DISUSUN OLEH:
Mengetahui:
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidaya-Nya penulisan dan penyusunan Asuhan Keperawatan pasien
dengan fraktur dapat terselesaikan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Rumusan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Fraktur
2.2. Anatomi Fisiologi
2.3. Etiologi Fraktur
2.4. Klasifikasi Fraktur
2.5. Patofisiologi Fraktur
2.6. Manifestasi Klinis Fraktur
2.7. Pemeriksaan Penunjang Fisik
2.8. Penatalaksanaan Frakturss
2.9. Komplikasi Fraktur
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.2. Diagnosa Keperawatan
3.3. Intervensi & Implementasi Keperawatan
3.4. Evaluasi
BAB IV LAPORAN KASUS
4.1. Pengkajian
4.2. Analisis Data
4.3. Diagnosa
4.4. Intervensi
4.5. Implementasi
4.6. Evaluasi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan
keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah
esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti
erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002)
2.3. ETIOLOGI
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
2.5. PATOFISIOLOGI
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES
hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru,
2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini
terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran
pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus
besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan
kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau
asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus
LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah
adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),
obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama
kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar
bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan.
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn
adalah gejala tersering.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009)
Gejala Atipikal :
3. Pneumonia
5. Bronkiektasis
Gejala lain :
2. Anemia
3. Hematemesis atau melena
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam
keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan,
striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus
dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu
minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada
pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas
esofagus.
9. Histopatologi
2.8. PENATALAKSANAN
3. Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk
terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang
biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi
asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin,
nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila
gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih
lama (PPI).
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan
dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi
rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa
esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus
barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka
dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi
bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi
(baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan
implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian.
2.9. KOMPLIKASI
3. Perdarahan
5. Aspirasi
(Asroel, 2002).
BAB III
ASUHAN KEPPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Meliputi pemeriksaan :
1. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
4. Suhu
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :
Data Subyektif:
Data obyektif :
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
Data Obyektif:
3. Eliminasi
Data Subyektif:
Data obyektif:
Data Obyektif:
Data Subyektif:
Data obyektif:
Data Subyektif:
cairan refluks.
7. Respirasi
Data Subyektif :
Data obyektif:
Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada
anak-anak > 20-26 x/menit.
8. Keamanan
Data Subyektif :
Data obyektif:
Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak
jelas terdengar.
Data obyektif:
9. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma
dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban
kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan,
distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau
ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata,
konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun
telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung
dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada
tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di
leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya
nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya,
bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah,
redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada
saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti
ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus
kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa
tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil),
bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan.
Rasional
1.
2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Perubahan pada
berhubungan dengan tindakan hidrasi. kapasitas gaster dan mual
pemasukan yang kurang, keperawatan selama sangat mempengaruhi
mual dan muntah / .....x 24 jam, defisit masukan dan kebutuahan
pengeluaran yang volume cairan pada cairan, peningkatan risiko
berlebihan. klien dapat diatasi dehidrasi.
dengan kriteria
hasil:
Definisi: penurunan 2. Indikator
cairan intravaskuler, dehidrasi/hipovolemia,
interstisial dan atau Mempertahankan keadekuatan penggantian
interseluler. Mengarah urine output sesuai
ke dehidrasi kehilangan dengan usia BB, BJ 2. Kaji tanda vital, cairan.
cairan dengan urine normal skala catat perubahan TD,
pengeluaran sodium. 4 takikardi, turgor kulit
dan kelembaban
membran mukosa.
3. Menggantikan
3. Berikan cairan kehilangan cairan dan
tambahan IV sesuai memperbaiki keseimbangan
indikasi. cairan dalam fase segera dan
Tidak ada tanda-
pasien mampu memenuhi
tanda dehidrasi,
cairan per oral.
elastisitas turgor
kulit baik dan tidak
ada rasa haus yang
4. Memungkinkan
berlebihan skala 4
penghentian tindakan
dukungan cairan infasif dan
kembali ke normal.
Hematokrit
menurun skala 4
5. Pengawasan
kehilangan dan alat
6. Kolaborasi dengan
pengkajian kebutuhan nutrisi
ahli gizi
4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan berkurangnya
dengan inflamasi lapisan tindakan presipitasi nyeri faktor pencetus nyeri maka
esofagus keperawatan selama pasien tidak terlalu
......x 24 jam, pasien merasakan intensitas nyeri.
tidak mengalami
2. Menurunkan tegangan
nyeri, dengan
abdomen dan meningkatkan
kriteria hasil:
rasa kontrol.
2. Tingkatkan istirahat
Mampu mengontrol
3. Pemberian informasi
nyeri (tahu
yang berulang dapat
penyebab nyeri,
mengurangi rasa kecemasan
mampu
pasien terhadap rasa
menggunakan 3. Berikan informasi
nyerinya.
tehnik tentang nyeri seperti
nonfarmakologi penyebab nyeri, berapa
untuk mengurangi lama nyeri akan
nyeri, mencari berkurang, dan
bantuan) antisipasi
ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa prosedur. 4. Meningkatkan relaksasi,
nyeri berkurang memfokuskan kembali
dengan perhatian dan meningkatkan
menggunakan 4. Ajarkan tentang kemampuan koping.
manajemen nyeri teknik nonfarmakologi
seperti teknik relaksasi
nafas dalam, distraksi
Mampu mengenali dan kompres
nyeri (skala, hangat/dingin.
intensitas, frekuensi 5. Perlu penanganan obat
dan tanda untuk memudahkan istirahat
5. Berikan analgesik adekuat dan penyembuhan
untuk mengurangi nyeri
Tanda vital dalam
rentang normal
5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Peninggian kepala
tidak tindakan untuk memaksimalkan tempat tidur mempermudah
efektif berhubungan keperawatan selama ventilasi fungsi pernapasan dengan
dengan refluks cairan ke ......x 24 jam klien menggunakan gravitasi.
laring dan tenggorokan dapat menunjukkan
kriteria hasil:
2. Fisioterapi dada dapat
mengeluarkan sisa sekret
Status hasil: 2. Lakukan fisioterapi yang masih tertinggal.
dada jika perlu
jalan nafas yang
paten (tidak
3. Keseimbangan akan
tercekik, irama
stabil apabila antara
nafas dan pola nafas
pemasukan dan pengeluaran
dalam rentang 3. Atur intake untuk
diatur
normal) skala 4 cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Mencari informasi
untuk menurunkan
cemas skala 4
3.4. Evaluasi
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
b.Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan
muntah / pengeluaran yang berlebihan.
e.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring
dan tenggorokan.
5.2. Saran
Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV . Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia.
Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Jakarta : FKUI.