PENDAHULUAN
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di
negara tersebut. Sistem perekonomian juga dapat diartikan sebagai cara suatu bangsa atau
Negara untuk mengatur kehidupan ekonominya agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan
bagi rakyatnya.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya
adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem,
seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya,
semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia
berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies)
memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil
produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur
faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Tidak ada satu negarapun yang bisa menerapkan suatu sistem perekonomian secara
ekstrim. Di Indonesia, pemerintah mempunyai peran penting sebagai wasit dalam megawasi
jalannya perekonomian.
Pemerintah perlu mendukung dan melindungi para pelaku ekonomi atau masyarakat
ekonomi lemah demikian pula terhadap para pengusaha muda, dengan berbagai kebijakan
yang meringankan, sehingga pada akhirnya dapat tumbuh mandiri.
Pada tahun 1980 Seminar Ekonomi Pancasila dalam rangka seperempat abad FEUGM menghimbau pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih dan
melaksanakan strategi pembangunan ekonomi. Ada peringatan teoritis bahwa ilmu
ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk menumbuhkembangkan perekonomian
nasional, tetapi
mewujudkan keadilansosial.
Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang
seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika
Demokrasi Ekonomi Pancasila
Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu
adalah
(hanya)
sila
menyempurnakannya
terakhir,
dengan
keadilan
mengacu
sosial,
pada
maka
ekonom-ekonom
kelima-limanya
sebagai
UGM
berikut:
1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak
membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
3. Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi
terwujudnya
perekonomian
nasional
yang
kuat,
tangguh,
dan
mandiri;
menjiwai
perilaku
ekonomi
perorangan
dan
masyarakat;
5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan
desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju
perwujudan
keadilan
sosial
bagi
BAB II
Demokrasi Ekonomi Pancasila
seluruh
rakyat
Indonesia.
PEMBAHASAN
A. LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD
1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang
berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan
materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau
eksploitasi);Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosionasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan
ekonomi
rakyuat
dan
hajat
hidup
orang
banyak);
serta Keadilan
UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis
pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal
18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak
disebut lagi dan diperkirakan dikembalikan ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.
Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang
menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat
sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain,
saling tolong-menolong dan bergotong-royong.
Di dalam usaha-usaha membina sistem eonomi yang khas bagi Indonesia, kiranya,
sebaiknya kita berpegang pada pokok-pokok fikiran sebagaimana tercantum dalam Pancasila,
khususnya dokumen "Lahirnya Pancasila" dan UUD 45, khususnya pasal-pasal 23, 27, 33
dan 34.
Dari Pancasila adalah sila "Keadilan Sosial" yang paling relevan untuk ekonomi. Sila
ini mengandung dua makna, yakni sebagai prinsip pembagian pendapatan yang adil dan
prinsip demokrasi ekonomi.
Ditempatkan dalam persepketif sejarah maka hasrat ingin mengejar pembagian
pendapatan yang adil mudah difahami. Pembagian pendapatan di masa penjajahan adalah
sangat tidak adil. Kurang daripada 3% dari jumlah penduduk [yang terutama adalah bangsa
asing] menerima lebih dari 25% dari pendapatan nasional Indonesia. Karenanya, maka pola
pembagian pendapatan serupa ini perlu dirombak secara drastis.
Akan tetapi yang dikejar bukan saja "masyarakat yang adil dalam pembagian
pendapatannya" tapi juga "masyarakat yang makmur". Ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan
dari pendapatan nasional harus juga meningkat.
Di masa penjajahan, pertumbuhan eonomi berlangsung berdasarkan free fight
competitionliberalism. Dalam pertarungan kompetisi ekonomi serupa ini, bangsa Indonesia
tertinggal oleh karena tidak memiliki alat-alat produksi yang compatible. Maka sistem
ekonomi liberal serupa ini menambahkan ketidakadilan dalam pembagian pendapatan, karena
yang ekonomi kuat, semakin kuat, sedangkan yang lemah ketinggalan.
Guna menghindari pengalaman pahit serupa inilah, sila "Keadilan Sosial"
menekankan perlunya: demokrasi ekonomi. Hakekatnya adalah suatu medezeggenschap di
dalam unit ekonomi [pabrik, perusahaan, ekonomi negara dan lain-lain].
Prinsip demokrasi ekonomi ini terjelma dalam UUD 45 pasal 23, 27, 33 dan 34. Di
dalam pasal 23 yang menonjol adalah hak budget DPR-GR. Ini berarti bahwa pemerintah
boleh menginginkan rupa-rupa hal, rencana dan proyek, akan tetapi pada instansi terakhir
adalah rakyat sendiri yang memutuskan apakah rencana atau proyek bakal dilaksanakan, oleh
karena hak-budget, hal menetapkan sumber penerimaan negara [pajak] dan macam-macam
serta harga mata uang berada di tangan DPR-GR.
Inilah prinsip medezeggenschap atau demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi
pancasila kita. Dan untuk mencek kemudian apakah pemerintah tidak menyimpang dari
kehendak DPR-GR, maka DPR-GR dapat menggunakan pemeriksaan melalui Badan
Pemeriksaan Keuangan.
Tentu semuanya ini di dalam iklim kehidupan kenegaraan di mana rechtszekerheid
terjamin. Oleh karena itu, pasal 27 mewajibkan semua kita [baik penguasa tertinggi maupun
warga negara biasa] menjunjung Hukum.
Di dalam sistem ekonomi yang menjamin demokasi-ekonomi maka tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak [pasal 27]. Hak atas pekerjaan
Demokrasi Ekonomi Pancasila
tidaklah meluluprivilege suatu kliek atau golongan tertentu. Semua berhak memperoleh equal
opportunity. Akan tetapi manakala ia jatuh terlantar menjadi fakir miskin, maka naluri
kemanusiaan kita, sesuai jiwa Pancasila, menugaskan kepada negara untuk memelihara
mereka yang terlantar itu [pasal 34].
Prinsip demokrasi ekonomi juga menjelma dalam pasal 33 "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluaragaan". Di sini [dalam pengjelasan tentang
UUD] menonjol tekanan pada "masyarakat": "Produksi dikerjakan di bawah pimpinan atau
pemilikan anggotanggota masyarakat."
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang.
"Masyarakat" tidak sama dengan "negara". Sehingga jelaslah bahwa sistem ekonomi
Pancasila tidak saja menolak free fight liberalism akan tetapi juga etatisme [ekonomi
komando], di mana negara beserta aparatur ekonomi negara berdomisili penuh dan
mematikan inisiatif masyarakat.
Tetapi ini tidak berarti bahwa negara lalu berpangku-tangan. Pasal 33 juga
menekankan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sedangkan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi dikuasai negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat.
Jadi negara menguasai sektor-sektor yang strategis. Maka dapatlah sistem ekonomi
pancasila ini diumpamakan seperti lalu-lintas di Jakarta. Masing-masing anggota masyarakat
bebas
berjalan
di
jalan-jalan.
Akan
tetapi
dalam
kebebasan
itu
terkandung
ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham liberal
dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar (Mubyarto, 2002: 68),
SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa
berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang membentuk
perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : Dalam
Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain
yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan
structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia.
Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat dominan,
mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita keadilan
sosial. (GBHN 1993).
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem ekonomi
Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981).
1.
2.
3.
4.
5.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua
untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas
kekeluargaan antar sesama manusia.
5.
A.1.1. Perbandingan Paradigma Ekonomi, kapitalisme, Sosialisme dan Pancasila
PARADIGMA
KOMPONEN
Relasi
Pelaku
Harga
KAPITALISME
SOSIALISME
Minim
Negara memainkan
campur
tangan negara
Individu/Swasta
Mekanisme pasar
peran utama
Negara,
Kolektivisme
Dikendalikan negara
PANCASILA
Penguasaan
negara
untuk
kemamuran
rakyat
Usaha
bersama/
Koperasi
bercorak
gotong royong
Kebutuhan
dasar
dikendalikan negara
prinsip ekonomi hingga saat ini, adalah kembali kepada UUD 45. Ia mengacu kepada
Ketetapan MPRS XXIII.6 Ketetapan tersebut disusun berdasarkan kepentingan menuju
perbaikan ekonomi rakyat. Bahkan, kepentingan ekonomi diutamakan dari kepentingan
nasional lain, termasuk politik.
Pendasaran Widjojo pada UUD 45 memberikan penjelasan bahwa ekonomi
Indonesia harus memiliki karakter berbeda dibanding yang lain. Sistem ekonomi yang
berlaku di Indonesia harus disesuaikan dengan kebutuhannya dalam menempuh perjalanan
menuju perekonomian sehat.
Dalam pandangannya, setiap bangsa akan diterpa berbagai persoalan nasional.
Namun, pemerintah harus berani menetapkan persoalan ekonomi adalah persoalan yang harus
diprioritaskan. Karena itu, dibutuhkan sebuah sistem ekonomi yang berpihak kepada rakyat.
Sistem tersebut adalah sistem ekonomi Pancasila.
Pandangan lain disampaikan oleh Mubyarto. Dalam Ekonomi Pancasila, menurut
Mubyarto, seluruh sila harus menjadi acuan kebijakan dan prilaku ekonomi seluruh rakyat
Indonesia.7 Dengan demikian, gagasan ekonomi Pancasila konsisten dengan lima sila yang
menjadi dasar negara kita.
Merujuk kepada gagasan yang dikembangkan sebelumnya maka dirumuskan
Ekonomi Pancasila adalah sistem pengaturan hubungan antar negara dan warganegara
yang ditujukan untuk memajukan kemanusian dan peradaban, memperkuat persatuan
nasional melalui proses usaha bersama/gotong royong, dengan melakukan distribusi akses
ekonomi yang adil bagi seluruh warganegara yang dilandasi oleh nilai-nilai etik
pertanggungan jawaban kepada Tuhan yang Maha Esa.
Atas dasar konseptualisasi yang utuh dan menyeluruh itu, maka operasionalisasi
Ekonomi Pancasila yang didasari oleh landasan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :
1.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan pendasaran akan pentingnya
spirit teistik yang menekankan etika dan moral bangsa dalam perekonomian. Dengan kata
lain, perekonomian harus memiliki landasan etis dan pertanggungjawaban kepada Tuhan.
Meski Indonesia bukan sebuah negara yang menetapkan agama tertentu sebagai ideologi
bangsa, namun nilai-nilai ketuhanan dan spirit keagamaan telah menjadi landasan ideologi
kita, Pancasila. Karena itu, ekonomi Pancasila digagas dan dibangun berdasarkan
pertimbangan moral dan etika religius. Dengan demikian, ekonomi Pancasila meniscayakan
nilai-nilai kebaikan dan kedermawanan, serta hukum sipil yang tegak untuk menindak
ketidakadilan.
2.
Sila Kedua. Sebagai konsekuensi logis dari sila pertama, sila kedua menekankan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam ekonomi Pancasila, pembangunan ekonomi
tidak sebatas mengejar prestasi atau penilaian secara materi. Lebih dari itu, pembangunan
ekonomi harus berorientasi pada keadilan dan peradaban manusia, khususnya bangsa
Indonesia. Masalah kemiskinan, kesenjangan sosial yang begitu lebar, dan lain sebagainya
harus dientaskan untuk menuju keadilan dan kemajuan (per)adab(an) bangsa dalam dimensi
kemanusiaan.
Artinya dalam perspektif ini unsur manusia menjadi penting dan pelaku aktif dalam
menggerakkan roda perekonomian. Ekonomi Pancasila tidak melakukan pengekangan
terhadap kreativitas dan kebebasan individu dalam mencapai peningkatan peradaban secara
kolektif.
3.
permusyawaratan/perwakilan,
menekankan
mekanisme
kerja
perekonomian
yang
Elinor Ostrom (1990) mengatakan sumber daya ekonomi dapat dikelola bersama
dengan membangun konsensus (musyawarah mufakat) antar pelaku ekonomi . Konsensus
dibangun untuk mendapatkan akses yang adil antar pelaku, saling mengawasi, serta saling
memberi sanksi atas pelanggaran oleh sesama pelaku yang memanfaatkan sumber daya
tersebut.
Dalam hal demokrasi ekonomi, Widjojo juga telah banyak menyinggung soal tersebut.
Bahkan, ia menjelaskan dengan baik apa yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi sebagai
berikut:
Menurut Pasal 5 demokrasi ekonomi harus dijamin berlangsungnya dalam sistem
ekonomi Indonesia. Apakah demokrasi ekonomi itu? Ini bukanlah istilah baru. Penjelasan
UUD 1945 menyatakan: Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi. Produksi
dikerjakan oleh semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang.... dan juga:
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang...
Pasal 6 ketetapan MPRS menyebut ciri-ciri positif demokrasi ekonomi. Antara lain
dinyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(Pasal 33 Ayat (1) UUD 45), dan karenanya tidak mengenal struktur pertentangan kelas. Hak
milik perorangan diakui dan dimanfaatkan guna kesejahteraan masyarakat, dan karenanya
tidak boleh dijadikan alam untuk mengeksploitasi sesama manusia. Kepada warga negara
diberi kebebasan dalam memilih pekerjaan, sedang potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap
warga negara dapat dikembangkan sepenuhnya dalam batas yang tidak merugikan
kepentingan umum. Dalam pada itu sesuai dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara.
5.
Terakhir, sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima
adalah sila pamungkas. Empat sila lain merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai keadilan
sosial yang tercatat dalam sila pamungkas tersebut. Dengan prinsip keadilan sosial, ekonomi
Pancasila digagas untuk memberikan pemerataan pembangunan dan mendorong terciptanya
emansipasi sosial. Dalam konteks ini, spirit teistik atau etika religius yang tercermin di sila
pertama, peradaban manusia di sila kedua, persatuan di sila ketiga, dan demokrasi
ekonomi/equal opportunity di sila keempat disusun untuk menegakkan keadilan. Sebab,
keadilan adalah nilai universal kemanusiaan. Dalam konteks ini juga, equal opportunity harus
mendapatkan perhatian khusus. Setiap warga Indonesia harus mendapatkan kesempatan
Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi
landasan dan pangkal tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomiandi
cantumkan dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial, mempunyai
makna yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi nasional adalah
untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak dan bukan untuk orang
perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan asas
demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa pembangunan
di bidang ekonomi yang di dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa
masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan
Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan
ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya
dunia usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta
penciptaan iklim tersebut dengan sigiat-giatnya yang nyata. Demokrasi ekonomi sebagai
dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk
dan dan di kembangkan.
Ciri-ciri positif tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di
kuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan
di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Sumber-sumber Kekayaan dan keungan Negara digunakan dengan permufakatan
lembanga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada
pada lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula.
5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilikh dalam memilih pekerjaan yang
dikehendaki serta mempunyai hak dan penghidupan yang layak.
6. Hak milik perorangan diakui dan dimanfaatjannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batasbatas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8. fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Tujuan sistem ekonomi suatu bangsa atau suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas
pokok:
a. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang
dibutuhkan akan dihasilkan.
b. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi
masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
c. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/
gaji, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
d. Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri. (Grossman,
Gregoary, 1967).
a. Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan
berkepribadian yang berkebudayaan
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
c. Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
d. Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
B.3. Ciri-ciri negatif yang harus dihindari dalam Demokrasi Ekonomi Pancasila
a. Sistem persaiangan bebas (free fight liberalism) yang akan menyebabkan homo homini lupus
b. Sistem etatisme yang memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mendominasi
perekonomian sehingga akan mematikan potensi dan daya kreasi masyarakat
c. Sistem monopoli yang memusatkan kekuasaan ekkonomi pada satu kelompok yang akan
merugikan masyarakat
BAB III
PENUTUP
Perkembangan ekonomi dunia saat setidaknya membawa keinsyafan bagi kita bahwa
kapitalisme saat ini sudah berada di jurang kehancuran, sedangkan pada sisi lain sosialisme
juga telah memilih corak kapitalisme.
Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat
nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial
bagi seluruh rakyat.
Rumusan ekonomi pancasila sebagai ideologi alternatif yang operasionalisasi
konstitusionalnya dituangkan dalam UUD 1945 hendaknya kemudian kita jadikan landasan
ideologi dalam membangun kesejahteraan dan keadilan sosial, karena inilah pilihan jalan
lurus bagi kita yang saat ini membangun hampir tanpa pijakan ideologi.