Pembimbing :
Oleh :
SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................2
2.1 Definisi Ikterus................................................................................2
2.2 Epidemiologi Ikterus........................................................................2
2.3 Etiologi Ikterus................................................................................3
2.4 Patofisiologi Ikterus.........................................................................4
2.5 Pendekatan Diagnosis....................................................................7
2.5.1 Presentasi Klinis.......................................................................7
2.5.2 Diagnosis Klinis........................................................................7
2.6 Temuan Laboratorium..................................................................12
2.6.1 Tes Diagnostik........................................................................12
2.6.2 Pencitraan..............................................................................14
2.6.3 Pemeriksaan Biopsi...............................................................15
2.7 Diagnosis Banding........................................................................15
2.8 Pengobatan...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20
DAFTAR GAMBAR
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.3 Etiologi Ikterus
Ada berbagai penyebab ikterus pada orang dewasa dan
diklasifikasikan menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan bilirubin
terkonjugasi ini dapat berguna dalam menentukan etiologinya.
Penyebab utama hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi :
Yang diwariskan (misalnya : Sindrom Gilbert) atau kelainan
bilirubin terkonjugasi yang didapat (misalnya : Di induksi
obat).
Hemolisis intravaskular dan ekstravaskular (misalnya :
Autoimun, toksik, infeksi, mekanis).
Gangguan produksi sel darah merah (dyserythropoiesis)
atau peningkatan destruksi sel darah merah (misalnya :
sikle cell anemia dan hemoglobinopati lainnya).
Penyebab campuran hiperbilirubinemia :
Penyakit hati akut atau kronis.
Penyebab hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang utama :
Kolestasis intahepatik :
- Yang diwariskan (misalnya : Dubin-Johnson
syndrome, Rotor sindrom, gangguan PFIC).
- Sirosis bilier primer.
- Apapun yang menyebabkan penyakit hati kronis.
- Toxic / terkait obat.
- Sepsis.
- Penyakit infiltratif (sarkoid, amiloidosis) atau
sequestrative (sickle cell hepatic crisis).
- Kehamilan.
- Keganasan (limfoma).
- Pasca operasi.
Kolestasis ekstrahepatik :
Obstruksi bilier intrinsik :
- Cholelithiasis (choledocholithiasis).
- Keganasan (cholagiocarcinoma).
3
- Cholangitis sklerosis primer.
- Cholangitis sclerosing dari penyebab lain
(kemoterapi, autoimun).
Infeksius - infeksi parasit.
HIV dan AIDS terkait Cholangiopaty.
Obstruksi bilier ekstrinsik:
Keganasan (Malignan) :
Kanker pankreas.
Limfoma.
Limfadenopati metastatik.
Jinak (Benign) :
Pankreatitis akut dan kronis dan sekuelnya.
Komplikasi pasca bedah
Mirizzi’s syndrome.
Developmental anomalies.
(Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014)
4
Bilirubin dibentuk didalam sel retikuloendotelial yang sifatnya tidak
larut dalam air. Untuk dapat diangkut ke darah, bilirubin harus bersifat
larut air sehingga perlu berikatan dengan albumin. Bilirubin tak
terkonjugasi terikat albumin kemudian diangkut ke hati, kemudian
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh hepatosit (Pratt & Kaplan, 2005).
5
(umumnya 3 mg/dL) di filtrasi oleh glomerulus ginjal dan diekskresikan
melalui urin (Pratt & Kaplan, 2005).
6
2.5 Pendekatan Diagnosis
7
keganasan. Stigmata penyakit hati kronis termasuk eritema palmar,
leuconychia, pembesaran parotis, multiple spider nevi (dalam
distribusi vena cava superior, misal di atas garis puting),
ginekomastia, rambut aksila rontok, asites, pelearan vena
abdominal, hepatomegali, splenomegali, dengung vena di daerah
epigastrium, dan atrofi testis. Tenderness di kuadran kanan atas
mungkin mengindikasikan kolangitis, dan kandung empedu yang
membesar, teraba (tanda Courvoisier) dapat dilihat pada obstruksi
bilier ganas (Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014).
c. Alur Diagnosis Ikterus
Gambar 2.2 Alur Diagnosis Ikterus (Douglas, Nicol and Robertson, 2013)
8
1. Adakah bukti adanya penyakit hati kronik
Indikator adanya penyakit hati kronik meliputi stigmata fisik
(clubbing finger, eritema Palmaris, spider naevi, rambut ketiak dan
pubis rontok, pembengkakan paratiroid, ginekomastia, atrofi testis)
dan adanya komplikasi sirosis berupa hipertensi portal (ditandai
dengan hematemesis melena / varises esophagus, asites,
splenomegali, dan ensefalopati). Pasien dengan kecurigaan sirosis
memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan penyebab
dan menilai komplikasi meliputi USG abdomen, laboratorium
(serologi, metabolik, autoimun) hingga biopsi hati jika perlu
sehingga perlu dirujuk ke spesialis penyakit dalam dengan fasilitas
yang lebih lengkap. Pertimbangkan kemungkinan sindroma Budd-
Chiari pada pasien dengan ikterus, asites, hepatomegali, dan nyeri
abdomen yang terjadi dengan cepat (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013)
Tabel 2. 1 Stigmata Penyakit Hati Kronik (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013)
Stigmata dari Penyakit Hati Kronik
Digital clubbing
Palmar erythema
Spider naevi
Loss of axillary/pubic hair
Parotid swelling
Gynaecomastia
Testicular Atrophy
9
2. Apakah kadar enzim hati, PPT, dan albumin normal?
Pertimbangkan terjadinya hemolisis pada pasien ikterus
dengan splenomegali, peningkatan bilirubin indirek, enzim hati
(SGOT dan SGPT) normal, penurunan kadar hemoglobin dan
peningkatan retikulosit.Jika terdapat ikterus ringan, tidak ada
gambaran hemolisis atau penyakit hati kronik, enzim hati normal,
namun ada peningkatan bilirubin indirek, pertimbangkan diagnosis
sindroma Gilbert (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
3. Adakah bukti adanya kolestasis?
Pasien ikterus dengan tinja berwarna pucat, urin berwarna
gelap, peningkatan bilirubin direk, dan peningkatan kadar GGT
yang tidak sebanding dengan SGOT/SGPT menunjukkan adanya
kolestasis. Jika keluhan disertai demam, menggigil, dan nyeri
kuadran kanan atas kemungkinan ada infeksi bakteri di sebelah
proksimal obstruksi (kolangitis asendens). Pada kondisi ini pasien
memerlukan antibiotik segera dan rujukan ke dokter spesialis
bedah untuk tindakan dekompresi.Jika tidak terdapat gejala
infeksi/sepsis, pasien memerlukan pemeriksaan USG untuk
mencari dilatasi saluran empedu (menunjukkan adanya kolestasis
ekstrahepatik) dan penyebab yang mendasari, misalnya batu
empedu. Jika penyebab yang mendasari tidak ditemukan melalui
USG, pasien memerukan pemeriksaan pencitraan lebih lanjut
berupa MRCP ataupun CT scan untuk menyingkirkan adanya batu
empedu atau kanker pankreas (Douglas, Nicol and Robertson,
2013).
4. Apakah kadar SGPT > 500 U/L, PT meningkat, atau gambaran
ensefalopati?
Peningkatan SGPT > 500 U/L, masa protrombin (PT) yang
memanjang, dan adanya ensefalopati tanpa penyakit hati
sebelumnya menunjukkan adanya ‘gagal hati akut’.Ensefalopati
10
hepatik dapat tampak samar, carilah dengan seksama dan lakukan
pemeriksaan khusus apraksia konstitusional seperti menggambar
bintang bersudut lima atau wajah jam dan pemeriksaan asteriksis.
Singkirkan kemungkinan hipoglikemia dan gangguan metabolik
lainnya serta pertimbangkan pemeriksaan CT scan otak untuk
menyingkirkan kelainan patologik intrakranial. Pasien dengan gagal
hati akut perlu dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk
pemeriksaan lanjutan mengenai penyebab dan pemantauan ketat
terhadap komplikasi (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
5. Apakah hati teraba / suspek keganasan?
Pasien ikterus yang disertai dengan hepatomegali, penurunan
berat badan, kakeksia, dan limfadenopati dicurigai sebagai
keganasan dan memerlukan pemeriksaan pencitraan USG / CT
abdomen untuk konfirmasi diagnosis (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013).
6. Adakah konsumsi alkohol yang berlebihan atau konsumsi
alkohol yang terus menerus dan tidak terkendali
Curigai hepatitis alkoholik pada setiap pasien dengan dengan
konsumsi berlebihan dalam jangka waktu lama misalnya > 40
unit/minggu atau baru saja minum berlebihan > 100 unit / minggu,
atau mengalami gejala putus alcohol berat setelah perawatan 24 –
48 jam. Gambaran yang mendukung meliputi hepatomegali yang
terasa nyeri dan rasio SGOT : SGPT > 1 (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013).
7. Adakah kemungkinan disebabkan oleh obat?
Anamnesis obat yang digunakan dalam 6 minggu sebelumnya
termasuk obat-obat yang dijual bebas misalnya NSAID,
parasetamol, dan obat herbal untuk menyingkirkan diagnosis DILI
(drug –induced liver injury). Hasil pemeriksaan uji fungsi hati dapat
memakan waktu berbulan-bulan untuk kembali normal setelah
penghentian obat (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
11
8. Pertimbangkan penyebab lainnya. Pemeriksaan bertarget atau
skrining hati lengkap.
Jika penyebab masih tetap belum jelas, lakukan skrining untuk
kondisi virus, autoimun, herediter, dan metabolik, rencanakan USG
bila belum dilakukan sebelumnya, dan pastikan adanya konsumsi
alkohol.Jika terdapat ikterus dengan demam, purpura, penurunan
trombosit, kongesti konjungtiva, dan paparan terhadap air yang
terkontaminasi kemungkan pasien terinfeksi leptospira, lakukan
pemeriksaan serologi dan berikan antibiotik secara empiris.Biopsi
hati mungkin diperlukan jika ikterus menetap tanpa sebab yang
jelas dan obat-obatan yang berpotensi sebagai penyebab telah
disingkirkan (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
12
di atas 25 sampai 30 mg/dL (428-513 umol/L) seringkali disebabkan
adanya hemolisis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan
penyakit hepatobilier berat (Sulaiman, 2009).
Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit
dasarnya, namun seringkali meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan
tinggi sangat mungkin karena proses hepatoselular, namun kadang-
kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama pada
sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus
koledokus. Peninggian aminotransferase >500 U lebih mengarah
kepada hepatitis atau keadaan hipoksia akut (Sulaiman, 2009).
Peningkatan amilase serum menunjukan sumbatan
ekstrahepatik. Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria
mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer (Sulaiman, 2009).
Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan fosfatase
alkali yang normal menunjukan kemungkinan proses hemolisis atau
penyakit sindrom Gilbert; ini dipastikan dengan fraksionasi bilirubin
(Sulaiman, 2009).
Konsentrasi albumin yang rendah dan globulin yang tinggi
menunjukan adanya penyakit kronis. Peningkatan waktu protrombin
yang membaik setelah pemberian vitamin K (5-10 mg IM selama 2-3
hari) lebih mengarah pada keadaan kolestatik daripada proses
hepatoselular (Sulaiman, 2009).
Berbagai penyebab timbulnya jaundice memiliki nilai laborat
yang berbeda-beda, secara garis besar dapat dilihat pada gambar
tabel di bawah ini.
13
Gambar 2.3 Abnormalitas Biokimia Pada Ikterus
(Leach and van Boxel, 2013)
Bergantung dari rasio bilirubin terkonjugasi dan nonkonjugasi,
pemeriksaan follow-up yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan
hemolisis jika enzim hati normal dan bilirubin indirect meningkat.
Kemudian apabila enzim hati meningkat, perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mencari kondisi penyebab seperti dilakukan tes serologi hepatitis
viral untuk Hepatitis C (anti-HCV dan HCV RNA), hepatitis B (HBsAg,
anti-HBs, anti-HBc, HBV DNA), hepatitis A (anti-HAV). Penyebab
lainnya ialah kelainan autoimun, dapat dilakukan pemeriksaan ANA,
SMA, antibodi anti-LKM, serum immunoglobulin. Bila curiga penyakit
metabolik, dapat dilakukan pemeriksaan kadar besi meliputi saturasi
dan kadar ferritin, jika ferritin meningkan dan saturasi >50% dapat
dilakukan pemeriksaan genetik untuk hemochromatosis (HFE genetic
testing). Pemeriksaan lainnya adalah serum ceruloplasmin untuk
penyakit Wilson dan kadar alpha-1 antitripsin. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan pemeriksaan HIV jika dicurigai dari riwayat yang didapat,
pemeriksaan kadar serum ACE jika enzim kolestatik meningkat untuk
sarcoidosis. Jika bilirubin direct meningkat dan enzim kolestatik juga
meningkat, dapat dilakukan pemeriksaan tumor markers CA19-9 untuk
cholangiocarcinoma atau kanker pankreas pemeriksaan (Ahmad,
Friedman and Dancygier, 2014).
2.6.2 Pencitraan
14
Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP)
memberikan kemungkinan untuk melihat secara langsung saluran
bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan scbab sumbatan
ekstrahepatik. Percutaneous Transhepatic Cholangiography
(PTC)dapat pula dipergunakan untuk maksud ini, kedua cara tersebut
di atas mempunyai potensi terapeutik. Pemeriksaann MRCP dapat
pula untuk melihat langsung saluran empedu dan mendeteksi batu dan
kelainan duktus lainnya dan merupakan cara non-invasif alternatif
terhadap ERCP (Sulaiman, 2009).
15
Dengan data tersebut diatas diagnosis banding penyebab ikterus
dapat disusun berdasarkan rasio peningkatan bilirubin terkonjugasi
dan tak terkonjugasi serta kelainan test fungsi hati yang lain sehingga
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:
16
Tabel 2. 2 Diagnosis banding pasien ikterus obstruksi dan
hepatoseluler
A. Infeksi Virus
1. Hepatitis A, B, C, D, dan E
2. EBV
3. CMV
4. HSV
B. Alkohol
C. Keracunan obat
1. Dapat diduga, dose-dependent (misal
acetaminophen)
2. Tak terduga / idiosyncrotic (misal isoniazid)
D. Toxin dari lingkungan
1. Vinyl chloride
2. Jamaica bush tea – pyrrolizidine alkaloid
3. Kava kava
4. Jamur seperti Amanita phalloides atau A. verna
E. Wilson’s disease
17
F. Autoimmune hepatitis
I. Intrahepatik
A. Hepatitis virus
1. Fibrosing cholestatic hepatitis – hepatitis B dan C
2. Hepatitis A, EBV, CMV
B. Hepatitis alkoholik
C. Keracunan obat
1. Kolestasis murni: anabolik dan obat kontrasepsi
2. Hepatitis kolestatik: chlropromazine, erythromycin
estolate
3. Kolestasis kronik: chlropromazine dan
prochlorperazine
D. Primary billiary cirrhosis
E. Primary sclerosing cholangitis
F. Vanishing bile duct syndrome
G. Diturunkan
1. Progressive familial intrahepatic cholestasis
2. Benign recurrent cholestasis
H. Cholestasis of pregnancy
I. Nutrisi parenteral total
J. Sepsis nonhepatobilier
K. Benign postoperative cholestasis
L. Paraneoplastic syndrome
M. Venocclusive disease
N. Graft-versus-host disease
O. Penyakit infiltratif (TB, limfoma, amyloid)
P. Infeksi (malaria, leptospirosis)
II. Ekstrahepatik
A. Maligna (Cholangiocarcinoma, Ca pankreas, Ca
gallbladder, Ca ampullary, malignat involvement dari
limfenodi porta hepatik)
B. Benigna (Choledocholithiasis, postoperative biliary
structrures, primary sclerosing cholangitis,
pancreatitis kronik, AIDS cholangiopathy, mirizzi’s
sindrom, ascariasis)
2.8 Pengobatan
Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar
penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya
gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan
penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan
18
ireversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap
kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua, kecuali jika
terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya
membaik setelah permberian fitonadion (vitamin K) 5-10 mg/hari
subkutan untuk 2-3 hari (Sulaiman, 2009).
19
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman, A. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Edited
by A. W. Sudoyo et al. Jakarta Pusat: Interna Publishing.
Purbayu, Herry. (2015) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua.
Edited by Tjokroprawiro, Askandar et al. Surabaya: Pusat Penerbitan
dan Percetakan UNAIR.
20