GERD (
Disusun Oleh :
Kelompok 1
FARMASI
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter
(LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES
hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)
(Makmun,2009).
6
relaxsation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed
gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala
GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus
LES.
2. Bersihan asam dari lumen esofagus
Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus
adalah gravitasi, peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali
kelambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses
menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh
kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak
antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin
besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD
ternyata emiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang minim.
Refluks malam hari (noctural refluks) lebih besar berpotensi
menimbulkan kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar
mekanisme bersihan esofagus tidak aktif.
7
Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari :
a. Membran sel.
b. Batas intraseluler (intracelluler junction) yang membatasi difusi
H+(kecil) kejaringan esophagus.
c. Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrient, oksigen dan
bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2-.
d. Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion
H+dan CL- intaselular dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus,
sedangkan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap
ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak
refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak
refluksat terdiri dari HCL, pepsin, garam empedu, dan enzim pankreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan esofagus makin meningkat pada pH <2,
atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari semuanya itu yang
memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala
GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan
delayed gastric emptying (Makmun, 2009).
Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif
kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi
H.pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung (Makmun, 2009).
Dalam keadaan di mana bahan refluksat bukan bersifat asam atau
gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD diduga karena
hipersensitivitas viseral (Makmun,2009).
8
2.3 Tanda dan Gejala Gastroesophageal Replux Desiase
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai
rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.
Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak
selalu berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa
tidak enak retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang
timbul saat makan makanan yang padat mungkin terjadi karena struktur atau
keganasan yang berkembang dari Barret’s esophagus. Odinofagia bisa
muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat (Makmun,2009).
Walaupun gejala khas atau tipikal dari GERD adalah heartburn atau
regurgitasi, gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul
yang meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest pain atau NCCP),
suara serak, laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-
lain (Makmun 2009), (Jung, 2009). Di lain pihak, beberapa penyakit paru
dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena terjadi
perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat
penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (Makmun,2009).
Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering dijumpai secara bersaman.
Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara
gangguan tidur dan GERD (Jung, 2009).
GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena
gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan
tidur, penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan
aktivitas sosial. Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey, menunjukkan
bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas
hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding
dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan
artritis kronik (Hongo dkk, 2007).
9
2.4 Kondisi Fisiologis Normal
a. Tahap I
b. Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
10
2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan
jumlah sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2
seperti Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg
sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen
sepertiOmeprazole: 20 mg 1-2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari
untuk anak.
4. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur, untuk
menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.
c. Tahap III
11
GERD Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan
kesehatan primer berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and
Management of Gastroesophageal Reflux Disease adalah dengan
melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa GERD.
Modifikasi gaya hidup, merupakan pengaturan pola hidup yang dapat
dilakukan dengan:
12
Gastroesofageal di Indonesia adalah dosis tunggal selama 8 minggu.
Apabila gejala tidak membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau
gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan
dosis ganda selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami kekambuhan,
terapi inisial dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi
maintenance.
BAB III
PENUTUP
13
3.1 Kesimpulan
Penyakit refluks gastroesophageal (Gastroesophageal Replux Desiase
atau GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat reflux kandungan
lambung kedalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat
keterlibatan esofagus, faring, laring, dan saluran napas.
Heartburn adalah gejala utama dari penyakit GERD (Gastroesophageal
Replux Desiase), yang terjadi ketika isi lambung kembali naik ke
kerongkongan (esofagus). Makanan pemicu heartburn antara lain Jeruk,
tomat, bawang putih, makanan pedas, keju, kacang dan steak, alkohol,
cokelat, kafein
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD.
Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila :
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esofagus,
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus (Makmun, 2009).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esofagus. Yang termasuk faktor defensif esofagus adalah
Pemisah antirefluks, Bersihan asam dari lumen esofagus, dan Ketahanan
epitelial esophagus dan faktor-faktor lain yang turut berperan dalam
timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan
terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi
gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit GERD adalah Rasa nyeri
dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), disfagia, mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Tanda dari GERD meliputi nyeri dada non
kardiak (non cardiac chest pain dan NCCP), suara serak, laringitis, batuk,
asma, bronkiektasis, dan gangguan tidur.
Tujuan diet GERD adalah memberikan makanan dan cairan secukupnya
yang tidak memberatkan lambung, mencegah iritasi dan inflamasi mukosa,
14
esopageal pada fase akut, mencegah esopageal refluks, mencegah dan
menetralkan asam lambung yang berlebihan dan menurunkan berat badan bila
kegemukan yang bertujuan untuk menurunkan tekanan abdominal.
Syarat diet GERD adalah mudah cerna, porsi kecil, energi dan protein
cukup, lemak rendah, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total, rendah serat,
terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap, cairan cukup,
terutama bila ada muntah, tidak mengandung bahan makanan atau bumbu
yang tajam, laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak
dianjurkan minum susu terlalu banyak dan jika ada fase akut dapat diberikan
makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada
lambung .
15
DAFTAR PUSTAKA
Edelstein, Herbold. 2007. Rapid Reference for Nurse : Nutrition Terjemahan Eka
Anisa Mardella. 2011. Jakarta:EGC
16