Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

REGULASI PEREDARAN KOSMETIKA DALAM NEGERI

Disusun oleh:
NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI, S. Farm. (1908612012)
VALLINA RAHMADINHA, S.Farm. (1908612018)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
A. Pendahuluan Terkait Peredaran Kosmetika di Wilayah Indonesia
Pekerjaan Kefarmasian, menurut PP RI No. 51 Tahun 2009, adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat,
obat tradisional dan kosmetika.
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Pelaku usaha
wajib menjamin kosmetika yang diproduksi untuk diedarkan di dalam negeri
dan/atau yang diimpor untuk diedarkan di wilayah Indonesia memenuhi kriteria
keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim. Untuk menjamin kosmetika
yang diedarkan telah memenuhi kriteria, pelaku usaha wajib mengedarkan
kosmetika yang telah memiliki izin edar berupa notifikasi. Kosmetika yang
diedarkan di wilayah Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni:
 Kosmetika yang diproduksi di dalam negeri
Kosmetika yang diproduksi di dalam negeri dibedakan lagi menjadi dua, yakni
kosmetika dalam negeri dan kosmetika kontrak. Kosmetika dalam negeri adalah
kosmetika yang dibuat dan dikemas oleh industri kosmetika di dalam negeri atau
dibuat di luar negeri namun dikemas dalam kemasan primer oleh industri
kosmetika di dalam negeri. Sedangkan kosmetika kontrak adalah kosmetika yang
pembuatannya dilimpahkan kepada industri kosmetika berdasarkan kontrak.
 Kosmetika impor
Kosmetika impor adalah kosmetika yang dibuat oleh industri kosmetika di
luar negeri, paling sedikit dalam kemasan primer.
(BPOM RI,
2020)
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kosmetika ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Peraturan tentang Kosmetika

Peraturan Subjek/Tentang
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Petunjuk Operasional Pedoman Cara
HK.03.42.06.10.4556 Tahun 2010 Pembuatan Kosmetik yang Baik
Peraturan Menteri Kesehatan RI Izin Produksi Kosmetika
Nomor
1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tahun
2010
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Metode Analisis Kosmetika
HK.03.1.23.08.11.07331 Tahun 2011
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika
HK.03.1.23.12.11.10689 Tahun 2011 Tertentu Yang Dapat Diproduksi Oleh
Industri Kosmetika Yang Memiliki Izin
Produksi Golongan B
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 27 Pengawasan Pemasukan Obat dan
Tahun 2013 Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 19 Persyaratan Teknis Kosmetika
Tahun 2015
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 1 Pedoman Teknis Pengawasan Iklan
Tahun 2016 Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 11 Pedoman Penerapan Higiene Sanitasi
Tahun 2016 dan Dokumentasi Pada Industri
Kosmetika Golongan B
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 18 Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Tahun 2016 Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1
Tahun 2016 Tentang Pedoman Teknis
Pengawasan Iklan Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 11 Kriteria dan Tata Cara Penarikan dan
Tahun 2017 Pemusnahan Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 26 Pelayanan Perizinan Berusaha
Tahun 2018 Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Obat Dan Makanan
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 12 Cemaran Dalam Kosmetika
Tahun 2019
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 23 Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
Tahun 2019
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 25 Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika
Tahun 2019 yang Baik
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 26 Mekanisme Monitoring Efek Samping
Tahun 2019 Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 2 Pengawasan Produksi dan Peredaran
Tahun 2020 Kosmetika
Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 12 Tata Cara Pengajuan Notifikasi
Tahun 2020 Kosmetika
Keputusan Kepala BPOM RI Penetapan Bentuk Sediaan Kosmetika
Nomor HK.02.02.1.2.20.428
Tahun 2020

B. Persyaratan Notifikasi Kosmetika di Wilayah Indonesia


Notifikasi dilakukan pada semua produk kosmetika yang diedarkan di wilayah
Indonesia, baik kosmetika yang diproduksi di dalam negeri, kosmetika kontrak,
maupun kosmetika yang diimpor dari luar negeri. Pihak yang dapat mengajukan
permohonan notifikasi kosmetika, yaitu:
1. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki
izin produksi,
2. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi,
dan/ atau
3. Importir kosmetika yang mempunyai surat penunjukkan keagenan dari
produsen negara asal.

Notifikasi sebagai Dapat diajukan oleh Harus memenuhi


syarat ijin edar Pemohon Notifikasi, persyaratan:
kosmetika di yaitu: Pemohon
wilayah Indonesia Industri kosmetika notifikasi
dalam negeri, Dokumen
Importir, dan Produk kosmetika
Usaha perorangan/
badan usaha yang
melakukan kontrak
produksi.
Output:
Diterima, Ditolak, atau
Permintaan Klarifikasi

Gambar 1. Skema Persyaratan Notifikasi Kosmetika di Wilayah Indonesia


Persyaratan permohonan pengajuan notifikasi kosmetika terdiri dari
persyaratan pemohon notifikasi, persyaratan dokumen dan persyaratan produk
atau kosmetika itu sendiri. Untuk usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan
kontrak produksi serta importir kosmetika, harus memiliki penganggung jawab
teknis yang memahami DIP serta informasi teknis terkait kosmetika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Berikut akan dibahas lebih jelas terkait
persyaratan notifikasi kosmetika mulai dari persyaratan pemohon notifikasi
beserta persyaratan kosmetika yang diproduksi, dan persyaratan dokumen
permohonan notifikasi.
1. Persyaratan Pemohon Notifikasi dan Produk Kosmetika di Indonesia
A. Perizinan Industri Kosmetika Dalam Negeri
 Izin Produksi Kosmetika
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perizinan di bidang
kosmetika, perlu pengaturan izin produksi kosmetika sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1175 Tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.
Adapun ruang lingkup ini meliputi:
1) Golongan Produsen
Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan
kosmetika yang akan dibuat yang dibedakan atas 2 (dua) golongan sebagai
berikut, yaitu golongan A dan B.
a. Golongan A: yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat
membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika (BPOM RI, 2011)
b. Golongan B: yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat
membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana, bentuk dan jenis sediaan kosmetika
tertentu tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan POM (BPOM RI,
2011). Ketentuan bentuk dan jenis sediaan untuk industri golongan B
menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Hk.03.1.23.12.11.10689
Tahun 2011 Tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika Tertentu
Yang Dapat Diproduksi Oleh Industri Kosmetika Yang Memiliki Izin
Produksi Golongan B adalah sebagai berikut.
- tercantum dalam Lampiran Peraturan Kepala BPOM RI Nomor
Hk.03.1.23.12.11.10689 Tahun 2011
- dilarang memproduksi kosmetika jenis sediaan untuk bayi dan
mengandung bahan antiseptik, anti ketombe, pencerah kulit, dan
tabir surya.
2) Jenis Permohonan
a. Izin Baru
Izin yang diberikan kepada pelaku usaha sebelum produksi
berlangsung.
b. Perubahan Izin
Perubahan izin produksi harus dilakukan apabila:
- Perubahan golongan produsen
Perubahan golongan dari B ke A karena akan memperluas usaha,
menambah jenis sediaan atau dari golongan A ke Golongan B
karena akan memperkecil usaha atau mengurangi bentuk dan jenis
sediaan.
- Penambahan bentuk dan jenis sediaan
Penambahan Bentuk Sediaan misalnya; yang telah diproduksi
sediaan kosmetika bentuk cairan, dan akan menambah sediaan
kosmetika bentuk cairan kental, Cream dsb. Penambahan Bentuk
dan Jenis misalnya; yang telah diproduksi sediaan kosmetika
bentuk padat (sabun), akan menambah sediaan kosmetika bentuk
padat (Lipstik) dan Cairan dsb, maka produsen harus melakukan
perubahan izin.
- Pindah alamat/lokasi Jika pelaku usaha akan pindah lokasi ke
alamat yang baru.
- Perubahan nama direktur/pengurus, penanggung jawab, pada
alamat dan lokasi industri yang sama
c. Perpanjangan Izin
Izin Produksi yang telah habis masa berlakunya harus diperpanjang.
Persyaratan untuk perpanjangan sama dengan syarat Izin Produksi
baru.
(BPOM RI, 2011)
3) Pencabutan Izin
Izin produksi kosmetika dapat dicabut apabila:
a. Atas permohonan sendiri
b. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya
dan tidak diperpanjang
c. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang
d. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut
e. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi
kosmetika
(BPOM RI, 2011)
4) Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
kembali (BPOM RI, 2011)
5) Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika

Bentuk Sediaan Jenis Sediaan


Padat Sabun mandi batangan
Sampo batang
Lotion batang
Pensil alis
Lipstik
Lipliner
Pensil stik
Deo stik
Foundation stik
Rempah
Bedak dingin
Sediaan padat lain sepanjang
memenuhi kriteria keamanan,
kemanfaatan, dan mutu.
Serbuk Serbuk tabor
Serbuk Kompak
Lulus
Mangir
Garam mandi
Sediaan serbuk lain sepanjang
memenuhi kriteria keamanan,
kemanfaatan, dan mutu.
Setengah padat Krim
Gel
Pasta
Pomade
Sediaan setengah padat lain
sepanjang memenuhi kriteria
keamanan, kemanfaatan, dan mutu.
Cairan Cair
Cairan kental
Suspensi
Sediaan cairan lain sepanjang
memenuhi kriteria keamanan,
kemanfaatan, dan mutu.
Aerosol Aerosol
Sediaan aerosol lain sepanjang
memenuhi kriteria keamanan,
kemanfaatan, dan mutu.
(BPOM RI, 2020)
6) Kategori dan Sub Kategori
Kategori dan sub kategori sediaan kosmetika dicantumkan dalam Pedoman
Pelaksanaan Pelayanan Izin Produksi Kosmetika, dan jika tidak tercantum
dalam kategori dan sub kategori di atas maka mengacu pada ACD
(ASEAN Cosmetic Directive) (BPOM RI, 2011).
7) Alur Perizinan
a. Persyaratan dan Perizinan
Untuk izin produksi industri kosmetika golongan A diberikan apabila:
- Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab.
- Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat.
- Memiliki fasilitas laboratorium.
- Wajib menerapkan CPKB (Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 25
Tahun 2019 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik).
Untuk izin produksi industri kosmetika golongan B diberikan apabila:
- Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian (Asisten
Apoteker, D3 Farmasi, Analis Farmasi) sebagai penanggung jawab.
- Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk
yang akan dibuat.
- Mampu menerapkan higiene sanitasi (Peraturan Kepala BPOM RI
Nomor 11 Tahun 2016 Pedoman Penerapan Higiene Sanitasi dan
Dokumentasi Pada Industri Kosmetika Golongan B) dan dokumentasi
sesuai CPKB.
b. Alur Perizinan
Persyaratan dan formulir yang dibutuhkan dalam pelayanan izin
produksi kosmetika tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010
Tentang Izin Produksi Kosmetika. Dalam pelaksanaan pelayanan izin
produksi kosmetika, pelaksana pelayanan perizinan dan pemohon
harus mengikuti alur tata cara perizinan yang diuraikan sebagai
berikut.
- Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas, dan
Kepala Balai/ Balai Besar setempat dengan menggunakan formulir 1
- Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala
Dinas setempat melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
administratif
- Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala
Balai/ Balai Besar setempat melakukan pemeriksaan terhadap
kesiapan/ pemenuhan CPKB untuk izin produksi industri kosmetika
Golongan A dan kesiapan pemenuhan higiene sanitasi dan
dokumentasi sesuai CPKB untuk izin produksi industri kosmetika
Golongan B
- Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi terhadap
pemenuhan persyaratan administratif dinyatakan lengkap, Kepala
Dinas setempat wajib menyampaikan rekomendasi kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan Kepala Badan POM dengan menggunakan
formulir 2
- Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan terhadap
kesiapan/pemenuhan CPKB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat
wajib menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan
dengan tembusan kepada Kepala Dinas dan Direktur Jenderal dengan
menggunakan formulir 3
- Paling lama 7 (Tujuh) hari setelah menerima analisis hasil
pemeriksaan, Kepala Badan memberikan rekomendasi kepada Direktur
Jenderal dengan menggunakan formulir 4
- Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tembusan surat
permohonan diterima oleh Kepala Balai / Balai Besar dan Kepala
Dinas setempat, tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi, pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas setempat dan
Kepala Balai / Balai Besar setempat dengan menggunakan formulir 5
- Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima
rekomendasi Kepala Dinas dan Kepala Badan, Direktur Jenderal
menyetujui, menunda atau menolak Izin produksi dengan
menggunakan formulir 6, formulir 7 atau formulir 8

Gambar 2. Alur tata cara memperoleh izin produksi (BPOM RI, 2011)
 Sertifikasi CPKB
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik yang selanjutnya disingkat CPKB
adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Untuk
memperoleh Izin Edar Kosmetika dalam negeri, Pelaku Usaha harus
memenuhi beberapa persyaratan salah satunya adalah sertifikat CPKB yang
masih berlaku sesuai dengan bentuk dan jenis sediaan yang dinotifikasi atau
rekomendasi penerapan CPKB (BPOM RI, 2018). Industri Kosmetik untuk
memperoleh sertifikat CPKB atau untuk melakukan perpanjangan sertifikat
CPKB maupun untu melakukan perubahan sertifikasi CPKB harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Perolehan atau Perpanjangan
Sertifikasi CPKB Perubahan Sertifikasi CPKB
Dokumen administratif Dokumen administratif
a. surat permohonan; a. surat permohonan; dan
b. Sertifikat Produksi Kosmetika; b. bukti pembayaran penerimaan
c. bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak
negara bukan pajak
Dokumen teknis berupa dokumen Dokumen teknis berupa dokumen
sistem mutu sesuai dengan persyaratan rencana perubahan.
CPKB
(BPOM RI, 2018)
Gambar 3. Alur Sertifikasi CPKB (BPOM RI, 2018)
B. Importir Kosmetika ke Wilayah Indonesia
Obat dan Makanan adalah obat, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika,
suplemen kesehatan, dan pangan olahan. Obat dan Makanan yang dapat
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan adalah Obat dan
Makanan yang telah memiliki memenuhi persyaratan sebagai berikut
1) Memiliki izin edar.
2) Memenuhi ketentuan impor
3) Mendapat persetujuan dari Kepala Badan berupa SKI. Surat Keterangan
Impor, yang selanjutnya disingkat SKI, adalah surat keterangan untuk
pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia. SKI hanya
berlaku untuk 1 kali pemasukan.
4) Memiliki masa simpan paling sedikit 1/3 dari masa simpan untuk
kosmetika
(BPOM RI,
2013)
C. Pengekspor Kosmetika ke Wilayah Indonesia
Surat Keterangan Ekspor yang selanjutnya disingkat SKE adalah surat
keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang dibutuhkan oleh industri
untuk mengekspor produk jadi dan bahan baku Obat dan Makanan. SKE Obat
Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik berupa certificate of
pharmaceutical product; certificate of free sale; certificate of health; dan surat
keterangan sertifikat CPKB (BPOM RI, 2018). Persyaratan untuk
mendapatkan SKE untuk produk kosmetika adalah sebagai berikut:
a. dokumen administratif meliputi:
1. surat permohonan; dan
2. bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. dokumen teknis meliputi:
1. sertifikat CPKB;
2. sertifikat atau izin produksi kosmetik,
3. persetujuan izin edar;
4. komposisi yang disetujui oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional,
Suplemen Kesehatan dan Kosmetik untuk certificate of
pharmaceutical product;
5. penandaan yang disetujui oleh Direktorat Registrasi Obat Tradisional,
Suplemen Kesehatan dan Kosmetik untuk certificate of
pharmaceutical product;
6. sertifikat analisa/hasil pengujian yang mencantumkan parameter uji
mutu dan metode pengujian dari laboratorium yang sudah terakreditasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
certificate of health; dan
7. berita acara pemeriksaan/tindak lanjut Corrective Action Preventive
Action inspeksi rutin/sertifikasi CPKB dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
minimal 2 (dua) tahun terakhir untuk certificate of pharmaceutical
product dan Surat Keterangan Sertifikat CPKB.
(BPOM RI, 2018)

Gambar 4. Pendaftaran Pemohon dengan Mekanisme Single Sign On melalui


http://www.pom.go.id atau melalui subsite http://www.e-bpom.pom.go.id
Gambar 5. Alur Pembuatan SKI Gambar 6. Alur Pembuatan SKE
2. Persyaratan Dokumen Permohonan Notifikasi Kosmetika di
Indonesia
Berikut merupakan persyaratan dokumen untuk permohonan pengajuan
notifikasi kosmetika dalam negeri oleh industri kosmetika, usaha perorangan/
badan usaha yang melakukan kontrak produksi, serta importir.
1. Persyaratan dokumen permohonan pengajuan notifikasi oleh industri
kosmetika:
1) Nomor Induk Berusaha (NIB),
2) Fotokopi KTP/ identitas direksi dan/ atau pimpinan perusahaan,
3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
4) Fotokopi serifikat CPKB atau surat keterangan Penerapan CPKB
sesuai dengan bentuk dan jenis sediaan yang akan dinotifikasi dengan
sisa masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan sebelum berakhir, dan
5) Surat pernyataan direksi dan/ atau pimpinan industri kosmetika tidak
terlibat dalam tindak pidana di bidang kosmetika.
2. Persyaratan dokumen permohonan pengajuan notifikasi oleh usaha
perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi:
1) Nomor Induk Berusaha (NIB),
2) Fotokopi KTP/ identitas direksi dan/ atau pimpinan perusahaan,
3) Surat rekomendasi sebagai pemohon notifikasi dari Kepala UPT
BPOM setempat,
4) Fotokopi izin usaha,
5) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
6) Fotokopi dokumen perjanjian kerja sama kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki NIB, sertifikat CPKB sesuai
bentuk dan jenis sediaan yang akan dinotifikasi dari industri penerima
kontrak, dengan sisa masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan
sebelum berakhir (harus disahkan oleh notaris dengan paling sedikit
harus memuat keterangan mengenai nama usaha perorangan/ badan
usaha pemberi kontrak, nama industri kosmetika penerima kontrak,
merek/ nama kosmetika, dan masa berlaku perjanjian kerja sama
kontrak), dan
7) Surat pernyataan direksi dan/ atau pimpinan perusahaan tidak terlibat
dalam tindak pidana di bidang kosmetika (masing-masing untuk
pemberi dan.penerima kontrak).
3. Persyaratan dokumen permohonan pengajuan notifikasi oleh importir
kosmetika:
1) Nomor Induk Berusaha (NIB),
2) Surat pernyataan direksi dan/ atau pimpinan perusahaan tidak terlibat
dalam tindak pidana di bidang kosmetika,
3) Fotokopi KTP/ identitas direksi dan/ atau pimpinan perusahaan,
4) Surat rekomendasi sebagai pemohon notifikasi dari Kepala UPT
BPOM setempat,
5) Fotokopi izin usaha,
6) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
7) Fotokopi surat penunjukan keagenan yang masih berlaku paling
singkat 6 (enam) bulan sebelum penunjukan perakhir, yang dibuat
dalam Bahasa Indonesia dan/ atau Bahasa Inggris dengan paling
sedikit mencantumkan keterangan mengenai:
- Nama dan alamat produsen/ prinsipal negara asal,
- Nama importir,
- Merek dan/ atau nama kosmetika,
- Tanggal diterbitkan,
- Masa berlaku penunjukan keagenan,
- Hak untuk melakukan notifikasi, impor, dan distribusi dari
produsen/ prinsipal negara asal, dan
- Nama dan tanda tangan direktur/ pimpinan produsen/ prinsipal
negara asal.
8) Fotokopi surat perjanjian kerja sama kontrak antara pemohon
notifikasi dengan industri kosmetika di luar wilayah Indonesia yang
disahkan oleh notaris dengan ketentuan mencantumkan merek dan/
atau nama kosmetika serta tanggal masa berlaku perjanjian dengan sisa
masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan sebelum berakhir,
9) Fotokopi Certificate of Free Sale (CFS) untuk kosmetika impor yang
berasal dari negara di luar ASEAN, yang dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang atau lembaga yang diakui di negara asal dan
dilegalisir oleh Kedutaan Besar/ Konsulat Jenderal Republik Indonesia
setempat, kecuali untuk kosmetika kontrak yang diproduksi di luar
wilayah Indonesia,
10) Fotokopi Sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) atau Surat
Pernyataan Penerapan GMP untuk industri kosmetika yang berlokasi
di negara ASEAN dengan ketentuan:
- Sisa masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan sebelum sertifikat
atau surat pernyataan berakhir, atau
- Jika masa berlaku lebih dari 5 (lima) tahun atau tidak
mencantumkan masa berlaku maka sertifikat atau surat pernyataan
dinyatakan berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan.
11) Fotokopi Sertifikat GMP untuk industri kosmetika di luar wilayah
Indonesia yang menerima kontrak produksi dan industri kosmetika
yang berlokasi di luar negara ASEAN dengan ketentuan sebagai
berikut:
- Diterbitkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang atau lembaga
yang diakui di negara asal dan dilegalisir oleh Kedutaan Besar/
Konsulat Jenderal Republik Indonesia setempat,
- Sisa masa berlaku paling singkat 6 (enam) bulan sebelum sertifikat
berakhir, atau
- Jika masa berlaku lebih dari 5 (lima) tahun atau tidak
mencantumkan masa berlaku maka sertifikat dinyatakan berlaku
selama 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan.
12) Apabila syarat dokumen pada poin nomor 11 tidak dapat terpenuhi,
maka importir harus melampirkan:
- Fotokopi Sertifikat GMP yang diakui setara dengan GMP ASEAN
dan dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi, dan
- Fotokopi surat izin industri/ produksi kosmetika.
-
C. Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika di Wilayah Indonesia
Berdasarkan PERKABPOM No. 12 Tahun 2020, pemohon notifikasi harus
mendaftarkan diri kepada Kepala Badan POM. Pemohon notifikasi oleh importir
atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi harus
melampirkan surat rekomendasi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM
setempat sebagai syarat pendaftaran kepada Kepala Badan POM. Rekomendasi
dari UPT BPOM dapat diperoleh oleh pemohon notifikasi dengan mengajukan
permohonan pemeriksaan sarana. Kepala UPT BPOM setempat selanjutnya
melakukan pemeriksaan sarana paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak
permohonan pemeriksaan sarana diterima. Surat rekomendasi akan diberikan oleh
Kepala UPT BPOM setempat kepada importir atau usaha perorangan/ badan
usaha yang melakukan kontrak produksi, paling lama selama 14 (empat belas)
hari terhitung sejak hasil pemeriksaan sarana dinyatakan memenuhi syarat,
dengan tembusan kepada Direktur Pengawasan Kosmetik, dan dapat berlaku
selama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan.
Pengajuan notifikasi kosmetika dapat dilakukan setelah produsen atau badan
usaha kosmetika telah mendaftarkan akunnya secara online di laman BPOM
notifkos.pom.go.id. Pembuatan akun dilakukan oleh pemohon notifikasi untuk
mendapatkan nama pengguna dan kata sandi pada laman resmi pelayanan
notifikasi kosmetika BPOM. Nama pengguna dan kata sandi akan dapat
digunakan oleh pemohon notifikasi industri kosmetika paling lama 7 (tujuh) hari,
sedangkan pemohon notifikasi importir dan usaha perorangan/ badan usaha yang
melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang berada di wilayah
Indonesia mulai dapat menggunakan nama pengguna dan kata sandi paling lama
14 (empat belas) hari, sejak hasil verifikasi dokumen administrasi dinyatakan
lengkap dan benar. Berikut merupakan bagan alur pendaftaran online akun
pemohon notifikasi kosmetika.
Pemohon Melengkapi Template dikirim
Notifikasi template
notifikasi online

Verifikasi data
pemohon

Log in
aktif

Gambar 7. Bagan Alur Pendaftaran Akun Pemohon Notifikasi


Setelah pemohon notifikasi memiliki akun, maka dapat dilanjutkan dengan
pengajuan notifikasi kosmetika di laman BPOM notifkos.pom.go.id, yaitu dengan
cara mengisi dan mengunggah data pada template notifikasi. Pemohon notifikasi
yang telah mengirim template notifikasi akan mendapatkan Surat Perintah Bayar
(SPB) secara elektronik, kemudian dilakukan pembayaran oleh pemohon
notifikasi melalui sistem pembayaran elektronik sebagai penerimaan negara bukan
pajak. Setelah dilakukan pembayaran maka pemohon notifikasi secara otomatis
akan mendapatkan nomor ID produk sebagai tanda terima pengajuan permohonan
notifikasi. Apabila pemohon notifikasi tidak melakukan pembayaran paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal SPB, permohonan notifikasi dianggap batal
dan secara otomatis akan terhapus dari sistem.

Pemohon formulir formulir Surat


Notifikasi notifikasi dikirimkan Perintah
online Bayar
(SPB)

hasil verifikasi perolehan pembayaran


verivikasi template nomor ID melalui
dan formula produk sistem
elektronik
Gambar 8. Skema Alur Prosedur Notifikasi di Wilayah Indonesia
Hasil verifikasi data notifikasi kosmetika paling lambat diterima oleh
pemohon notifikasi dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak terbit nomor ID
produk, dimana hasil verifikasi dapat berupa “diterima”, “ditolak”, atau
“permintaan klarifikasi”. Kepala Badan POM akan menerbitkan surat
pemberitahuan telah dinotifikasi jika hasil verifikasi “diterima”, dengan
dicantumkannya nomor notifikasi, dan nomor notifikasi akan berlaku selama 3
(tiga) tahun. Hasil verifikasi data notifikasi kosmetika berupa pemberitahuan
“permintaan klarifikasi” disampaikan apabila kosmetika yang diajukan
notifikasinya mengandung bahan dengan profil keamanan dan kemanfaatan yang
belum diketahui dengan pasti dan/ atau data yang tidak jelas dari kosmetika yang
diajukan notifikasinya (nama produk, status produk, kategori produk, atau
kepemilikan merek). Klarifikasi dapat disampaikan oleh pemohon notifikasi
paling banyak 3 (tiga) kali, dan apabila pemohon notifikasi tidak melakukan
klarifikasi maka permohonan notifikasi dinyatakan “ditolak”.
D. Pembatalan Notifikasi Kosmetika yang Beredar di Wilayah Indonesia
Notifikasi dapat menjadi batal atau dibatalkan, apabila:
1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri
importir sudah tidak berlaku,
2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi
persyaratan,
3. Atas permintaan pemohon notifikasi,
4. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui,
5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen
yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi, atau
6. Pemohon. notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan
mengedarkan kosmetika dalam jangka waktu 6 bulan setelah permohonan
notifikasi disetujui.

E. Pertanggungjawaban Produk Kosmetika yang Telah Dinotifikasi


1. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung
jawab terhadap kosmetika yang diedarkan.
2. Apabila terjadi kerugian atau kejadian yang tidak
diinginkan akibat penggunaan kosmetika, maka Industri kosmetika,
importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan
kontrak produksi mempunyai tanggungjawab untuk menangani
keluhan dan/atau menarik kosmetika yang bersangkutan dari peredaran
atas inisiatif sendiri atau atas perintah Kepala Badan POM.
3. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi harus
melaporkan kepada Kepala Badan POM apabila kosmetika yang sudah
dinotifikasi tidak lagi diproduksi atau diimpor.
4. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
bertanggungjawab terhadap kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau
diimpor yang masih ada di peredaran.
5. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib
melakukan monitoring terhadap kosmetik yang telah diedarkan, dan wajib
untuk menanggapi dan menangani keluhan atau kasus efek yang tidak
diinginkan dari kosmetika yang diedarkan. Terhadap kasus efek yang tidak
diinginkan, harus dilaporkan kepada Kepala Badan POM melalui
mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (Meskos).
6. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib
melakukan penarikan terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar
standar dan/ persyaratan, berdasarkan inisiatif sendiri atau atas perintah
Kepala Badan POM. Terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar
dan/persyaratan serta membahayakan kesehatan dilakukan pemusnahan.

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1175/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Izin Produksi Kosmetika.


Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan
Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 26
Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Obat Dan Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2020. Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.02.02.1.2.20.428 Tahun


2020 tentang Penetapan Bentuk Sediaan Kosmetika. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2
Tahun 2020 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM RI. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12
Tahun 2020. Tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai