Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN


HERNIA INGUINALIS DEKSTRA YANG DILAKUKAN TINDAKAN
HERNIOPLASTY DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:

Fairuz In’amil Arsyad, S.Kep


NIM 182311101136

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HERNIA
Oleh: Fairuz In’amil Arsyad, S. Kep

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 2. Anatomi Usus


1. Anatomi
a) Usus halus (Intestinum Minor)
Adalah sebagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 meter.
Lapisan usus halus terdiri dari: Lapisa mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot memanjang (m. Longitudinal) dan lapisan serosa sebelah luar).
Intestinum minor terdiri dari :
1) Duodenum (usus 12 jari)
Panjang ±25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri.
Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu (duktus
koledukus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
2) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas
adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan
panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang
arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke
ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas
yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum
dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama
orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini.
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas, melalui
lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan
absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang
dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang
vili dilapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-
macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan.
b) Intestinium Mayor (Usus besar)
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari
dalam keluar: selaput lendir, lapisan otot melingkar,lapisan otot
memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur
ke atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke
kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
3) Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir
seikum.
Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan
masih dapat di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung
menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis
minor terletak horizontal di belakang seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura
linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung
bawahnya berhubung dengan rectum.
2. Fisologi
a) Usus Halus
Fungsi usus halus adalah mengangkut kimus dari lambung ke usus
besar, menyelesaikan pencernaan dengan enzim yang berasal dari
dinding dan kelenjar lain,menyerap hasil akhir pencernaan
kedalam darah dan limfe, dan mengerahkan hormon tertentu.
Agar dapat melaksanakan semua itu, usus halus harus mempeluas
permukaan mukosanya, antara lain dengan plica sirkularis kerckring,
vitus dan kriptus mikrovili. Bahkan makanan yang ada didalam
lumen usus halus mendapat tambahan sekret dari banyak kelenjar,
yaitu kelejar intestinal atau kriptus, lieberkuhn, kelenjar submokosa
dari duodenum. Kelenjar yang letaknya di luar saluran cerna, tetapi
menyalurkan sekretnya ke dalam lumen duodenum, yaitu hati (hepar)
dan pankreas.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum) yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui springter pylorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh
duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkat zat-zat yang diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lender (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pencahan-pencahan makanan yang di
cerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
b) Usus Besar
Salah satu fungsi usus besar adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi
lain adalah mensekresi mucus (lendir) yang berfungsi sebagai
pelumas. Pelumas ini menjadi lebih penting karena cairan di absorbsi
dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak mukosa
menjadi lebih besar.
Usus besar terdiri dari:
1) kolon asendens (kanan)
2) kolon transversum
3) kolon desendens (kiri)
4) kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi membuat
zat-zat penting seperti vitamin k, bakteri ini penting untuk fungsional
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air
dan terjadi diare.
Beberapa sifat khas otot polos pada usus adalah sebagai berikut:
1) Sensitium fungsional, yang berarti bahwa potensial aksi yang
berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya di hantarkan
dari serabut ke serabut.
2) Kontraksi otot intestinalis, otot polos saluran pencernaan
menunjukkan kontraksi tonik dan kontraksi ritmik, kontraksi
tonik bersifat kontinue. Springter pylorus, ileosekalis dan analis
semuanya membantu pergerakan makanan dalam usus.
Kontraksi ritmik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran
pencernaan, seperti percampuran makanan atau dorongan
peristaltik makanan. Pleksus mieterikus terutama mengatur
gerakan gastrointestinalis sedangkan pleksus submukosa penting
dalam mengatur sekresi dan juga melakukan melakukan banyak
fungsi serosis, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus
dari reseptor regangan dalam dinding usus.
Jenis pergerakan pada saluran pancernaan: gerak mencampur
yang membuat isi usus terus - menerus tercampur setiap saat dan
gerakan propulsive/mendorong yang menyebabkan makanan
bergerak ke depan sepanjang saluran pencernaan dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi
(Tambayong, 2000).
B. Hernia
1. Pengertian
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin,
kantong dan isi hernia (Nurarif dan Kusuma, 2013). Kantong hernia
merupakan divertikulum dari peritonium dan mempunyai leher dan badan.
Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan, dan dapat
merupakan sepotong kecil omentum sampai organ padat yang besar.
Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang
dilewati oleh kantong hernia (Schwartz et al, 2000; Iscan, 2010).

Gambar 3. Bagian-bagian hernia

Menurut letaknya hernia dibagi menjadi berikut:


a) Hernia hiatus, merupakan herniasi bagian lambung ke dalam dada
melalui hiatus esophagus diafragma (Price& Wilson,2006);
b) Hernia epigastrik, merupakan hernia yang terjadi diantara pusar dan
bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut. Hernia epigastrik
biasanya terdiri dari jaringan lemak. Terbentuk dibagian dinding
perut yang lemah. Hernia ini juga menimbulkan rasa sakit dan tidak
dapat didorong kembali ketika pertama kali ditemukan (Nurarif dan
Kusuma, 2013);
c) Hernia umbilical, merupakan hernia yang berkembang di dalam dan
sekitar umbilicus yang disebabkan karena tidak menutup sepenuhnya
bukaan pada dinding perut sebelum kelahiran. Jika kurang dari 1 cm
hernia ini biasanya menutup sevara bertahap sebelum usia 2 tahun
(Nurarif dan Kusuma, 2013);
d) Hernia inguinalis, merupakan hernia yang muncul sebagai tonjolan
di selangkangan atau skrotum. Hal ini terjadi ketika dinding
abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui
celah (Nurarif dan Kusuma, 2013). Hernia inguinalis adalah hernia
yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis
inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis
externa/medialis (Mansjoer, 2001);
e) Hernia femoralis, merupakan hernia yang muncul di pangkal paha.
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan
intraabdomen seperti mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini
hilang pada waktu berbaring (Maulana, 2011);
f) Hernia insisional, merupakan hernia yang dapat terjadi akibat
komplikasi dari penyembuhan luka pasca operasi abdomen. Hernia
ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot
sekitar pusar tidak menutup sepenuhnya (Price& Wilson, 2006).
Gambar 4. Proses pembedahan hernia

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi (Nurarif dan Kusuma,


2013);
a) Hernia bawaan atau hernia patogenosa pada jenis hernia inguinalis
lateralis. Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada
fetus.Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui
kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke
daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum.
b) Hernia dapatan atau akuista yaitu hernia yang timbul karena berbagai
factor pemicu.
Berdasarkan sifatnya hernia dibedakan menjadi :
a) Hernia reponible/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring
atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus.
b) Hernia ireponible, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia
inijuga disebut hernia akreta ( accretes = perlekatan karena fibrosis).
Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus
c) Hernia strangulate atau inkarserata (incarceration = terperangkap,
cancer = penjara), yaitu bila hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia
inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke
rongga perut disertai gangguan passase atau vaskularisasi. Hernia
strangulate mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya
karena tidak mendapat darah akibat pembuluh darahnya terjepit.
Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu
mendapat pertolongan segera.
2. Patofisiologi
Aktivitas mengejan saat eliminasi, batuk kronis, mengangkat benda
yang berat dan obesitas menyebabkan lokus minoris resisten terangsang
sehingga membuat tekanan intraabdomen meningkat. Hal tersebut
mengakibatkan kanalis inguinalis tertekan oleh isi abdomen/usus sehingga
membuat kanalis inguinalis terbuka dan membuat isi abdomen/usus
masuk ke dalam kanalis inguinalis sehingga disebut sebagai hernia
inguinalis. Pada hernia inguinalis lateral terjadi penonjolan isi perut di
lateral pembuluh epigastrik inferior dan mengakibatkan regangan
mesentrium sehingga isi segmen masuk ke kantung hernia. Hal tersebut
mengakibatkan nyeri pada daerah inguinal (Mansjoer, 2001).
Pada hernia inguinalis lateral juga terjadi obstruksi usus sehingga
mengakibatkan gangguan pada aliran isi dan vaskuler usus yang berakhir
pada hernia strangulate sehinggaperlu dilakukan hemioraphy serta
gangguan peristaltic usus yang dapat mengakibatkan diare/konstipasi.
Hernia inguinalis lateral juga dapat mengakibatkan pembesaran skrotum
akibat usus masuk kedalam skrotum (Mansjoer, 2001)
C. Clinical Pathway

Bayi baru lahir Aktivitas berat, batuk lama, mengejan

Kanalis inguinalis terbuka Peningkatan tekanan intra abdomen

Peritoneum tertarik ke daerah skrotum Fasia abdomen tidak mampu menahan tekanan

HERNIA
Peningkatan isi abdomen (usus) Prosedur pembedahan
memasuki kantong hernia
Defisiensi pengetahuan Kurang terpapar informasi Tindakan infasif Insisi
bedah
Peningkatan tekanan mengenai prosedur pembedahan
Usus terjepit Perdarahan Terputusnya
kontinuitas
Saluran limfe terbendung Ancaman kematian
jaringan syaraf
Peristaltik usus terganggu Tidak terkontrol
Oedem Sumbatan saluran cerna Krisis situasional Luka
post op
Kehilangan cairan berlebih
Penekanan pembuluh darah Regurgitasi isi usus Ansietas Resiko infeksi area
Abses Resiko Syok pembedaan
Iskemi jaringan Kembung
Resiko infeksi area Hilangnya efek
anestesi
pembedaan
Kerusakan jaringan Mual / muntah
Nyeri akut
Pelepasan mediator nyeri Intake menurun Ketidakseimbangan nutrisi:
Persepsi nyeri kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidaknyamanan,
Nyeri akut Bergerak akan sakit

Gangguan
mobilitas fisik
3. Etiologi
Hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Congenital
b. Obesitas
c. Ibu hamil
d. Mengejan
e. Pengangkatan beban berat
4. Tanda dan Gejala
a) Adanya benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak
benjolan dilipat paha;
b) adanya rasa nyeri pada benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan
mual;
c) terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi;
d) bila terjadi hernia inguinalis stratagulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas;
e) Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
5. Komplikasi
a) Inguinalis ireponibilis
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia
sehingga isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini
disebut hernia. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi
usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis,
adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan
isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar
lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus (Nurarif
dan Kusuma, 2013);
b) Inguinalis strangulata
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang
masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti
dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ) (Nurarif dan Kusuma,
2013);
c) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan
pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis (PPNI, 2009);
d) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah (PPNI, 2009);
e) Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki
(PPNI, 2009);
f) Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah (PPNI, 2009);
g) Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi (PPNI, 2009);
h) Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik,
abses (PPNI, 2009).
6. Pemeriksaan Khusus
a) Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi
untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin
terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien
dengan nyeri kronis pada groin.
b) USG
Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis.
c) CT scan dan MRI
Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi
(misalnya:hernia obturator).
d) Laparaskopi
Hernia yang ditemukan terkadang ditemukan saat laparaskopi untuk
nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.
Tabel 1. Benjolan lain yang harus dibedakan dari hernia pada dinding abdomen
Jaringan Benjolan
Kulit Kista sebasea atau epidermoid
Lemak Lipoma
Fasia Fibroma
Otot Tumor yang mengalami hernia melalui
pembungkusnya
Arteri Aneurisma
Vena Varikosa
Limfe Pembesaran KGB
Gonad Ektopik testis / ovarium
7. Terapi
a) Terapi Konservatif
1) Reposisi, hanya dilakukan pada hernia reponibel dengan memakai
kedua tangan, tangan yang satu melebarkan leher hernia, tangan
yang satu lagi memasukan isi hernia lewat leher hernia tersebut.
Pada asien yang takut operasi (anak-anak) dengan hernia
irreponibel dapat dicoba dengan cara : bagian hernia dikompres
dingin, diberi vallum 10 mg, pasien posisi trendelenberg (supine
dengan kepala lebih rendahdari badan), lakukan reposisi manual.
2) Suntikan, dilakukan seteah reposisi berhasil dengan cara
menyuntik ekitar tempat hernia dengan zat sklerotik (phenot atau
alcohol) untuk memperkecil pintu hernia.
3) Sabuk hernia, digunakan jika pasien menolak operasi dan pintu
hernia kecil. Sabuk ini juga dipakai ketika reposisi berhasil.
Penggunaan sabuk dilakukan pada pagi hari atau ketika pasien
menjalankan aktivitasnya dan akan dilepas ketika pasien
beristirahat atau malam hari.
b) Terapi Operatif
Hernia yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif
maka diperlukan tindakan operatif. Pembedahan secepat mungkin
setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia
sebagai berikut.
1) Herniotomi: dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat
setinggi mungkin dan selanjutnya dipotong.
2) Hernioraphy : mengikat leher hernia dan menggantungkannya
pada conjoint tendon supaya tidak keluar masuk lagi.
3) Hernioplasty : member kekuatan pada dinding perut dengan cara
mengikat conjoint ke ligamen inguinal. Hal ini tidak dilakukan
pada pasien anak-anak.
D. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No.
RM, dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya terdapat benjolan pada selangkangan
dan nyeri pada area benjolan.
3) Riwayat penyakit sekarang, HIL terjadi karena kongenital dan
acquired (didapat).
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga.
b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan
otot-otot pernafasan tambahan.
2) Sistem kardiovaskuler
Takikardia, hipertensi, orthostatic hipotensi.
3) Sistem neurologi
Keluhan pusing atau sakit kepala mungkin muncul, dapat
mengalami demam.
4) Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising
usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia, mual, muntah,
abdomen hipertimpani.
5) Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia.
6) Sistem muskuloskletal
Spasme otot, menurunnya kekuatan otot.
7) Sistem integumen
Adanya kemerahan pada daerah yang tertekan akibat tirah baring
(tanda awal decubitus), luka pada selangkangan, mukosa kering.
8) Sistem reproduksi dan seksualitas.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik hernia adalah secara inspeksi, palpasi, dan
auskultasi sebagai berikut (ganong, 1995 dalam Iscan, 2010; Sabiston,
1994; Swartz, 1995).
1) Inspeksi: ketika pasien diminta mengedan akan terlihat benjolan
pada lipat paha, bahkan benjolan bisa saja sudah nampak
meskipun pasien tidak mengedan.
2) Palpasi: dapat meraba benjolan yang kenyal, isinya mungkin
berupa usus, omentum atau ovarium. Palpasi juga dapat
menentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk dengan
jari (direposisi).
3) Auskultasi: pada pemeriksaan secara auskultasi, bila isi hernia
berupa usus maka bising usus dapat terdengar.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menggunakan tiga teknik
sederhana yaitu:
1) Finger Test
- Menggunakan jari ke-2 (telunjuk) atau jari ke-5 (kelingking)
- Dimasukkan lewat skroum melalui anulus eksternus ke kanal
inguinal
- Penderita di suruh batuk
- Jika impuls diujung jari berarti hernia inguinalis lateralis
(hernia yang keluar menjauhi usus)
- Jika impuls disamping jari berarti hernia inguinalis medialis
(hernia yang masuk dalam organ bagian dalam melewati usus).
2) Ziemen Test
- Posisi berbaring, bila ada benjolan minta pasien untuk
memasukkannya terlebih dahulu
- Hernia kanan diperiksa oleh tangan kanan dan sebaliknya
- Jari telunjuk tangan pemeriksa diletakkan diatas anulus
internus (1,5 cm diatas pertengahan SIAS-TV-Tuberculum
puicum)
- Jari tengah diletakkan diatas anulus eksternus
- Jari manis pada fossa ovalis
- Minta pasien untuk batuk
- Jika terasa dorongan pada jari telunjuk berarti hernia inguinalis
lateralis
- Jika terasa dorongan pada jari tengah berarti hernia inguinalis
medialis
- Jika terasa dorongan pada jari manis berarti hernia femoralis
(hernia yang kelaur melalui otot paha yang terdekat dengan
anus).
3) Thumb Test
- Posisi pasien berbaring dan benjolan dimasukkan kedalam
rongga perut
- Ibu jari pemeriksa ditekan pada anulus internus pasien
- Pasien diminta untuk mengejan atau meniup dengan hidung
dan mulut tertutup
- Bila benjolan keluar pada waktu mengejan berarti hernia
inguinalis medialis
- Bila tidak keluar berarti hernia inguinalis lateralis

d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).
2) Pemeriksaan laboratorium (tes darah lengkap, pemeriksaan feses,
pemeriksaan urine).
3) Pemeriksaan EKG.
4) Pencitraan (MRI, CT scan)

b) Diagnosa Keperawatan
a) Preoperasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan penekanan oleh isi hernia (agen
injury)
2) Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan tipe
prosedur bedah
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahn informasi.
b) Intraoperatif
1. Resiko jatuh berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis
dan efek anestesi serta posisi pasien
2. Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur
invasif
3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
c) Postoperatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
2. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan
status kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL
atau menghadapi prosedur bedah
3. Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan kontaminasi
luka bedah
4. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang
dingin
c) Perencanaan Keperawatan
a) Preoperatif

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC
berhubungan ..x.. jam pasien menunjukkan nyeri berkurang, Paint Management (1400):
dengan dibuktikan dengan kriteria hasil: 1. Kaji mengenai persepsi dan keyakinan mengenai
penyumbatan NOC nyeri
uretra Tingkat Nyeri [2102]
2. Kaji polamanajemen nyeri yang dilakukan oleh
a. Nyeri waktu berkurang
b. Pasien menunjukkan tanda- tanda pasien
kenyamanan/ tidak ada nyeri. 3. Beri informasi mengenai nyeri, faktor penyebab.
c. Ttv dalam rentang normal. 4. Diskusikan bersama pasien dan keluarga strategi
Kontrol Nyeri[1605] nyeri untuk pasien
a. Pasien menggunakan obat- obatan anti nyeri 5. Beri teknik untuk mengurangi nyeri
yang dianjurkan 6. Kolaborasikan pemberian analgesic
b. Pasien menggunakan cara mengontrol nyeri
dengan beberapa teknik
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan perawatan selama ..x... jam NIC: Koordinasi preoperatif [2880]
area pembedahan pasien tidak menunjukkan gejala risiko infeksi 1. Review operasi yang direncanakan
berhubungan dengan kriteria hasil : 2. Selesaikan pengkajian fisik dengan tepat
dengan tipe 3. Uraikan dan jelaskan perawatan dan tes diagnostic
prosedur bedah NOC
sebelum pendaftaran
Risk Control [1902]
a. Pasien mampu mengidentifikasi faktor risiko 4. Dapatkan specimen darah, urine (bila perlu)
b. Memonitor faktor risiko pada lingkungan 5. Dapatkan persetujuan tertulis untuk perawatan
c. Mematuhi trategi pencegahan infeksi yang (yang dilakukan)
dianjurkan 6. Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan
pertanyaan
7. Diskusikan rencana kepulangan setelah operasi

NIC: Kontrol Infeksi [6540]


1. Gunakan prinsip steril dalam setiap tindakan
2. Ajarkan cara mengontrol nyeri dengan teknik yang
sesuai kondisi pasien.
3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan kesehatan
4. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 200 dan 240 C

Manajemen Lingkungan [6480]


5. Bersihkan tempat atau wadah setiap kali
digunakan oleh pasien
6. Atur ruangan, jangan sampai lembab

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama ...x24 NIC:


nutrisi kurang dari jam nutrisi dapat terpenuhi a. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b. Berikan makanan yang terpilih sesuai dengan hasil
berhubungan NOC konsultasi ahli gizi
dengan mual a.Nutritional status: food and fluid c. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
muntah b. Nutritional status: nutrient intake d. Monitor BB pasien
c.Weight control e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
Kriteria Hasil makan
a.Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
b.Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c.Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d.Tidak menunjukkan penurunan berat badan
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 NIC:
berhubungan jam pasien bebas dari perasaan cemas Anxiety Reduction
dengan perubahan NOC a. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
status kesehatan a.Anxiety self-kontrol b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
b.Anxiety level selama prosedur
c.Coping c. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
Kriteria Hasil d. Dorong keluarga untuk senantiasa menemani pasien
a.Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan dan memberikan ketenangan pada pasien
gejala cemas e. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang dapat
b.mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan menyebabkan cemas
tehnik untuk mengontrol cemas f. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit pasien
c.Vital sign dalam batas normal g. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
d.Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh ketakutan, dan persepsi terhadap rasa sakit yang
menunjukkan penurunan kecemasan dialaminya
h. Kolaborasikan pemberian obat untuk menenangkan
pasien
5. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 NIC :
pengetahuan menit, pasien mengetahui informasi terkait kondisinya a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya dan
berhubungan NOC prosedur operasi
dengan kesalahn a.Knowledge: disease process
informasi b.Knowledge: health behavior b. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala),
Kriteria Hasil identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi
a.Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang tentang klien
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan c. Jelaskan tentang prosedur operasi
b.Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar
c.Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kempabi d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
apa yang dijelaskan digunakan untuk mencegah komplikasi
e. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
f. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
digunakan/ mendukung
g. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang
penyakit, prosedur operasi

b) Intra operatif
Diagnosa
No Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Resiko jatuh NOC: Keamanan Sosial NIC: Mencegah Jatuh
berhubungan Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera 1. Tekankan pentingnya mematuhi program terapeutik
dengan perubahan Kriteria hasil: 2. Dampingi pasien selama aktivitas yang diijinkan
fungsi neurologis a. Bebas dari cedera 3. Jaga agar penghalang tempat tidur tetap terpasan
dan efek anestesi b. Pasien dan keluarga menyetujui aktivitas 4. Bantu ambulasi dan aktivitas hidup sehari-hari
serta posisi pasien atau modifikasi aktivitas yang tepat dengan tepat
5. Menyesuaikan posisi pasien dengan kebutuhan
proses pembedahan dan beri pelindung dan
keamanan sesuai kebutuhan posisi pasien agar tetap
nyaman

2. Risiko infeksi NOC NIC


area pembedahan Kontrol resiko: proses infeksi (1924) Kontrol infeksi: Intraperioperatif (6545)
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Bersihkan debu dan permukaan mendatar dengan
dengan prosedur 1x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat pencahayaan di ruang operasi
invasif teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20° dan 24°
1. Mengetahui konsekuensi terkait infeksi
2. Mengetahui perilaku yang berhubungan C
dengan risiko infeksi 3. Monitor dan jaga kelembaban relatif antara 20%
3. Memonitor faktor lingkungan yang dan 60%
berhubungan dengan risiko 4. Monitor dan jaga aliran udara yang berlapis
4. Mempertahankan lingkungan yang bersih 5. Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
5. Memonitpr perubahan status kesehatan 6. Verifikasi bahwa antibiotik profilaksis telah
diberikan dengan tepat
7. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan universal/
Universal Precautions
8. Pastikan bahwa personil yang akan melakukan
tindakan ope- rasi mengenakan pakaian yang sesuai
9. Lakukan rancangan tindakan isolasi yang sesuai
10. Monitor teknik isolasi yang sesuai
11. Verifikasi keutuhan kemasan steril
12. Verifikasi indikator indikator sterilisasi
13. Buka persediaan peralatan steril dengan
menggunakan teknik aseptik
14. Sediakan sikat, jubah, dan sarung tangan, sesuai
kebijakan institusi
15. Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota
tim
16. Bantu mengenakan pakaian pasien, memastikan
perlindungan mata, dan meminimalkan tekanan
terhadap bagian-bagian tubuh tertentu
17. Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
18. Monitor area yang steril untuk menghilangkan
kesterilan dan penentuan waktu istirahat yang benar
sesuai indikasi
19. Jaga keutuhan kateter dan jalur intravaskular
20. Periksa kulit dan jaringan di sekitar lokasi
pembedahan
21. Letakkan handuk basah untuk mencegah penyatuan
cairan antimikroba
22. Oleskan salep antimikroba pada lokasi pembedahan
sesuai kebijakan
23. Angkat handuk basah
24. Dapatkan kultur jaringan jika diperlukan
25. Batasi kontaminasi yang terjadi
26. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
27. jaga ruangan tetap rapi dan teratur untuk membatasi
konta- minasi
28. Pakai dan amankan pakaian pakaian bedah
29. Angkat penutup beserta barang-barang yang lain
untuk mem- batasi kontaminasi
30. Bersihkan dan sterilkan instrumen dengan baik
31. Koordinasikan pembersihan dan persiapan ruang
operasi untuk pasien berikutnya
3. Risiko syok NOC :Pencegahan syok NIC :Pencegahan syok (4260)
hipovolemik
(00205) Management syok 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna
kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
perifer, dan CRT)
….x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan

1. Irama jantung dalam batas yang diharapkan 3. Monitor input dan output
2. Frekuensi nafas daam batas yang diharapkan 4. Monitor tanda awal syok
3. Irama pernafasan dalam batas yang Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
diharapkan

c) Postoperatif
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Paint management
… x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang 1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
NOC: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
1. Pain level faktor presipitasi)
2. Pain control 2. Beri penjelasan mengenai penyebab nyeri
3. Comfort level 3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Segera immobilisasi daerah fraktur
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 5. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi 6. Ajarkan pasien tentang alternative lain untuk
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengatasi dan mengurangi rasa nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 7. Ajarkan teknik manajemen stress misalnya
menggunakan manajemen nyeri relaksasi nafas dalam
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
frekuensi, dan tanda nyeri) pemberian obat analgeik sesuai indikasi
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Ansietas/cemas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 Anxiety Reduction
berhubungan x 30menit, ansietas berkurang 1. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
dengan krisis 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
situasi, perubahan NOC : selama prosedur
status kesehatan, Anxiety self-control 3. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan
kekhawatiran Anxiety level 4. Dorong keluarga untuk senantiasa menemani
tentang 1. Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan pasien dan memberikan ketenangan pada pasien
pengaruhnya pada gejala cemas 5. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang dapat
ADL atau 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menyebabkan cemas
menghadapi menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 6. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit
prosedur bedah 3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal pasien
4. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan 7. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya ketakutan, dan persepsi terhadap rasa sakit yang
kecemasan dialaminya
8. Kolaborasikan pemberian obat untuk
menenangkan pasien
3. Resiko infeksi NOC NIC
area pembedahan Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540)
berhubungan Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama setiap pasien
kontaminasi luka 1x24 jam, tidak terjadi infeksi pada pasien dengan 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
bedah kriteria hasil: SOP rumah sakit
1. Luka tidak berbau busuk 3. Batasi jumlah pengunjung
2. Pasien tidak demam (suhu stabil) 4. Ajarkan cara mencuci tangan
3. Tidak terdapat nanah pada luka
4. Pasien dapat mengidentifikasi faktor resiko Perlindungan infeksi (6550)
5. Mengenali faktor resiko individu 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Surgical Recovery: Convalescence [0800]
a. Pasien menunjukkan penyembuhan luka Manajemen nutrisi (1100)
b. Pasien tidak menunjukkan infeksi pada daerah 7. Tentukan status gizi pasien
luka 8. Identifikasi adanya alergi

Identifikasi resiko (6610)


9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan

Incision Site Care [3440]


7. Inspeksi gejala infeksi, seperti kemerahan,
pembengkakan.
8. Monitor penyembuhan di luka insisi
9. Gunakan prinsip steril setiap memebrsihkan area
luka Ganti balutan luka dengan interval yang
ditentukan
10. Gunakan balutan luka yang sesuai
11. Ajarkan ke keluarga menegnai bagaimana
merawat luka insiis, termasuk tanda dan gejala
infeksi.
4. Hipotermia NOC : NIC : Temperature Regulation
berhubungan Thermoregulation 1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam dengan tepat.
dengan - Terjadi peningkatan suhu tubuh ke batas normal 2. Monitor tekanan darah dan RR dengan tepat
pemajanan - Hipotermia teratasi 3. Monitor warna kulit dan suhu.
lingkungan yang 4. Monitor tanda dan gejala hipotermia.
dingin Vital Signs 5. Berikan selimut hangat untuk meningkatkan suhu
a. Nadi meningkat ke batas normal tubuh pasien.
b. Tekanan darah meningkat ke batas normal
d) Discharge Planning
a. Persiapan perawatan di rumah
Hal yang harus dikaji meliputi tingkat pengetahuan klien dan
keluarga dan lingkungan rumah. Hal-hal yang memungkinkan
jauh dan celaka harus dihilangkan. Ruang harus bebas/minimal
perabot untuk memudahkan klien bergerak dengan alat bantu.
Toilet duduk bisa disiapkan untu membantu kemandirian klien
dalam bereliminasi
b. Edukasi klien/keluarga
Klien dengan hernia biasanya dipulangkan kerumah masih dalam
keadaan memakai balutan post op. Perawat harus menyiapkan
instruksi verbal/tertulis untuk klien/keluarga/caregiver bagaimana
mengkaji dan merawat luka untuk meningkatkan penyembuhan
dan mencegah infeksi. Klien dan keluarga harus tahu bagaimana
komplikasi/tanda-tanda komplikasi dan dimana serta kapan harus
menemui atau kontak dengan tenaga kesehatan profesional.
c. Psikososial
Perawat mengidentifikasi masalah potensial/aktual dirumah sakit
dan mengatur untuk evaluasi di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Iscan, Hendrizal. 2010. “Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara


Lightenstein dengan Trabucco”. Tidak Diterbitkan. Penelitian Akhir.
Padang: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas,
RSUP Dr. M. Djamil.

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.

Maulana, Razi.2011. Hernia. http://razimaulana.wordpress.com/2011/03/23


[diakses pada 30 oktober 2016]

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Schwartz et al. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC.

_____. 2009. Hernia Inguinalis. Klaten : PPNI Klaten

Anda mungkin juga menyukai