Oleh:
Nanda Nurhayati
P2.31.39.0.17.072
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
2020
i
TANDA PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
Disetujui oleh:
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
5.1. Kesimpulan………………………………………………………………26
5.2. Saran……………………………………………………………………...26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Demam tifoid dapat menyerang semua umur dan siapa saja yang
mempunyai kebiasaan kurang bersih dalam hal mengkonsumsi makanan.8
Kejadian demam tifoid di indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu
adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya
sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan
tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.9
Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia
Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan (Insidens
> 100 kasus per 100.000 populasi per tahun). 9 Di Indonesia, penyakit ini
merupakan penyakit endemis yang mengancam kesehatan masyarakat.10 Data
Riskesdas 2007 menunjukkan angka prevalensi Demam tifoid yang di diagnosa
oleh tenaga kesehatan adalah 0,79%.5 Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat
Departemen kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati
urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit
di Indonesia (41.081 kasus) serta angka kesakitan yang tercatat di buletin WHO
2008 sebesar 81,7 per 100.000.5,9 Di DKI Jakarta sendiri terdapat 24.191 kasus
demam tifoid yang terjadi pada tahun 2018 sampai dengan 2019.11
Kejadian demam tifoid juga berkaitan dengan pengetahuan masyarakat.
Penelitian oleh Nina Mujahida tahun 2017 di wilayah kerja puskesmas Dinoyo
Malang menunjukkan bahwa warga yang berpengetahuan baik (49,2%) dapat
mencegah terjangkitnya demam tifoid. Dengan pengetahuan yang baik, seseorang
dapat berpartisipasi mecegah penularan demam tifoid baik di dalam keluarga
maupun di sekitar tempat tinggal. Apabila penularan demam tifoid dapat dicegah,
resiko terkena demam tifoid juga akan menurun. Karena hal tersebutlah
pengetahuan seseorang berperan penting.
Berdasarkan uraian di atas, hal inilah yang mendorong penulis untuk
melakukan penelitian berbasis studi literatur dengan judul “Gambaran
Pengetahuan Masyarakat tentang Demam Tifoid”.
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dan sebagainya).Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.12
4
5
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menysun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untu melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-
norma yang berlaku di masyarakat.
a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
telah mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan
bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada
beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum.
Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat
sejalan dengan bertambahnya usia.
2.2.2 Epidemiologi
Demam tifoid terdapat di seluruh dunia, terutama di Negara-negara yang
sedang berkembang didaerah tropis.6 Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi
terjadi di wilayah Asia Tengah,Asia Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan
Afrika Selatan (Insidens > 100 kasus per 100.000 populasi per tahun). Di
Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit endemis yang mengancam kesehatan
masyarakat dan tersebar secara merata di seluruh provinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk per tahun dan di daerah perkotaan
760/100.000 penduduk per tahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta kasus per
tahun.10,14. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi
lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang
menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.15
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri Salmonella typhi
yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. . Sumber utama yang
terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada
masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun.16
buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan
produk susu yang terkontaminasi.
5. Kebiasaan minum air isi ulang
Menurut World Health Organization kebutuhan rata-rata adalah 60 liter
per hari meliputi: 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum
dan sisanya untuk keperluan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
bakteri dalam air minum isi ulang. Mengingat air minum isi ulang ini dikonsumsi
tanpa melalui proses pemasakan maka syarat yang harus dipenuhi adalah bebas
dari kontaminasi bakteri sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan.
6. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu cara untuk hidup sehat
yang paling sederhana dan murah tetapi sayang belum membudaya. Padahal bila
dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular seperti demam
tifoid. Berdasarkan Hasil survei Health service Program tahun 2006 didapatkan
hanya 12 dari 100 orang Indonesia yang melakukan cuci tangan pakai sabun
setelah buang air besar. Tidak mengherankan jika banyak penduduk Indonesia
yang masih menderita penyakit seperti diare dan demam tifoid karena kebiasaan
hidup yang tidak bersih.
7. Riwayat demam tifoid
Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam typhoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari orang
lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis
harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat
menularkan penyakit kepada orang lain. Feses penderita/carier merupakan sumber
utama bagi penularan demam tifoid. Kebiasaan memakai jamban yang tidak
saniter termasuk faktor risiko kejadian demam tifoid.
8. Pengetahuan
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang
mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman
yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan demam tifoid bila
terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan
13
obat demam dan diperkuat dengan kesan berbaring pasif, nampak pucat, sakit
perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
b. Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan
pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing
diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi.
Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efi kasi perlindungan 67-
82%.20
c. Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efi
kasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini
menetap.18
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan
17
sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun.
Peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang
cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal
pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi
lingkungan.14
2. Pencegahan Sekunder14
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan
sekunder dapat berupa :
a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
b. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di
rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Penderita
yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi,
terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat
total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita demam
tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus mendapat cairan yang
cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan
pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit
makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.
Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita
tifoid biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.
Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga.
Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup
sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan
18
partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang
paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit
demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas
tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada
penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium
pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak. 14
aktivitas yang
dilakukan 2. Ibu rumah
responden tangga /tidak
untuk bekerja
memenuhi 3. Petani
kebutuhan 4. Pedagang
sehari-hari. 5. Wiraswasta
6. PNS
20
BAB IV
PEMBAHASAN
21
22
pengetahuan tentang demam tifoid baik dari pelajaran sekolah ataupun dari
sumber lain seperti televisi, radio, majalah kesehatan.21 Di era sekarang, sumber
informasi sangat mudah diakses melalui jaringan internet. Budiman (2013) yang
menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
pada pengetahuan seseorang.13 Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media
massa, sehingga semakin banyak pula pengetahuan kesehatan yang didapat.13
Dari laporan penelitian yang telah dihimpun diketahui bahwa penelitian
dilakukan di berbagai tempat seperti Makassar, Karanganyar, Sleman, dan
Kabupaten Madiun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di kota
cenderung baik karena telah memenuhi program pemerintah yakni wajib belajar 9
tahun yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dengan pendidikan yang
tinggi maka akan mendukung pengetahuan semakin bertambah.
bekerja ataupun tidak memiliki jam kerja sepadat wiraswasta, mereka cenderung
leluasa dan memiliki banyak waktu untuk mencari informasi seputar demam
tifoid.
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data sosiodemografi, jumlah responden terbanyak adalah
perempuan dengan usia 25-40 tahun, tingkat pendidikan paling banyak adalah
SMA, dan paling banyak bekerja sebagai wiraswasta.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang demam tifoid masih kurang.
5.2 Saran
Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan artikel yang
lebih banyak agar mendapatkan hasil yang lebih baik dibanding penelitian ini.
26
DAFTAR PUSTAKA
11. Dinas Kesehatan DKI Jakarta – Surveilans Demam Tifoid. Data tersedia pada
situs internet: http://www.Surveilans-dinkesdki.net/chart.php. Diunduh pada
tanggal27 November 2019
27
28
13. Budiman, Agus R. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika ;2013.h 4-18
15. Juwono Rachmat. Demam Tifoid. Dalam: Setiani S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AF. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
Edisi VI. Jakarta: Interna Publisihng; 2014.hal.435-62
18. Nelwan, RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2012.
20. Mallo, MA. Hubungan antara Pengetahuan dan Kedisiplinan Diet dengan
Lamanya Perawatan pada Pasien Penyakit Demam Tifoid di Rumah Sakit
Umum Labuang Baji Makassar. Makassar : STIKES Nani Hasanuddin ;2013