Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH

TENTANG KAJIAN PENYAKIT TYPOID

Dosen Pembimbing Brigitha Ayu, S.Kep.,Ns.,M.Kep

KELOMPOK 3

2B

Nama Anggota :

1. Francisca Dara Anggita ( 3120203632 )


2. Harbinaya Uyun Ma’Ruf ( 3120203633 )
3. Ika Yuliana ( 3120203634 )
4. Khalizta Florenita ( 3120203635 )
5. Khansa Sabrina ( 3120203636 )
6. Kharisma Ade Naimah ( 3120203637 )
7. Muh.Faqih Kurniawan ( 3120203638 )
8. Nur Fatimah ( 3120203639 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2020/2021

i
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................1
LATAR BELAKANG.......................................................................................................1
1. Pendahuluan.........................................................................................................1
2. Tujuan...................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
KAJIAN PENYAKIT TYPOID.........................................................................................2
A. Pengertian.............................................................................................................2
B. Penyebab dan faktor resiko.................................................................................2
1. Penyebab............................................................................................................2
2. Faktor resiko.......................................................................................................3
C. Tanda dan gejala..................................................................................................4
D. Patofisiologi...........................................................................................................5
E. Pemeriksaan Diagnostic Dan Penunjang............................................................5
F. Cara Penularan....................................................................................................7
G. Penanganan Di Rumah Sakit...........................................................................7
H. Komplikasi........................................................................................................8
I. Askep Typoid........................................................................................................8
1. Kasus..................................................................................................................8
2. Pengkajian keperawatan...................................................................................10
J. Kebijakan Pemerintah Mengenai Typoid........................................................20
BAB III...........................................................................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................23
A. KESIMPULAN....................................................................................................23
B. SARAN................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

1. Pendahuluan
Demam typoid merupakan suatu penyakit yang sering menyerang manusia
baik dewasamaupun anak – anak. Penyait ini juga sangat mudah untuk
menjangkit pada tubuh manusia. Seperti dapat menular melalu makanan
dengan melalui hewan yang hinggap pada makanan tersebut. Penyakit
demam typoid juga dapat menular dengan cara kurangnya menjaga
kebersihan. Seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, tidak mencuci
buah – buahan yang baru dibeli. Saat seseorang sedang mengalami demam
typoid maka tubuhnya akan merasakan mudah lelah dan lemas. Sehingga
saat menderita penyakit ini diharapkan penderita mengonsumsi banyak
makanan yang diperlukan.
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian demam typoid.
b. Untuk mengetahui penyebab dan factor resiko penyebab demam
typoid.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala demam typoid.
d. Untuk mengetahui patofisiologi demam typoid.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnostic
demam typoid.
f. Untuk mengetahui cara penularan demam typoid kepada seseorang.
g. Untuk mengetahui cara penanganan demam typoid di rumah sakit.
h. Untuk mengetahui komplikasi – komplikasi yang mungkin terjadi pada
penderita demam typoid.
i. Untuk mengetahui Askep demam typoid.
j. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah mengenai demam typoid.

1
BAB II

KAJIAN PENYAKIT TYPOID

A. Pengertian
Penyakit Tipes atau Demam tifoid merupakan penyakit yang terjadi akibat
infeksi bakteri Salmonella typhi. Demam ini secara umum menyerang
penderita dalam kelompok usia 5-30 tahun. Masa inkubasi dari bakteri
umumnya dapat bervariasi juga, mulai dari 3 hari hingga 60 hari. Demam
tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran pencernaan
manusia (terutama usus halus) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Meskipun pada kenyataaannya nanti ada fase di mana bakteri
penyebab bisa menyebar ke aliran darah bahkan sampai ke tulang.
Penyakit demam merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada
masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini
memiliki hubungan yang erat dengan kualitas kebersihan pribadi dan
sanitasi lingkungan yang kurang baik.
Indonesia masih merupakan daerah endemik demam tifoid. Kasus
tersangka demam tifoid di rumah sakit akhir-akhir ini menunjukkan
kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata angka
kesakitan berkisar 500 orang/100.000 penduduk, dan tanpa pengobatan
yang cepat dan tepat, penyakit ini berisiko untuk menimbulkan komplikasi
yang dapat menyebabkan kematian.

B. Penyebab dan faktor resiko


1. Penyebab
Penyakit demam tifoid umumnya disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B, kadang-
kadang dapat juga disebabkan oleh jenis salmonella yang lain, namun
demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi lah yang
cenderung untuk berkembang menjadi penyakit yang lebih berat.

2
Bakteri Salmonella dapat hidup pada suhu ruangan dan suhu yang
rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup pada bahan
makanan kering, sampah dan tinja selama beberapa minggu. Bakteri
Salmonella typhi dapat berpindah dari satu orang ke orang lain melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi (foodborne disease).
Ketika seseorang yang terinfeksi tidak mencuci tangan dengan bersih
sebelum mengolah atau menyentuh makanan, kemudian makanan
tersebut dikonsumsi oleh orang lain, maka orang tersebut berisiko
tertular penyakit tipes. Demam tifoid atau tipes sendiri dapat ditularkan
secara fekal-oral, yakni dari kotoran ke mulut. Hal ini dapat terjadi bila
kuman dari kotoran diangkut oleh lalat, yang kemudian meninggalkan
kotoran tersebut pada makanan yang akan disantap oleh seseorang.
Bakteri penyebab tipes dapat dimusnahkan melalui proses pemanasan
dengan suhu 60°C selama 15 – 20 menit. Oleh karena itu, disarankan
untuk memasak makanan sampai benar-benar matang, terutama pada
daging.

2. Faktor resiko
Selain karena faktor kebersihan tangan dan makanan, ada beberapa hal
yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit tipes, yaitu:
a) Penduduk negara berkembang, seperti India, Asia Tenggara,
Afrika, Amerika Selatan dan area lainnya yang memiliki
tingkat kebersihan yang rendah.
b) Anak-anak, terutama balita.
c) Pekerja atau orang yang mengunjungi area dengan wabah
demam tifoid.
d) Melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi atau baru saja
terinfeksi tipes.

3
C. Tanda dan gejala
Pada umumnya, seseorang dicurigai terkena tipes bila mengalami demam
lebih dari 7 hari dan tidak mereda dengan penggunaan obat penurun panas.
Demam juga dapat makin tinggi secara bertahap setiap harinya, dan bila
tidak ditangani, dapat berlangsung hingga 3 minggu. Gejala demam tifoid
berangsur-angsur akan muncul setelah seseorang terinfeksi kuman selama
satu sampai dua minggu. Gejala demam tifoid dapat berupa gejala sistemik
(umum) dan gejala pada saluran pencernaan.
Gejala umum pada demam tifoid yang sering muncul antara lain:
a. Demam dengan suhu badan yang naik dan turun terutama pada
sore dan malam hari
b. Sakit kepala yang dirasakan terutama di kepala bagian depan
c. Nyeri otot dan pegal-pegal
d. penurunan nafsu makan
Gejala pada saluran pencernaan, yaitu :
a. mual dan muntah
b. sakit perut
c. konstipasi (susah buang air besar) dengan perut kembung, lebih
cendrung pada dewasa.
d. mencret (diare) lebih cendrung pada anak-anak.
e. buang air besar berdarah.
Gejala demam tifoid pada anak biasanya berupa demam yang tinggi terus
menerus selama lebih dari tujuh hari, disertai gejala saluran pencernaan
seperti mual muntah, sakit perut, mencret dan buang air besar berdarah.
Keluhan lain yang menyertai demam dapat berupa:
a. Rasa lemah
b. Nyeri kepala
c. Nyeri pada persendian
d. Nyeri pada otot-otot tubuh
e. Perut terasa kembung atau nyeri
f. Diare atau sulit buang air besar

4
g. Mual dan muntah
h. cara Batuk dan Tampak gelisah

D. Patofisiologi
Patofisiologi demam Typoid berawal dari kuman masuk melalui mulut
sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk
keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel endotel, hati,
limpa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel
retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk
beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus, dan kandung
empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus.
Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus
yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan
limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan
kelainan pada saluran disebabkan oleh kelainan pada usus halus. (Suriadi
& Yuliani, 2010)

E. Pemeriksaan Diagnostic Dan Penunjang


1. Kultur
Sampai saat ini baku emas diagnosis demamtypoid adalah pmeriksaan
kultur. Pemilihan specimen untukkultur sebagai penunjang diagnosis
pada demam minggu pertama dan awal minggu kedua adalah darah,
karena masih menjadi bacteremia. Hasil kultur darah positif sekitar
40%-60%, sedangkan padaminggu kedua dan ketiga specimen

5
sebaiknya diampbil dari kultur tinja (sensitivitas <50%) dan urin
( sensitivitas 20%-30%). Sensitivitas pada minggu pertama 90%
namun invasive dan sulit dilakukan dalam praktik.

2. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. Typhi hanya
membutuhkan waktu kuranglebih 8 jam dan memiliki sensitivitas yang
tinggi, sehingga lebih unggul disbanding pemeriksaan darah biasa
yang membutuhkan waktu 5-7 hari.

3. Pemeriksaan serlosis
Secara garis besar trbagia atas pemeriksaan antibody dan emeriksaan
antigen. Emeriksaan antibody yang saat ini sering dilakukan adalah
test Widal, Test Hemagglutinin (HA), Countercurrent
immunoelectrophoresis (CIE), dan tetst cepat/ rapid test (Typhidot,
TUBEX). Sedangkan pemeriksaan antigen S. Typhii dapat dilakukan
melalui pemeriksaan protein antigen dan protein Vibaik menggunakan
ELISA/ koanglutinasi namun sampai saat ini masih dalam penelitian
jumlah kecil.

4. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi tidak spesifik. Leukopeni sering dijumpai
namun bisa terjadi leukositosis pada keadaan adanya penyulit misalnya
perforasi. Tromboitopenia dapat terjadi namun bersifat reversible.
Pada demam typoid dapat terjadi hepatitis tifosa dengan ditandai
peningkatan fungsi hati tanpa adanya penyebab hepatitis yang lain.

6
F. Cara Penularan

Penyakit typoid merupakan penyakit yang dapat menular siapa saja.


Penularan penyakit ini biasanya disebut dengan metode 5F:

a. Food, Makanan yang dikonsumai dan didapati dari tempat yang


kurang bersih bisa menjadi media penularan penyakit typoid,
terlebih lagi makanan yang terkontaminasi kuman Salmonella
typhi akibat dari pengolahan makanan yang tidak benar seperti
tidak dicuci.
b) Fingers, Jari-jari pada tangan juga bisa jadi media penularan
pentakit typoid. Penularan lewat jari tangan dan tangan sangat
berisiko utamanya jika tidak mencuci tangan setelah dari toilet.
c) Fomitus, Seseorang yang sudah terinfeksi kuman typoid,
mntahannya bisa menjadi media lain untuk menularkan penyakit
typoid.
d) Feses, Feses penderita typoid juga dapat menularkan penyakit
ini,akibat di dalam feses terdapat kuman Salmonella typhi.
e) Fly (lalat), Lalat suka sekali hinggap di tempat kotor dan benda
kotor, dimana hal seperti ini menjadi sarang bagi bakteri penyebab
penyakit typoid. Lalat yang hinggap di tempat kotor dapat
membawa bakteri penybab penyakit typoid di kakinya yang
selanjutnya hinggap pada makanan yang akhirnya menimbulkan
kontaminasipenyakit typoid.

G. Penanganan Di Rumah Sakit


Antibiotic dirumah sakit akan diberikan dalam bentuk suntikan.
Jika diperlukan, asupan cairan dan nutrisi juga akan dimasukkan ke dalam
pembuluh darah melalui infus. Pasien perlu menggunakan antibiotic
hingga hasil tes terhadap bakteri penyebab tifus benar-benar bersih.
Infus akan diberikan apabila pasien tipes disertai dengan gejala-gejala,
seperti muntah terus menerus serta diare parah. Infus berisi cairan akan

7
diberikan untuk mencegah kekurangan cairah tubuh atau dehidrasi. Anak
yang mengalami deman tifus bisa direkomendasikan melalui perawatan di
rumahsakit. Pada kasus yang jarang terjadi, oprasi dapat dilakukan jika
terjadi komplikasi yang membahayakan nyawa, seperti pendarahan saluran
pencernaan. Penderita tifus akan berangsur-angsur membaik setelah
dirawat kurang lebih selama 3-5 hari. Tubuh akan pulih secara perlahan-
lahan hingga kondisi pasien pulih sepenuhnya setelah beberapa minggu
pasca infeksi.

H. Komplikasi
Komplikasi tifus Meski kebanyakan penderita tifus biasanya bisa
sembuh secara spontan, beberapa di antaranya bisa juga mengalami
komplikasi yang berat. Komplikasi yang paling mudah terjadi, yakni
timbulnya dehidrasi karena cairan banyak yang hilang saat diare.
Komplikasi lain yang bisa terjadi, yakni: Perdarahan dan robeknya bagian
usus, Peradangan otot-otot jantung, Peradangan selaput jantung,
Peradangan paru-paru, Peradangan ginjal Peradangan selaput otak.

I. Askep Typoid
1. Kasus
pada tanggal 17 Juli 2018 dengan nomor rekam medik 16 51 03 ,
pasien masuk RSUD Kota Kendari pada tanggal 16 Juli 2018, dari
pengkajian tersebut didapatkan data sebagai berikut: Nama pasien An.
S berusia 11 tahun, jenis kelamin perempuan pendidikan SD,
beragama islam. Nama orang tua, ayah Tn. R dan ibu Ny. H. Pekerjaan
ayah pasien sebagai petani dan ibu pasien sebagai IRT. Pasien
memiliki 2 saudara kandung. Pasien bertempat tinggal di Jalan Imam
Bonjol. Pasien masuk Rumah Sakit Umum Kota Kendari pada tanggal
16 Juli 2018 di Ruang Mawar dengan diagnosa medis Thypoid Fever.
Keluhan utama Ibu pasien mengatakan anaknya demam sudah sejak 6
hari yang lalu disertai mual dan muntah. Keluhan pada saat pengkajian

8
yaitu. An.S mengatakan ia tidak menyukai makanan yang ada
diRumah sakit, karena merasa makanan yang dimakannya terasa tidak
enak serta cepat merasa kenyang. Ibu pasien mengatakan anaknya
selama sakit hanya menghabiskan 2 sendok makan dari porsi yang
diberikan. Riwayat perjalanan penyakit pasien sebelum di bawah ke
RS yaitu Pasien masuk ke
RS Kota Kendari melalui IGD dengan keluhan demam sejak 6 hari
yang lalu. Sebelum pasien di bawah ke RS, Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah demam sejak 6 hari yang lalu disertai dengan mual dan
muntah, demam terjadi dimalam hari dan suhu badan naik turun. Ibu
pasien mengatakan anaknya di bawa ke rumah sakit karena demam
sejak 6 hari di sertai mual muntah yang tidak kunjung membaik selama
dirawat di rumah. Saat ini kedua orang tua pasien berharap agar
anaknya cepat sembuh dan sehat kembali seperti dulu. Sebelum sakit
problem pemasukan nutrisi pasien tidak mengalami gangguan. Ibu
pasien mengatakan sebelum sakit anaknya makan 3×sehari dengan
porsi makan yang di habiskan, tidak ada gangguan nafsu makan pada
pasien sebelum ia sakit. Jenis makanan yang
paling disukai yaitu ikan dan pedas, sedangkan jenis makanan yang
tidak disukai yaitu sayur-sayuran. Intake cairan selama sakit ibu pasien
mengatakan anaknya lebih banyak meminum air putih, yaitu ± 7 gelas
di tambah susu 1 gelas di pagi hari. BB anak S selama sakit yaitu 21
kg, IMT yaitu 12,81 (Kurus) TB :128 cm Lingkar lengan atas : 17 cm.
Selama sakit 38 nafsu makan pasien menurun, pasien hanya memakan
2 sendok dari porsi yang disediakan. Ibu pasien mengatakan BB
anaknya sebelum sakit yaitu 23 kg, dan setelah ditimbang selama sakit
BB pasien menjadi 21 kg. Nampak porsi makanan tidak di habiskan
(3/4 makanan habis dari porsi yang disediakan). Pasien mengatakan
merasa tidak nyaman disekitar mulut ketika sedang makan. Intake
cairan selama sakit Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya hanya
mau minum air putih saja, ±5 gelas air minum yang di minum selama

9
sehari ditambah susu 1 gelas di pagi hari. Pada pemeriksaan fisik
keadaan umum pasien nampak pasien berbaring dengan ekspresi
murung, kesadarn composmentis dengan hasil GCS 15, nampak pasien
berpakain rapi, nampak kebersihan pasien kurang salah satunya dapat
dilihat pada kondisi bibir dan rongga mulut pasien yang nampak
kering, pecah-pecah dan beraroma tidak sedap.Tanda-Tanda Vital suhu
38°c,pernapasan
20x/menit, nadi 72×/menit.Pemeriksaan pada sistem pencernaan yaitu
sklera : ikterik (-), bibir mukosa bibir nampak kering dan pecah-pecah
mulut stomatitis (-), bau mulut tidak sedap, kondisi rongga mulut
nampak kotor, kondisi gigik nampak kuning, pada daerah lidah
nampak selaput putih menutupi permukaan lidah, kemampuan
menguyah baik, tidak terdapat adanya gangguan menelan, pasien
merasa kembung, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen. Ibu pasien
mengatakan selama di rumah sakit pasien belum pernah BAB. Therapi
yang diberikan pada tanggal 17 juli 2018 pasien diberikan Ivfd RL 20
tpm, Injeksi Ceftriaxone 2 gram, Nacl 0,9% (sebagai pelarut
ceftriaxone).

2. Pengkajian keperawatan
Biodata
a. Identifikasi Klien
Nama : An. S
Umur : 11 tahun
Tanggal masuk : 16 Juli 2018
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja
Pendidikan : SD
Diagnosa Medis : Demam Typoid

10
b. Riwayat kesehatan sekarang
i. Keluhan Utama : Ibu pasien mengatakan anaknya demam sudah
sejak 6 hari yang lalu disertai mual dan muntah.
ii. Keluhan saat dikaji : An.S mengatakan ia tidak menyukai
makanan yang ada diRumah sakit, karena merasa makanan yang
dimakannya terasa tidak enak serta cepat merasa kenyang.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Ibu pasien mengatakan sebelum di bawah ke RS yaitu Pasien
masuk ke RS Kota Kendari melalui IGD dengan keluhan demam
sejak 6 hari yang lalu. Sebelum pasien di bawah ke RS,
d. Pola aktivitas sehari – hari
i. Pola nutrisi di rumah sakit
1. Makan :
1. Sebelum sakit : ibu pasien mengatakan sebelum sakit
anaknya makan 3×sehari dengan porsi makan yang di
habiskan.
2. Saat sakit : pasien hanya memakan 2 sendok dari porsi
yang disediakan.
2. Minum : pasien lebih banyak meminum air putih, yaitu ± 7
gelas ditambah susu 1 gelas di pagi hari.
e. Pola eliminasi
Ibu pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien belum
pernah BAB.
f. Pemeriksaan Fisik
i. Keadaan umum : sadar
ii. Kesadaran : Composmentis
iii. TB : 128 cm
iv. N : 72x/menit, RR : 20x/menit, S : 38℃
v. Mulut : bibir dan rongga mulut pasien yang nampak kering,
pecah-pecah dan beraroma tidak sedap. kondisi rongga mulut

11
nampak kotor, kondisi gigik nampak kuning, pada daerah
lidah nampak selaput putih menutupi permukaan lidah,
vi. Abdomen : pasien merasa kembung, tidak terdapat nyeri
tekan pada abdomen.
g. Data penunjang

Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Rujukan


Widal : a. 1/320 Negatif
a. salmonella typhi O b. b.1/320 Negatif
b. Salmonella typhi H c. negatif
c. salmonella paratyphi d. d.negatif
AH
d. salmonella parathypi
BH

h. Terapi Medis

Nama Dosis
Ivfd RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2 gram
Nacl (sebagai pelarut 0,9%
ceftriaxone)

i. Pengelompokan Data

Data subjektif Data objektif


a. Ibu pasien mengatakan a. Nampak porsi makanan
anaknya demam sudah tidak di habiskan (3/4
sejak 6 hari yang makanan habis dari porsi
laludisertai mual dan yang disediakan)
muntah b. BB Pasien selama sakit 21
b. An.S mengatakan ia tidak kg
menyukai makanan yang c. Suhu : 38
ada diRumah sakit, karena d. Nadi : 72x/menit
merasa makanan yang e. Pernapasan : 20x/menit

12
dimakannya terasa tidak f. mukosa bibir nampak
enak serta cepat merasa kering dan pecah-pecah
kenyang g. BB selama sakit 21 kg
c. Ibu pasien mengatakan h. IMT : 12, 81 (Kurus)
anaknya selama sakit i. TB :128 cm
hanya menghabiskan 2 j. Lingkar lengan atas : 17 cm
sendok makan dari satu k. Lingkar kepala : 32 cm
porsi yang diberikan l. Lingkar perut :54 cm
Sebelum pasien di bawah m. IMT :12,81 (Kurus)
ke RS, Ibu pasien n. Therapi
mengatakan anaknya sudah - Ivfd RL 20 tpm
demam sejak 6 hari yang - Injeksi Ceftriaxone 2 gram
lalu disertai dengan mual - Nacl 0,9% (sebagai pelarut
dan muntah, demam terjadi ceftriaxone)
dimalam hari dan suhu
badan naik turun.
d. Ibu pasien mengatakan BB
anaknya sebelum sakit
yaitu 23 kg.

j. Analisa data

Data Etiologi Problem


Ds: Invasi salmonela Ketidakseimbanga
a. Ibu pasien typhi n
mengatakanana nutrisi kurang dari
knya demam kebutuhan tubuh
sudah sejak 6
hari yang lalu
disertai mual Saluran
dan muntah pencernaan
b. An.S

13
mengatakan ia
tidak menyukai
makanan yang
ada diRumah
sakit, karena Usus halus
merasa
makanan yang
dimakannya
terasa tidak
enak serta cepat
Inflamasi
merasa kenyang
c. Ibu pasien
mengatakan
anaknya selama
sakit hanya
Mual muntah
menghabiskan 2
sendok makan
dari satu porsi
yang diberikan
d. Sebelum pasien
Intake nutris tidak
di bawah ke RS,
adekuat
Ibu pasien
mengatakan
anaknya sudah
demam sejak 6
hari yang lalu
disertai dengan Ketidakseimbanga
mual dan n nutrisi

muntah, demam kurang dari

terjadi dimalam kebutuhan

hari dan suhu tubuh

14
badan naik
turun.
e. Ibu pasien
mengatakan BB
anaknya
sebelum sakit
yaitu 23 kg.
Do :
a. Nampak porsi
makanan tidak di
habiskan (3/4
makanan habis
dari porsi yang
disediakan)\
b. Mual muntah
c. Intake nutris tidak
adekuat
d. Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
e. BB Pasien selama
sakit 21 kg
f. Suhu : 38
g. Nadi : 72x/menit
h. Pernapasan :
20x/menit
i. mukosa bibir
nampak kering
dan pecah-pecah
j. BB selama sakit

15
21 kg
k. TB :128 cm
l. Lingkar lengan
atas : 17 cm
m. Lingkar kepala :
32 cm
n. Lingkar perut :54
cm
o. m.IMT :12,81
(Kurus)
p. Therapi
i. Ivfd RL 20 tpm
ii. Injeksi
Ceftriaxone 2
gram
iii. Nacl 0,9%
(sebagai pelarut
ceftriaxone)

k. Diagnose Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat, di tandai
dengan :
Ds :
l. Ibu pasien mengatakan anaknya demam sudah sejak
6 hari yang lalu disertai mual dan muntah
m. An.S mengatakan ia tidak menyukai makanan yang
ada diRumah sakit, karena merasa makanan yang
dimakannya terasa tidak enak serta cepat merasa
kenyang

16
n. Ibu pasien mengatakan anaknya selama sakit hanya
menghabiskan 2 sendok makan dari satu porsi yang
diberikan

Do :

Nampak porsi makanan tidak di habiskan (3/4 makanan


habis dari porsi yang disediakan)

k. Rencana Keperawatan

Diagnose Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Ketidakseim Setelah tindakan 1. Manajeme a. Makana
bangan keperawatan nnutrisi yang
nutrisi selama 3 X  Kaji membuat
kurang dari 24jam kebutuhan adanya alergi pada
kebutuhan nutrisi pasien alergi pasien akan
tubuh terpenuhi dengan terhadap menyebabk
berhubungan KH : makanan an
dengan a. Memperli  Monitor perubahn
asupan hatkan adanya selera
nutrisi tidak adanya perubaha makan pada
adekuat, di selera BB pasien
tandai makan  Kolaborasi b. Untuk
dengan : b. Tidak dengan mengetahui
Ds : terjadi ahli gizi perubahan
a) Ibu penurunan untuk BB
pasien berat menentuk yang
mengatak badan nutrisi terjadi
an yang yang c.
anaknya berarti dibutuhka Untuk
demam (yaitu dari pasien memba

17
sudah BB 21  Anjurkan ntu
sejak 6 menjadi keluarga dalam
hari yang 20) untuk pencega
lalu membawa han
disertai makanan penurua
mual dan favorit n BB
muntah pasien pasien
b) An.S  Bantu e.
mengatak pasien Untuk
an ia makan memant
tidak (jika au
menyuka diperlukan nafsu
i ) makan
makanan  Anjurkan pasien
yang ada pasien f.
diRumah untuk Dengan
sakit, meningka mengon
karena kan sumsi
merasa mengonsm protei
makanan si protein dan
yang dan vitamin
dimakan vitamin mampu
nya  Berikan menam
terasa informasi bah
tidak tentang system
enak kebutuha pertaha
serta nutrisi nan
cepat  Anjurkan tubuh
merasa makan g.
kenyang sedikit tapi Untuk
c) Ibu sering terapi

18
pasien  Sarankan i. maka
mengatak kebiasaan dalam
an oral porsi
anaknya hygine kecil
selama sebelum tapi
sakit dan sering
hanya sesudah memud
menghab makan ahkan
iskan 2  Kolaborasi organ
sendok pemberia pencer
makan obat naan
dari satu dalam
porsi metabo
yang lism
diberikan j.
Do : Memba
Nampak ntu
porsi dalam
makanan penceg
tidak di ahan
habiskan penuru
(3/4 nan bb
makanan secara
habis dari signifik
porsi yang an
disediakan)

19
J. Kebijakan Pemerintah Mengenai Typoid
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan penggunaan
vaksin tifoid dalam program pengendalian tifoid di daerah endemis sejak
tahun 1998. Beberapa negara, seperti Vietnam, Cina, dan India telah
melaksanakan kegiatan vaksinasi secara rutin. Di Indonesia, peran
pemerintah pusat dan daerah merupakan peluang sekaligus kekuatan untuk
meningkatkan dan memperkuat program pengendalian tifoid dalam
mencegah dan menurunkan angka kesakitan dan kematian tifoid, yaitu
diterbitkannya Permenkes tentang Struktur Organisasi, pedoman
manajemen pengendalian tifoid, rencana aksi kegiatan pengendalian tifoid,
tersedianya sarana dan prasarana KIE, adanya kerjasama lintas program
mencakup PHBS, air bersih, jamban dan sanitasi darurat, serta kegiatan
penyuluhan (KIE) tentang pencegahan tifoid. Dalam upaya tata laksana,
adanya Kepmenkes tentang Pedoman Pengendalian Tifoid, dan
tersedianya pedoman dan petunjuk teknis program pengendalian dan tata
laksana tifoid, obat program, dukungan Komite Ahli (Komli) dalam tata
laksana tifoid. Dalam hal surveilans epidemiologi, adanya Kepmenkes
tentang Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, dan
sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi kegiatan pengendalian tifoid.
Dalam upaya manejemen, adanya struktur organisasi di pusat dalam
pengendalian tifoid, dan penanggungjawab program di tingkat provinsi,
kabupaten/ kota, puskesmas, dan masyarakat/ kader dalam pengendalian
tifoid. Melalui studi yang mendalam, vaksin dianggap alat pencegah yang
paling cost effective, disusul oleh pengadaan air bersih. Pemberian vaksin
untuk pencegahan tifoid dianjurkan untuk wisatawan, anak sekolah, dan
petugas laboratorium yang bekerja dengan kuman. Membuat tubuh kebal
merupakan upaya penting agar masyarakat khususnya kelompok berisiko
tinggi terhindar dari penularan tifoid. Badan Kesehatan Dunia (WHO)/
Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) merekomendasikan
penggunaan vaksin tifoid, yaitu perlunya negara mencanangkan program
penggunaan vaksin tifoid untuk kontrol endemic. Pada banyak negara,

20
vaksinasi dilakukan pada populasi berisiko tinggi, dan diintegrasikan
dengan program imunisasi rutin. Imunisasi pada anak usia pra sekolah dan
sekolah direkomendasikan untuk daerah dimana tifoid merupakan masalah
kesehatan masyarakat khususnya pada kelompok umur ini. Program
vaksinasi tifoid juga diimplementasikan bersamaan dengan upaya
pengendalian lain, seperti promosi kesehatan, pelatihan petugas medis
untuk diagnosis dan pengobatan serta peningkatan kualitas air dan sanitasi.
Dalam periode 2009–2015, sebanyak 9 dari 48 negara di Asia Tenggara
dan Pasifik Barat telah mengimplementasikan penggunaan vaksin tifoid.
Target program vaksinasi tifoid pada banyak negara tersebut ditujukan
pada kelompok berisiko tinggi dan pengelola makanan. Sebelas Negara
(Australia, Kamboja, Fiji, India, Indonesia, Nepal, Selandia Baru, Filipina,
Singapura, Sri Lanka, dan Thailand) melaporkan pemanfaatan vaksin
tifoid pada sektor swasta. Cina, India dan Vietnam telah melakukan
program vaksinasi publik sebelum 2008, dengan target anak usia pra
sekolah dan sekolah. Di Guilin, Propinsi Guangxi, Tiongkok, program
vaksinasi tifoid telah dimulai sejak tahun 1995 pada anak sekolah semua
usia, penjamah makanan dan masyarakat yang tinggal di dan sekitar
daerah kejadian luar biasa.Di Indonesia, agen perjalanan dapat berperan
dalam menyediakan informasi tentang tifoid dan memfasilitasi pemberian
vaksinasi tifoid. Untuk mencegah kasus baru tifoid, dapat dilakukan
dengan memperkuat aspek legal (law enforcement) tentang ketentuan
bebas karier tifoid pada penjamah makanan dan pemberian vaksinasi. Bila
memungkinkan vaksinasi tifoid pada anak dijadikan sebagai salah satu
persyaratan untuk bisa diterima di sekolah dasar seperti yang telah
diterapkan di beberapa negara di dunia. Dalam melaksanakan upaya
pengendalian tifoid, dapat melibatkan berbagai sektor, kelompok
masyarakat, dan lembaga pemerintah untuk bekerjasama berdasarkan atas
kesepakatan, prinsip dan peranan masing-masing mitra dalam
pengendalian tifoid. Upaya tersebut diwujudkan dengan membentuk

21
jejaring, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Tujuan dari
jejaring kerja ini adalah:
1. Meningkatnya komitmen pemerintah dan mitra terkait di
masyarakat dalam upaya pengendalian tifoid, dan
2. Adanya harmonisasi dan sinergi dalam berbagai kegiatan. Selain itu
perlu dilakukan koordinasi pengendalian tifoid, yaitu upaya untuk
menyelaraskan kegiatan dari berbagai jenjang administratif dan
pihak terkait lainnya.
Untuk meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan tifoid, maka dapat dikembangkan
kegiatan pencegahan dan penanggulangan tifoid berbasis masyarakat yang
dilaksanakan secara terintegrasi pada wadah milik masyarakat yang ada di
masing-masing daerah. Salah satu simpul pengendalian penyakit tifoid
adalah pengendalian pada sumbernya. Oleh karena itu kemampuan
manajemen kasus sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP)
mulai dari diagnosis hingga sembuh sangat penting untuk diterapkan.
Dengan adanya akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) maupun Joint Commission Internasional (JCI) secara
berkala, maka secara tidak langsung mengurangi kemungkinan terjadinya
karier tifoid, relaps, dan resistensi. Bila penderita tifoid tidak berobat
misalnya karena keterbatasan biaya, maka penderita tersebut berisiko
menjadi karier dan sebagai sumber penularan penyakit, atau relaps dan
resistensi. Dengan adanya pembiayaan dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), maka meningkatnya kesempatan memperoleh pengobatan
khususnya pada penderita yang kurang mampu.

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran
pencernaan manusia (terutama usus halus) yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Meskipun pada kenyataaannya nanti ada fase di mana
bakteri penyebab bisa menyebar ke aliran darah bahkan sampai ke tulang.
Penyakit demam tifoid yang biasa dikenal dengan istilah awam sebagai
demam tifus atau gejala tipes merupakan penyakit yang banyak ditemukan
pada masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini
memiliki hubungan yang erat dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Gejala demam tifoid berangsur-angsur akan
muncul setelah seseorang terinfeksi kuman selama satu sampai dua minggu.
Gejala demam tifoid dapat berupa gejala sistemik (umum) dan gejala pada
saluran pencernaan. Indonesia masih merupakan daerah endemik demam
tifoid. Kasus tersangka demam tifoid di rumah sakit akhir-akhir ini
menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata
angka kesakitan berkisar 500 orang/100.000 penduduk, dan tanpa pengobatan
yang cepat dan tepat, penyakit ini berisiko untuk menimbulkan komplikasi
yang dapat menyebabkan kematian.
B. SARAN
1. Selalu menjaga kebersihan dimana pun berada terutama di
lingkungan tempat tinggal.
2. Selalu memperhatikan makanan – makanan yang masuk kedalam
tubuh, apakah sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
ataupun belum.
3. Selalu memperhatikan tempat bermain anak – anak, apakah itu kotor
atau tidak.
4. Selalu menjaga imun tubuh dengan mengonsumsi makanan yang
bergizi seimbang.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://www.klikdokter.com/penyakit/demam-tifoid
https://www.honestdocs.id/tipes
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awr9DudgFkhhUZsAcQ9XNyoA;_ylu=Y29sbw
NncTEEcG9zAzQEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1632143073/RO=10/RU=
https%3a%2f%2fwww.honestdocs.id%2fdemam-
tifoid/RK=2/RS=a_bm7xiN5H2BJpTFrj1EKxkBz3g-
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/465/3/BAB%20II.pdf
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Rekomendasi-
IDAI-mengenai-Pemeriksaan-Penunjang-Diagnostik-Demam-Tifoid-1.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/5336/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf
file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/KTI-ASTAWAN_compressed.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai