“GERD”
Dosen pengampu :
Disusun oleh:
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2021
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus dengan berbagai gejala yang timbul
akibat keterlibatan esofagus, laring, dan saluran nafas. GERD bisa dibagi menjadi tipe
erosif dan non-erosif. Beberapa faktor risiko terjadinya refluks gastroesofageal antara
lain: obesitas, usia lebih dari 40 tahun, wanita, ras (India lebih sering mengalami GERD),
hiatal hernia, kehamilan, merokok, diabetes, asma, riwayat keluarga dengan GERD,
status ekonomi lebih tinggi, dan skleroderma (Tarigan,Ricky.2019)
Pada sebagian orang, makanan dapat memicu terjadinya refluks gastroesofageal,
seperti bawang, saos tomat, mint, minuman berkarbonasi, coklat, kafein, makanan pedas,
makanan berlemak, alkohol, ataupun porsi makan yang terlalu besar. Beberapa obat dan
suplemen diet pun dapat memperburuk gejala refluks gastroesofageal, dalam hal ini obat-
obatan yang mengganggu kerja otot sfinter esofagus bagian bawah, seperti sedatif,
penenang, antidepresan, calcium channel blockers, dan narkotika. Termasuk juga
penggunaan rutin beberapa jenis antibiotika dan non steroidal antiinflammatory drugs
(NSAIDs) dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi esofagus
(Tarigan,Ricky.2019)
Suatu studi prevalensi terbaru di Jepang menunjukkan rerata prevalensi sebesar
11,5% dengan GERD. Syam, dkk. melaporkan bahwa prevalensi GERD di rumah sakit
Cipto Mangunkusumo meningkat dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun
2002. Dari eksplorasi statistik prevalensi GERD di Indonesia diprediksi 7.153.588 pasien
dari 238.452.952 populasi. Peningkatan prevalensi GERD di Indonesia seiring dengan
peningkatan prevalensi GERD di Asia dan United State of America (USA).
Komplikasi dari GERD terdiri atas komplikasi esofagus dan ekstra esofagus.
Komplikasi di esofagus yang dapat ditemukan berupa perdarahan, striktur, perforasi,
Barret’s esophagus (BE), dan kanker esofagus. Sedangkan, komplikasi di luar esofagus
meliputi sakit tenggorokan, tonsilofaringitis, sinusitis, laringitis, karies dentis,
pneumonia, dan asma bronkial (Tarigan,Ricky.2019).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut :
Apa yang dimaksud GERD?
Bagaimana patofisiologi GERD?
Apa saja faktor resiko GERD?
Apa tanda dan gejala GERD?
Bagaimana tata laksana GERD?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat maka diperoleh tujuan sebagai
berikut:
Mengetahui apa yang dimaksud GERD.
Mengetahui bagaimana patofisiologi GERD.
Mengetahui apa saja faktor resiko yang dapat menyebabkan GERD.
Mengetahui tanda dan gejala GERD.
Mengetahui tata laksana GERD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi GERD
Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal di Indonesia tahun 2013 adalah suatu gangguan berupa isi lambung
mengalami refluks berulang ke dalam esofagus, menyebabkan gejala dan/atau komplikasi
yang mengganggu. GERD adalah suatu keadaan patologis akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus dengan berbagai gejala akibat keterlibatan esofagus, faring,
laring dan saluran napas. Sedangkan menurut American College of Gastroenterology,
GERD is a physical condition in which acid from the stomach flows backward up into the
esofagus. Jadi, GERD adalah suatu keadaan patologis di mana cairan asam lambung
mengalami refluks sehingga masuk ke dalam esofagus dan menyebabkan gejala.
Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis
erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa
esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis
GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks
nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative
GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejalagejala refluks tipikal tanpa kerusakan
mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.
Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga kelompok,
yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.
2. Patofisiologi GERD
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif
dari sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor
defensif sistem pertahanan esofagus adalah LES, mekanisme bersihan esofagus, dan
epitel esofagus.1,4-8 LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan
esofagus dengan lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat
menelan sehingga terjadi aliran antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi
LES terganggu dan menyebabkan terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus.
Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat
penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural. Mekanisme
bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan dirinya dari bahan
refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan saliva,
dan bikarbonat dalam saliva.
Pada GERD, esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak
ke dalam esofagus; makin lama kontak antara bahan refluksat lambung dan esofagus,
maka risiko esofagitis akan makin tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan
meningkatkan risiko esofagitis lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat
berbaring. Mekanisme ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular
junction yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus
yang menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel
esofagus mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+
dan bikarbonat ekstraseluler adalah peningkatan asam lambung, dilatasi lambung atau
obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung yang terlambat,
tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan yang
mempengaruhi tekanan intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu
ketat
Pada sebagian besar pasien, pengobatan dapat dilakukan dengan beberapa tahap
tergantung keparahan gejala GERD yaitu GERD gejala ringan, gejala sedang; gejala
parah dan mengalami kejadian erosif. Pada pasien yang mengalami gejala GERD sedang
dimana gejala muncul beberapa kali dalam seminggu atau tiap hari sebaiknya diterapi
dengan proton pump inhibitor atau antagonis H2 reseptor. Dengan efikasinya yang baik
dan dosis sekali minum sehari, proton pump inhibitor semakin sering diresepkan sebagai
terapi lini pertama untuk GERD dengan gejala ringan sampai sedang. Untuk pasien yang
gejalanya tetap muncul setelah pengobatan dengan dosis standar antagonis H2 reseptor
selama 6 minggu, sebaiknya diobati dengan proton pump inhibitor karena meneruskan
pengobatan dengan antagonis H2 reseptor atau dengan menaikkan dosisnya jarang
terbukti efektif untuk menghilangkan gejala.
Untuk pasien dengan gejala yang parah dan pasien dengan komplikasi dan
keparahan organ tubuh (seperti oesofagitis, oesophageal ulceration, oesophagopharyngeal
reflux, barret’s oesophagus) serta untuk pasien yang secara endoskopi terbukti mengalami
esofagitis erosif, terapi awal yang optimal adalah dengan proton pump inhibitor. Proton
pump inhibitor yang diberikan sekali sehari dapat menghilangkan gejala dan
menyembuhkan esofagitis di atas 80% pasien atau di atas 95% pada pemberian 2 kali
sehari. Oleh karena itu proton pump inhibitor menjadi obat pilihan untuk GERD dengan
gejala parah atau mengalami penyakit erosif. Suspect manifestasi atypical (seperti asma
dan laringitis) juga diberikan terapi awal dengan proton pump inhibitor.
Untuk pasien dengan gejala yang parah atau pasien komplikasi atau keparahan
organ tubuh (seperti esofagitis, oesophageal ulceration, oesophagopharyngeal reflux,
barret’s oesophagus), pasien perlu dicek kembali jika gejala tidak hilang selama 4-6
minggu pengobatan dengan proton pump inhibitor. Ketika gejala berkurang, terapi
pengobatan dimodifikasi secara perlahan-lahan ke terapi pemeliharaan dengan cara
diantaranya menurunkan dosis proton pump inhibitor atau mengganti pengobatan dengan
antagonis H2 reseptor. Akan tetapi untuk pasien yang secara endoskopi terbukti
mengalami penyakit erosif, ulcerative atau stricturing, pengobatan dengan proton pump
inhibitor biasanya perlu dipertahankan pada dosis efektif minimum. Beberapa golongan
obat yang biasa digunakan ialah :
- Antasid
Pengobatan ini digunakan untuk gejala ringan GERD sejak tahun 1971, dan masih
dinilai efektif hingga sekarang dan tidak menimbulkan esofagitis. Selain sebagai penekan
asam lambung, obat ini dapat memperkuat tekanan SEB. Kelemahan obat golongan ini
adalah. Rasanya kurang enak. Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, Selain itu
penggunaannya sangat terbatas untuk pasien dengan ganghuan fungsi ginjal. Dosis sehari
4x1 sendok makan.
- Antagonis Reseptor H2
Obat ini dilaporkan berhasil pada 50% kasus GERD. Yang termasuk obat
golongan ini adalah ranitidin, simetidin, famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika
diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Pengguanaan obat ini
dinilai efektif bagi keadaan yang berat, misalnya dengan barrett’s esophagus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta
tanpa komplikasi. Dosis rantidin 4x150 mg.
- Obat prokinetik
Secara teoritis, obat ini dianggap paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini dianggap lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun praktiknya,
pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam. Obat ini berfungsi
untuk memperkuat tonus SEB dan mempercepat pengosongan gaster.
1) Metoklopramid
a) Efektifitasnya rendah dalam mengurangi gejala, serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esofagus kecuali dikombinasikan dengan antagonis reseptor H2
atau PPI.
b) Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia
c) Dosis 3x 10 mg sebelum makan dan sebelum tidur.
2) Domperidon
a) Obat ini antagonis reseptor dopamin (sama dengan metoklopramid) hanya saja obat
ini tidak melewati sawar darah otak, sehingga efek sampingnya lebih jarang.
b) Walaupun efektifitasnya belum banyak dilaporkan, namun obat ini diketahui dapat
menigkatkan tonus SEB dan percepat pengosongan lambung.
c) Dosis 3x10-20 mg sehari
3) Cisapride
a) Obat ini merupakan suatu antagonis reseptor 5HT4, obat ini dapat memperkuat tonus
SEB dan mempercepat pengosongan lambung.
b) Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi lebih bagus dari
domperidon.
c) Dosis 3x10 mg
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Obat ini tidak memiliki efek langsung terhadapa asam lambung, melainkan
berefek pada meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di
esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
karen bersifat topikal. Dosis 4x1 gram.
- Penghambat Pompa Proton (Proton pump inhibitor/PPI)
Merupakan obat terkuat dalam penatalaksanaan GERD, sehingga dijadikan drug
of choice. Golongan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
memperngaruhi enzim H, K ATP –ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembentukan asam lambung. Pengobatan ini sangat efektif dalam menghilangkan
keluhan serta penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat
yang refrakter dengan antagonis reseptor H2.
Dosis untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu :
Omeprazole : 2x20 mg
Lansoprazole: 2x30 mg
Pantoprazole: 2x40 mg
Rabeprazole : 2x10 mg
Esomeprazole: 2x40 mg
- Terapi pemeliharaan
Tanpa terapi pemeliharaan, risiko kekambuhan diperkirakan 60-80% dalam satu tahun.
Berdasarkan penelitian, terapi yang paling efektif mencegah kekambuhan adalah PPIs full
dose, diikuti oleh PPIs low dose, dan terakhir H2RAs.7 Terapi pemeliharaan diberikan kepada
pasien GERD yang tetap mengalami gejala setelah PPIs dihentikan dan kepada pasien yang
mengalami komplikasi, termasuk esofagitis erosif dan esofagus Barret. Terapi pemeliharaan
PPIs diberikan dalam dosis terkecil yang masih efektif, termasuk diberikan sesuai
permintaan/kebutuhan (on demand) atau terapi intermittent.
BAB III
STUDI KASUS
1. GERD
Identitas pasien
Nama : Ny. XY
Umur : 37 tahun
Alamat : Dsn Ringinanom Solo
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No RM : 571279
Pasien masuk ke bangsal Dahlia RS kelas III, tanggal 8 Juni 2019
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri ulu hati sudah dirasakan sejak kurang lebih 1
minggu yang lalu. Nyeri perut terasa panas dan tembus ke punggung,
agak sedikit sesak bila nyeri ulu hati kambuh. Pasien mengatakan
bahwa nyeri yang di alami hilang timbul dan pasien sulit tidur bila
kambuh. Pasien mengeluh lemas dan perut terasa tidak enak. Pasien
mengatakan bahwa ada mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien
mengeluh cepat merasa kenyang bila makan dan mengeluh lidah terasa
pahit dan kadang kecut. Pasien mengeluh kadang terasa pusing. Pasien
mengatakan bisa BAB (buang air besar) tetapi kurang lancar, kencing
lancar tidak dirasakan nyeri dan warnanya kuning.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien sudah pernah berobat di dokter sebelumnya dengan keluhan
yang sama dan kemudian di rujuk ke RS dengan diagnosa Abdominal
pain e.c susp GERD + Krisis Hipertensi. Pasien memilki riwayat
tekanan darah tinggi, riwayat jantung dan menyangkal tidak memilki
kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengatakan tidak memiliki sanak saudara yang mengidap
gejala serupa.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan:
Pasien mengatakan bahwa jika telat makan sakitnya akan kambuh.
Pasien menyukai makanan yang pedas dan asam.
Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal tidak ada riwayat alergi makanan atau obat.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum: Pasien tampak lemah
Kesadaran umum: compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 217/113 mmHg
Nadi : 136 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,9oC
Pemeriksaan penunjang
Tanggal/ Jam Laboratorium Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
R. Infuse RL 2 fl
Simm 20 tpm inj.
R/ Omeprazol
s.2. dd tab 1
R/ Candesartan tab 10
12 mg – 0 - 0
R/ Gitas tab
S 2 dd 1
R/ Neurodex tab X
S 2 dd 1
Tugas :
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan obyektif)
3. Buatlah assessment termasuk melakukan skrining resep dokter
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan karakteristik
fisika– kimia obat.
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika rese pada masalah (tulis bagaimana cara
menyampaikannya ke dokter).
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
7. Lakukan Pemantauan Terapi Obat.
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
a. Patofisiologi
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif dari
sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor defensif sistem
pertahanan esofagus adalah LES, mekanisme bersihan esofagus, dan epitel esofagus.1,4-8 LES
merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dengan lambung. Pada
keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi aliran antegrade dari
esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan menyebabkan terjadinya aliran
retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi LES pada GERD disebabkan oleh
turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat-obatan, makanan, faktor hormonal, atau kelainan
struktural. Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan dirinya
dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik esofagus, bersihan
saliva, dan bikarbonat dalam saliva.
Pada GERD, esofagus terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak ke
dalam esofagus; makin lama kontak antara bahan refluksat lambung dan esofagus, maka risiko
esofagitis akan makin tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko
esofagitis lebih besar. Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring. Mekanisme
ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular junction yang membatasi difusi
ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang menyuplai nutrien-oksigen dan
bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel esofagus mempunyai kemampuan
mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler adalah
peningkatan asam lambung, dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan
pengosongan lambung yang terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat.
Beberapa keadaan yang mempengaruhi tekanan intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan
pakaian terlalu ketat
b. Terapi farmakologi GERD
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan
obyektif)
Subyektif Obyektif
- Nyeri perut terasa panas dan tembus ke - Tanda-tanda vital
TD: 217/113 mmHg
punggung
Nadi: 136 x/menit
- agak sedikit sesak bila nyeri ulu hati RR: 24 x/menit
Suhu: 36,9oC
kambuh
- Hemoglobin: 12,4 g/dl
- nyeri yang di alami hilang timbul dan - Leukosit : 11,360/mm3
- Trombosit 171000 mm3
pasien sulit tidur bila kambuh
- Fungsi ginjal: BUN: 150 mg/dl: 0,9
- Pasien mengeluh lemas dan perut terasa mg/dl
- Elektrolit
tidak enak.
Natrium : 142,8 mmol/L
- mual tetapi tidak sampai muntah Kalium : 3,59 mmol/L
Calcium: 1,11 mmol/L
- Pasien mengeluh cepat merasa kenyang
Clorida: 102,7 mmol/L
bila makan dan mengeluh lidah terasa
pahit dan kadang kecut.
- Pasien mengatakan bisa BAB (buang air
besar) tetapi kurang lancar, kencing lancar
tidak dirasakan nyeri dan warnanya
kuning.
Pembahasan
Secara umum, resep tersebut dapat dilayani, No izin dokter tidak tertera pada resep,
namun resep tersebut legal untuk dikerjakan. Hal tersebut dikarenakan pihak RS sudah
bekerja sama dengan dokter yang bersangkutan, dan pihak RS tidak mungkin mau
bekerja sama dengan dokter yang tidak memiliki izin praktek.
B. Kesesuaian Farmaseutik
No Nama Bentuk Sediaan Dosis resep Stablitas inkompatibilita Kesimpulan
Obat Sediaan s &Rekomendasi
1 Infus RL Injeksi (fl) 500 ml 20 tpm inj - - Sesuai, tidak ada
2 Ranitidin Tablet Tablet 150 1x/hari 1 tab - -
interaksi fisika-
mg
kimia
3 Omeprazol Tablet Tablet 20 2x sehari 1
mg tab
4 Candesartan Tablet - 12 mg sehari - -
sekali tiap
pagi
5 Gitas *injeksi Hyoscine- - - --
ampul N-
(ISO vol butylbromid
52) 20 mg/ml
(ISO vol 52)
6 Neurodex Tablet 1 tablet 2x sehari 1 - -
mengandun tablet
g Vit B
monohidrat
100 mg, Vit
B6 200 mg,
Vit B12
200mcg
C. Pertimbangan Klinis
No Nama Tepat Tepat Aturan Dosis Duplikasi/ ROTD/ Kesimpulan Rekomendasi
Obat indikasi dosis pakai literature polifarmas Alergi/ES
i / interaksi
obat
1 Infus Tidak - 20 tpm - - - Tidak tepat Tidak
RL tepat inj indikasi, digunakan infus
(dehidra overload RL
si) (kelebihan
cairan)
infus RL
digunakan
dalam
kondisi
dehidrasi
2 Ranitidi Tepat Tidak 1x/hari Dws - ES. Sakit Under dose 2x sehari 1 tab
n indikasi tepat 1 tab 2x/hari kepala,
(GERD) (150mg 150 pusing,
) mg(pagi & diare
malam)
Maintenan
ce 150 mg
1x/hari
(DIH,
2010:9)
3 Omepra Tepat Tepat 2x Dws : - ES: mual, Sesuai -
zol indikasi dosis sehari 1 sehari 1x muntah,
(GERD) tab 20-40 mg diare,
(20 mg 4-8 sakit
1 tab) minggu kepala,
(ISO vol pusing,
52) nyeri
abdomen,
serta rasa
kembung,
diare
4 Candesa Tepat Tidak 12 mg Dws : - ES sakit Terapi tidak Tablet 16 mg
rtan indikasi tepat sehari Dosis kepala, adekuat 1x/hari setiap
(antihipe sekali awal 16 pusing, pagi
rtensi) tiap mg 1x/hari mual,
pagi Dosis muntah,
lanjutan kelelahan
sehari 8-
32 mg
(dipiro 11)
5 Gitas Tepat Hyosci *injeksi 1 ampul - ES, Penulisan Mengkonfirmas
indikasi ne-N- ampul (IM,IV) Pusing, sediaan obat i kepada dokter
(antinye butylb (ISO diulang 30 kantuk, tidak sesuai. sediaan gitas yg
ri dan romid vol 52) menit jika bibir dipakai, apakah
antispas 20 perlu kering, tablet Gitas Plus
modik) mg/ml (ISO vol 52) diare atau injeksi
(ISO gitas?
vol
52)
6 Neurode Supleme 1 2x Dws: 1x - ES. Over dose Mengkonfirmas
x n vit B tablet sehari 1 sehari 1 Mual,mun i kepada dokter
menga tablet tablet tah,pusing apakah boleh
ndung ,alergi dosis suplemen
Vit B diturunkan?
monoh Jika diturunkan
idrat direkomendasi
100 1x sehari 1
mg, tablet
Vit B6
200
mg,
Vit
B12
200mc
g
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan
karakteristik fisika– kimia obat.
Rekomendasi terapi
No Nama Regimen Rute Karakteristik Kesimpulan
Obat dosis pemberian fisika-kimia
1 Infus RL - - - Tidak
diberikan
2 Ranitidin 2x sehari Oral stabil Konfirmasi
pagi dan sebelum dokter
malam makan
3 Omeprazole 2x sehari Oral stabil Sesuai resep
1 tab (20 sebelum
mg) makan
4 Candesartan 1x sehari Oral Stabil tidak Konfirmasi
1 tab 16 diminum ada interaksi dokter
mg pagi hari
5 Gitas plus 3x sehari Oral stabil Konfirmasi
1 tab bersama dokter
makan
6 Neurodex 2x sehari Oral stabil Konfirmasi
1 tab dokter
5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika resep ada masalah (tulis bagaimana cara
menyampaikannya ke dokter).
Resep yang sudah diskring oleh apoteker, dan apoteker merasa ada masalah pada
resep:
Apoteker : selamat pagi dokter, benar dengan dokter shafina dari rawat inap dahlia 307?
Dokter : pagi, iya benar, ini dengan siapa?
Apoteker : saya wiwin apoteker dari intalasi farmasi dok
Dokter: iya mbak wiwin ada apa?
Apoteker: saya mau bertanya dok apa benar pasien ny. Xy yang berumur 37 tahun adalah
pasien dokter?
Dokter : iya betul
Apoteker: begini dok, resep yang diberikan ada infus 20 RL 2 fl , ranitidine 12 tablet,
omeprazole, candesartan 10 tablet, Gitas, neurodex 10 tablet.
Dokter : iya benar
Apoteker : begini dok, dari hasil skrining resep yang saya lakukan ada beberapa masalah
pada resep dok. Seperti, disini pasien ada riwayat jantung dok, sedangkan infus
RL kontraindikasi untuk pasien dengan riwayat jantung dan efek samping nya
juga menyebabkan detak jantung abnormal. Selain itu Ranitidine pada resep
diberikan lebih dari jumlah maksimal yang diperbolehkan dan masih under dose.
Omeprazole tidak dicantumkan jumlah obat yang akan diberikan. Candesartan
dosis awal yang diberikan masih under dose. Gitas disini efek sampingnya
palpitasi jantung sedangakan pasien ada Riwayat jantung. Neurodex pada resep
overdose. Menurut dokter bagaimana?
Dokter : oke infus RL dan gitas tidak perlu diberikan saja ya. Untuk ranitidine tadi
rekomendasinya seperti apa?
Apoteker: begini dok, jumlah maksimal ranitidine yang diperbolehkan 10 tablet dan dengan
pemberian 2 kali sehari 1 tablet dok.
Dokter: oke mbak
Apoteker: untuk omeprazole dan neurodex bagaimana dok?
Dokter : Omperazol saya berikan 7 tablet saja mbak. Dan untuk neurodex memang dosis
yang tepat berapa mbak?
Apoteker : oke baik dokter, terkait neurodex dosis yang tepat untuk dewasa 1 kali sehari 1
tablet dok.
Dokter : oke diberikan saja, nanti saya monitoring pasiennya
Apoteker : baik dok terimakasih dok
Dokter : iya sama- sama
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
Naikkan ujung kepala tempat tidur (meningkatkan pembersihan esofagus). Gunakan 6-to
8-in. (15-20 cm) balok di bawah sisi kepala tempat tidur
Penurunan berat badan (mengurangi gejala) pada pasien obesitas
Hindari makanan yang dapat menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah atau
meningkatkan relaksasi sfingter esofagus bawah sementara (TLESR) (lemak, cokelat,
alkohol, peppermint, dan spearmint)
Sertakan makanan kaya protein dalam diet (menambah sfingter esofagus bagian bawah
tekanan)
Hindari makanan yang memiliki efek iritan langsung pada mukosa esofagus (makanan
pedas, jus jeruk, jus tomat, dan kopi)
Perilaku yang dapat mengurangi paparan asam esofagus:
Makan makanan kecil dan hindari tidur segera setelah makan (tidur setelah 3 jam jika
memungkinkan; mengurangi volume lambung)
Berhenti merokok (menurunkan sfingter esofagus spontan
relaksasi)
• Hindari alkohol (meningkatkan amplitudo sfingter esofagus bagian bawah, gelombang
peristaltik, dan frekuensi kontraksi)
• Hindari pakaian yang ketat
• Selalu minum obat dalam posisi duduk tegak atau berdiri dan dengan banyak cairan,
terutama yang mempunyai efek iritan langsung
mukosa esofagus (misalnya, bifosfonat, tetrasiklin, kuinidin, kalium klorida, garam besi,
aspirin, antiinflamasi nonsteroid
narkoba)
7. Lakukan Pemantauan Terapi Obat.
Terapi Monitoring
Hipertensi Monitoring ketat dilakukan di unit perawatan intensif
(intensive care unit=ICU) terhadap target penurunan TD 4-6
jam dan kerusakan organ target ( hipertensi urgensi ).
Penurunan TD maksimal 25% dalam jam pertama, kemudian
target penurunan TD mencapai 160/100-110 mm Hg dalam 2
sampai 6 jam, selanjutnya TD mencapai normal dalam 24
sampai 48 jam (Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in
Adults).
Efektivitas candesartan tunggal 16 mg dalam penurunan TD,
bisa ditingkatkan sampai dosis maksimal 32 mg jika tidak
ada kejadian yang merugikan atau jika perlu terapi kombinasi
oral.
Monitoring ES kerusakan ginjal, nilai serum kreatinin.
GERD Omeprazole dan ranitidine dimonitoring kejadian efek
samping sakit kepala dan pusing.
Monitoring kadar leukosit yang mengindikasikan terjadinya
inflamasi pada kerongkongan / esofaghitis.