Anda di halaman 1dari 8

PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI MAHASISWA

PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAGI MAHASISWA

PENDAHULUAN Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ius soli atau prinsip ius sanguinis. Yang dimaksud dengan ius soli adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ius sanguinis mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah. Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa. Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki UndangUndang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama. Fungsi-Fungsi Negara : 1. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat. Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan. 2. Melaksanakan ketertiban Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat. 3. Pertahanan dan keamanan Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. 4. Menegakkan keadilan Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.

PEMBAHASAN

` Telah dikatakan pada pembahasan di atas, bahwa di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. Untuk mengatur control terhadap unsur-unsur tersebut, Negara memiliki yang namanya tujuan nasional adalah sebagai berikut; 1. Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (keamanan) 2. Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (kesejahteraan) 3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan (ketertiban) Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif bertujuan untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Pendidikan Kewarganegraan sudah menjadi bagian dari pendidikan nasonal Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan sudah diterapkan di berbgai sekolah di Indonesia dari SD sampai Perguruan Tinggi, hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan tersebut bagi bangsa Indonesia.dalam pendidikan Nasional Indonesia Pkn memiliki lima status yaitu 1. Sebagai mata plajarandi sekolah 2. Sebagai mata kuliah di Perguruan Tinggi 3. Sebagai cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru 4. Sebagai program yang dikemas dalam bentuk penataran P4 atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh pemerintah sebagai suatu crash program 5. Sebai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga istilah teknis yaitu: - civics, - civic education, - citizenship educatin. Istilah civics merupakan istilah yang paling tua diginakan pertama kalinya oleh Chresphore pada tahun 1886 dalam Somatri ( 1969 ) untuk menuntukkan The Scient Of Citizenship yang isinya antra lain mempelajari hubungan antarwarganegaradan hubungan antar warganegara dengan pemerintah. Sedangkan Civic Education masih dipakai untuk label mata kuliah dalam jurusan atau perguruan studi PPKN dan nama LSM Center For Indonesian Civic Education.istilah ini cenderung digunakan secara spesifik sebagai mata pelajaran dalam konteks pendidikan forma. Di Indonesia citizenship education belum pernah dalam tataran formal instrumentasi pendidikan kecuali sebagai wacana akademis di kalangan ilmiah pendidikan IPS. A. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan a. Aspek Ontologis Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua dimensi ontologi yaitu 1. Obyek Telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praksis disebut sistem pendidikan kewarganegaraan( spkn/SPKn ) yang dapat ditulis dengan semuanya huruf besar atau huruf kecil. 2. Obyek Pengembangan adalah keseluruhan anah sosio psikologi peserta didik yaiyu ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik yang menyangkut status, ak, kewajibannya sebagai warganegara, yang perlu dimuliakan da dikembangkan secara programatik guna mencapai warganegar yang cerdas dan baik. b. Aspek Eepestemologi Pendidikan Kewarganegaraan

Aspek ini berkaitan erat dengan dengan aspek ontologo pendidikan kewarganegaa, karena aspek epistemologis yang pada dasarnya berwujud dalam derbagai bentuk kegiatan sustematis dalam upaya membangun pengetahuan bidang pendidkan kewarganegaraan. c. Aksiologi untuk memfasilitasi pengembangan body of knowledge sistem pengetahuan atau disiplin pendidikan, melandasi dan memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan pendidikan demokrasi di sekolah maupun di luar sekolah, dan membingkai serta memfasilitasi berkembangnya koridorproses demokrasi secara soial kultural dalam masyarakat. B. Secara Pragmatik sistem pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga komponren yaitu 1. kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan 2. program kulinerpendidikan kewarganegaran 3. gerakan sosial kultural kewargangaraan yangsecara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan pengetahuan kewarganegaraan dan keterampilan kewarganegaraan C. secara kontekstual logika internal dan dinamika eksternal sistem pendidikan PKn dipengaruhi oleh aspek aspek pengetahuan Dalam menghadapi kecenderungan globalisasi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor value-based education. Selain sebagai value-based education, dalam era global Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi (Civic Education for democracy). Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya (supremacy of law/rule of law) yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten Pillars of Indonesian Constitutional Democracy) yang menjadi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru. Apapun penekanannya semua bermuara pada pembangunan civic competence (kompetensi kewarganegaran). Aspek-aspek civic competences tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition). Hal ini secara konseptual dan teoritik sejak tahun 1994 telah diajukan oleh Center for Civic Education dalam National Standards for Civics and Government (Branson,1998). Dengan demikian terdapat beberapa keharusan dan tuntutan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perlu diadakan suatu forum ilmiah untuk mengkaji fungsi peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era PENUTUP Dari pendahuluan dan pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah penting untuk dipelajari bagi mahasiswa karena: 1. Memberikan Pembelajaran tentang bentuk NKRI sudah final dan Tujuan nasional didirikannya NKRI, wawasan nasional( dengan mengenal 50 masalah nasional ) sehingga mahasiswa mempunyai rasa nasionalisme yang diperlukan bangsa dan ocal RI 2. Memberikan pembelajaran tentang Ketahanan nasional, sehingga mahasiswa sadar akan pentingnya menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela ocal , bangsa dan agama.

3. Memberikan pembelajaran mengempati posisi pejabat ocal seperti menteri ocal t, kepala badan/lembaga tinggi pemerintahan dengan menyampaikan satu masalah nasional untuk diseminarkan dalam kelas, dihadapan mahasiswa lain yang bertindak selaku kepala dinas propinsi atau anggota DPR yang akan mengkritisi paparan menteri. 4. Memberikan pembelajaran agar mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai masalah nasional dan ocal di daerah, dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara pendekatan / pandang yang komprehensif, integralistik, sistemik, holistic.

DAFTAR PUSTAKA http://ppkn.upi.edu/ http://christantomaulana.multiply.com/journal/item/3 http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-negara-dan-fungsi-negara-pendidikankewarganegaraan-pkn

Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan di Jenjang Perguruan Tinggi


May 4 Posted by yogaslavianarmy

Oleh: Pratama Yoga Nugroho* Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang berlangsung sejak tahun 1945 secara tak terduga berakhir pada tahun 1991. Hal ini ditandai dengan beberapa momentum yang terjadi di negara-negara eks-komunis seperti digulingkannya diktator-diktator di Romania, Hungaria, dan Bulgaria, dirobohkannya Tembok Berlin, dan yang paling menentukan adalah runtuhnya Uni Soviet, negara sentral komunisme, pada tahun 1991.

Perang Dingin yang berlangsung selama beberapa dekade telah memanaskan suhu dunia dan menciptakan sebuah medan pertempuran politis, ideologis, kultural, dan militeristik. Namun setelah perang tersebut berakhir, dunia seolah mengalami kevakuman. Kemunculam Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adikuasa yang selama Perang Dingin yang mempromosikan liberalisme dan kapitalisme secara psikologis menempatkannya sebagai satu-satunya yang dapat mengatur dunia tanpa perlawanan dari negara manapun. Pasca Perang Dingin, Amerika Serikat dan negaranegara sekutunya dengan gencar mengampanyekan demokrasi, penegakan HAM, dan sistem pasar bebas ke negara-negara eks-komunis dan Dunia Ketiga, sebagai pengisi kevakuman pasca Perang Dingin. Namun pada praktiknya, kampanye tersebut menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat internasional manakala Amerika Serikat memaksakan kehendaknya sendiri dan menerapkan standar ganda. Hal ini dapat dengan mudah kita lihat pada perlakuannya terhadap Israel, Irak, Iran, dan Korea Utara. Isu-isu globalisasi yang mencakup HAM, demokrasi, liberalisasi, perdamaian dunia, dan lingkungan hidup kerap kali digunakan untuk menyudutkan dan mendiskreditkan bangsa dan negara lain. Dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, globalisasi yang didengungkan negara-negara maju secara langsung maupun tidak langsung banyak berpengaruh pada tatanan sosial, politik, dan budaya bangsa lain termasuk Indonesia dan jelas akan berpengaruh pada kondisi spiritual bangsa. Untuk Indonesia, saat ini bangsa dan negara setidaknya dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain: pertama, tantangan dan mainstream globalisasi; kedua, permasalahanpermasalahan internal seperti korupsi, destabilisasi, separatisme, disintegrasi, dan terorisme; dan ketiga, penjagaan agar roh dan semangat reformasi tetap berjalan pada relnya (on the right track). Permasalahan pertama dan kedua lebih didominasi oleh eksekutif dan legislatif sementara permasalahan ketiga hendaknya dijawab oleh setiap elemen masyarakat. Pemberdayaan elemen masyarakat, khususnya elemen civitas academica, dapat dilakukan dengan pengajaran civic education atau Pendidikan Kewarganegaraan. Pengajaran tersebut diharapkan dapat

membangkitkan dan meningkatkan kesadaran siswa dan mahasiswa akan permasalahanpermasalahan yang dihadapi bangsa dan negara. Implementasi dari kesadaran tersebut dapat dilihat dari kontribusi dan partisipasi aktif mereka dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan sosial, politik, dan budaya bangsa dan negara secara keseluruhan. Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional, dan perspektif internasional. Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar.

Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian). Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain: a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM. b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai. c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya

menyelesaikaN konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal. d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi. e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik. f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban). * Pratama Yoga Nugroho: mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Diponegoro, Semarang.

Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan di Jenjang Perguruan Tinggi 4 05 2008 Oleh: Pratama Yoga Nugroho* Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang berlangsung sejak tahun 1945 secara tak terduga berakhir pada tahun 1991. Hal ini ditandai dengan beberapa momentum yang terjadi di negara-negara eks-komunis seperti digulingkannya diktator-diktator di Romania, Hungaria, dan Bulgaria, dirobohkannya Tembok Berlin, dan yang paling menentukan adalah runtuhnya Uni Soviet, negara sentral komunisme, pada tahun 1991. Perang Dingin yang berlangsung selama beberapa dekade telah memanaskan suhu dunia dan menciptakan sebuah medan pertempuran politis, ideologis, kultural, dan militeristik. Namun setelah perang tersebut berakhir, dunia seolah mengalami kevakuman. Kemunculam Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adikuasa yang selama Perang Dingin yang mempromosikan liberalisme dan kapitalisme secara psikologis menempatkannya sebagai satu-satunya yang dapat mengatur dunia tanpa perlawanan dari negara manapun. Pasca Perang Dingin, Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya dengan gencar mengampanyekan demokrasi, penegakan HAM, dan sistem pasar bebas ke negara-negara eks-komunis dan Dunia Ketiga, sebagai pengisi kevakuman pasca Perang Dingin. Namun pada praktiknya, kampanye tersebut menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat internasional manakala Amerika Serikat memaksakan kehendaknya sendiri dan menerapkan standar ganda. Hal ini dapat dengan mudah kita lihat pada perlakuannya terhadap Israel, Irak, Iran, dan Korea Utara. Isu-isu globalisasi yang mencakup HAM, demokrasi, liberalisasi, perdamaian dunia, dan lingkungan hidup kerap kali digunakan untuk menyudutkan dan mendiskreditkan bangsa dan negara lain. Dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, globalisasi yang didengungkan negara-negara maju secara langsung maupun tidak langsung banyak berpengaruh pada tatanan sosial, politik, dan budaya bangsa lain termasuk Indonesia dan jelas akan berpengaruh pada kondisi spiritual bangsa. Untuk Indonesia, saat ini bangsa dan negara setidaknya dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain: pertama, tantangan dan mainstream globalisasi; kedua, permasalahanpermasalahan internal seperti korupsi, destabilisasi, separatisme, disintegrasi, dan terorisme; dan ketiga, penjagaan agar roh dan semangat reformasi tetap berjalan pada relnya (on the right track). Permasalahan pertama dan kedua lebih didominasi oleh eksekutif dan legislatif sementara permasalahan ketiga hendaknya dijawab oleh setiap elemen masyarakat. Pemberdayaan elemen masyarakat, khususnya elemen civitas academica, dapat dilakukan dengan pengajaran civic education atau Pendidikan Kewarganegaraan. Pengajaran tersebut diharapkan dapat membangkitkan dan meningkatkan kesadaran siswa dan mahasiswa akan permasalahanpermasalahan yang dihadapi bangsa dan negara. Implementasi dari kesadaran tersebut dapat dilihat dari kontribusi dan partisipasi aktif mereka dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan sosial, politik, dan budaya bangsa dan negara secara keseluruhan. Pengajaran Kewarganegaraan di Indonesia, dan di negara-negara Asia pada umumnya, lebih ditekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional,

dan perspektif internasional. Hal ini cukup berbeda dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Amerika dan Australia yang lebih menekankan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu serta sistem dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar. Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian). Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain: a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM. b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai. c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikaN konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilainilai universal. d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi. e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan publik. f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban). * Pratama Yoga Nugroho: mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Sastra,

Anda mungkin juga menyukai