......................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................. 14
B.     Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan
akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis golongan. Hal tersebut
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial.  Dengan
semakin marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya
rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Seperti halnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka), yang kini hampir sudah tidak terngiang lagi di
telinga kita. Dulu kelompok ini benar-benar membuat repot bangsa Indonesia, seandainya GAM
berhasil berdisintegrasi dari Indonesia maka tidak ada lagi lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”,
lagu pemersatu bangsa kita. Namun rakyat dan bangsa ini tidak rela jika Aceh lepas dari
pangkuan bunda pertiwi, maka dengan segala upaya dilakukan bangsa ini untuk menghentikan
gerakan ini, baik secara militer maupun diplomatik.
Kemudian apakah peristiwa itu akan terulang lagi untuk yang kesekian kalinya di Negara kita?
Bukankah kita sudah cukup kehilangan ditinggal oleh saudara-saudara kita di Timor Timur.
Dan apakah konflik di Irian juga tidak akan terselesaikan? Gerakan Papua Merdeka yang diam-
diam menyusun strategi untuk berdisintegrasi dari Indonesia kita biarkan begitu saja?
Dimanakah rasa nasionalisme kita? Dimana rasa persatuan dan kesatuan kita? Lalu apakah
konflik-konflik kecil antar suku, agama, dan kelompok kita biarkan saja? Ada apa dengan bangsa
ini?
Masalah disintegrasi bangsa merupakan masalah yang sangat mengkhawatirkan kelangsungan
hidup bangsa ini. Dimanakah nilai-nilai Pancasila yang dulu dicita-citakan oleh bapak pendiri
bangsa? Sudahkah nilai-nilai Pancasila luntur dari bangsa ini? Untuk itu inilah PR bagi bangsa ini,
bukan hanya pemerintah, bukan hanya TNI dan POLRI tetapi juga kita seluruh warga Indonesia.
Perlunya ditegakkan kembali nilai-nilai Pancasila tidak bisa ditunda-tunda lagi, bangsa ini sudah
krisis dalam segala aspek kehidupan khususnya krisis moral. Nilai-nilai Pancasila harus
dihidupkan kembali dalam setiap aspek kehidupan, bukan hanya terkristalisasi sebagi ideologi
Negara.
Permasalahan disintegrasi ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat
dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar
permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
Untuk itulah, makalah ini disusun dalam rangka menyadarkan kembali akan pentingnya nilai-
nilai Pancasila ditegakkan kembali.
B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut ini:
1. Memahami apa arti dari disintegrasi
2. Memahami tentang rasa nasionalisme
3. Memahami arti penting nilai-nilai Pancasila
4. Menumbuhkan rasa nasionalisme yang kini sudah hilang dari hati kita
5. Sebagai tugas individu yang wajib diselesaikan dalam mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan.

C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa pada bangsa ini sangat mudah terjadi konflik SARA yang merupakan akar dari
disintegrasi bangsa?
2. Bagaimanakah solusi dini untuk mencegah disintegrasi bangsa ini?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Disintegrasi
Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-bagian
yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1996).[1]
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat dari idealisme
untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan pemerintah
terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial,
keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini yang dapat
digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah berjalan
menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru.  Segala hal yang terkait dengan Orde
Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula
aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring
dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang
lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem, manakala diwarnai
terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang memiliki
potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu
menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa ini.  Dalam
kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen politik para elit maupun
pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat
masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan
bahkan agama.  Hal ini menunjukkan bahwa para elit politik secara sadar maupun tidak sadar
telah memprovokasi masyarakat.  Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat
Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah
terpicu untuk bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar
kelompok atau golongan.
B. Ancaman Disintegrasi di Indonesia
Berdasarkan faktor penyebab terjadinya isu dan gerakan disintegrasi yang diterangkan di atas,
jelas sekali bahwa bangsa ini sangat rawan adanya gerakan maupun konflik daerah yang
menjurus ke arah disintegrasi. Setelah lepasnya Timor Leste dari pangkuan ibu pertiwi, bangsa
ini masih ada ancaman disintegrasi kembali. Setelah GAM mereda, ada Gerakan Papua
Merdeka, yang notabene juga sama seperti GAM yaitu ingin memerdekakan daerahnya dan
lepas dari Indonesia.
Akhir-akhir ini juga sering terjadi konflik-konflik kecil di daerah, seperti di Tarakan, Kalimantan
Timur, dan juga yang masih sering terjadi kerusuhan di Ambon. Konflik-konflik terjadi karena
perbedaan suku maupun agama.
Bangsa ini rasanya tidak akan pernah lepas dari masalah disintegrasi, karena manusia-
manusianya tidak segera sadar. Bangsa ini masih terlalu lemah untuk mengikat tali persatuan
dan kesatuan dari Sabang sampai Merauke.
Apalagi sekarang ini memasuki era globalisasi, dimana jalinan informasi dan komunikasi sudah
saling terbuka di seluruh dunia. Kehadiran globalisasi memang membawa dampak yang baik
juga terhadap kehidupan kita, karena kita sekarang lebih bisa berinteraksi dan mendapat lebih
banyak ilmu pengetahuan dari bangsa lain sehingga kita tidak terpuruk dalam keterbelakangan.
Namun dampak negatif yang ditimbulkan juga besar sekali untuk memicu terjadinya disintegrasi
suatu bangsa.
Beberapa dampak negative dari globalisasi:
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa
kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi
Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa
akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena
banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di
Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia
dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena
adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda
sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka
dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara
menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan
mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka
sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa
yang menggunakan tidak semestinya. Misalnya untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya
internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap
masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.
C. Cara Menanggulangi Disintegrasi Bangsa
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula
tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara lain :
a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
c. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma (nilai-nilai Pancasila)
yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan
dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
bijaksana, serta efektif.
          
D. Contoh Kasus
1. Pria yang Dibakar Massa Terduga Keras Pencuri Ampli
MA (25)[2] tewas dikeroyok dan dibakar warga Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, karena
dituduh sebagai pencuri amplifier di Musala Al-Hidayah. Dari hasil pemeriksaan terhadap saksi-
saksi dan barang bukti, polisi menyimpulkan MA sebagai terduga pelaku pencurian ampli
tersebut.
"Kita sudah memeriksa 17 saksi berkaitan kasus pencurian dan pengeroyokan ini. Untuk kasus
pencurian amplifier, kita memeriksa 8 saksi dan kemudian untuk kasus pengeroyokan kita
memeriksa 9 orang, 2 (di antaranya) kita tetapkan sebagai tersangka (pengeroyokan)," terang
Kapolrestro Bekasi Kombes Asep Adi Saputra kepada wartawan.[3]
Berdasarkan keterangan 8 saksi terkait dengan kasus pencurian ampli, polisi menyimpulkan MA
sebagai terduga pencurian ampli tersebut.
"Berdasarkan keterangan saksi dan beberapa hari kita dalami dengan keterangan saksi-saksi
yang terus bertambah, kemudian juga bukti-bukti yang ada di TKP dan penyelidikan yang ada,
untuk kasus pencurian yang dilaporkan terkait ampliflier ini penyidik sudah menyusun
kesimpulan bahwa Saudara MA terduga keras melakukan aksi pencurian tersebut," papar Asep.
Polisi juga telah memeriksa saksi kunci Rojali terkait dengan pencurian amplifier tersebut. Rojali
adalah marbut musala yang pertama kali mengetahui ampli tersebut hilang.
"Saudara Rojali sebagai marbut dari Musala Al-Hidayah itu berkali-kali menegaskan dialah yang
menangkap tangan terduga pelaku Saudara MA ketika membawa amplifier tersebut," tuturnya.
Saat itu Rojali bahkan mengejar MA hingga ke Pasar Muara, Babelan, yang berjarak 3-4 km dari
musala. MA saat itu melarikan diri dengan menggunakan motor sehingga akhirnya terjatuh dan
tertangkap massa.
"Jadi penyidik sudah sampai pada kesimpulan bahwa Saudara MA diduga keras sebagai pelaku
pencurian tersebut," ujar Asep.
"Mengapa kita menggunakan kata 'terduga', tentunya kita dalam penyidikan menggunakan asas
praduga tak bersalah," ungkapnya.
Di samping itu, tidak ada pengakuan yang bisa didengar polisi dari MA karena sudah meninggal.
Meski demikian, kata Asep, tindakan main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan.
"Meskipun yang bersangkutan benar pelakunya, tindakan main hakim sendiri tentu tidak bisa
dibenarkan," tandasnya.
2.      Tawuran Antar Pelajar, Penyebab dan Solusinya
Tawuran yang sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar seolah
sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita. Inilah
beberapa contoh yang bisa kita kemukakan sebagai bukti terjadinya tawuran yang dilakukan
oleh para remaja beberapa tahun lalu. Dalam hal tawuran, di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar pelajar sudah mencapai ambang yang cukup
memprihatinkan. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157
kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10
pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota
masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri,
dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun
jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat, dalam satu hari
di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di tiga tempat sekaligus
Faktor- faktor yang menyebabkan tawuran pelajar
Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
a. Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses
internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua
pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu
melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai
keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang
mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa
berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi
para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah
friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya.
Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-
orang sekelilingnya. Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah menjadi tradisi yang harus
dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan, enggak keren, enggak
mengikutiperkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan lain.
Dalam studinya tentang kekerasan, Foucault, seorang psikolog sosial, menyatakan bahwa
kekerasan adalah buah dari simbolisasi perlawanan akan bentukan emosi yang menekan
manusia secara eksistensial. Disisi yang lain, Eric Fromm menyatakan bahwa kekerasan adalah
wujud dari ketakutan dan keterancaman. Dari dua teori diatas, kita tentu memahami mengapa
pelajar melakukan kekerasan. Sebagai manusia remaja, pelajar, dalam pengalaman keseharian
mereka, merasakan bentukan hegemoni dari orang yang lebih dewasa (orang tua, guru dan
sekolah itu sendiri) melalui aturan normative yang membelit kebebasan mereka. Mereka lebih
sering dituntut untuk memahami segala bentuk tatanan yang sifatnya baru bagi mereka
daripada diberikan kebebasan untuk berpikir kritis atas tatanan-tatanan tersebut. Mereka
merasakan sebuah keterancaman eksistensial dimana keberadaan mereka tidak terlalu diakui
sebagai selayaknya manusia yang setara. Mereka adalah gudang kesalahan yang setiap hari
selalu diposisikan sebagai sosok yang tidak pernah benar di mata orang dewasa.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang
anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh
menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang
datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab
kekerasan  yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman
dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
 Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
salah satu   penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai
figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua
sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai
penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.
2. Faktor Sekolah
Dalam beberapa diskusi atau tulisan yang dimuat di media masa, beberapa ahli atau penggiat
pendidikan sering mengopinikan adanya kebutuhan akan kegiatan-kegiatan positif yang mampu
mewadahi kreativitas dan dinamisasi kehidupan remaja dalam rangka mengurangi angka
terjadinya tawuran antar siswa baik di tingkat SMP atau SMU. Kegiatan-kegiatan positif bisa
dibentukan dalam aktivitas persahabatan antar sekolah yang lebih menitikberatkan kepada
persoalan-persoalan ilmiah. Dari kegiatan tersebut akan muncul sebuah keakraban universal
diantara mereka para pelajar.
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan  para siswa pandai secara akademik namun juga pandai
secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi
lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini
dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya  disekolah tidak jarang
ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak
muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa
saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang
pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang
remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut
menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan
dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang
dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa
mengakibatkan tawuran.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang
Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama
puluhan tahun. Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok.
Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari
siswa senior kepada yuniornya.
Solusi Untuk Mengatasi Tawuran di Sekolah
a.       Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
b.      Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar. Seperti   hadirnya
seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu
bersikap baik
c.       Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari  jati
diri
d.      Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan
sekolah  untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat  diwaktu luangnya. Contohnya  :
membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang
bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya.
e.       Bahkan antara   tahun 2002 sampai tahun 2005 tauran mulai berkurang karena pada saat
itu Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan instruksi kepada seluruh sekolah khususnya
SLTA  agar  tiap-tiap sekolah siswanya mengikuti kegiatan kesiswaan dengan system mentoring.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil analisis tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat akumulasi
permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih sehingga perlu
penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek hukum, keadilan,
sosial budaya.
b. emberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah di
Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental dibidang
SARA.
c. Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang dapat
menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat diantisipasi.
d. Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan
meredamnya konflik pada skala dini.  Namun pada skala kejadian diperlukan profesionalisme
aparat kemanan secara terpadu.
e. Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu diantisipasi dengan
penghayatan wawasan kebangsaan melalui edukasi dan sosialisasi.

B. Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasil mencegah terjadinya disintegrasi:
a. Penyelesaian konflik yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan dengan
pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan masyarakat
dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang bersandar pada
penegakan hukum.
b. Penyelesaian konflik yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan HAM.
c. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor perbedaan,
disarankan kepemimpinan daerah  harus mampu meredam dan memberlakukan reward and
punishment dari strata pimpinan diatasnya.
d. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak
disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handa
DAFTAR PUSTAKA
Surjanto, Brigadir Jenderal TNI, Mengatasi Gerakan Sparatis di Irian Jaya dengan Pendekatan
Ketahanan Nasional, Jakarta, Lemhannas, 2001.
HB. Amiruddin Maulana, Drs, SH, Msi. Menjaga Kepantingan Nasional Melalui Pelaksanaan
Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Jakarta, Lemhannas, 2001.
Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan beberapa Daerah Untuk Memisahkan
Diri dari Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas, 2001.
Krsna @Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara
Berkembang.2005.internet:Public Jurnal

Situs Web:

http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme

http://pormadi.wordpress.com/2007/10/01/nilai-nilai-pancasila-dan-uud-1945/

http://ideologipancasila.wordpress.com/2007/08/14/perda-syariat-mengancam-integrasi-
bangsa/

http://klubhausbuku.wordpress.com/2008/05/16/ancaman-bahaya-disintegrasi/

http://id.shvoong.com/social-sciences/1696931-disintegrasi-nasional/

http://ayobukasaja.blogspot.co.id/2011/08/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html

http://vanela-fantasy.blogspot.co.id/2014/10/tawuran-antar-pelajar-penyebab-dan_25.html

https://news.detik.com/berita/d-3592856/polisi-pria-yang-dibakar-massa-terduga-keras-
pencuri-ampli

Anda mungkin juga menyukai