Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA


DI RUANG ANTURIUM DI RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners
(PSP2N) Stase Keperawatan Medikal

Oleh :
Regita Prameswari, S.Kep
NIM 182311101114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Pneumonia di Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan
disahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat :

Jember, Juli 2019

Mahasiswa

Regita Prameswari, S. Kep


NIM 182311101114

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Anturium
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Wantiyah, S. Kep.,M.Kep. Ns. Sulis Setyowati, S. Kep


NIP. 19810712 200604 2 001 NIP. 19740708 200604 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke sel-sel
tubuh dan untuk mentransfer karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh
kembali ke atmosfer (Sloane, 2003).

1. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung (Pearce, 2015). Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial untuk memberi area permukaan
tambahan pada saluran nasal dalam menghangatkan dan melembabkan udara
yang masuk dan memproduksi mukus. Hidung juga terdiri dari membran
mukosa yang berfungsi untuk penyaringan partikel kecil oleh silia pada
epitelium dalam lapisan mukus, penghangatan dan pelembapan udara yang
masuk melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus, serta resepsi odor untuk
indera penciuman (Sloane, 2003).

2. Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari
bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi
nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring adalah bagian posterior
rongga nasal yang membuka ke arah rogga nasal melalui naris internal.
Orofaring adalah saluran setelah nasofaring yang dipisahkan oleh palatum
lunak muskular, yang merupakan perpanjangan dari palatum keras tulang.
Laringofaring adalah penghubung antara faing dan laring yang mengelilingi
mulut esofagus dan laring {Sloane, 2003).
3. Laring
Pada laring terdapat kotak suara dimana laring menghubungkan faring
dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular
dan ditopang oleh sembilan kartilago (Sloane, 2003). Laring terletak di depan
bagian terendah faring yang memisahkan faring dan kolumna vertebrata,
berjlan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam
trakea dibawahnya. Pada puncak tulang rawan tiroid, terdapat epiglotis yang
merupakan katup tulang rawan yang membantu menutup laring sewaktu
menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan yang berada
pada trakea kecuali pada pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel
epitelium berlapis (Pearce, 2015).
4. Trakea
Trakea atau tabung udara adalah pipa dengan panjang 10 sampai 12 cm
dengan diameter 2,5 cm yang terletak di atas permukaan anterior esofagus.
Trakea terbentang dari laring pada aera vertebra servikalis enam sampai area
vertebra torakalis lima tempatnya membelah menjadi dua bronkus. Trakea
ditopang dengan 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C dimana ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga
memungkinkan ekspansi esofagus (Sloane, 2003). Trakea dilapisi oleh selaput
lendir yag terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia bergerak menuju
keatas kearah laring yang memungkinkan debu dan butir halus lain yang ikut
masuk bersama dengan udara pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan
penyusun trakea berfungsi untuk mempertahankan agar trakea tetap terbuka,
dan bagian belakang tidak tersambung pada tempat trakea menempel pada
esofagus yang memisahkannya dari tulang belakang (Pearce, 2015).
5. Percabangan bronkus
Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira
vertebra torakalis kelima yang mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus berjalan kebawah dan kesamping
kearah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada
yang kiri sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebiah cabang yang disebut dengan bronkus lobus atas, cabang kedua timbul
setelah cabang utama (perace, 2015). Setiap bronkus bercabang 9 sampai 12
kali membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin
kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lembeng kartilago megganti
cicin kartilago. Bronki disebut esktrapulmonar sampai memasuki paru-paru,
setelah memasuki paru disebut intrapulmonar (Sloane, 2003)
6. Paru-paru
Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara
terletak dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru memiliki apeks yang mencapai
bagian atas costa pertama dan permukaan diafragmatik terletak diatas
diafragna. Paru-paru terdiri dari pleura yaitu membran penutup yang
membungkus setiap paru. Pleura parietal melapisi rongga thoraks, pleura
viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal dibagian bawah
paru. Rongga pleura adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral
yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel
pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi (Sloane,
2003)

B. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi Pneumonia
Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia
pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis,
dan bronkopneumonia. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 :2002) B.
neumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-
kantong udara dalam paru yang disebut alveolidipenuhi nanah dan cairan
sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan
oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja (Darmo Hospital Magazine
Edisi : Juli - September 2012
2. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia menyerang manusia dan sekitar 450 juta kasus tiap tahunnya.
Pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu community acquired pneumonia (CAP) atau
pneumonia komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP) dan ventilator
associated pneumonia (VAP). Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius
adalah pneumonia komunitas, berkaitan dengan penyebab kematian dan kesakitan
terbayak di dunia. Angka kematian sekitar 1.4 juta pertahunnya secara global (7%
penyebab kematian didunia). Angka kematian terbanyak pada usia anak-anak dan
orang tua (> 75 tahun). Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi negara
berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia pada tahun 2010,
pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan
proporsi kasus 53.95% untuk laki-laki dan 46.05% untuk perempuan, dengan
crude fatality rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
Berdasarkan data RISKESDAS 2018 prevalensi pneumonia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan (nakes) adalah sekitar 2,0% sedangkan pada tahun
2013 adalah 1.8%. Penyebab pneumonia komunitas terbanyak di Indonesia
adalah kuman Gram negatif yaitu Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter
baumanii, Pseudomonas aeruginosa sedangkan penyebab pneumonia komunitas
di negara lainnya adalah Gram positif yaitu Streptococcus pneumoniae,
Mycoplasma pneumonia, Haemophilus influenza dll (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2018)

3. Etiologi Pneumonia
Syamsudin dan Keban (2013) mengemukakan bahwa etiologi dari
pneumonia di sebabkan oleh:
a) Mikroorganisme
1. Bakteri gram positif yaitu: streptococus pneumoniae, bakteri staphylococcus
aureus, streptococus beta hemolitikus grup A, mycoplasma legionella, dan
chaamydia penyebab pneumonia atipikal.
2. Bakteri gram negatif yaitu: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas
Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae
3. Bakteri anaerob yaitu: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species
4. Bakteri Atipikal yaitu: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
b) Jamur yaitu jamur candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coocidioido
mycosis, cryptococosis, pneumocytis carinii.
c) Virus (virus sinsisial pernafasan, hantavirus, virus influenza, adenovirus,
rhinovirus, virus herpes simpleks, sitomegalovirus, virus synsitical respiratorik,
rubeola, varisella).
d) Mikroplasma
1) Individu yang mengidap AIDS sering mengalami pneumonia yaitu
pneumocystis carinii
2) Individu yang terlalu lama berada didalam ruanggan yang terdapat aerosol
dari air dengan waktu yang lama seperti AC atau alat pelembab yang kotor
bisa mengidap pneumonia legionella.
3) Individu yang mengalami inspirasi lambung karena muntah/air karena
tenggelam dapat menyebabkan pneumonia asporasi

Faktor risiko seseorang dapat terkena pneumonia yaitu merokok, kekebalan


tubuh yang menurun, menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit
autoimun, penyakit paru kronis. Selain itu juga dapat berisiko pada seseorang
yang mengkonsumsi obat-obatan golongan kortikosteroid, kepadatan hunian
rumah, dan ventilasi hunian rumah

4. Klasifikasi Pneumonia
Penyakit pneumonia dibagi dalam tiga kelompok yaitu, sebagai berikut
(Zayinur dan Harahap, 2013) :
a) Pneumonia sangat berat ditandai dengan kesulitan bernafas dengan stridor
(mengorok), kejang, adanya nafas cepat dan penarikan dinding dada ke
dalam, pada anak-anak akan disertai mengi (mengeluarkan bunyi saat
menarik nafas), dan sulit menelan makanan atau minuman. Pneumonia
sangat berat harus segera dirujuk baik ke puskesmas atau ramah sakit.
b) Pneumonia berat ditandai dengan nafas cepat tanpa penarikan dinding dada
ke dalam, pada anak akanmengalami mengi.
c) Pneumonia ditandai dengan nafas cepat tanpa penarikan dinding dada ke
dalam.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan bagian yang terserang (Smeltzer, 2013):


a) Bronkopneumonia, bentuk pneumonia yang menyebar dalam model bercak
infiltrat yang meluas dari bronki ke parenkim paru dan sekitarnya, sering
disebabkan oleh bakteri maupun virus.
b) Pneumonia lobar adalah istilah yang digunakan jika pneumonia mengenai
substansial pada satu atau lebih lobus paru, biasanya disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan bakteri penyebab: (Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia, 2018)
a) Pneumonia bateril/tipikal, dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempuyai tendensi menyerang seseorang yang rentan misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik dan Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza
b) Pneumonia atipikal, disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumoia virus
d) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya (Rahmawati, 2014):


a) Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering
di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive
and resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and
resistant strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant).
Ketiga bakteri tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya
menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke
segmen paru atau lobus paru-paru. Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP
tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan imunokompromis. Resiko
kematian akan meningkat pada CAP apabila ditemukan faktor komorbid
berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam, multilobarn
involvement, anemia dan hipoksia.
b) Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial
( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau Health care-
associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah
lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal.
Terjadinya pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang
dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius
bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P.
Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia. ATS membagi pneumonia
nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari perawatan di
rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari
perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial memili
prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini
dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga mempengaruhi
peningkatan mortalitas.
c) Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah
alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan
leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan
masuk ke paru-paru.

5. Patofisiologi Pneumonia
Penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke
udara pada saat batuk atau bersin. Lalu kuman penyebab pneumonia tersebut
masuk ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup) atau
dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung yang terhirup oleh orang di
sekitar penderita, menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran
pernapasan penderita.
Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan eksudat yang
mengganggu difusi oksigen dan karbon dioksida. Bronkospasme dapat terjadi
apabila pasien menderita penyakit jalan napas reaktif.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka
akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
a. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
b. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah.
c. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
d. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Akibat dmasuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan konsentrasi
protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan
tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga terjadi
akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.

6. Tanda dan Gejala Pneumonia


Gambaran klinis Pneumonia dapat beragam tergantung pada organisme
penyebab dan penyakit penyerta pasien (Smeltzer, 2013), diantaranya:
1. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 0 C
sampai 40,50 C)
2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk
3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali napas
per menit) dan dispnea, ortopnea ketika tidak disangga
4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
meningkatan suhu tubuh (0 C)
5. Bradikardia relatif untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mikoplasma, atau infeksi organisme legionella
6. Tanda lainndapat berupa infeksi saluran napas atas, salit kepala, demam
derajat rendah, nyeri pleuritik, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa
hari sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan
7. Pneumonia berat: pipi memerah, bibir dan bantalan kuku menunjukkan
sianosis sentral
8. Sputum purulen berwarna speerti karat, bercampur dengan darah, ketal atau
hijau bergantung pada agen penyebab
9. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaforesis dan mudah lelah
10.Tanda dan gejala pneumonia dapat bergantung pada kondisi utama pasien
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pasien dengan pneumonia
adalah (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018):
a) Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b) Pemeriksaan labolatorium.
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c) Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme
penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus,
dan Hemophilus influenzae.

8. Penatalaksanaan
1. Peresepan antibiotik yang didasarkan pada hasil pewarnaan gram dan
pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan)
2. Terapi supportif mencakup hidrasi, antipiretik, medikasi antitusif,
antihistamin, atau dekongestan nasal
3. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
bersih
4. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia
5. Bantuan pernapasan mencakup oksigen konsentrasi tinggi, intubasi
endotrakea, dan ventilasi mekanis
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal napas, atau superinfeksi
dilakukan jika perlu
7. Untuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk
melakukan vaksinasi pneumokokus (Smetzer, 2013)
C. Clinical Pathway
Jamur, bakteri, virus

Inhalasi/penyebaran sirkulasi

Masuk paru-paru (alveoli)


Dengan didukung faktor: perokok berat, diabetes, Proses peradangan pada
imunodefisiensi, pengidap AIDS, kurang gizi parenkim

Pneumonia

Pelepasan mediator kimia histamin,


bradikinin, prostaglandin

Eksudat menumpuk pada alveoli Perseptor nyeri Suhu tubuh Edema paru Terbentuk jaringan parut

Akumulasi sekret
Retensi Mukus Nyeri akut Demam Konsolidasi paru
di bronkus Komplikasi efusi pleura

Hipertermi Sesak nafas Hambatan


Bau mulut tidak Ketidakefektifan
Mual sedap, perasaan tidak
Pertukaran
bersihan jalan Gas
enak di tenggorokan napas Hipoksia

Ketidakefektifan
Anoreksia Ketidakseimbangan hiperventilasi
pola napas
Nutrisi : Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
Kelelahan Intoleransi Aktivitas
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Fokus pengkajian:
a) Riwayat penyakit
Pasien dengan pneumonia biasanya memiliki riwayat demam, batuk, pilek,
anoreksia, badan lemah/tidak bergairah. Selain itu kaji adanya riwayat
penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan dan adanya penyakit
penyerta
b) Tanda fisik
Pasien dengan pneumonia biasanya mengalami batuk, dyspnea, dan
takipnea. Penderita biasanya juga menggunakan otot tambahan pernapasan.
Pada faring terjadi hiperemis, terjadi pembesaran tonsil dan merasa sakit
saat menelan
c) Faktor perkembangan
Faktor perkembangan meliputi keadaan umum, tingkat perkembangan,
kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping, kemampuan memahami tindakan
yang dilakukan.
d) Pengetahuan
Pengkajian pengetahuan meliputi pengkajian pengetahuan pasien dan
keluarga mengenai pengalaman terkena penyakit pernapasan, pengetahuan
tentang penyakit pernapasan dan tindakan yang perlu untuk dilakukan.
b. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pasien yang menderita pneumonia, secara umum keadaan umunya lemah
b) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pada pasien pneumonia dapat berupa normal, letargi,
stupor, koma, dan apatis tergantung pada tingkat keparahan dan penyebaran
penyakit
c) Tanda-tanda vital
TTV terdiri dari frekuensi nadi dan tekanan darah (pada pasien dengan
pneumonia biasanya memiliki frekuensi nadi takikardi dan tekanan darah
pada tingkat hipertensi), frekuensi pernapasan (pada pasien dengan
pneumonia biasanya mengalami takipnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal)
d) Antropometri
Pada pasien dengan pneumonia, berat badan cenderung mengalami
penurunan.
e) Sistem integumen
Warna kulit pasien dengan pneumonia biasanya pucat sampai sianosis suhu
kulit akan mengalami hipertermi namun ketika hipertermi teratasi biasanya
kulit akan teraba dingin dan turgor kulit menurun karena adanya dehidrasi
f) Kepala
Pada pemeriksaan fisik kepala, kaji bentuk dan kesimetrisan kepala, palpasi
tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata, serta kaji
hygiene kulit kepala, ada atau tidaknya lesi, kehilangan rambut, dan
perubahan warna
g) Sistem pulmonal dan kardiovaskular
Pada pengkajian inspeksi, pasien dengan pneumonia biasnya terlihat
mengalami sesa napas, dispnea, sianosis sirkumoral, terjadi distensi
abdomen, batuk nin produktif sampai batuk produktif. Pada pengkajian
dengan palpasi, pasien dengan pneumonia biasanya terdapat fremitus yang
teraba meningkat di sisi yang sakit, dan terjadi kemungkinan hati membesar.
Untuk pemeriksaan perkusi pada dada pasien dengan pneumonia akan
didapatkan suar redup pada paru yang sakit. Pemeriksaan auskultasi pada
pasien dengan pneumonia biasanya terdapat ronchi halus, ronchi basah dan
tachicardia. Secara subjektif pasien mengatakan sakit kepala, dan secara
objektif denyut nadi mengalami penngkatan dan pembuluh darah
mengalami vasokontriksi serta terjadi penurunan kualitas darah.
h) Sistem neurosensori
Pada pengkajian sistem neuro sensori, biasanya pasien pneumonia terlihat
gelisah, terjadi penurunan kesadaran, dan kadang juga mengalami kejang.
GCS mengalami penurunan, refleks menurun/normal tergantung pada
keadaan pasien, serta mengalami letargi
i) Sistem digestive
Penkajian sistem digestive pada pasien dengan pneumonia biasanya
ditemukan pasien mengalami anoreksia serta terjadi penurunan produksi
urin.
j) Sistem muskuloskeletal
Pada sistem muskuloskeletal, pasien pneuminia biasanya mengalami
penurunan tonus otot, nyeri oto, retraksi dada dan adanya penggunaan otot
bantu pernapasan.
c. Pemeriksaan penunjang
a) Hb mengalami penurunan kadang normal
b) Hasil analisa gas darah mengalami asidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen dalam darah, terjadi peningkatan kadar karbon dioksida
c) Hasil pemeriksaan elektrolit biasanya terjadi penurunan kadar natrium
ataupun kalsium

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan
penumpukan sputum pada jalan napas, eksudat dalam alveoli ditandai
dengan batuk yang tidak efektif, dispnea, gelisah, peruahan frekuensi napas,
perubahan pola napas, suara napas tambahan, sputum dalam jumlah yang
berlebihan, sianosis
b. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan hiperventilasi,
keletihan otot pernapasan ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung, pola napas abnormal (irama,
frekuensi, kedalaman)
c. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolar-kapiler ditandai dengan
dispnea, gelisah, hipoksemia, hipoksia, napas cuping hidung, pola
pernapasan abnormal, sianosis, takikardia, warna kulit abnormal
d. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai
dengan ekspresi wajah nyeri, keluhan tentang intensitas nyer, karakteristik
nyeri, perubahan pada parameter fisiologis (tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen)
e. Hipertermi (00007) berhubungan dengan penyakit ditandai dengan gelisah,
kejang, kulit memerh, letargi, takikardi dan vasodilatasi
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dar kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan kurang asupan makanan, faktor biologis,
ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan membran mukosa
pucat, ketidakmampuan memakan makanan, kurang minat pada makanan,
penurunan berat badan
g. Intoleransi aktifitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen,kelemahan umum ditandai dengan keletihan
3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Manajemen jalan napas (3140)
bersihan jalan napas diharapkan status pernapasan: kepatenan jalan napas meningkat 1. Posisikan pasien semi fowler untuk
(00031) dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
Status pernapasan: Kepatenan jalan napas (0410) 2. Ajarkan pasien untuk batuk efektif
No. Indikator Awal Akhir keterangan 3. Lakukan fisioterapi dada
1. Frekuensi 1. Deviasi berat dari 4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
Pernapasan kisaran 5. Lakukan suction sebagaimana mestinya
2. Irama normal/sangat 6. Lakukan nebulizer sebagaimana mestinya
pernapasan berat Monitor Pernafasan (3350)
3. Kemampuan 2. Deviasi cukup 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
mengelurakan berat dari kisaran
kesulitan bernafas
sekret normal/berat
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan
4. Suara nafas 3. Deviasi sedang
tambahan dari kisaran otot bantu pernafasan
normal/cukup 3. Monitor suara nafas tambahan
5. Penggunaan otot
4. Deviasi ringan dari 4. Monitor pola nafas
bantu pernafasan
kisaran 5. Auskultasi suara napas, catat area yang
6. Batuk
7. normal/ringan ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
Akumulasi 5. Tidak ada deviasi tambahan suara tambahan
sputum dari kisaran 6. Monitor kemampuan batuk efektif;
normal/tidak ada 7. Monitor sekresi pernafasan
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Terapi Oksigen (3320)
napas (00032) diharapkan status pernapasan meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor aliran oksigen
Status pernapasan (0415) 2. Monitor efektivitas terapi oksigen
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
1. Frekuensi 1. Deviasi berat dari 4. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigeb dan
Pernapasan kisaran kejadian atelektasis
normal/sangat 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Irama
berat 6. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan
pernapasan
2. Deviasi cukup dari 7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
3. Retraksi dinding
kisaran penggunaan perangkat oksigen ayng
dada
normal/berat memudahkan mobilitas
4. Penggunaan otot
3. Deviasi sedang 8. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
bantu
dari kisaran mengenai penggunaan oksigen tambahan selama
pernapasan
normal/dukup kegiatan atau tidur
5. Suara napas
4. Deviasi ringan dari Monitor Pernafasan (3350)
tambahan
kisaran 1. Monitor tingkat, irama kedalaman dan kesulitan
normal/ringan bernafas
5. Tidak ada deviaso 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
dari kisaran penggunaan otot bantu pernafasan
normal/tidak ada 3. Monitor suara nafas tambahan
4. Monitor pola nafas
5. Auskultasi suara nafas
6. Buka jalan napas
7. Berikan terapi oksigen
Manajemen Jalan Nafas (3140)
1. Posisikan pasien semi fowler;
2. Motivasi pasien untuk melakukan batuk efektif;
3. Auskultasi suara nafas, mendengarkan ada atau
tidak ada adanya suara tambahan;
4. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
fisioterapi dada.
Hambatan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Terapi Oksigen (3320)
gas (00030) diharapkan status pernapasa: pertukaran gas dapat meningkat 1. Monitor aliran oksigen
dengan kriteria hasil: 2. Monitor efektivitas terapi oksigen
Status Pernapasan: Pertukaran gas (0402) 3. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
4. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigeb dan
No. Indikator Awal Akhir Keterangan
kejadian atelektasis
1. pH arteri 1. Deviasi berat dari 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Saturasi oksigen kisaran 6. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan
3. Keseimbangan normal/sangat 7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
ventilasi dan berat penggunaan perangkat oksigen ayng memudahkan
perfusi 2. Deviasi cukup dari mobilitas
4. Sianosis kisaran 8. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
5. Dispnea normal/berat mengenai penggunaan oksigen tambahan selama
6. Gangguan 3. Deviasi sedang kegiatan atau tidur
kesadaran dari kisaran Monitor Pernafasan (3350)
normal/cukup 1. Monitor tingkat, irama kedalaman dan kesulitan
4. Deviasi ringan dari bernafas
kisaran 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
berat/ringan penggunaan otot bantu pernafasan
5. Tidak ada deviasai 3. Monitor suara nafas tambahan
dari kisaran 4. Monitor pola nafas
normal/tidak ada 5. Auskultasi suara nafas
6. Buka jalan napas
7. Berikan terapi oksigen.
Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Manajemen nyeri (1400)
diharapkan kontrol nyeri dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kontrol nyeri (1605) 2. Identifikasi faktor penyebab nyeri dan berikan
No. Indikator Awal Akhir Keterangan informasi mengenai penyebab nyeri
Mengenali kapan 1. Tidak pernah 3. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
1. ketidaknyamanan
nyeri terjadi menunjukkan
Menggunakan 2. Jarang 4. Beri dukungan kepada pasien untuk bisa menahan
tindakan menunjukkan nyeri
2.
pengurangan 3. Kadang-kadang 5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
dengan analgesik menujukkan 6. Lakukan kompres hangat pada daerah perut dan
Menggunakan 4. Sering
punggung
pengurangan menunjukkan
3. 5. Secara konsisten 7. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
nyeri tanpa
analgesik menunjukkan 8. Kendalikan faktor yang mempengaruhi pasien
Melaporkan terhadap ketidaknyamanan (misalnya lingkungan
4. nyeri yang tempat tidur, pencahayaan dan suhu ruangan)
terkontrol 9. Kolaborasi pemberian analgesik

Hipertermi (00007) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Perawatan demam (3740)
diharapkan termoregulasi meningkat dengan kriteria hasil 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
Termoregulasi (0800) 2. Monitor warna kulit dan suhu
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
Berkeringat saat 1. Sangat kehilangan yang dirasakan
1. 4. Dorong konsumsi cairan
panas terganggu/berat
2. Tingkat 5. Tingkatkan sirkulasi udara
pernapasan 6. Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering
7. Kolaborasi pemberian cairan IV dan obat (misal
Penurunan suhu 2. Banyak antipiretik, agen anti bakteri dan agen anti
3.
kulit terganggu/cukup menggigil)
Perubahan warna berat Pengaturan suhu (3900)
4. 1. Monitor suhu setidaknya setiap 2 jam, sesuai
kulit 3. Cukup
terganggu/sedang kebutuhan
4. Sedikit 2. Monitor suhu dan warna kulit
terganggu/ringan 3. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
5. Dehidrasi 4. Sesuaikan suhu lingkungan
5. Tidak
terganggu/tidak 5. Diskusikan pentingnya termoregulasi dan
ada kemungkinan efek negatif dari demam yang
berlebihan
6. Berikan pengobatan antipiretik dengan
berkolaborasi bersama dokter
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Terapi Nutrisi (11200)
nutrisi: Kurang dari diharapkan status nutri meningkat dengan kriteria hasil: 1. Lengkapi pengkajian nutrisi
kebutuhan tubuh Status Nutrisi (1004) 2. Monitor intake makanan/cairan dan hitung
(00002) No. Indikator Awal Akhir Keterangan masukan kalori perhari
3. Monitor instruksi diet yang sesuai untuk
1. Asupan Gizi 1. Sangat menyimpang memenuhi kebutuhan nutrisi pasien perhari
2. Asupan Makanan dari rentang normal 4. Pilih suplemen nutrsi sesuai dengan kebutuhan
3. Asupan Cairan 2. Banyak 5. Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai batasan
4. Energi menyimpang dari diet yang dianjurkan
5. Rasio berat badan rentang normal 6. Ciptakan lingkungan yang membuat susana yang
atau tinggi badan menyenangkan dan menenangkan
7. Ajarkan paien dan keluarga mengenai diet yang
dianjurkan
8. Berikan pasien dan keluarga contoh tertulis
mengenai diet yang dianjurkan
3. Cukup menyimpang 9. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
dari rentang normal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
4. Sedikit dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
6. Hidrasi menyimpang dari
rentang normal
5. Tidak menyimpang
dari rentang normal
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Peningkatan Latihan (0200)
(00092) diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor respon individu terhadap program laithan
Toleransi terhadap aktivitas (0005) 2. Monitor kepatuhan individu pada program latihan
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Dukung individu untuk memulai atau melanjutkan
Saturasi oksigen 1.Sangat terganggu latihan
1. 4. Dampingi individu saat mengembangkan program
saat beraktivitas 2.Banyak terganggu
Frekuensi nadi 3.Cukup terganggu latihan
2. 5. Lakukan latihan bersama individu bila diperlukan
saat beraktivitas 4.Sedikit terganggu
Frekuensi 5.Tidak terganggu 6. Libatkan keluarga yang memberi perawatan
3. pernapasan saat dalam perencanaan peningkatan latihan
beraktivitas 7. Informasikan individu mengenai manfaat
Kemudahan kesehatan dan efek fisiologis latihan
4. dalam melakukan 8. Instruksikan individu mengenai kondisi yang
ADL mengharuskan berhenti atau mengubah program
latihan
9. Instruksikan individu terkait frekuensi, durasi dan
intensitas program latihan
Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam - Monitor nutrisi
diharapkan mual berkurang dengan kriteria hasil: - Manajemen mual
Kontrol mual muntah(1618) 1. Monitor turgor kulit
No. Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor diet dan asupan kalori
Mengenali onset 1. tidak pernaah 3. Identifikasi perubahan nafsu makan
1.
mual menunjukkan 4. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi
Mendeskripsikan 2. jarang ditunjukkan mual
2. 5. Ajarkan teknik akupresur untuk mengurangi mual
faktor penyebaab 3. kadang- kadang
Mengenali ditunjukkan Beri dorongan untuk makan sedikit- sedikit namun
3. 4. sering ditunjukkan sering
stimulus muntah
Menghindari 5. secara konsisten
4. faktor bila ditunjukkan
mungkin
E. Discharge Planning
Mengajarkan pasien tentang perawatan diri (Smeltzer, 2013).
1. Instruksikan pasien untuk terus mengkonsumsi antibiotik sesuai program
secara lengkap, ajarkan pasien tentang cara pemakaian yang tepat dan
kemungkinan efek samping
2. Menginformasikan pasien mengenai gejala yang harus dilaporkan kepada
tenaga kesehatan seperti sulit bernapas, batuk semakin parah, demam
berulang/meningkat, dan intoleransi terhadap pengobatan
3. Anjurkan pasien meningkatkan aktivitas secara bertahap setelah demam turun
4. Dorong pasien untuk melakukan latihan pernapasan untuk meningkatkan
ekspansi dan bersihan paru
5. Insruksikan pasien untuk menghindari stress, keletihan, perubahan suhu
mendadak, dan konsumsi alkohol yang berlebihan karena semuanya akan
menurunkan resistensi terhadap pneumonia
6. Anjurkan pemeriksaan foto rongent yang berkelanjutan
7. Dorong pasien berhenti merokok
8. Informasikan pada pasien bahwa kelethan dan kelemahan dapat terus
dirasakan
9. Rujuk pasien mendapatkan perawatan home care untuk meningkatkan
kepatuhannya terhadap regimen terapeutik sesuai indikasi

F. Evidence Based Nursing Practice Journal untuk Pasien Pneumonia


Multitargeted Feeding Strategies Improve
Nutrition Volume XX Number X Nutrition Outcome and Are Associated
With
Jenny C. Lee, MS, RD, CNSC, LD1; George W. Williams, MD2; Rosemary
A. Kozar, MD, PhD3; Lillian S. Kao, MD4; Krislynn M. Mueck, MD, MPH4;
Andrew D. Emerald, MD, MPH5; Natacha C. Villegas, BS4; and Laura J. Moore,
MD4
Problem :
Pneumonia aspirasi adalah umum penyebab kematian di kalangan lansia (≥90
tahun) dalam menyusui rumah. Studi menunjukkan bahwa kejadiannya dapat
dikurangi oleh intervensi perawatan mulut. Kami bertujuan untuk mengevaluasi
kemanjuran intervensi perawatan mulut baru: menyeka ditambah nutrisi oral
suplemen (ONS). Pedoman berbasis bukti ada mengenai administrasi (enteral
nutrition) EN pada pasien bedah kritis.13 Pedoman ini merekomendasikan
bahwa EN dimulai dalam 24-48 jam setelah cedera traumatis setelah pasien
stabil secara hemodinamik. Tinjauan implementasi pedoman menyarankan
bahwa pendekatan yang disesuaikan diarahkan pada hambatan yang
diidentifikasi untuk adopsi lebih unggul daripada pendekatan "satu ukuran cocok
untuk semua".14 Hambatan untuk administrasi nutrisi yang memadai di unit
perawatan intensif trauma syok kami (STICU) serupa dengan yang dilaporkan
dalam literatur-terutama, keterlambatan inisiasi EN dan mengadakan EN untuk
prosedur. Dengan adanya hambatan yang teridentifikasi ini, tim STICU kami
menggunakan 3 strategi pemberian makan sesuai pedoman (Tabel 1) untuk
mengoptimalkan pemberian nutrisi kepada pasien trauma yang sakit kritis. Kami
berhipotesis bahwa menerapkan 3 strategi pemberian makan ini akan
meningkatkan kalori dan pengiriman protein. Kami lebih lanjut berhipotesis
bahwa peningkatan pengiriman kalori dan protein akan meningkatkan hasil
klinis pasien.
Intervensi:
Sebanyak 676 pasien dengan unit perawatan intensif (ICU) LOS ≥ 3 hari
disaring selama 2 periode penelitian: Mei 2012 - Juni 2013 (baseline) dan April
2014 - Mei 2015 (intervensi). Namun, hanya 121 dari kelompok baseline dan
118 dari kelompok intervensi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebagian
besar pasien dikeluarkan dari penelitian karena mereka membutuhkan dukungan
ventilator <7 hari. Tidak ada perbedaan signifikan dalam demografi pasien atau
mekanisme cedera antara periode (Tabel 2). Kalori dan protein yang ditentukan
berbeda antara kelompok karena penggunaan persamaan prediksi yang berbeda
antara 2 titik waktu. Meskipun memiliki target kalori dan protein yang lebih
tinggi, pasien yang dirawat selama periode intervensi memiliki defisit kalori
yang lebih rendah, memiliki keseimbangan protein positif daripada negatif, dan
menerima persentase yang lebih besar dari perkiraan kebutuhan kalori dan
protein.
Pasien trauma yang sakit kritis, berventilasi mekanis di STICU dapat
mentoleransi EN yang dimulai dalam 24 jam masuk dengan sangat baik. Tujuh
puluh persen pasien kami di STICU menerima EN dalam 24 jam, dan 97%
pasien menerima EN dalam waktu 48 jam setelah masuk ICU setelah intervensi
(Gambar 2). Hanya 4% pasien yang tidak dapat menerima EN dalam waktu 48
jam
Comparation:
Selain pemberian makan melalui enteral nutrition, juga pada jurnal yang berjudul
Efficacy of a New Post-Mouthwash Intervention (Wiping Plus Oral Nutritional
Supplements) for Preventing Aspiration Pneumonia in Elderly People oleh
Takashi Higashiguchi kejadian pneumonia kumulatif pada 8 bulan cenderung
lebih rendah dalam intervensi daripada pada kelompok kontrol (7,8 vs 17,7%, p =
0,056) dan secara signifikan lebih rendah untuk pria dalam kelompok intervensi (p
= 0,046). Kesimpulan: Intervensi baru kami "menghapus dan menyediakan
Metode ONS ”muncul untuk membantu mencegah pneumonia aspirasi, dengan
demikian mengurangi risiko kematian. Dalam studi ini, kami menyebar informasi
tentang bagaimana metode ini digunakan di Jepang. Pertama, mengingat bahwa
ini adalah studi observasional retrospektif dan postintervensi observasional, ada
potensi untuk pembaur karena perubahan temporal lain dalam perawatan seperti
perubahan dalam strategi resusitasi atau untuk variabel yang tidak terukur seperti
jumlah prosedur operasi. Ada kemungkinan bahwa penurunan pneumonia yang
kami tunjukkan bisa jadi disebabkan oleh tambahanaktor selain nutrisi. Namun,
tidak ada intervensi tambahan khusus yang diterapkan untuk mengurangi tingkat
pneumonia. Kedua, kepatuhan terhadap protokol tidak diukur; efektivitas protokol
semacam itu tergantung pada tingkat jangkauan dan adopsi. Ketiga, karena
intervensi terdiri dari 3 strategi, tidak mungkin untuk menentukan apakah 1, 2,
atau semua strategi diperlukan untuk mencapai nutrisi.
perbaikan diamati. Keempat, sejumlah penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa
pasien berisiko tinggi yang bergizi adalah mereka yang mendapat manfaat dari
pemberian nutrisi yang memadai. Kami tidak menggunakan alat skrining untuk
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi bergizi dalam penelitian ini. Terakhir,
generalisasi temuan ini untuk ICU lain atau pasien sakit kritis lainnya mungkin
terbatas. Strategi dan efektivitas implementasi telah terbukti tergantung pada
konteks.34 Sebagai contoh, tidak semua ICU mungkin memiliki ahli gizi yang
tersedia untuk berkeliling setiap hari bersama tim. Oleh karena itu, strategi
multifaset yang digunakan dalam penelitian ini mungkin tidak layak di ICU lain.
Evaluasi lebih lanjut dari faktor-faktor kontekstual, termasuk budaya organisasi,
35 yang mungkin telah berkontribusi pada peningkatan hasil gizi dapat membantu
memandu upaya lebih lanjut untuk meningkatkan nutrisi dan hasil klinis pada
pasien trauma yang sakit kritis.
Outcome:
Penggunaan terapi EN harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Penggunaan nutrisi juga disesuaikan dengan kebutuhan untuk mempertahakan
nutrisi tetap stabil. Penggunaan EN perlu diperhatikan terkait efek samping
termasuk pada kemungkinan infeksi yang mungkin terjadi agar bisa melakukan
pencegahan dan tidak terjadi infeksi nosokomial dengan peningkatan Nutrisi.
Pada jurnal lain juga menambahkan selain pembeian nutrisi secara oral
juga diperlukan kombinasi oral menyeka dan memberikan ONS (oral nutritional
suplements) mungkin efektif sebagai profilaksis intervensi terhadap pneumonia
aspirasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).Oxford:


Elsevier.
Cilloniz, C., Martin=Loeches, I., Garcia-Vidal, C., Jose, A. S., dan Torres, A.
2016. Microbial Etiologu of Pneumonia Epidemiology, Diagnosis, and
Resistence Patterns. International Journal of Molecular Science.
17(2120):1-18.

Hishuhigachi,T et al. 2017. Efficacy of a New Post-Mouthwash Intervention


(Wiping Plus Oral Nutritional Supplements) for Preventing Aspiration
Pneumonia in Elderly People. Ann Nutr Metab 2017;71:253–260 DOI:
10.1159/000485044

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Oxford: Elsevier


Nanda International Inc. 2015. Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Jilid 3. Jakarta:EGC.

Pearce, Evelyn C. 2015. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: CV


Prima Grafika

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Press Release Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia World Pneumonia Day 2018. [artikel online].
https://www.klikpdpi.com/

Rahmawati, F. A. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Pasien Sepsis di ICU


RSUP dr. Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Smetzer, Susan C. 2013. Keperawatan medikal-Bedah Brunner & Suddarth’s
Edisi 12. Jakarta: EGC

Syamsudin & Keban, 2013, Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Zayinur, M. R., Harahap, M. S. 2013. Lama Hari Rawat Inap Pasien Ventilator
Associated Pneumonia pada Pasien dengan Ventilator Mekanik di ICU
RSUP dr. Kariadi. Undergraduated Thesis. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Multitargeted Feeding Strategies Improve Nutrition Volume XX Number X
Nutrition Outcome and Are Associated With , Jenny C. Lee, MS, RD,
CNSC, LD1; George W. Williams, MD2; Rosemary A. Kozar, MD,
PhD3; Lillian S. Kao, MD4; Krislynn M. Mueck, MD, MPH4; Andrew
D. Emerald, MD, MPH5; Natacha C. Villegas, BS4; and Laura J. Moore,
MD4

Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 :2002

Anda mungkin juga menyukai