Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

SINUSITIS PADA FOTO WATERS

Alvin Kiha Dadi, S.Ked

2008020049

Pembimbing: dr. Martina Widayanti, M.Sc., Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD DR. T C HILLERS

MAUMERE

2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Dislokasi merupakan suatu keadaan trauma pada sendi (tempat dimana dua atau lebih

tulang bertemu), yang mana bagian ujung dari tulang dipaksa berpindah dari posisi normalnya.

Trauma ini sementara waktu akan menyebabkan gangguan bentuk dan gangguan pergerakan

sendi yang terkena. Dislokasi umumnya terjadi pada sendi bahu (sendi glenohumeral) dan sendi

jari-jari tangan. Daerah lainnya termasuk sendi siku, lutut, dan panggul. Dislokasi merupakan

suatu kegawatdaruratan musculoskeletal yang membutuhkan penanganan segera.(1)

Dislokasi bahu merupakan dislokasi yang paling umum terjadi, dengan angka kejadian

mencapai 50% dari semua dislokasi. Dislokasi bahu terjadi pada sendi glenohumeral

(glenohumeral joint).(2) Dislokasi bahu dapat diklasifikasikan berdasarkan pada arah dislokasi

terhadap glenoid; yakni dislokasi anterior, dislokasi posterior, dan dislokasi inferior.(2)

Dislokasi anterior merupakan tipe paling umum dari dislokasi bahu, terhitung dapat

mencapai 98% dari kasus dislokasi yang dilaporkan. Dislokasi bahu lebih banyak terjadi pada

laki-laki, dengan rekurensi sering terjadi pada rentangan usia dewasa muda (21-30 tahun). (3)

Reduksi atau reposisi merupakan tatalaksana definitif dislokasi bahu, yaitu dengan

mengembalikan caput humerus ke posisi normalnya, ke dalam cavum glenoid. Reduksi secara

efektif dapat mengurangi nyeri akut pada dislokasi bahu.(3)

Diagnosis dislokasi bahu dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi yang digunakan pada kasus dislokasi bahu

berupa plain X-ray shoulder dengan proyeksi anteroposterior (AP), oblique (Grashey), axillary,

axial dan scapular Y.(3)


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bahu (Glenohumeral Joint)


Articulatio humeri (glenohumeral joint) dibentuk oleh cavitas glenoidalis yang agak

konkaf berbentuk oval dengan caput humeri, membentuk ball and socket dengan tiga axis yang

memiliki caput sendi yang longgar yang diperkuat oleh tendon rotator cuff dan ligament gleno

humeral (superior, medial, dan lateral) serta ligamen coracohumeral.(3)

Gambar 2.1 Glenohumeral joint.(3)

2.2 Dislokasi Bahu (Glenohumeral Joint Dislocations)

2.2.1 Definisi
Glenohumeral joint merupakan pertemuan antara caput humeri ke dalam cavitas glenoid

yang memiliki stabilator berupa glenoid labrum dan ligamen-ligamen glenohumeral (stabilator

statis), serta tendon-tendon rotator cuff, bicep, deltoid dan scapular (stabilator dinamis).
Kerusakan atau kelemahan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari stabilator-stabilator

tersebut akan menyebabkan terjadinya dislokasi sendi bahu. Dislokasi sendi glenohumeral dapat

diklasifikasikan secara primary atau secondary, trauma atau non-trauma, akut atau kronik.

Secara posisi, dislokasi sendi glenohumeral dibedakan menjadi anterior, posterior, dan inferior

dislokasI.(3,4)

2.2.2 Epidemiologi
Dislokasi sendi bahu mewakili 50% dari seluruh dislokasi sendi, dengan dislokasi

anterior merupakan yang paling umum terjadi (95-97% dari kasus).(5) Pasien dengan usia lebih

muda atau dengan kerusakan pada rotator cuff atau fraktur glenoid memiliki insidensi lebih

tinggi untuk terjadi dislokasi.(4)

2.2.3 Etiologi
Kerusakan atau kelemahan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari stabilator-

stabilator sendi glenohumeral akan menyebabkan terjadinya dislokasi. Cedera saat berolahraga

(sports injury), trauma akibat kecelakaan sepeda motor dan jatuh merupakan sebab umum

terjadinya dislokasi sendi glenohumeral.(3,4)

2.2.4 Klasifikasi

a. Dislokasi Anterior
Merupakan dislokasi yang paling sering terjadi, mencapai 97% dari seluruh dislokasi

bahu. Mekanisme cedera yang terjadi biasanya disebabkan oleh trauma pada tangan yang berada

dalam posisi abduksi, eksternal rotasi dan ekstensi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan

lengan yang abduksi dan eksternal rotasi dan acromion terlihat prominen. Terdapat cedera yang

berhubungan dengan terjadinya dislokasi anterior, yaitu kerusakan nervus, atau robekan dan

fraktur dari labrum, fossa glenoid dan caput humeri.(5)


b. Dislokasi Posterior
Dislokasi posterior terjadi 2-4% dari seluruh dislokasi bahu. Penyebab tersering yaitu

kejang konvulsif (convulsive seizures).(2) Pukulan pada anterior bahu dan beban axial dari lengan

pada posisi adduksi internal rotasi biasanya juga menyebabkan terjadinya dislokasi posterior. (4)

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan lengan yang adduksi dan internal rotasi. (2,4) Risiko

terjadinya dislokasi posterior lebih tinggi pada cedera-cedera seperti fraktur surgical neck atau

tuberositas, lesi reverse Hill-Sachs (McLaughlin), dan cedera pada labrum atau rotator cuff.(4)

c. Dislokasi Inferior
Dislokasi inferior atau dikenal juga dengan luxatio erecta merupakan jenis dislokasi bahu

yang paling jarang terjadi (kurang dari 1%), biasanya disebabkan oleh hiperabduksi atau dengan

beban axial pada lengan yang abduksi. Pada pemeriksaan fisik, lengan terlihat ke atas pada

belakang kepala dan pasien tidak bisa mengadduksikan lengan. Dislokasi inferior sering

berkaitan dengan cedera nervus, cedera rotator cuff, robekan pada capsul internal, dan insiden

tertinggi dari cedera nervus dan arteri axillaris dari seluruh cedera bahu.(4)

2.2.5 Diagnosis dan Tatalaksana


Diagnosis dislokasi bahu dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan radiografi. Gangguan nervus axillaris timbul pada 40% dislokasi. Dari pemeriksaan

fisk akan ditemukan lengan yang abduksi dan eksternal rotasi dan acromion terlihat prominen

(dislokasi anterior), lengan yang adduksi dan internal rotasi (dislokasi posterior), serta lengan

terlihat pada belakang kepala dan pasien tidak bisa mengadduksikan lengan (dislokasi inferior). (4)

Pemeriksaan radiografi yang digunakan pada kasus dislokasi bahu berupa shoulder joint X-Ray

dengan proyeksi anteroposterior (AP), oblique (Grashey), axillary, axial dan scapular Y.(3)

Tatalaksana dislokasi yaitu dengan melakukan reduksi atau reposisi. Injeksi intra-articular

analgesik, analgesik intravena (ketamine, fentanyl, propofol) dan sedasi sadar dapat diberikan
sebelum dilakukan reduksi. Sebelum dilakukan reduksi, penting dilakukan foto X-ray untuk

menegakkan diagnosis serta mengevaluasi cedera tulang yang mungkin terjadi bersamaan

dengan dislokasi.(3) Teknik reduksi yang digunakan pada dislokasi anterior, antara lain:

manipulasi scapular (80-100% berhasil), external rotasi, cunningham, milch, stimson, traction

countertraction, spaso, fares, fulcrum, Kocher’s and Hippocratic techniqueoot, dan reduksi bahu

posterior.(4)

Pada dislokasi posterior direkomendasikan teknik reduksi kombinasi traksi longitudinal,

fleksi kedepan, dan internal eksternal rotasi. Klasik reduksi manuver dilakukan pada dislokasi

inferior dengan pasien berada dalam posisi supinasi. Setelah dilakukan reduksi, pasien harus

dipasang sling arm, dievaluasi fungsi neurovaskuler, dilakukan X-ray post reduksi, dan kontrol

poli bedah orthopedic.(4)

2.2.6 Differential Diagnosis(4)


 Cedera sendi acromioclavicular

 Bicipital Tendonitis

 Fraktur Clavicula

 Bahu perenang (Swimmer’s shoulder)

2.3 X-Ray Bahu (Shoulder Joint X-Ray)


2.3.1 Definisi
Radiografi bahu (shoulder joint X-Ray) merupakan pemeriksaan yang penting yang dapat

memberikan gambaran secara menyeluruh anatomi bahu, untuk menemukan adanya kelainan

termasuk dislokasi sendi glenohumeral.(6) X-Ray bahu penting dilakukan untuk menegakkan

diagnosis dislokasi bahu serta kemungkinan adanya cedera lain yang terjadi bersamaan seperti
fraktur. Proyeksi foto yang digunakan pada kasus dislokasi bahu antara lain: anteroposterior

(AP), oblique (Grashey), axillary, axial dan scapular Y.(3)

2.3.2 Prosedur Pelaksanaan


a. Anteroposterior (AP) View
Merupakan proyeksi standar foto X-Ray bahu dengan posisi bahu netral, endorotasi, atau

eksorotasi. Pasien berada dalam posisi erect, dengan kaset rontgen diletakkan dibelakang pasien,

dan sendi glenohumeral diposisikan di tengah kaset. Sinar X-Ray datang dari arah depan pasien.
(7)

Gambar 2.2 AP view(7)

b. Scapular Y View
Merupakan proyeksi standar serial foto X-Ray untuk menilai dislokasi, fraktur scapula,

dan perubahan degeneratif. Pasien berada dalam posisi erect atau semi erect, rotasi pada posisi

oblik anterior, lengan flexi dan diletakkan pada perut, bagian anterior dan ujung scapula

menyentuh kaset film, arah sinar dari sisi lateral.(7)


Gambar 2.3 Scapular Y view(7)

c. Oblique (Grashey) View


Merupakan proyeksi tambahan yang ideal untuk memeriksa tepi atau batas glenoid, sendi

glenohumeral, dan permukaan sendi humerus. Pasien berada dalam posisi erect, dengan kaset

rontgen diletakkan dibelakang pasien, dan sendi glenohumeral diposisikan di tengah kaset.

Pasien berputar (rotasi) 30-450 ke sisi yang mengalami dislokasi. Sinar X-Ray datang dari arah

depan pasien.(7)

Gambar 2.4 Grashey view(7)

d. Axillary View
Kaset rontgen diletakkan di bagian atas bahu, dengan posisi bahu abduksi 90 0 dan sinar

datang dari arah 450 sejajar bagian mid axilla dan kaset film.(7)
Gambar 2.5 Axillary view(7)

e. Axial View
Merupakan proyeksi tambahan untuk mendapatkan gambaran orthogonal terhadap foto

AP bahu. Axial view dilakukan untuk menilai dislokasi yang mungkin tidak terlihat pada foto

AP. Pasien duduk dekat pada kaset rontgen yang diletakkan setinggi mid thoracic. Lengan yang

mengalami dislokasi berada posisi abduksi dengan siku diletakan pada detector, dan sendi

glenohumeral berada pada sentral detektor (arah sinar datang).(7)

2.3.3 Gambaran Normal X-Ray Bahu


Keterangan:
1. Acromion
2. Sendi acromioclavicular
3. Collum humerus, anatomical
4. Lekuk bicipital
5. Clavicula
6. Processus coracoideus
7. Cavitas glenoidalis
8. Tuberositas mayor
9. Caput humeri
10. Humerus
11. Tuberositas minor
12. Scapula
13. Collum scapular
14. Spinal scapular
15. Sendi glenohumeral
16. Collum humerus, surgical
Gambar 2.6 Bahu, proyeksi AP, rotasi eksternal(2)

A B C

D E

2.7 (A) AP view dengan rotasi eksternal; (B) AP view dengan internal rotasi; (C) Grashey view;
(D) Scapular Y view; (E) Axillary view(6)
2.3.4 Gambaran X-Ray Bahu pada Dislokasi Sendi Glenohumeral
a. Dislokasi Anterior Sendi Glenohumeral
Pada pemeriksaan radiologi, dislokasi anterior sendi glenohumeral pada proyeksi AP,

akan menunjukkan pergeseran caput humeri ke arah anterior di bawah processus coracoideus

(paling sering), dan di bawah tepi atau batas glenoid (lebih jarang).(2) Selain itu juga, dapat terjadi

pergesaran caput humeri ke bawah clavicula (subclavicular), dan ke intrathoracal. (3) Pada

proyeksi scapular Y menunjukkan posisi anterior dari caput humeri terhadap fossa glenoidalis

(titik pertemuan komponen Y).(6)

Gambar 2.8 AP; Subcoracoid dislokasi(6) Gambar 2.9 Proyeksi scapular Y(6)

Gambar 2.10 Dislokasi subglenoid dengan


fraktur tuberositas mayor(3)

b. Dislokasi Posterior Sendi Glenohumeral


Pada dislokasi posterior, humerus akan terfiksasi pada posisi rotasi internal. Posisi ini

akan memberikan gambaran ini disebut dengan “light-bulb appearance” terhadap caput humeri.

Tanda-tanda dislokasi posterior pada proyeksi AP termasuk hilangnya kesesuaian sendi

glenohumeral.(2) Proyeksi axial menunjukkan dislokasi posterior, proyeksi scapular Y

menunjukkan pergeseran posterior pada caput humeri dan fraktur tuberositas mayor (gambar

2.13).(3)

Gambar 2.11 AP; light-bulb appearance(3) Gambar 2.12 Proyeksi axial(2)

Gambar 2.13 Proyeksi scapular Y(3)

c. Dislokasi Inferior Sendi Glenohumeral


Dislokasi inferior atau luxation erecta pada foto X-Ray sendi glenohumeral menunjukkan

pergeseran caput humeri ke bawah dan lengan pada posisi abduksi.(3)


Gambar 2.14 Proyeksi axillary; luxatio erecta(3)

BAB 3
KESIMPULAN

Dislokasi bahu merupakan dislokasi yang paling umum terjadi dari semua dislokasi.

Dislokasi bahu terjadi pada sendi glenohumeral (glenohumeral joint). Dislokasi anterior

merupakan tipe paling umum. Diagnosis dislokasi bahu dapat ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi berupa X-ray shoulder

joint dengan proyeksi anteroposterior (AP) sebagai proyeksi standar dan oblique (Grashey),

axillary, axial atau scapular Y sebagai proyeksi tambahan untuk membantu menegakkan

diagnosis.

Dislokasi anterior sendi glenohumeral pada proyeksi AP, akan menunjukkan pergeseran

caput humeri ke arah anterior di bawah coracoid (paling sering), dan di bawah tepi atau batas

glenoid (lebih jarang). Pada dislokasi posterior, humerus akan terfiksasi pada posisi rotasi

internal. Posisi ini akan memberikan gambaran yang disebut dengan “light-bulb appearance”

terhadap caput humeri. Sedangkan, dislokasi inferior atau luxation erecta pada foto X-Ray sendi

glenohumeral menunjukkan pergeseran caput humeri ke bawah dan lengan pada posisi abduksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dislocations Overview. Mayo Clinic. 2019

2. A. Davies, H.Pettersson. The WHO Manual of Diagnostic Imaging Radiographic


Anatomy and Interpretation of the Musculoskeletal System. World Health Organization.
Brimingham: 2002.

3. M. Khodaee et al. Sports-related Fractures, Dislocations and Trauma. Springer.


Switzerland: 2020. p 153-178

4. H. Akbarnia, R. Abrams. Shoulder Dislocations Overview. NCBI. 2020

5. P. Theresa, K. Amie. Anterior Glenohumeral Joint Dislocation. NCBI. 2020

6. F. Santiago et al. Imaging of Shoulder Instability. Quantitative Imaging in Medicine and


Surgery. 2017. p 422-433

7. G. Vinagre. Shoulder Radiology. Research Gate. 2016

Anda mungkin juga menyukai