Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FARTER III

STROKE ISKEMIK

Oleh : Kelompok 4 (A2C)


Ni Made Indah Pradnya Sriani 171200210
Muhammad Nanda Aprilianto 171200211
Ni Kadek Ria Anjani 171200212
Ni Kadek Rina Yulinda Dewi 171200213
Ni Kadek Sulistya Dewi 171200214

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2020
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

STROKE ISKEMIK

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi Stroke Iskemik
2. Mengetahui klasifikasi Stroke Iskemik
3. Mengetahui patofisiologi Stroke Iskemik
4. Mengetahui tatalaksana Stroke Iskemik (farmakologidan non-farmakologi )
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait Stroke Iskemik secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP

II. DASAR TEORI


1.1 Definisi
Stroke merupakan cedera vaskular akut pada otak dimana terjadi suatu cedera
mendadak dan berat pada pembuluh – pembuluh darah otak. Cedera dapat
disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, atau
pecahnya pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang
memadai (Feigin, 2004).
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga
pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi
lagi.

1.2 Patofisiologi

Pada fase akut perubahan terjadi pada aliran darah otak. Pada daerah tempat
terjadinya iskemik, secara etiologi terdapat perbedaan yaitu iskemik global dan
iskemik fokal. Pada iskemik global aliran darah secara keseluruhan menurun
akibat tekanan perfusi misalnya karena syok ireversibel akibat henti jantung,
perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan lain-lain. Sedangkan
pada iskemik yang fokal terjadi akibat turunnya tekanan perfusi otak regional.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh
darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah otak baik sebagian
atau seluruh lumen pembuluh darah otak, penyebabnya antara lain :

- Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak


menyebabkan trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di
daerah tersebut. Selain itu proses pada arteriol karena vaskulitis atau
lipohialinosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena infark
lakunar.
- Perubahan akibat proses hemodinamik dimana terjdi perfusi
sangat menurun karena sumbatan di daerah proximal pembuluh arteri
karotis atau vertebrobasilaris.
- Perubahan akibat perubahan sifat darah, misalnya : sicle-cell,
leukemia akut, polisitemia, hemoglobinopati, dan makroglobulinemia.
- Tersumbatnya pembuluh akibat emboli darah proximal, misalnya
: ”artery- to artery thrombosis”, emboli jantung, dan lain-lain.

Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
di tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya
akan berakhir dengan kematian neuron.
1.3 Manifestasi Klinis
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab
lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya
dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke (Harsono, 1996, hal
67).

Gejala stroke secara umum, antara lain (Harsono, 1996, hal 67) :
 muntah
 penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
 gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)
 wajah tidak simetris atau mencong
 kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul
secara mendadak.
 gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
 gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)
  vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, quidriparese (kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama), hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, dan ataksia (berjalan
tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang
luas). Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendirinya, namun umumnya
muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga
penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik
(Hassmann, 2010).
Gejala tersebut bisa muncul saat bangun tidur ataupun saat beraktivitas.
Pada penderita hipertensi dengan tekanan darah yang tidak terkontrol, lebih
beresiko untuk menderita stroke bleeding. Biasanya stroke jenis ini terjadi saat
sedang melakukan aktivitas. Sementara stroke infark lebih sering terjadi saat
penderita baru bangun tidur di pagi hari (Harsono, 1996, hal 67).
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tidak berfungsi
dengan baik, yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut.
Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu (Harsono,
1996, hal 67).
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat (Hassmann, 2010 ; Chung, 1999) :

a) Arteri serebri media (MCA)


Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi
kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia.
Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan
tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah

b) Arteri serebri anterior


Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan
gangguan bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking
reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai
bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,
demensia, dan inkontinensia uri.
c) Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonymous
kontralateral, kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat
kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.
d) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan defisit nervus
kranialis, serebellar, batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara
lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks
tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria, dan
rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan
klinis yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan
deficit motorik kontralateral).
e) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling
sering adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis
interna dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna
adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior,
karoidea anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi
arteri serebri anterior dan media pun dapat timbul.
f) Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans
kecil di daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20
mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja,
atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.
Terdapat beberapa gejala awal yang membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik (iskhemik) seperti gejala seperti mual
muntah, sakit kepala dan hemiparesis atau hemiplegic sejak permulaan
serangan lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Serangan stroke
hemoragik biasanya terjadi pada waktu melakukan aktivitas, emosi atau
marah, sedangkan stroke iskhemik terjadi ketika waktu istirahat. Selain
itu, pada stroke hemoragik kesadaran menurun bahkan sampai koma,
sedangkan stroke iskhemik, kesadaran tidak menurun (Hassmann, 2010).

1.4 Faktor Resiko


Factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya stroke iskemik akut
dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu:
1. Factor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Riwayar stroke sebelumnya
b. Hipertensi
c. Diabetes melitus
d. Riwayat TIA sebelumnya
e. Hiperkolesterolimia
f. Merokod dan konsumsi alcohol
2. Factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Ras/etnis
b. Jenis kelamin
c. Genetik
d. Usia

1.5 Diagnosis

a. Computerized tomography (CT)

Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe stroke adalah


Computerized tomography atau CT (dulu dikenal cumputerised axial
tomography atau CAT) dan MRI pada kepala. Pemeriksaan dilakukan
berdasarkan citra sinar X, pemindaian berlangsung selama 15-20 menit, tidak
nyeri dan menimbulkan radiasi minimal (kecuali bagi wanita hamil) (Feigin,
2006).
Setiap citra individul memperlihatkan irisan melintang otak,
mengungkapkan daerah abnormal yang ada didalamnya. Pada CT, pasien
diberi sinar-X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala.
(Feigin, 2006).

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan berdasarkan citra resonansi magnet, pemindaian
berlangsung selama 30 menit, pemeriksaan MRI aman, tidak invasive dan
tidak nyeri. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau
benda logam lainya misalnya pecahan logam atau klip bedah tertentu di dalam
tubuh.(Feigin, 2006).

c. Ultrasonografi dan MRA


Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi
(menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra) atau MRA
(magnetic resonance angiography, suatu bentuk MRI). Pemindaian ini
digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan arteri
utama (Feigin, 2006). Magnetic resonance angiography khusunya bermanfaat
untuk mengidentifikasi aneurisma intrakanium dan malformasi pembuluh
darah otak (Feigin, 2006).

d. Angiografi otak
Angiografi otak merupakan suatu penyuntikan suatu bahan yang tampak
dalam citra sinar X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat memperlihatkan pembuluhan-pembuluh darah di leher dan
kepala. Bahan yang digunakan disebut “bahan kontras”, dan disuntikkan
langsung ke dalam arteri karotis di leher atau melalui sebuah kateter (selang)
yang sangat panjang yang dimasukkan ke pembuluh itu melalui arteri femoralis
di lipatan paha. kedua prosedur ini dilakukan di bawah pembiusan total (Feigin,
2006).

Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri


dan vena selama semua fase aliran darah otak dan digunakan untuk mencari
penyempitan atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma atau
malformasi vaskular. Namun, tindakan ini memiliki risiko, termasuk stroke
atau kematian pada 1 dari setiap 200 orang yang diperiksa (Feigin, 2006).

e. Pungsi Lumbal (Spinal tap)


Suatu pemeriksaan laboratorium yang kadang kala jika diagnosis stroke
belum jelas. Cara ini juga kadang dilakukan jika alat CT tidak tersedia, untuk
mendeteksi perdarahan subaraknoid. Dilakukan pengambilan sedikit sampel
cairan serebrospinal (cairan yang merendam otak dan korda spinalis ) untuk
pemeriksaan laboratorium (Feigin, 2006).

f. EKG
Elektrokardiografi digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama
jantung atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke pasien.
Sensor listrik yang peka, yang disebut elektrosa, diletakkan pada kulit di tempat-
tempat tertentu. Elektroda-elektroda ini merekam perubahan siklis arus listrik
alami tubuh yang terjadi sewaktu jantung berdenyut. Hasilnya dianalisis oleh
komputer dan diperlihatkan dalam sebuah grafik yang disebut
elektrokardiogram (Feigin, 2006).

1.6 Terapi Non-Farmakologi


Intervensi pembedahan pada pasien stroke iskemik akut bersifat terbatas.
Pada kasus-kasus edema serebral iskemik tertentu yang menunjukkan infark
yang besar, kraniektomi untuk memunculkan peningkatan tekanan telah diuji.
Beberapa kasus lain, seperti infark serebelum, dekompresi pembedahan dapat
menyelamatkan pasien. Selain intervensi pembedahan, pendekatan
multidisipliner untuk penanganan stroke seperti rehabilitasi sangat efektif
dalam mengurangi stroke iskemik. Pada kenyataannya, penggunaan “unit
stroke” telah berhasil menyamai keluaran trombolisis ketika dibandingkan
dengan penanganan biasa (DiPiro et al., 2008).
Dalam pencegahan sekunder, endarterektomi karotid pada arteri karotid
stenosis dan/atau ulser merupakan cara yang sangat efektif untuk mengurangi
insiden stroke dan kambuhan pada pasien yang tepat. Sebenarnya, pada pasien
stroke iskemik dengan arteri karotid stenosis 70% hingga 99%, stroke
kambuhan dapat dikurangi hingga 48% ketika dikombinasikan dengan aspirin
325 mg setiap hari dibandingkan dengan terapi medis tunggal. Pada pasien
yang berpikir bahwa risiko endarterektomi sangat tinggi, carotid stenting
menjadi lebih efektif dalam penurunan risiko stroke, namun sedikit invasif
(menyakitkan/mengganggu) (DiPiro et al., 2008).

1.7 Terapi Farmakologi


The Stroke Council of the American Stroke Association telah membuat
garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke iskemik akut. Secara
umum, dua obat yang sangat direkomendasikan (grade A recommendation)
adalah t-PA (tissue-Plasminogen Activator/Alteplase) intravena dalam onset 3
jam dan aspirin dalam onset 48 jam (DiPiro et al., 2008).
Reperfusi (<3 jam dari onset) dengan t-PA intravena telah menunjukkan
pengurangan cacat yang disebabkan oleh stroke iskemik. Harus diperhatikan
apabila menggunakan terapi ini, dan mengikuti protokol penting untuk
menghasilkan keluaran yang positif. Pentingnya protokol penanganan dapat
dirangkum menjadi (1) aktivasi tim stroke, (2) permulaan gejala dalam 3 jam,
(3) CT scan menandai letak pendarahan, (4) menentukan kriteria inklusi dan
eksklusi, (5) memberikan t-PA 0.9 mg/kg selama 1 jam, dengan 10%
diberikan sebagai bolus awal selama 1 menit, (6) menghindari terapi
antitrombotik (antikoagulan atau antiplatelet) selama 24 jam, dan (7)
memantau pasien dari segi respon dan pendarahan (DiPiro et al., 2008).
Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan
cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena
dapat meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien. Garis pedoman
The American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA)
mengenai seluruh farmakoterapi dalam pencegahan sekunder untuk stroke
iskemik dan diperbarui setiap 3 tahun. Hal ini sangat jelas bahwa terapi
antiplatelet merupakan landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan
sekunder untuk stroke iskemik dan harus digunakan pada stroke
nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan, yaitu aspirin, clopidogrel,
dan dipiridamole dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ERDP-ASA),
merupakan antiplatelet first-line yang disetujui oleh the American College of
Chest Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan emboli,
warfarin merupakan antitrombotik pilihan pertama. Farmakoterapi lain yang
direkomendasikan untuk stroke adalah penurun tekanan darah dan statin.
Rekomendasi saat ini untuk penanganan stroke akut dan pencegahan sekunder
dapat dilihat di tabel berikut (DiPiro et al., 2008).

a. Alteplase (t-PA)
Alteplase adalah enzim serin-protease dari sel endotel pembuluh yang
dibentuk dengan teknik rekombinan DNA. Waktu paruhnya hanya 5 menit.
Alteplase bekerja sebagai fibrinolitik dengan cara mengikat pada fibrin dan
mengaktivasi plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian
mendegradasi fibrin sehingga melarutkan trombus. Efektivitas intravena
pada pengobatan stroke iskemik dipublikasikan pada tahun 1995 oleh
National Institutes of Neurologic Disorders and Stroke (NINDS) pada uji
Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator (rt-PA) Stroke, dari 624
pasien yang diobati dengan jumlah yang sama, baik t-PA 0.9 mg/kg IV atau
plasebo dalam 3 jam pada permulaan gejala neurologik, 39% dari pasien
yang diobati memperoleh “keluaran yang sangat bagus” pada 3 bulan
dibandingkan dengan 26% pasien plasebo. “Keluaran yang sangat bagus”
didefinisikan tidak terdapat kesalahan atau kesalahan minimal dengan
beberapa skala neurologik yang berbeda (DiPiro et al., 2008).

b. Aspirin

Penggunaan aspirin terdahulu untuk mengurangi kematian jangka


panjang dan cacat akibat stroke iskemik didukung oleh dua uji klinis acak
besar. Pada International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari secara
signifikan menurunkan kekambuhan stroke dalam 2 minggu pertama,
menghasilkan penurunan signifikan kematian dan ketergantungan dalam 6
bulan. Pada Chinese Acute Stroke Trial (CAST), aspirin 160 mg/hari
mengurangi risiko kambuh dan kematian dalam 28 hari pertama, namun
kematian jangka panjang dan cacat tidak berbeda dengan placebo. Pada
kedua pengujian, terdapat peningkatan kecil namun signifikan pada
transformasi pendarahan dari infark. Untuk keseluruhan, efek
menguntungkan dari penggunaan aspirin telah diadopsi sebagai garis
pedoman klinis (DiPiro et al., 2008).

c. Antiplatelet

Semua pasien yang memiliki stroke iskemik akut akan menerima


terapi antitrombosis jangka panjang untuk pencegahan sekunder. Pada
pasien dengan stroke nonkardioembolik, akan terdapat beberapa bentuk
terapi antiplatelet. Aspirin menunjukkan hasil studi yang paling baik, dan
menjadi obat pilihan utama. Akan tetapi, literatur yang telah dipublikasikan
mendukung penggunaan clopidogrel dan produk kombinasi sebagai obat
pilihan pertama pada pencegahan stroke sekunder (DiPiro et al., 2008).

Efikasi clopidogrel sebagai antiplatelet pada gangguan


atherothrombosis diperlihatkan dalam pengujian clopidogrel versus aspirin
pada pasien dengan risiko kejadian iskemik (CAPRIE). Dalam studi ini lebih
dari 19,000 pasien dengan riwayat infark myokard, stroke, atau penyakit
arteri perifer, clopidogrel 75 mg/hari dibandingkan dengan aspirin 325
mg/hari dalam kemampuannya menurunkan infark myokard, stroke, atau
kematian kardiovaskular. Pada analisis akhir, clopidogrel lebih efektif (8%
relative risk reduction [RRR]) daripada aspirin (P = 0.043) dan memiliki
kemiripan efek samping. Pada European Stroke Prevention Study 2 (ESPS-
2), aspirin 25 mg dan dipyridamole dengan pelepasan diperpanjang (ERDP)
200 mg dua kali sehari dibandingkan sendiri-sendiri dan dalam kombinasi
dengan plasebo untuk kemampuan mereka dalam menurunkan stroke
kambuhan selama 2 tahun. Dalam jumlah lebih dari 6,600 pasien, ketiga
kelompok perlakuan menunjukkan plasebo—aspirin, 18% RRR; ERDP,
16% RRR; dan kombinasi, 37% RRR. Kombinasi aspirin 25 mg dan ERDP
200 mg dua kali sehari merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk
mencegah kekambuhan pada pasien stroke. Kombinasi dipiridamole (83%
pelepasen diperpanjang) dan aspirin (30–325 mg sehari) lebih efektif
daripada aspirin saja dalam menurunkan stroke kambuhan (DiPiro et al.,
2008).

d. Warfarin

Warfarin merupakan pengobatan paling efektif untuk pencegahan


stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Dalam European Atrial
Fibrillation Trial (EAFT), 669 pasien dengan fibrilasi atrium nonvalvular
(NVAF) dan stroke diberi perlakuan acak terhadap warfarin (international
normalized ratio [INR] = 2.5–4), aspirin 300 mg/day, or placebo. Pasien di
kelompok plasebo mengidap stroke, infark myokard, atau kematian vaskular
sebesar 17% per tahun dibandingkan dengan 8% per tahun untuk kelompok
warfarin dan 15% per tahun untuk kelompok aspirin. Hal ini mewakili 53%
penurunan risiko dengan antikoagulan (DiPiro et al., 2008).

e. Blood Pressure Lowering


Kenaikan tekanan darah sudah umum terjadi pada stroke iskemik, dan
pengobatan hipertensi pada pasien tersebut berhubungan dengan penurunan
risiko stroke kambuhan. Populasi stroke multinasional (40% orang Asia)
diberi perlakuan secara acak, yaitu penurun tekanan darah dengan
angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor perindopril (dengan atau
tanpa indaimid diuretik tiazida) atau plasebo. Pasien yang diobati
menunjukkan penurunan tekanan darah, 9 poin sistolik dan 4 poin diastolik
mm Hg, dan ini berhubungan dengan penurunan stroke kambuhan 28%.
Pasien yang diberi obat kombinasi, rata-rata penurunan tekanan darah adalah
12 sistolik dan 5 diastolik mm Hg sehingga terjadi penurunan stroke
kambuhan yang lebih besar (43%). Pasien dengan atau tanpa hipertensi
direkomendasikan menggunakan ACE inhibitor dan diuretik untuk
penurunan tekanan darah pasien stroke. Periode penurun tekanan darah
untuk stroke akut (7 hari pertama) menghasilkan penurunan aliran darah
otak dan memperparah gejala; oleh karena itu, rekomendasi terbatas pada
pasien di luar stroke akut (DiPiro et al., 2008).

f. Statin

Golongan statin dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30% pada


pasien dengan penyakit jantung koroner dan dislipidimia. Stroke iskemik
direkomendasikan menjadi “ekuivalen” koroner dan menggunakan obat
golongan statin untuk memperoleh konsentrasi low density lipoprotein
(LDL) kurang dari 100 mg/dL (DiPiro et al., 2008).

Terdapat bukti bahwa simvastatin 40 mg/hari mengurangi risiko


stroke pada individu berisiko tinggi (termasuk pasien dengan stroke awal)
sebesar 25% (P < 0.0001) meskipun pada pasien dengan konsentrasi LDL
kurang dari 116 mg/dL. Terapi statin merupakan cara efektif untuk
mengurangi risiko stroke dan dijalani pada semua pasien stroke iskemik
(DiPiro et al., 2008).

g. Heparin untuk Profilaksis dari Deep-Vein Thrombosis (DVT)

Penggunaan heparin dengan bobot molekul rendah atau heparin


subkutan dosis rendah (5,000 unit dua kali sehari) dapat direkomendasikan
untuk mencegah DVT pada pasien rumah sakit dengan menurunkan
mobilitas akibat stroke dan digunakan pada semua namun paling banyak
stroke minor (DiPiro et al., 2008).

h. Aspirin Plus Clopidogrel

Clopidogrel dalam kombinasi dengan aspirin 75 mg setiap hari tidak


lebih baik daripada clopidogrel sendiri pada pencegahan stroke sekunder.
Akan tetapi, kombinasi ini telah dipelajari pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan dan
menunjukkan lebih efektif secara signifikan dibanding aspirin sendiri dalam
menurunkan infark myokard, stroke, dan kematian kardiovaskular. Ketika
clopidogrel digunakan dengan aspirin, risiko pendarahan meningjkat dari
1.3% menjadi 2.6%. Kombinasi tersebut ditemukan juga meningkatkan
pendarahan serius pada populasi atherosklerosis berisiko tinggi
dibandingkan dengan penggunaan aspirin saja. Kombinasi ini hanya
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat infark myokard atau
coronary stent placement dan hanya menggunakan aspirin dosis rendah
untuk meminimalkan risiko pendarahan (DiPiro et al., 2008).

i. Penghambat Reseptor Angiotensin II

Pengahambat reseptor Angiotensin II dapat mengurangi risiko stroke.


Losartan dan metoprolol dibandingkan kmampuannya untuk menurunkan
tekanan darah dan mencegah penyakit kardiovaskular pada kelompok pasien
hipertensi. Penurunan tekanan darah mirip, yaitu mendekati 30/16 mm Hg,
kelompok losartan mengurangi risiko stroke sebesar 24%. Penghambat
reseptor Angiotensin II digunakan pada pasien yang tidak dapat menoleransi
ACE inhibitor untuk efek penurunan tekanan darah setelah stroke iskemik
akut (DiPiro et al., 2008).

III.Alat dan Bahan

Alat :
1. Form SOAP
2. Form medicayion record
3. Catatan minum obat
4. Kalkulator scientific
5. Laptop dan koneksi internet

Bahan :
1. Text Book
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidence terkait (journal, systematic review, meta analysis)
IV. STUDY KASUS
Tuan KS seorang laki-laki berumur 60 tahun, BB : 50 kg, datang ke RS dengan
keluhan mual, tangan kanan mati rasa sampai susah untuk digerakkan. Pasien
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melistus. Saat masuk RS keluarga
pasien digali informasi terkait gejala muncul sekitar 2 jam yang lalu dimulai dari
keluhan tangan kaku, mulut bergetar saat berbicara dan bicaranya tidak jelas. Saat di
cek tekanan darah pasien 165 mm/Hg dan Gula darah 235 mg/dl, hasil CT
menunjukkan infark multilobar. Dokter mendiagosa pasien mengalami stroke
iskemik dan memberikan terapi. Pasien saat tiba di rumah sakit diberikan infus
dekstrosa, Nitroprusid, rTPA (alteplase) 0, 015 IV selama 60 menit, amlodipin oral
3x5mg, metformin 3x500 mg. pasien dipantau terus 2x24 jam.
FORM SOAP
PHARMACEUTICAL CARE

PATIENT PROFILE

Tn. / Ny.

JenisKelamin : laki-laki Tgl. MRS :


Usia : 60 tahun Tgl. KRS :
Tinggi badan : 165cm
Berat badan : 50kg

Presenting Complaint
Mual, tangan kanan mati rasa sampai susah digerakkan.

Diagnosa kerja : stroke iskemik

Diagnosa banding :

 Relevant Past Medical History:


-

Drug Allergies:
Tidak ada alergi obat

Tanda-tanda Vital Satuan Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl


165
Tekanan darah mmHg
mm/Hg
Nadi x/min
o
Suhu C
RR
MEDICATION
NO. NAMA OBAT INDIKASI DOSIS YANG DOSIS TERAPI
DIGUNAKAN (LITERATUR)
1. infus dektrosa Gula sederhana - 10-25 gram (20-
digunakan 50ml untuk
sebagai energi konsentrasi
oleh tubuh dektrosa 50% atau
40-100 ml untuk
konsentrasi 25%)
(medscape)
2. Nitropuside Gagal jantung - Dosis awal: 0,3
kongestif dan mcg/kg/min IBW
tekanan darah diberi melalui infus
tinggi yang yang berkelanjutan.
mengancam Dosisi
jiwa pemeliharaan:
titrasi maksimum
10mcg/kg/min.
(Medscape)
3. rTPA (alteplase) Untuk 0, 015 IV selama 0,9 mg/kg iv, tidak
memperbaiki 60 menit melebihi dosis total
fungsi saluran 90mg, berikan 10%
pembuluh darah dari total dosis
yang telah sebagai bolus iv
menggumpal awal selama 1
karna darah menit dan sisanya
diinfuskan selama
60 menit
(Medscape)
4. amlodipin oral Hipertensi, 3x5mg oral 5mg/hari PO pada
Iskemia awalnya dapat
Miokardial, ditingkatkan
Angina 2,5mg/hari setiap
7-14 hari, tidak
melebihi 10mg/hari
(Medscape)
5. metformin Untuk 500mg Awal: 500mg PO
mengontrol gula q12hr atau 850mg
darah tinggi, PO Qday dengan
biasanya makanan
digunakan oleh (Medscape)
penderita
diabetes tipe 2

LABORATORY TEST
Test (normal range) Tgl Tgl Tgl
WBC (4000-10000/mm3)

Hb (L: 13-17 g/dL)

RBC (4-6x106/mm3)

Hct (L:40-54%)

PLT (150000-450000/mm3)

Gula darah puasa (76-110 mg/dL)


Gula darah 2 jam PP (90-130
mg/dL)
Cholesterol (150-250 mg/dL)

TG (50-200 mg/dl)

Uric acid (L:3,4-7 mg/dL)


Albumin (3,5-5,0 g/dL)

SGOT (0-35 u/L)

SGPT (0-37 u/L)

BUN (10-24 mg/dL)

Kreatinin (0,5-1,5 mg/dl)


Natrium (135-15 mEq/L)

Kalium (3,6-5,0 mEq/L)

No Further Information Required Jawaban

1. Berapa kadar kolesterol px? Belum cek kolesterol

2. Apakah px ada alergi obat? Tidak ada alergi

3. Tinggi/BB px? BB 50/TB 165cm

Bagaimana gaya hidup px? Apakah Px merokok aktif 10th lalu/ px tidak
4
merokok/minum alkohol? mengonsumsi alkohol

Problem List (Actual Problem)


Medical Pharmaceutical
1 Infus dektrosa P1.1 Pemilihan obat tidak tepat

2 Metformin M1.2 Efek obat tidak optimal


3 Nitropuside, Amlodipin P1.6 Banyak obat kelompok terapi
4 Rtpa (alteplase) P1.1 Pemilihan obat tidak tepat
termasuk penggunaan obat yang
kontraindikasi
PHARMACEUTICAL PROBLEM

 Subjective (symptom)
Mual, tangan kanan mati rasa sampai susah digerakkan.

 Objective (signs)
tekanan darah pasien 165 mm/Hg dan Gula darah 235 mg/dl, hasil CT menunjukkan
infark multilobar

 Assesment (berdasarkan Evidence)


1. Infus dektrosa  P1.1 Pemilihan obat tidak tepat
Pemberian infus dektrosa diganti dengan pemberian infus normal saline
Evidence base:
Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia. Biasanya, rehidrasi dengandekstrosa lima persen atau
larutan hipotonik selama jam-jam pertama tidak dibenarkan karena air mudah masuk
ke dalam sel otak, sehingga memperburuk edema otak. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama
dari stroke iskemik akut (Guidelines of Acute Ischemic Stroke. American Heart
Assocation)

2. Metformin  M1.2 Efek obat tidak optimal


Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat hiperglikemia
berhubungan langsung dengan hasil pada akut pengaturan stroke. Capes et al
melakukan meta-analisis 26 Studi dan menemukan bahwa untuk iskemik dan
hemoragik stroke, glukosa masuk dari 108 hingga 144mg / dL adalah terkait dengan
peningkatan mortalitas di rumah sakit dan 30 hari. Hiperglikemia, didefinisikan
sebagai glukosa masuk 130mg /dL atau lebih tinggi. Pada pasien dengan riwayat
diabetes dan kadar gula yang tinggi maka perlu dilakukan penurunan kadar gula darah
dengan segera dikarenakan hal tersebut dapat menimbulkan thrombus yang nantinya
akan menambah adanya sumbatan di pembuluh darah. Pemberian bolus intravena
insulin dengan dosis 8 unit dapat dipertimbangkan agar menurunkan hyperglikemik
berat dengan cepat. Bolus ini akan mulai menurunkan glukosa darah dalam waktu
sekitar 5 menit. Infus insulin intravena temporer yang kontinu kemudian dapat
digunakan pada sebagian besar pasien untuk mempertahankan glukosa lebih dekat ke
tingkat normal (misalnya, di bawah 180 atau 140 mg / dL) (Bruno,
A.,Liebeskind,D.,Hao,Q. 2010)

3. Nitropuside, amlodipine  P1.6 Banyak obat kelompok terapi


Nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan
tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak (PERDOSI, 2011)
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi
pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood Preassure in Acute
StrokeCollaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk neurologis. Pada sebagian
besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama
setelahawitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009)
merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan secara hati-hat
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
(TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien
stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg(AHA/ASA , Class I,
Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol,nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem
intravena
4. Alteplase  P1.1 Pemilihan obat tidak tepat termasuk penggunaan obat yang
kontraindikasi
TN KS, mempunyai hasil CT Scan yang menunjukan adanya Infark Multibolar,
dimana penggunaan rTPA (alteplase) dikontraindikasikan pada hasil CT scan yang
menunjukan adanya infark multilobar (Presley, Bobby, 2014). Pemberian alteplase
diganti dengan pemberian aspirin dengan loading dose 325mg dan dilanjutkan dengan
dosis 75-100mg/hari dalam rentang 24-48 jam (Presley, Bobby, 2014).

 Plan (including primary care implication)


1. Infus dektrosa  pemberian diganti dengan infus salin
Kadar gula TN KS adalah 235 mg/dl sehingga pemakaian dektrosa distop untuk
menghindari terjadinya hiperglikemia. Kadar gula darah melebihi 180 mg/dl,
disarankan dengan infus salin 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik
akut dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke
akan berperan dalam mengendalikan kadar gula darah

2. Metformin  diganti dengan emberian terapi insulin


 Pasien yang datang dengan hiperglikemia ekstrem atau persisten, sakit kritis, atau
yang diobati dengan terapi trombolitik harus dimulai dengan protokol insulin
intravena yang telah mapan dan standar untuk meningkatkan kontrol glukosa
darah selama setidaknya 24 hingga 48 jam pertama rawat inap. Mereka kemudian
harus dipindahkan ke rejimen insulin subkutan yang mencakup insulin kerja
jangka panjang bersama dengan koreksi insulin kerja cepat untuk glukosa yang
berada di luar jangkauan (Lauren Baker MD, 2011)

 Memantau penderita
Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran glukosa (glucose goal
range) selama 4 jam kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah tetap stabil,
infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam.
 Untuk mencapai glukosa darah pada tingkat sasaran, diberilah dosis short-acting
atau rapid-acting insulin subkutan 1-2 jam sebelum menghentikan infus insulin
intravena. Dosis insulin basal dan prandial harus disesuaikan dengan tiap
kebutuhan penderita. Contohnya, bila dosis rata-rata dari IV insulin 1,0 U/jam
selama 8 jam sebelumnya dan stabil, maka dosis total per hari adalah 24 U. Dari
jumlah ini, sebesar 50% (12 U)adalah basal sekali sehari atau 6 U 2x/hari dan
50% selebihnya adalah prandial, misalnya short-acting (regular) atau rapid acting
insulin 4 U sebelum tiap makan (PERDOSI, 2011)

3. Nitropuside, amlodipine  diganti dengan pemberian nicardipine/labetolol


Pemberian Nitropusid/amlodipine distop, diganti dengan pemberian
nicardipine 5 mg/jam IV2,5 ng/ tiap15 menit atau labetolol 10-80 mg IV tiap 10
menit sampai 300mg/hari; infuse: 0,5-2mg/menit.
Berdasarkan penelitian Liu-DeRyke, dkk 2013. Kelompok nikardipin memiliki
pemeliharaan BP yang lebih baik, persentase waktu yang dihabiskan lebih besar
dalam sasaran, dan variabilitas BP yang secara signifikan lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok labetalol (p <0,001). Agen antihipertensi yang lebih sedikit
diberikan kepada kelompok nicardipine dibandingkan kelompok labetalol (p <0,001).
Insiden kejadian obat yang merugikan serupa antara kelompok dan tidak ada
perbedaan dalam hasil klinis.

4. Alteplase  pemakaian distop dan diganti menggunakan aspirin


Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang direkomendasikan
penggunaannya untuk pasien stroke. Penggunaan aspirin dengan loading dose 325mg
dan dilanjutkan dengan dosis 75-100mg/hari dalam rentang 24-48 jam setelah gejala
stroke (Presley, Bobby, 2014).

PENCEGAHAN SEKUNDER STROKE ISKEMIK


Pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi bersifat tidak dapat
dirubah dan dapat dipakai sebagai penanda (marker) stroke pada seseorang.
Pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah berikut ini.
A. Pengendalian Faktor Resiko
1. Hipertensi
 Penurunan tekanan darah direkomendasikan baik untuk pencegahan stroke
ulang maupun pada penderita dengan komplikasi vascular lainnya yang
pernah mendapat serangan stroke iskemik maupun TIA sebelum 24 jam
pertama (AHA/ASA, Class 1, Lever of evidence A).
 Melakukan modifikasi gaya hidup telah dibuktikan mengurangi tekanan darah
dan merupakan bagian dan pengobatan komprehensif antihipertensi. Yang
termasuk modifikasi gaya hidup ini adalah pembatasan asupan garam;
penurunan berat badan; diit dengan kaya buah-buahan, sayuran dan low fat
dairy products; senam aerobik yang regular; dan pembatasan konsumsi
alkohol. (AHA/ASA 2010).
2. Diabetes
 Gula darah diperiksa secara teratur. Direkomendasikan bahwa diabetes
ditangani dengan modifikasi gaya hidup dan secara individu diberikan
terapi farmakologi (ESO, Class IV GCP).

 Monitoring Efektivitas
 Efektivitas
- Monitoring efektivitas insulin dengan melihat penurunan kadar gula darah
- Monitoring efektivitas labetolol dengan melihat penurunan tekanan darah

 Efek Samping Obat


- Pemberian insulin secara intravena dapat menurunkan kadar gula secara cepat,
monitoring jika terjadi hipoglikemik, apabila terjadi hipoglikemik segera
berikan infus dextrose
- Monitoring kejadian hipotensi
- Monitoring kejadian kejadian pendarahan akibat pemberian aspirin
DAFTAR PUSTAKA

AHA/ASA Guideline. Guideline for the Prevention of Stroke in Patien with Stroke or

Tansient Ischemic Attack. Stroke 2011;42;227-276

American Heart Association (AHA). 2018. Guidelines for the Early Management of Patients

With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals From the

American Heart Association/American Stroke Association.

Bruno, A.,Liebeskind,D.,Hao,Q. 2010. Diabetes Mellitus, Acute Hyperglycemia, and

Ischemic Stroke. Current Treatment Options in Neurology 12:492–503

Chung, Chin-Sang. 1999. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor 

Christopher G. Goetz. W.B. New York : Saunders Company. p 10-3.

DiPiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey. 2008.

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. McGraw-Hill

Companies. New York. p. 376 – 379.

Feigin, V. 2004. Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada. 67.

Lauren Baker MD, 2011. Management of hyperglycemia in acute ischemic stroke. Curr Treat

Options Neurol. (6):616-28.

Liu-DeRyke, dkk 2013. A prospective evaluation of labetalol versus nicardipine for blood

pressure management in patients with acute stroke. Neurocrit Care. (1):41-7


PERDOSSI., 2011. Guidline Stroke. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Presley, Bobby. 2014. Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Rasional , 12 (1).

ISSN 1411 – 8742

The European Stroke Organization (ESO) : Guidelines for Management Ischaemic Stroke

and Tansient Ischaemic Attack 2008

Anda mungkin juga menyukai