1. Bronkiektasis lokal terjadi setelah pneumonia berat atau terjadi distal dari endobronkial (benda asing atau tumor) atau obstruksi ekstrabronkial (tuberculosis KGB hilus-sindrom Brock). 2. Bronkiektasis generalisata : fibrosis kistik, diskinesia silier (sindrom kartagener), sindrom young (kelainan mukus) dan defek imun (defisiensi imunoglobulin atau komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan infeksi persisten dan kerusakan dinding bronkus, begitu pula kompleks imun (aspergilosis bronkopulmonal alergika, atritis reumatoid, penyakit inflamasi usus). Adanya fibrosis paru sebagai penyakit yang mendasari bisa menyebabkan tarikan dinding bronkus sehingga menjadi bronkiektasis traksi. Penyakit langka yang berhubungan dengan keluhan ini adalah sindrom kuku kuning, defisiensi α1-antitripsin dan sindrom marfan. 3. Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab yang paling umum dari bronkiektasis adalah infeksi, namun penelitian yang dilakukan oleh Pasteur dkk di Inggris pada tahun 2000 mendapatkan data dari 150 kasus bronkiektasis, 53% kasus tidak dapat diidentifikasi kausa spesifiknya. 4. Penyebab pasti bronkiektasis sulit ditentukan; dengan pemeriksaan klinis yang menyeluruh, pemeriksaan laboratorium dan patologik, 50-80% kasus bronkiektasis masih idiopatik. Penelitian di Inggris pada tahun 2000 terhadap 150 pasien bronkiektasis kulit putih mendapatkan 53% penyebabnya masih idiopatik. Penelitian lain di Inggris menunjukkan hanya 26% idiopatik. Pada kedua penelitian tersebut, pasca-infeksi paru merupakan salah satu penyebab tersering, dan didapatkan pada sepertiga kasus. Pada anak-anak penyebab tersering bronkiektasis adalah fibrosis kistik, namun prevalensi bronkiektasis non-fibrosis kistik pada anak-anak terus meningkat terutama di negara berkembang. Penyebab bronkiektasis non-fibrosis kistik dapat dilihat pada tabel Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit bronkiektasis non-fibrosis kistik antara lain pasca-infeksi 5. paru, COPD (chronic obstructive pulmonary disease), disfungsi imun, penyakit inflamasi/reumatologi, defisiensi alfa-1 antitripsin, klirens mukosilier, malnutrisi atau gizi buruk, dan peningkatan usia. Haemophilus influenzae adalah kuman yang paling banyak didapatkan dari sputum pasien. Pseudomonas aeruginosa berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, eksaserbasi, lama rawat inap, dan penurunan kualitas hidup. Infeksi Nontuberculous mycobacterial (NTM) juga berperan penting pada penyakit bronkiektasis, namun prevalensinya hanya sekitar 2-10%. Patofiologi Patofisiologi dari bronkiektasis dapat terjadi akibat faktor konginetal seperti kekurangan mechanism pertahanan yang didapat, ketika imunitas seseorang menurun sehingga bakteri, virus, jamur dapat dengan mudah menginfeksi dan mengakibatkan terjadinya pneumonia berulang, peradangan ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada dinding bronkus. Ketika dinding bronkus rusak sehingga batuk menjadi tidak efektif, akibatnya kemampuan untuk mengeluarkan sekret menjadi menurun. Sekret yang menumpuk menjadi tempat berkembangnya bakteri yang dapat menimbulkan infeksi . Ketika dinding bronkial yang terinfeksi menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat dan dapat mengalami batuk darah(hemoptisis) akibat nekrosis mukosa bronkus yang mengenai pembuluh darah sehingga menimbulkan pendarahan. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindroma kartagener dan kurangnya kartilago bronkus dapat menyebabkan terkumpulnya sekret sehingga kuman berkembang dan infeksi bakteri pada dinding bronkus. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otot dan elastin sehingga terjadi kerusakan bronkus yang menetap. Kemampuan bronkus untuk berkontraksi berkurang dikarenakan kemampuan mengeluarkan sekret menurun sehingga terjadi ketidakefektifan jalan nafas. infeksi bakteri pada dinding bronkus juga menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh sehingga dapat terjadi hipertermi. Penyakit brokiektasis dapat terjadi pada pasien yang mengalami peyakit paru primer (tumor paru, benda asing, Tb paru) sehingga mengakibakan obstruksi pada saluran pernapasan. Kerusakan ini dapat menyebabkan ateletaksis, penyerapan udara di parenkim dan sekitarnya menjadi tersumbat hal ini menyebabkan ketidakefektifan pola nafas serta menjadikan tekanan intra pleura lebih negatif dari tekanan atmosfer. Dengan demikian bronkus akan mengalami dilatasi, sekret akan terkumpul menyebabkan infeksi sekunder. Sekret yang terkumpul dapat menyebabkan mudah terjadinya infeksi sehingga akan mengalami bronkiektaksis yang menetap dan resiko infeksi. Retensi sekresi dan obstruksi yang pada akhirnya menyebabkan alveoli mengalami kolaps. Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.