Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


MUSKULUSKLETAL PADA KASUS GERD

DISUSUN OLEH:

NAMA :ELVIRA WULANDARI


JURUSAN : KEPERAWATAN
PEMBIMBING :

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SMK YARSI MATARAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan


gangguan Muskuluskletal “GERD” di Ruang Cempaka RST dr. Soedjono
Magelang telah disetujui dan disahkan pada:
Hari/tanggal :
Tempat :

Mengetahui:

Pembimbing
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidaya-Nya penulisan dan penyusunan Asuhan Keperawatan pasien
dengan fraktur dapat terselesaikan.

Dengan penulisan asuhan keperawatan ini penulis berharap dapat memberikan


informasiyang berguna bagi para pembacanya.

Penulis menyadari dalam pembuatan asuhan keperawatan ini masih banyak


kekurangan di banyak bagian, untuk itu penulis sangat berterimakasih bila ada
pihak-pihak yang mengoreksi dan memberikan kritik dan saran supaya penulis
dapat memperbaikinya.

MATARAM, 14 MEI 2022

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Rumusan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Fraktur
2.2. Anatomi Fisiologi
2.3. Etiologi Fraktur
2.4. Klasifikasi Fraktur
2.5. Patofisiologi Fraktur
2.6. Manifestasi Klinis Fraktur
2.7. Pemeriksaan Penunjang Fisik
2.8. Penatalaksanaan Frakturss
2.9. Komplikasi Fraktur
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.2. Diagnosa Keperawatan
3.3. Intervensi & Implementasi Keperawatan
3.4. Evaluasi
BAB IV LAPORAN KASUS
4.1. Pengkajian
4.2. Analisis Data
4.3. Diagnosa
4.4. Intervensi
4.5. Implementasi
4.6. Evaluasi

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

  1.1. Latar Belakang

secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002). Di


Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil
pasien GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan
keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.
Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang
terjadi

GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara


Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita
heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik
GERD. GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya
ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian
hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam
komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001).

Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka


tertinggi terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di
Hongkong meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan
berdasarkan data salah satu rumah sakit di Indonesi, RSCM menunjukkan
peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam kurun waktu 5 tahun. Asian
Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa pemahaman tentang GERD
pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar
1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.

Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang


begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-
erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis
kelamin bukan menjadi faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barrett’s
esophagus lebih sering terjadi pada laki-laki.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan
yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait,
esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma
esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan antara beberapa gangguan
ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas pada pasien yang identik
dan oleh epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,


pemeriksaan penunjang, terapi, dan komplikasi dari GERD.

2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien GERD.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)


didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu
(troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto,
2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan
keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah
esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti
erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002)

2.3.  ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :

1.         Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)

2.         Bersihan asam dari lumen esofagus menurun

3.         Ketahanan epitel esofagus menurun

4.         Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.

5.         Kelainan pada lambung

6.         Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis


7.         Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas

8.         Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks

9.         Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan


berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik
(seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan
nitrat.

10.     Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009)

2.5. PATOFISIOLOGI

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES
hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru,
2009).

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini
terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran
pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus
besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan
kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau
asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).

Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif


dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor
defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen
esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor
ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus
LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah
adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),
obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama
kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.

b.      Bersihan asam dari lumen esophagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar
bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan.

c.       Ketahanan epithelial esophagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan


mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial
esophagus terdiri dari :

1.      Membran sel

2.      Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+  ke


jaringan esophagus

3.      Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2

4.      Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+

Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan


hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus
bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra
abdominal sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung
mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai
esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi
lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya
ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap
distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau
nasofaring (Hadi, 2002).

2.6. MENIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :

1.    Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn
adalah gejala tersering.

2.    Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.


Kemudian mulut terasa asam dan pahit.

3.    Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009)

Gejala Atipikal :

1.      Batuk kronik dan kadang wheezing

2.      Suara serak

3.      Pneumonia

4.      Fibrosis paru

5.      Bronkiektasis

6.      Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).

Gejala lain :

1.      Penurunan berat badan

2.      Anemia
3.      Hematemesis atau melena

4.      Odinofagia (Bestari, 2011).

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Endoskopi

Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam
keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan,
striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).                   

2.    Radiologi

Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.

3.    Tes Provokatif

a.       Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa


esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang
dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik
dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam
untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.

b.      Tes Edrofonium

Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena.


Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri
motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara
manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.

                 
4.    Pengukuran pH dan tekanan esofagus

Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya


RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE.
Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah
menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra
esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat
memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan
antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes
tersebut dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.

5.    Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus
dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).

6.    Pemeriksaaan Esofagogram

Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa


esofagus, erosi, dan striktur.

7.    Tes PPI

Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu
minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.

8.    Manometri esofagus

Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.

9.    Histopatologi

Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi


bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).
           

2.8. PENATALAKSANAN

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala


pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal,
mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya
komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang
mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk
agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.

1.      Modifikasi Gaya Hidup

a.    Tidak merokok

b.    Tempat tidur bagian kepala ditinggikan

c.    Tidak minum alkohol

d.   Diet rendah lemak

e.    Hindari mengangkat barang berat

f.     Penurunan berat badan pada pasien gemuk

g.    Jangan makan terlalu kenyang

h.    Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang

2.      Terapi Endoskopik.

Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi,


endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan
memanaskan gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk
mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
reflux.

3.      Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk
terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang
biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
a.       Step up

Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi
asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin,
nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila
gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih
lama (PPI).

b.      Step down

Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan
dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.

4.      Terapi terhadap Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi
rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa
esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus
barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus

a.       Striktur esophagus

Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka
dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.

b.      Barret’s esophagus

Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi
bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi
(baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan
implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian.

     (Djajapranata, 2001)

2.9. KOMPLIKASI

Komplikasi GERD antara lain :


1.      Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.

2.      Esofagitis ulseratif

3.      Perdarahan

4.      Striktur esofagus

5.      Aspirasi

(Asroel, 2002).
BAB III

ASUHAN KEPPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

a.       Keadaan umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif


atau GCS dan respon verbal klien.

b.      Tanda-tanda vital

Meliputi pemeriksaan :

1.      Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.

2.      Pulse rate

3.      Respiratory rate

4.      Suhu

c.       Keluhan utama

Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :

Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.

Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia,


fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.

Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena,


odinofagia.

d.      Riwayat kesehatan dahulu

1)      Penyakit gastrointestinal lain

2)      Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung


3)      Alergi/reaksi respon imun

e.       Riwayat penyakit keluarga

f.       Pola Fungsi Keperawatan

1.      Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium,


seperti terbakar.

Data obyektif :

Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.

Tidak terjadi perubahan tonus otot.

2.      Sirkulasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.

Data Obyektif:

Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

Kadar WBC meningkat.

3.      Eliminasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.

Data obyektif:

Bising usus menurun (<12x/menit)

4.      Makan/ minum


Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami mual muntah.

Klien mengatakan tidak nafsu makan.

Klien mengatakan susah menelan.

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data Obyektif:

Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.

5.      Sensori neural

Data Subyektif:

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data obyektif:

Status mental baik.

6.      Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.

P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh

cairan refluks.

Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar

R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.

S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.

T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan

      makanan. Nyeri pada dada menetap.


Data Obyektif:

Klien tampak meringis kesakitan.

Klien tampak memegang bagian yang nyeri.

Tekanan darah klien meningkat

Klien tampak gelisah

7.      Respirasi

Data Subyektif :

Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.

Klien mengatakan mengalami batuk

Data obyektif:

Terlihat ada sesak napas.

Terdapat penggunaan otot bantu napas.

Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada
anak-anak > 20-26 x/menit.

Klien terlihat batuk.

8.      Keamanan

Data Subyektif :

Klien mengatakan merasa cemas

Data obyektif:

Klien tampak gelisah

9.      Interaksi sosial


Data Subyektif:

Klien mengatakan suaranya serak

Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak
jelas terdengar.

Data obyektif:

Suara klien terdengar serak

Suara klien tidak terdengar jelas.

9. Pemeriksaan Fisik

1.    Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma
dan delirium.

2.    Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.

3.    Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban
kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal, oksipital dan retroaurikuler.

4.    Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau
ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata,
konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun
telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung
dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada
tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di
leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya
nyeri telan

5.    Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya,
bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah,
redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada
saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti
ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus
kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa
tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil),
bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain

6.    Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan


tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan
dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati,
limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran
pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta
genetalianya.

7.    Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks


laring dan glotis terhadap cairan refluks.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.

4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan.

6. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus


akibat gastroesofageal reflux disease.

7.  Ansietas berhubungan dengan proses penyakit

3.3. INTERVENSI & IMPLEMETASI KEPERAWATAN

Rasional

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

1.

2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan 1.    Monitor status 1.      Perubahan pada
berhubungan dengan tindakan hidrasi. kapasitas gaster dan mual
pemasukan yang kurang, keperawatan selama sangat mempengaruhi
mual dan muntah / .....x 24 jam,  defisit masukan dan kebutuahan
pengeluaran yang volume cairan pada cairan, peningkatan risiko
berlebihan. klien  dapat diatasi  dehidrasi.
dengan kriteria
hasil:
Definisi: penurunan 2.      Indikator
cairan intravaskuler, dehidrasi/hipovolemia,
interstisial dan atau Mempertahankan keadekuatan penggantian
interseluler. Mengarah urine output sesuai
ke dehidrasi kehilangan dengan usia BB, BJ 2.    Kaji tanda vital, cairan.
cairan dengan urine normal skala catat perubahan TD,
pengeluaran sodium. 4 takikardi, turgor kulit
dan kelembaban
membran mukosa.

3.      Menggantikan
3.    Berikan cairan kehilangan cairan dan
tambahan IV sesuai memperbaiki keseimbangan
indikasi. cairan dalam fase segera dan
Tidak ada tanda-
pasien mampu memenuhi
tanda dehidrasi,
cairan per oral.
elastisitas turgor
kulit baik dan tidak
ada rasa haus yang
4.      Memungkinkan
berlebihan skala 4
penghentian tindakan
dukungan cairan infasif dan
kembali ke normal.

Berat badan stabil


4.    Dorong masukan
skala 4
oral bila mampu

Hematokrit
menurun skala 4

Tidak ada ascites


skala 4

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1.    Diskusikan  pada 1.      Dengan memilih


nutrisi kurang dari tindakan pasien makanan yang makanan yang disukai
kebutuhan tubuh keperawatan selama disukainya dan pasien maka selera makan si
berhubungan dengan .....x 24 jam,  nutrisi makanan yang tidak pasien akan bertambah dan
intake kurang akibat pada klien dapat disukainya. dapat mengurangi rasa mual
mual dan muntah. diatasi dengan dan muntah.
kriteria hasil:

Definisi: intake nutrisi 2.      Setelah tindakan


tidak cukup untuk Status hasil: pembagian, kapasitas gaster
keperluan metabolisme 2.    Buat jadwal menurun kurang dari 50 ml,
Peningkatan berat
tubuh masukan tiap jam. sehingga perlu makan
badan sesuai
Anjurkan mengukur sedikit/sering.
dengan tujuan skala
cairan/makanan dan
4
minum sedikit demi
sedikit atau makan
secara perlahan.
Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
skala 4
3.    Beritahu pasien
untuk duduk saat
makan/minum. 3.      Menurunkan
Tidak ada
kemungkinan aspirasi.
penurunan berat
badan yang berarti
4.    Tekankan
skala 4
pentingnya menyadari 4.      Makan berlebihan
kenyang dan dapat mengakibatkan mual
menghentikan masukan. dan muntah
Mengidentifikasi
skala nutrisi skala 4

5.    Timbang berat


badan tiap hari. Buat
Stamina dan energi
jadwal teratur setelah
ada skala 4
pulang.

5.      Pengawasan
kehilangan  dan alat
6.    Kolaborasi dengan
pengkajian kebutuhan nutrisi
ahli gizi

6.      Perlu bantuan dalam


perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1.    Kurangi faktor 1.    Dengan berkurangnya
dengan inflamasi lapisan tindakan presipitasi nyeri faktor pencetus nyeri maka
esofagus keperawatan selama pasien tidak terlalu
......x 24 jam, pasien merasakan intensitas nyeri.
tidak mengalami
2.    Menurunkan tegangan
nyeri, dengan
abdomen dan meningkatkan
kriteria hasil:
rasa kontrol.
2.    Tingkatkan istirahat

Mampu mengontrol
3.    Pemberian informasi
nyeri (tahu
yang berulang dapat
penyebab nyeri,
mengurangi rasa kecemasan
mampu
pasien terhadap rasa
menggunakan 3.    Berikan informasi
nyerinya.
tehnik tentang nyeri seperti
nonfarmakologi penyebab nyeri, berapa
untuk mengurangi lama nyeri akan
nyeri, mencari berkurang, dan
bantuan) antisipasi
ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa prosedur. 4.    Meningkatkan relaksasi,
nyeri berkurang memfokuskan kembali
dengan perhatian dan meningkatkan
menggunakan 4.    Ajarkan tentang kemampuan koping.
manajemen nyeri teknik nonfarmakologi
seperti teknik relaksasi
nafas dalam, distraksi
Mampu mengenali dan kompres
nyeri (skala, hangat/dingin.
intensitas, frekuensi 5.    Perlu penanganan obat
dan tanda untuk memudahkan istirahat
5.    Berikan analgesik adekuat dan penyembuhan
untuk mengurangi nyeri
Tanda vital dalam
rentang normal

5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1.    Posisikan pasien 1.    Peninggian kepala
tidak tindakan untuk memaksimalkan tempat tidur mempermudah
efektif berhubungan keperawatan selama ventilasi fungsi pernapasan dengan
dengan refluks cairan ke ......x 24 jam klien menggunakan gravitasi.
laring dan tenggorokan dapat menunjukkan
kriteria hasil:
2.    Fisioterapi dada dapat
mengeluarkan sisa sekret
Status hasil: 2.    Lakukan fisioterapi yang masih tertinggal.
dada jika perlu
jalan nafas yang
paten (tidak
3.    Keseimbangan akan
tercekik, irama
stabil apabila antara
nafas dan pola nafas
pemasukan dan pengeluaran
dalam rentang 3.    Atur intake untuk
diatur
normal) skala 4 cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

6. Gangguan Menelan Setelah dilakukan 1.    Bantu pasien 1.    Menetralkan


berhubungan dengan tindakan dengan mengontrol hiperekstensi , membantu
penyempitan/strikture keperawatan selama kepala mencegah aspirasi dan
pada esophagus .....x 24 jam maka meningkatkan kemampuan
akibat gangguan menelan untuk menelan.
gastroesophegal pada klien dapat
reflux disease diatasi dengan
kriteria hasil: 2.    Menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses
menelan.
Status hasil:
2.    Letakkan pasien
Klien dapat
pada posisi duduk/tegak
menelan makanan
selama dan setelah
dengan sempurna
makan.
skala 4
3.    Pasien dapat
berkonsentrasi pada
3.    Berikan makan mekanisme makan tanpa
perlahan pada adnya gangguan distraksi
lingkungan yang tenang dari luar

7. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1.        Dorong pasien 1.      Memberikan


dengan proses penyakit tindakan untuk mengungkapkan kesempatan untuk
keperawatan selama pikiran dan perasaan. memeriksa rasa takut
.....x 24 jam,  realistis serta kesalahan
ansietas pada klien konsep tentang diagnosis.
dapat diatasi 
dengan kriteria
2.        Berikan
hasil: informasi yang dapat 2.      Memungkinkan untuk
dipercaya dan konsisten interaksi interpersonal lebih
dan dukungan untuk baik dan menurunkan rasa
Menyingkirkan orang terdekat. ansietas dan rasa takut.
tanda kecemasan
skala 4
3.        Tingkatkan rasa
tenang dan lingkungan
3.      Memudahkan istirahat,
tenang.
menghemat energi dan
Merencanakan meningkatkan kemampuan
strategi koping koping.
skala 4
4.        Pertahankan
kontak sering dengan 4.      Memberikan
pasien, bicara dengan keyakinan bahwa pasien
menyentuh bila tepat. tidak sendiri atau ditolak,
Intensitas
mengembangkan
kecemasan
kepercayaan.
skala4

Mencari informasi
untuk menurunkan
cemas skala 4

3.4.  Evaluasi

a.    Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi


b.    Defisit volume cairan dapat diatasi.

c.    Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani.

d.   Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.

e.    Bersihan jalan nafas efektif.

f.     Gangguan menelan pada klien dapat diatasi

g.    Ansietas pada pasien dapat diatasi.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1.Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana


cairan lambung mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala
khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi
klinis GERD meliputi gejala tipikal (esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus).
Faktor yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu mekanisme antirefluks,
kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel
epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan
berdasarkan analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran
pH, tes perfusi Berstein, tes gastro-esophageal scintigraphy.

Komplikasi penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis ulseratif,


perdarahan, striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik
yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan
pada klien GERD meliputi modifikasi gaya hidup, terapi endoskopi, terapi
medikamentosa, dan terapi komplikasi.

2. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD


yaitu :
a.Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks
laring dan glotis terhadap cairan refluks.

b.Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.

c.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah

d.Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

e.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan.

f.Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus


akibat gastroesofageal reflux disease.

g.Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

5.2. Saran

1.Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari


pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.

2. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih


penelitian maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit ini.

3. Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika


praktik di klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang
terbaru.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV . Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia.

Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus . Universitas


Sumatera Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung
dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan


Gastroesofageal Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-
Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol.
38 no. 7 / November 2011.

Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Jakarta : FKUI.

Sujono, Hadi.  2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung:


Penerbit PT Alumni.

Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi


Penyakit Refluks Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Secara Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3,
Edition September - November 2009.

Anda mungkin juga menyukai