Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan tidak
bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
Menurut Soekanto Soekamto, disintegrasi merupakan suatu keadaan yang terdapat dalam
masyarakat dalam situasi ketidakaturan, hal tersebut didasari pada memudarnya norma dan
juga nilai yang sudah ada. Menurut Saifuddin (1986) konflik adalah pertentangan yang
bersifat langsung dan disadari antara individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
sama.
Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang
sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat, segelintir elite
politik lokal maupun elite politik nasional dengan menggunakan beberapa issue global Issue
tersebut meliputi issu demokratisasi, HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan
hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan
global dan regional mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya
masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai
aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.

Permasalahan Umum Disintegrasi


Permasalahan utama dalam proses integrasi masyarakat majemuk bukan terletak pada
kemajemukannya atau perbedaan faktor kebudayaan tetapi pada faktor ekonomi dan politik.
Sektor ekonomi dan politik lebih berpotensi besar menjadi pemicu berlangsungnya konflik
dalam masyarakat majemuk, baik antaragama, suku bangsa, daerah maupun antara golongan
minoritas dan golongan mayoritas.
Perbedaan kebudayaan di masyarakat plural di Indonesia dapat menyebabkan
disintegrasi bila tidak dikelola secara baik.

Identifikasi Permasalahan Disintegrasi


Permasalahan 1
Judul Jurnal : Antisipasi Hukum Tata Negara Dalam Upaya Mempertahankan
Integrasi Bangsa Indonesia
Nama Jurnal : Jurnal Bestari
Penulis : Satya Arinanto
Tahun Terbit : 2001
Halaman : 150
Sistem politik otoriter yang tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu
menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Pada permasalahan ini para
pemimpin hanya mementingkan dirinya saja, sedangkan kepentingan rakyat dianggap kurang
penting. Sehingga menimbulkan disintegrasi atau perpecahan. Hal ini akan menimbulkan
dampak yang tidak baik untuk negara kita, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan lainnya.

Permasalahan 2
Judul Jurnal : Usaha Mengatasi Ancaman Disintegrasi Bangsa dalam Rangka Memupuk
Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Kemerdekaan
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-ilmu Sosial
Penulis : Heru Arif Pianto
Tahun Terbit : 2018
e-ISSN : 2622-1373

Arus globalisasi serta modernisasi dewasa ini membuat para generasi muda yang hanyut
dalam berbagai gaya hidup serta sikap individualistis, acuh tak acuh terhadap lingkungan
sekitar serta melemahnya tanggung jawab moral. Banyak generasi muda yang hanyut dalam
gemerlap dunia serta memanfaatkan waktunya hanya untuk mementingkan kesenangan
belaka saja tanpa memikirkan masa depanya. Lebih parah lagi apabila mereka lupa bahwa
pada hakikatnya mereka merupakan sumber kekuatan moral yang diharapkan untuk selalu
menjunjung tinggi kebenaran sesuai hati nurani serta berjiwa patriotisme.

Permasalahan 3
Judul Jurnal : DESINTEGRASI
Nama Jurnal : ACADEMICA
Penulis : Dahlan Hi. Hasan
Tahun Terbit : 2013

Konflik berdimensi etnisitasi yang ditandai dengan melemahnya semangat integrasi, dan
ditandai dengan menguatnya solidaritas dan loyalitas primordial berdimensi politik, tak
jarang dapat menggiring suatu bangsa yang majemuk kedalam sikap bermusuhan dikalangan
mereka. Akhirnya kesemuanya itu bermuara kepada desintegrasi (kehancuran, perpecahan,
artinya tidak berfungsinya masing-masing bagian dalam suatu sistem sosial, tidak
mempunyai hubungan timbal balik yang pas, sehingga karena itu tidak membentuk
keseluruhan). Kalau dijabarkan dalam pengertian sehari-hari maka desintegrasi bangsa itu
adalah tidak terpadu dalam keragamannya artinya terakumulasi kesenjangan-kesenjangan
yang dirasakan dan diamati dalam kehidupannya sehingga membuat warga masyarakat
terkotak-kotak. Hal ini menjadi sumber masalah bagi bangsa dan negara yang pada akhirnya
dengan tuntutan pembagian wilayah sehingga memungkinkan munculnya nation baru yang
lebih homogen.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PEMBAHASAN

Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran bernegara akan tumbuh dan


berkembang di negara merdeka serta mampu berkembang lebih leluasa yang hal ini
didasarkan pada kemampuan dan kemauan para warga negara itu sendiri tanpa mengalami
tekana dari pihak lain. Sebagai warga negara yang baik hendaknya harus mampu menerapkan
cara berpikir nasional yang hal itu merupakan cara berpikir seseorang terhadap kesadaran
bernegara dan mempunyai ciri-ciri khusus yang diantaranya berupa norma obyektif artinya
selalu mengutamakan kepentingan kehidupan nasional (Muljana, 2008, pp. 6– 7). Apabila
diibaratkan nyawa bagi manusia, nasionalisme itu sendiri merupakan jantung kehidupan
suatu negara yang berperan sebagai tiang utama tegaknya negara.
Rasa nasionalisme dapat pula mendorong mereka untuk lebih menghargai nilai
kemerdekaan dan arti hidup dengan mengisinya pada hal-hal yang positif. Kesadaran akan
persatuan dan kesatuan bangsa sangat penting bagi generasi muda sebagai sistem nilai
sehingga secara moral mereka akan berbuat baik dalam setiap tindakan serta gerak hati
nuraninya. Satu yang lebih penting lagi bahwa mereka akan pandai dalam melihat peluang
untuk mencapai eminensi dalam kehidupanya, kesuksesan masa depanya. Dampak positif
nasionalisme telah tercatat sebagai prestasi gemilang dalam sejarah yaitu dengan lahirnya
organisasi pemuda yang dinamakan Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan peristiwa
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang keduanya mengandung nilai yang sangat urgen
berupa kesatuan. Selain itu sumpah pemuda merupakan wujud pengusungan faham
nasionalisme, melalui penyatuan keinginan bersama untuk membuat negeri ini merdeka
secara penuh.
Salah satu usaha yang tidak kalah pentingnya dalam rangka penanaman nasionalisme
ini adalah pembiasaan memakai produk dalam negeri sehingga akan muncul rasa cinta serta
menghargai hasil karya bangsa sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan jika nasionalisme
kita kurang kuat, akan banyak sekali produk-produk budaya luar yang menggeser produk
budaya kita. Ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan juga bahwa generasi tua, dalam hal
ini pendidik atau guru harus bisa mendidik serta menjadi suri tauladan dan memberi contoh-
contoh yang baik terhadap para generasi muda. Orang tua juga mempunyai peran yang sangat
besar pula dalam mendidik anak-anaknya. Mereka para orang tua juga harus menanamkan
semangat nasionalisme kapada anaknya sejak usia sedini mungkin agar ketika mereka besar
rasa nasionalisme sudah tertanam secara kuat di dalam jiwa anak.
Dengan menerima realitas konflik sebagai kenyataan yang biasa tidak lain ini
disebabkan masyarakat Indonesia itu sendiri yang pluralistik adanya disamping pula faktor
agama-agama besar yang bersifat ofensif. Jelas ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya
benturan-benturan kepentingan bersifat kompleks. Namun demikian hal ini tidak serta merta
mengarah kepada terjadinya gerakan sentrifugalis yang berkepanjangan tanpa adanya
penyelesaian. Pada tataran selanjutnya antara suku bangsa, antar agama sellau muncul
tindakan yang mengarah kepada proses integrasi yang menekankan penyatuan kembali
satuan-satuan sosial dalam masyarakat. Apa peduli kita terhadap lepasnya Timor-Timor
ataupun Aceh yang dilanda tragedi? Tentu saja kita harus peduli dengan kedua wilayah itu.
Ketika penyelesaian politik dan militer terperangkap kedalam situasi desintegrasi (sebenarnya
ingin dihindari itu) karena lebih mengutamakan pendekatan kekuatan dan kekuasaan.
Tentulah orangorang akan mencari-cari solusi kebudayaan. Orang akan mencari cara untuk
merangkul bahu rakyat yang hatinya sedang terluka. Orang akan mencari-cari ciriciri
kulturalnya; apa yang mereka mau, apa yang membangkitkan percaya dirinya, apa yang bisa
membangkitkan empatinya kepada negara indonesia. Disitulah diperlukan pengetahuan
tentang budaya suatu suku bangsa, bukan hanya untuk kepentingan integrasi politik nasional,
lebih lagi guna integrasi cultural atau mungkin lebih tepat lagi adalah reintegrasi cultural”;
membuhul kembali benang merah pengikat kebangsaan secara cultural. Dalam konteks
masyarakat Indonesia secara menyeluruh konflik (bernuansa sara’, antara kita dan mereka)
dapat terjadi antara yang merasa pribumi dan non pribumi, antar suku dan agama). Tetapi
dalam konteks yang lebih kecil dapat terjadi konflik seperti peristiwa Sanggau ledo (kalbar)
antara Etnik Madura dan dayak, peristiwa belum lama juga terjadi di Luwu Sulsel (12/9
1998) antara Dusun (Baebunta dan Rante malino), dimana warga Baebunta yang merasa
penduduk Asli membumi hanguskan Dusun Rante malino yang dinilai sebagai pendatang
(Surya 15 Sept.1998) Contoh-contoh lain penggolongan kita dan mereka misalnya pensiunan
ABRI tidak bergabung ke Partai Politik yang bersebrangan dengan pemerintah”. Demikian
seorang tokoh masyarakat ketika berbicara di layar TV, artinya ada partai yang mendukung
pemerintah dan ada yang anti pemerintah. Ada gerakan-gerakan kelompok sekuler (sebagai
lawan dari kelompok Religius) yang ingin menggulingkan pemerintah yang syah. Demikian
seorang tokoh yang lain dalam siaran berita TV pula. Sekarang ada partai ”Hairam” alias
halal tapi haram. Atau halal dan haram bercampur menjadi satu, sehingga sulit membedakan
apakah partai tersebut sesuai dengan keinginan umat islam atau tidak. Partai ini biasanya
berdalih demi kebangasaan dan keterbukaan lalu susunan kepengurusannya bercamput antara
islam dan non islam. Mengenai partai begini, umat islam harus hati-hati, demikian kata
seorang tokoh masyarakat (pewarta Siang, 18 September 1998).
3.2 SOLUSI
3.2.1 Permasalahan 1
Sistem politik yang bersifat otoriter cenderung memberikan keresahan didalam menjalankan
tugas yang memaksakan aturan sendiri. Solusi didalam mengatasi hal tersebut ialah memilih
calon pemimpin pemerintah dengan memperhatika visi misi yang sesuai dan terarah pada
kemajuan bangsa, serta memilih calon pemimpin dengan memperhatikan kehidupan calon
yang berorientasi untuk kepentingan bersama, dan bukan memilih karena uang suap.

3.2.2 Permasalahan 2
Didalam mengatasi permasalahan generasi muda yang cenderung bersikap individualis dan
mementingkan kesenangan dirinya saja ialah dengan menerapkan pendidikan dari rumah
hingga sekolah dengan melakukan aktifitas yang membangun rasa nasionalisme didalam diri
generasi muda, yakni dengan mengarahkan generasi muda untuk melakukan setiap kegiatan
dengan kerjasama dan sportifitas.

3.2.3 Permasalahan 3
Masalah disintegrasi yang sudah menjadi masalah yang terjadi dikehidupan sehari-hari solusi
yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan pendidikan mata pelajaran umum
kewarganegaraan untuk setiap peserta didik sejak dibangku sekolah, kemudian melakukan
kegiatan yang membangun rasa nasionalisme didalam setiap diri bangsa, memperingati setiap
hari-hari nasional untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air.
Sumber:
Arinanto, Satya. 2001. Antisipasi Hukum Tata Negara Dalam Upaya Mempertahankan
Integrasi Bangsa Indonesia. Jurnal Bestari
Hasan, Dahlan. 2013. DESINTEGRASI. VOL.05 No. 02
Pianto, Heru Arif. 2018. Usaha Mengatasi Ancaman Disintegrasi Bangsa dalam Rangka
Memupuk Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Kemerdekaan. Vol 1 No 2
Seokanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Saifuddin. 1986. Konflik dan Integrasi. Jakarta: Rajawali
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/26/153000469/disintegrasi-bangsa

Anda mungkin juga menyukai