Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ILMU PENYAKIT DALAM

PENDEKATAN KLINIS IKTERUS

Pembimbing :

dr. Gunady Wibowo R., Sp.PD, KGEH

Oleh :

Tsalis Yuna Hafshoh 2019.04.20.186

Ummu Aiman 2019.04.20.187

Valensia Melina Atmajaya 2019.04.20.188

Valentina Verrell Purnomo 2019.04.20.189

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSAL DR. RAMELAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Pendekatan Klinis Ikterus” telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas baca dalam rangka meyelesaikan studi
kepaniteran klinik Dokter Muda di bagian Ilmu Penyakit Dalam.

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Gunady Wibowo R., Sp.PD, KGEH


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................2
2.1 Definisi Ikterus................................................................................2
2.2 Epidemiologi Ikterus........................................................................2
2.3 Etiologi Ikterus................................................................................3
2.4 Patofisiologi Ikterus.........................................................................4
2.5 Pendekatan Diagnosis....................................................................7
2.5.1 Presentasi Klinis.......................................................................7
2.5.2 Diagnosis Klinis........................................................................7
2.6 Temuan Laboratorium..................................................................12
2.6.1 Tes Diagnostik........................................................................12
2.6.2 Pencitraan..............................................................................14
2.6.3 Pemeriksaan Biopsi...............................................................15
2.7 Diagnosis Banding........................................................................15
2.8 Pengobatan...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi Ikterus..................................................................6


Gambar 2.2 Alur Diagnosis Ikterus..............................................................8
Gambar 2.3 Abnormalitas Biokimia Pada Ikterus......................................13
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stigmata Penyakit Hati Kronik.....................................................9


Tabel 2.2 Diagnosis banding pasien ikterus obstruksi dan hepatoseluler.16
Tabel 2.3 Penyebab ikterus tanpa kelainan faal hati yang lain.................17
Tabel 2.4 Penyebab ikterus dengan pola hepatoseluler...........................17
Tabel 2.5 Penyebab ikterus dengan pola kolestatik..................................18
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus adalah perubahan warna kulit, seklera mata, dan
jaringan lainya (memberan mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meninggkat konsentrasinya dalam
sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat dari pemecahan
cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.

Kata ikterus (Jaundice) berasal dari kata perancis jaune yang


berarti kuning. Ikterus sebaiknya di periksa dibawah cahaya terang
siang hari, dengan melihan sklera mata. Ikterus yang ringan dapat
paling awal dilihat pada sklera mata, dan jika ini terjadi konsentrasi
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 µmol/L) jika ikterus
sudah dapat dengan jelas di lihat dengan mata, maka kadar bilirubin
sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg/dL (Sulaiman, 2009).

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ikterus

Ikterus terjadi ketika ada peningkatan kadar bilirubin total serum


yang dapat dideteksi secara klinis. Pada orang dewasa nilai batas atas
normal untuk kadar bilirubin total adalah 1,2 mg / dL. Penyakit kuning
hanya menjadi jelas secara klinis ketika total bilirubin naik menjadi
lebih dari 2 mg / dL, dan pertama kali terlihat di sklera dan daerah
sublingual.

Sebagian besar bilirubin total ada dalam serum dalam bentuk


tidak terkonjugasi tetapi penyakit hati akut atau kronis dapat
memengaruhi beberapa langkah dalam pemprosesan bilirubin dan
dapat menyebabkan hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi,
terkonjugasi atau hiperbilirubinemia campuran.

Karena bilirubin adalah produk akhir dari metabolisme heme


dan terkonjugasi di hati dan kemudian diekskresikan ke dalam pohon
bilier (biliary tree), penyakit kuning dapat terjadi akibat disfungsi pada
salah satu dari tiga langkah ini (Ahmad, Friedman and Dancygier,
2014)

2.2 Epidemiologi Ikterus

Tidak ada data yang dapat diandalkan tentang kejadian


penyakit kuning pada populasi orang dewasa secara umum.

Pada pasien dewasa yang mengalami ikterus, kejadian nya


dapat di sebabkan oleh berbagai etiologi tergantung pada beberapa
faktor demografis, terutama usia dan geografi, dan faktor risiko untuk
penyakit hati yang mendasarinya (Ahmad, Friedman and Dancygier,
2014)

2
2.3 Etiologi Ikterus
 Ada berbagai penyebab ikterus pada orang dewasa dan
diklasifikasikan menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan bilirubin
terkonjugasi ini dapat berguna dalam menentukan etiologinya.
 Penyebab utama hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi :
 Yang diwariskan (misalnya : Sindrom Gilbert) atau kelainan
bilirubin terkonjugasi yang didapat (misalnya : Di induksi
obat).
 Hemolisis intravaskular dan ekstravaskular (misalnya :
Autoimun, toksik, infeksi, mekanis).
 Gangguan produksi sel darah merah (dyserythropoiesis)
atau peningkatan destruksi sel darah merah (misalnya :
sikle cell anemia dan hemoglobinopati lainnya).
 Penyebab campuran hiperbilirubinemia :
 Penyakit hati akut atau kronis.
 Penyebab hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang utama :
 Kolestasis intahepatik :
- Yang diwariskan (misalnya : Dubin-Johnson
syndrome, Rotor sindrom, gangguan PFIC).
- Sirosis bilier primer.
- Apapun yang menyebabkan penyakit hati kronis.
- Toxic / terkait obat.
- Sepsis.
- Penyakit infiltratif (sarkoid, amiloidosis) atau
sequestrative (sickle cell hepatic crisis).
- Kehamilan.
- Keganasan (limfoma).
- Pasca operasi.
 Kolestasis ekstrahepatik :
 Obstruksi bilier intrinsik :
- Cholelithiasis (choledocholithiasis).
- Keganasan (cholagiocarcinoma).

3
- Cholangitis sklerosis primer.
- Cholangitis sclerosing dari penyebab lain
(kemoterapi, autoimun).
 Infeksius - infeksi parasit.
 HIV dan AIDS terkait Cholangiopaty.
 Obstruksi bilier ekstrinsik:
 Keganasan (Malignan) :
 Kanker pankreas.
 Limfoma.
 Limfadenopati metastatik.
 Jinak (Benign) :
 Pankreatitis akut dan kronis dan sekuelnya.
 Komplikasi pasca bedah
 Mirizzi’s syndrome.
 Developmental anomalies.
(Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014)

2.4 Patofisiologi Ikterus


Bilirubin merupakan suatu pigmen tetrapyrrole, yakni produk
pemecahan dari Heme . Sekitar 70 - 80% dari 250 – 300 mg bilirubin
yang dihasilkan setiap hari berasal dari pemecahan hemoglobin pada
sel darah merah yang telah menua. Sisanya berasal dari sel erythroid
yang secara dini dihancurkan di sumsum tulang dan dari turn over
hemoprotein seperti mioglobin dan sitokrom yang ditemukan dalam
jaringan tubuh. (Pratt & Kaplan, 2005)

Pembentukan bilirubin terjadi pada sel retikuloendotelial,


terutama di lien dan hati. Reaksi pertama, di katalisis oleh enzim
mikrosomalheme oxygenase, secara oksidatif memisahkan jembatan
kelompok porphyrin dan membuka cincin heme. Hasil akhir dari reaksi
ini adalah biliverdin, karbonmonoksida, dan Fe. Reaksi kedua,
dikatalisis oleh enzim sitosolik biliverdin reductase, mereduksi
jembatan metilen dari biliverdin dan mengubahnya menjadi bilirubin.

4
Bilirubin dibentuk didalam sel retikuloendotelial yang sifatnya tidak
larut dalam air. Untuk dapat diangkut ke darah, bilirubin harus bersifat
larut air sehingga perlu berikatan dengan albumin. Bilirubin tak
terkonjugasi terikat albumin kemudian diangkut ke hati, kemudian
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh hepatosit (Pratt & Kaplan, 2005).

Setelah memasuki hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi berikatan


dengan ligandin protein sitosolik, atau Glutathione S-transferase B.
Sedangkan ligandin awalnya dianggap sebagai trasport protein, yang
bertanggungjawab membawa bilirubin tak terkonjuasi dari membran
plasma ke reticulum endoplasmik. Dalam reticulum endoplasmik,
bilirubin diubah menjadi larut air oleh konjugasi dengan asam
glukuronat, suatu proses yang mengganggu ikatan hidrogen internal
dan menghasilkan bilirubin monoglucuronide dan diglucuronide.
Konjugasi asam glukuronat menjadi bilirubin dikatalisis oleh bilirubin
uridine-diphosphate (UDP) glucuronosyl transferase. Bilirubin yang
telah bersifat hidrofilik berdifusi dari retikulum endoplasmic ke
membrane kanalikuli, dimana bilirubin monoglucuronide dan
diglucuronide secara aktif diangkut kedalam kanal empedu (Pratt &
Kaplan, 2005).

Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam saluran empedu


kemudian menuju duodenum dan melewati usus halus bagian
proksimal. Bilirubin terkonjugasi tidak diambil oleh mukosausus. Ketika
bilirubin terkonjuasi mencapai ileum distal dan colon, bilirubin
terkonjugasi akan dihidrolisis menjadi bilirubin tak terkonjugasi oleh
bakteri L-glucuronidases. Bilirubin tak terkonjugasi direduksi flora
normal usus untuk membentuk kelompok tetrapyrrole yang tidak
berwarna yang disebut urobilinogen. Sekitar 80 - 90% dari produk ini
diekskresikan dalam tinja, baik dalam bentuk yang tidak diubah atau
dalam bentuk teroksidasi menjadi derivatiforanye yang disebut urobilin.
Sisanya sekitar 10 - 20% urobilinogen secara pasif diserap, masuk ke
vena porta dan mengalami reekskresi oleh hati. Sebagian kecil

5
(umumnya 3 mg/dL) di filtrasi oleh glomerulus ginjal dan diekskresikan
melalui urin (Pratt & Kaplan, 2005).

Pada prinsipnya peningkatan kadar serum bilirubin disebabkan


ketidakseimbangan antara produksi bilirubin dan ekskresinya.
Patofisiologi ikterus tergantung dari etiologinya, dapat melalui salah
satu atau beberapa mekanisme sebagai berikut (Purbayu, 2015):

1. Peningkatan produksi bilirubin (prehepatik)


2. Menurunnya kemampuan hati untuk membersihkan bilirubin
di darah yang meliputi gangguan uptake, gangguan konjugasi dan
adanya kolestatik intrahepatik (hepatik)

Terganggunya ekskresi bilirubin ekstra hepatik (post-hepatik)

Gambar 2.1 Patofisiologi Ikterus (Janghel et al., 2019)

6
2.5 Pendekatan Diagnosis

2.5.1 Presentasi Klinis


Presentasi klinis pasien yang mengalami ikterus tergantung
pada etiologinya. Biasanya pasienmemiliki gejala minimal dan
biasanya didiagnosis ketika pasien (atau keluarga dan teman
mendapati ikterus skleral yang dapat didahului oleh pruritis dan warna
urin gelap, terutama pada pasien dengan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Jika penyakit kuning berhubungan dengan penyakit hati
intrinsik, gejala bisa disertai dengan gejala konstitusional seperti
kelelahan, malaise dan mialgia. Adanya demam dan sakit perut dapat
mengarah ke kolangitis, menunjukkan obstruksi bilier dari
choledocholithiasis. Penyebab penyakit kuning yang ganas secara
klasik tidak menimbulkan rasa sakit tetapi dapat timbul penurunan
berat badan bersamaan (Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014)

2.5.2 Diagnosis Klinis


a. Anamnesis
Pada pasien ikterus sangat penting dan harus mencakup onset
ikterus, gejala terkait seperti pruritis, urin gelap, tinja pucat, demam,
sakit perut, malaise, arthralgia / mialgia dan penurunan berat
badan. Episode sebelum ikterus dan riwayat pembedahan
abdominal (terutama pembedahan hati atau bilier) juga penting.
Riwayat pengobatan terperinci penting dan harus termasuk
penggunaan obat bebas dan suplemen dan herbal. Risiko faktor
hepatitis virus dan riwayat alkohol harus didokumentasikan serta
riwayat penyakit hati keluarga atau hemoglobinopati. Setiap riwayat
perjalanan dan latar belakang etnis pasien penting. Status dan
pekerjaan pasien juga dapat mengarah pada etiologi (Ahmad,
Friedman and Dancygier, 2014).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien kuning harus fokus pada
mengidentifikasi kemungkinan penyakit hati yang mendasari atau

7
keganasan. Stigmata penyakit hati kronis termasuk eritema palmar,
leuconychia, pembesaran parotis, multiple spider nevi (dalam
distribusi vena cava superior, misal di atas garis puting),
ginekomastia, rambut aksila rontok, asites, pelearan vena
abdominal, hepatomegali, splenomegali, dengung vena di daerah
epigastrium, dan atrofi testis. Tenderness di kuadran kanan atas
mungkin mengindikasikan kolangitis, dan kandung empedu yang
membesar, teraba (tanda Courvoisier) dapat dilihat pada obstruksi
bilier ganas (Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014).
c. Alur Diagnosis Ikterus

Gambar 2.2 Alur Diagnosis Ikterus (Douglas, Nicol and Robertson, 2013)

8
1. Adakah bukti adanya penyakit hati kronik
Indikator adanya penyakit hati kronik meliputi stigmata fisik
(clubbing finger, eritema Palmaris, spider naevi, rambut ketiak dan
pubis rontok, pembengkakan paratiroid, ginekomastia, atrofi testis)
dan adanya komplikasi sirosis berupa hipertensi portal (ditandai
dengan hematemesis melena / varises esophagus, asites,
splenomegali, dan ensefalopati). Pasien dengan kecurigaan sirosis
memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan penyebab
dan menilai komplikasi meliputi USG abdomen, laboratorium
(serologi, metabolik, autoimun) hingga biopsi hati jika perlu
sehingga perlu dirujuk ke spesialis penyakit dalam dengan fasilitas
yang lebih lengkap. Pertimbangkan kemungkinan sindroma Budd-
Chiari pada pasien dengan ikterus, asites, hepatomegali, dan nyeri
abdomen yang terjadi dengan cepat (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013)
Tabel 2. 1 Stigmata Penyakit Hati Kronik (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013)
Stigmata dari Penyakit Hati Kronik
 Digital clubbing
 Palmar erythema
 Spider naevi
 Loss of axillary/pubic hair
 Parotid swelling
 Gynaecomastia
 Testicular Atrophy

9
2. Apakah kadar enzim hati, PPT, dan albumin normal?
Pertimbangkan terjadinya hemolisis pada pasien ikterus
dengan splenomegali, peningkatan bilirubin indirek, enzim hati
(SGOT dan SGPT) normal, penurunan kadar hemoglobin dan
peningkatan retikulosit.Jika terdapat ikterus ringan, tidak ada
gambaran hemolisis atau penyakit hati kronik, enzim hati normal,
namun ada peningkatan bilirubin indirek, pertimbangkan diagnosis
sindroma Gilbert (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
3. Adakah bukti adanya kolestasis?
Pasien ikterus dengan tinja berwarna pucat, urin berwarna
gelap, peningkatan bilirubin direk, dan peningkatan kadar GGT
yang tidak sebanding dengan SGOT/SGPT menunjukkan adanya
kolestasis. Jika keluhan disertai demam, menggigil, dan nyeri
kuadran kanan atas kemungkinan ada infeksi bakteri di sebelah
proksimal obstruksi (kolangitis asendens). Pada kondisi ini pasien
memerlukan antibiotik segera dan rujukan ke dokter spesialis
bedah untuk tindakan dekompresi.Jika tidak terdapat gejala
infeksi/sepsis, pasien memerlukan pemeriksaan USG untuk
mencari dilatasi saluran empedu (menunjukkan adanya kolestasis
ekstrahepatik) dan penyebab yang mendasari, misalnya batu
empedu. Jika penyebab yang mendasari tidak ditemukan melalui
USG, pasien memerukan pemeriksaan pencitraan lebih lanjut
berupa MRCP ataupun CT scan untuk menyingkirkan adanya batu
empedu atau kanker pankreas (Douglas, Nicol and Robertson,
2013).
4. Apakah kadar SGPT > 500 U/L, PT meningkat, atau gambaran
ensefalopati?
Peningkatan SGPT > 500 U/L, masa protrombin (PT) yang
memanjang, dan adanya ensefalopati tanpa penyakit hati
sebelumnya menunjukkan adanya ‘gagal hati akut’.Ensefalopati

10
hepatik dapat tampak samar, carilah dengan seksama dan lakukan
pemeriksaan khusus apraksia konstitusional seperti menggambar
bintang bersudut lima atau wajah jam dan pemeriksaan asteriksis.
Singkirkan kemungkinan hipoglikemia dan gangguan metabolik
lainnya serta pertimbangkan pemeriksaan CT scan otak untuk
menyingkirkan kelainan patologik intrakranial. Pasien dengan gagal
hati akut perlu dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk
pemeriksaan lanjutan mengenai penyebab dan pemantauan ketat
terhadap komplikasi (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).
5. Apakah hati teraba / suspek keganasan?
Pasien ikterus yang disertai dengan hepatomegali, penurunan
berat badan, kakeksia, dan limfadenopati dicurigai sebagai
keganasan dan memerlukan pemeriksaan pencitraan USG / CT
abdomen untuk konfirmasi diagnosis (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013).
6. Adakah konsumsi alkohol yang berlebihan atau konsumsi
alkohol yang terus menerus dan tidak terkendali
Curigai hepatitis alkoholik pada setiap pasien dengan dengan
konsumsi berlebihan dalam jangka waktu lama misalnya > 40
unit/minggu atau baru saja minum berlebihan > 100 unit / minggu,
atau mengalami gejala putus alcohol berat setelah perawatan 24 –
48 jam. Gambaran yang mendukung meliputi hepatomegali yang
terasa nyeri dan rasio SGOT : SGPT > 1 (Douglas, Nicol and
Robertson, 2013).
7. Adakah kemungkinan disebabkan oleh obat?
Anamnesis obat yang digunakan dalam 6 minggu sebelumnya
termasuk obat-obat yang dijual bebas misalnya NSAID,
parasetamol, dan obat herbal untuk menyingkirkan diagnosis DILI
(drug –induced liver injury). Hasil pemeriksaan uji fungsi hati dapat
memakan waktu berbulan-bulan untuk kembali normal setelah
penghentian obat (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).

11
8. Pertimbangkan penyebab lainnya. Pemeriksaan bertarget atau
skrining hati lengkap.
Jika penyebab masih tetap belum jelas, lakukan skrining untuk
kondisi virus, autoimun, herediter, dan metabolik, rencanakan USG
bila belum dilakukan sebelumnya, dan pastikan adanya konsumsi
alkohol.Jika terdapat ikterus dengan demam, purpura, penurunan
trombosit, kongesti konjungtiva, dan paparan terhadap air yang
terkontaminasi kemungkan pasien terinfeksi leptospira, lakukan
pemeriksaan serologi dan berikan antibiotik secara empiris.Biopsi
hati mungkin diperlukan jika ikterus menetap tanpa sebab yang
jelas dan obat-obatan yang berpotensi sebagai penyebab telah
disingkirkan (Douglas, Nicol and Robertson, 2013).

2.6 Temuan Laboratorium

2.6.1 Tes Diagnostik

Pemeriksaan awal pada pasien dengan kondisi jaundice


seharusnya meliputi pemeriksaan(Ahmad, Friedman and Dancygier,
2014):

 Bilirubin total dan fraksi bilirubin.


 ALT dan AST (transaminase).
 AP dan GGT (enzim kolestatik).
 Protein total, prothrombin time dan albumin.
 Darah lengkap.

Pemeriksaan laboratorium mempunyai keterbatasan diagnosis.


Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian nilai fosfatase
alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesis daripada
gangguan ekskresi. Peninggian fosfatase alkali yang tidak proporsional
mengarah kepada kolestatik atau kelainan infiltratif (Sulaiman, 2009).
Nilai bilirubin juga mencerminkan beratnya tetapi bukan
penyebab kolestasisnya, juga fraksionasi bilirubin tidak menolong
dalam membedakan penyebab intrahepatik dari ekstrahepatik. Bilirubin

12
di atas 25 sampai 30 mg/dL (428-513 umol/L) seringkali disebabkan
adanya hemolisis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan
penyakit hepatobilier berat (Sulaiman, 2009).
Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit
dasarnya, namun seringkali meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan
tinggi sangat mungkin karena proses hepatoselular, namun kadang-
kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama pada
sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus
koledokus. Peninggian aminotransferase >500 U lebih mengarah
kepada hepatitis atau keadaan hipoksia akut (Sulaiman, 2009).
Peningkatan amilase serum menunjukan sumbatan
ekstrahepatik. Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria
mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer (Sulaiman, 2009).
Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan fosfatase
alkali yang normal menunjukan kemungkinan proses hemolisis atau
penyakit sindrom Gilbert; ini dipastikan dengan fraksionasi bilirubin
(Sulaiman, 2009).
Konsentrasi albumin yang rendah dan globulin yang tinggi
menunjukan adanya penyakit kronis. Peningkatan waktu protrombin
yang membaik setelah pemberian vitamin K (5-10 mg IM selama 2-3
hari) lebih mengarah pada keadaan kolestatik daripada proses
hepatoselular (Sulaiman, 2009).
Berbagai penyebab timbulnya jaundice memiliki nilai laborat
yang berbeda-beda, secara garis besar dapat dilihat pada gambar
tabel di bawah ini.

13
Gambar 2.3 Abnormalitas Biokimia Pada Ikterus
(Leach and van Boxel, 2013)
Bergantung dari rasio bilirubin terkonjugasi dan nonkonjugasi,
pemeriksaan follow-up yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan
hemolisis jika enzim hati normal dan bilirubin indirect meningkat.
Kemudian apabila enzim hati meningkat, perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mencari kondisi penyebab seperti dilakukan tes serologi hepatitis
viral untuk Hepatitis C (anti-HCV dan HCV RNA), hepatitis B (HBsAg,
anti-HBs, anti-HBc, HBV DNA), hepatitis A (anti-HAV). Penyebab
lainnya ialah kelainan autoimun, dapat dilakukan pemeriksaan ANA,
SMA, antibodi anti-LKM, serum immunoglobulin. Bila curiga penyakit
metabolik, dapat dilakukan pemeriksaan kadar besi meliputi saturasi
dan kadar ferritin, jika ferritin meningkan dan saturasi >50% dapat
dilakukan pemeriksaan genetik untuk hemochromatosis (HFE genetic
testing). Pemeriksaan lainnya adalah serum ceruloplasmin untuk
penyakit Wilson dan kadar alpha-1 antitripsin. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan pemeriksaan HIV jika dicurigai dari riwayat yang didapat,
pemeriksaan kadar serum ACE jika enzim kolestatik meningkat untuk
sarcoidosis. Jika bilirubin direct meningkat dan enzim kolestatik juga
meningkat, dapat dilakukan pemeriksaan tumor markers CA19-9 untuk
cholangiocarcinoma atau kanker pankreas pemeriksaan (Ahmad,
Friedman and Dancygier, 2014).

2.6.2 Pencitraan

Pemeriksaan saluran bilier sangat penting. Pemeriksaan


sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran saluran
bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik, walaupun jika
tidak ada tidak selalu berarti sumbatan intrahepatik, terutama dalam
keadaan masih akut. Penyebab adanya sumbatan mungkin bisa
diperlihatkan, umumnya batu kandung empedu dapat dipastikan
dengan ultrasonografi, lesi pankreas dengan CT. Kebanyakan pusat
menggunakan terutama USG untuk mendiagnosis kolestasis karena
biayanya yang rendah (Sulaiman, 2009).

14
Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP)
memberikan kemungkinan untuk melihat secara langsung saluran
bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan scbab sumbatan
ekstrahepatik. Percutaneous Transhepatic Cholangiography
(PTC)dapat pula dipergunakan untuk maksud ini, kedua cara tersebut
di atas mempunyai potensi terapeutik. Pemeriksaann MRCP dapat
pula untuk melihat langsung saluran empedu dan mendeteksi batu dan
kelainan duktus lainnya dan merupakan cara non-invasif alternatif
terhadap ERCP (Sulaiman, 2009).

2.6.3 Pemeriksaan Biopsi

Pemeriksaan biopsi perkutaneus diindikasikan jika diagnosa


masih diragukan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan. Jika ada resiko perdarahan karena prothrombin time yang
memanjang atau jumlah platelet yang rendah, biopsi dapat dilakukan
dengan rute transjugular. meskipun sampel yang diperoleh lebih
sedikit, tetapi memiliki kelebihan dapat mengukur tekanan porta
(Ahmad, Friedman and Dancygier, 2014).

2.7 Diagnosis Banding


Langkah pertama untuk mengetahui etiologi ikterus menurut
adalah dengan pemeriksaan laboratorium bilirubin direct dan total,
serta SGOT, SGPT, alkali fosfatase, kemudian ditentukan (Purbayu
Herry, 2015):

a. Apakah hiperbilirubinemia tersebut lebih predominan yang


terkonjugasi (bilirubin dlirek > 15%) ataut yang tak terkonjugasi
(bilirubin direk ≤ 15%).

b. Bagaimana peningkatan SGOT, SGPT bila dibandingkan dengan


peningkatan alkali fosfatase. Bila peningkatan SGOT, SGPT lebih
tinggi dari peningkatan alkali fosfatase dikelompokkan pada pola
hepatoseluler. Sedangkan bila peningkatan alkali fosfatase Iebih tinggi
dari peningkatan SGOT, SGPT maka digolongkan pola kolestatik.

15
Dengan data tersebut diatas diagnosis banding penyebab ikterus
dapat disusun berdasarkan rasio peningkatan bilirubin terkonjugasi
dan tak terkonjugasi serta kelainan test fungsi hati yang lain sehingga
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:

1. Peningkatan bilirubin tanpa disertai kelainan faal hati yang lain


(Tabel 2.2).
2. Peningkatan bilirubin disertai kelainan faal hati pola hepatoseluler
(Tabel 2.3).
Parameter Ikterus Obstruksi Ikterus Hepatoseluler
Anamnesis  Nyeri perut  Anoreksia,malaise,myalgia
 Panas badan, menggigil  Exposure dengan pasien
 Riwayat operasi biller  Riwayat transfusi/ obat injeksi
 Umur lebih tua  Terpapar dengan bahan
hepatotoksik
 Riwayat Keluarga berpenyakit
hati
Pemeriksaa Panas badan
  Spider nevi
n Fisik Nyeri perut
  Stigmata hipertensi porta
Teraba masa di
 (splenomegali, asites,
abdomen pelabaran vena abdomen)
 Bekas operasi di  Asterixis
abdomen
Pemeriksaa  Peningkatan  Peningkatan
n Lab alkalifosfatase > aminotransferase >
peningkatan peningkatan alkalifosfatase.
aminotransferase.  PPT memanjang dan tidak
 PPT normal/ menjadi membaik dengan injeksi
normal setelah diberi vitamin K.
injeksi vitamin K.  Trombositopenia.
 Lekositosis.  Pemeriksaan serologi positif
 Peningkatan untuk penyakit hati.
amilase/lipase.
3. Peningkatan bilirubin disertai kelainan faal hati pola kolestatik
(Tabel 2.4).
Di samping itu ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier
secara klinis dapat diperkirakan atau dibedakan dari ikterus karena
penyakit hati berdasaran gejala dan petanda seperti pada Tabel
2.2.

16
Tabel 2. 2 Diagnosis banding pasien ikterus obstruksi dan
hepatoseluler

Tabel 2. 3 Penyebab ikterus tanpa kelainan faal hati yang lain

I. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi


A. Kelainan/penyakit hemolitik
1. Diturunkan
a. Spherocytosis, elliptocytosis G6PD/defisiensi
piruvatkinase
b. Anemia bulan sabit
2. Didapat
a. Microangiopathic hemolytic anemia
b. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
c. Spur cell anemia
d. Hemolisis imun
e. Infeksi parasit (malaria, babesiosis)
B. Ineffective erythropoiesis
1. Cobalamin, folat, thalassemia, defisiensi besi berat
C. Obat-obatan
1. Rifampisin, probenecid, ribavirin
D. Penyakit keturunan
1. Crigler-Najjar tipe I dan II
2. Gilbert’s sindrom
II. Hiperbilirubinemia terkonjugasi
1. Dubin-Johnson sindrom.
2. Rotor’s sindrom.

Tabel 2. 4 Penyebab ikterus dengan pola hepatoseluler

A. Infeksi Virus
1. Hepatitis A, B, C, D, dan E
2. EBV
3. CMV
4. HSV
B. Alkohol
C. Keracunan obat
1. Dapat diduga, dose-dependent (misal
acetaminophen)
2. Tak terduga / idiosyncrotic (misal isoniazid)
D. Toxin dari lingkungan
1. Vinyl chloride
2. Jamaica bush tea – pyrrolizidine alkaloid
3. Kava kava
4. Jamur seperti Amanita phalloides atau A. verna
E. Wilson’s disease

17
F. Autoimmune hepatitis

I. Intrahepatik
A. Hepatitis virus
1. Fibrosing cholestatic hepatitis – hepatitis B dan C
2. Hepatitis A, EBV, CMV
B. Hepatitis alkoholik
C. Keracunan obat
1. Kolestasis murni: anabolik dan obat kontrasepsi
2. Hepatitis kolestatik: chlropromazine, erythromycin
estolate
3. Kolestasis kronik: chlropromazine dan
prochlorperazine
D. Primary billiary cirrhosis
E. Primary sclerosing cholangitis
F. Vanishing bile duct syndrome
G. Diturunkan
1. Progressive familial intrahepatic cholestasis
2. Benign recurrent cholestasis
H. Cholestasis of pregnancy
I. Nutrisi parenteral total
J. Sepsis nonhepatobilier
K. Benign postoperative cholestasis
L. Paraneoplastic syndrome
M. Venocclusive disease
N. Graft-versus-host disease
O. Penyakit infiltratif (TB, limfoma, amyloid)
P. Infeksi (malaria, leptospirosis)
II. Ekstrahepatik
A. Maligna (Cholangiocarcinoma, Ca pankreas, Ca
gallbladder, Ca ampullary, malignat involvement dari
limfenodi porta hepatik)
B. Benigna (Choledocholithiasis, postoperative biliary
structrures, primary sclerosing cholangitis,
pancreatitis kronik, AIDS cholangiopathy, mirizzi’s
sindrom, ascariasis)

Tabel 2. 5 Penyebab ikterus dengan pola kolestatik

2.8 Pengobatan
Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar
penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya
gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan
penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan

18
ireversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap
kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua, kecuali jika
terjadi kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya
membaik setelah permberian fitonadion (vitamin K) 5-10 mg/hari
subkutan untuk 2-3 hari (Sulaiman, 2009).

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalamkeadaan


kolestasis yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang
metabolik mengecewakan. Suplemen vitamin A dapat mencegah
kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat
dapat dikurangi denganpemberian sebagian lemak dalam diet dengan
medium chain trigliceride (Sulaiman, 2009).

Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan


tindakan pembedahan, ekstraksi batuempedu diduktus, atau insersi
stent, dan drainase viakateter untuk striktur (sering keganasan) atau
daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-
operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang
ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik.
Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan
laparatomi pada pasien dengan batu di duktus koledokus. Pemecahan
batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu
pengeluaran batu di saluran empedu (Sulaiman, 2009).

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, J., Friedman, S. L. and Dancygier, H. (2014) Mount Sinai Expert


Guides: Hepatology: Hepatology.

Douglas, G., Nicol, F. and Robertson, C. (2013) Macleod’s Clinical


Examination 13th Edition. 13th edn. Churchill Livingstone.

Leach, O. A. and van Boxel, G. I. (2013) Crash Course General Medicine.


4th edn. Edited by D. Hoton-Szar. Canterbury: Elsevier. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-7234-3633-1.00004-X.

Sulaiman, A. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Edited
by A. W. Sudoyo et al. Jakarta Pusat: Interna Publishing.

Purbayu, Herry. (2015) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua.
Edited by Tjokroprawiro, Askandar et al. Surabaya: Pusat Penerbitan
dan Percetakan UNAIR.

20

Anda mungkin juga menyukai