Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus dan Telaah Kritis Jurnal Diagnostik

DERMATITIS ATOPIK

Oleh:
Muhammad Reza Firdaus
Winda Nurjanah
Pembimbing:
Fitria Salim

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTASKEDOKTERAN UNIVERSITASSYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, serta kepada sahabat dan
keluarga beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Fitria Salim, MSc, Sp.KK,
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus yang berjudul Dermatitis Atopik, serta para dokter di
bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan arahan serta
bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus. Keterbatasan
dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap laporan kasus ini
demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh,
Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
PENDAHULUAN................................................................................................1
LAPORAN KASUS.............................................................................................3
Identitas Pasien
.........................................................................................................
3
Anamnesis
.........................................................................................................
3
Pemeriksaan Fisik Kulit
.........................................................................................................
4
Diagnosis Banding
.........................................................................................................
6
Pemeriksaan Penunjang
.........................................................................................................
6
Resume
.........................................................................................................
7
Diagnosa Klinis
.........................................................................................................
7
Tatalaksana
.........................................................................................................
7
ANALISA KASUS
............................................................................................................................
8
4

DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................................
13
JURNAL
............................................................................................................................
14
Resume Jurnal
.........................................................................................................
14
Telaah Kritis Jurnal
.........................................................................................................
16
Kesimpulan
.........................................................................................................
18

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lesi pada regio femur dextra et sinistra...............................................5
Gambar 2. Lesi pada regio femur sinistra.............................................................5
Gambar 3. Lesi pada regio femur dextra...............................................................5
Gambar 4. Lesi pada regio femur sinistra.............................................................5
Gambar 5. Orbital darkening.................................................................................6
Gambar 6. Hyperliniar palmaris............................................................................6

Gambar 7. Lesi dermatitis atopi............................................................................10


Gambar 8. Lesi dermatitis kontak iritan................................................................11
Gambar 9. Lesi tinea corporis...............................................................................11
Gambar10.Lesi liken simpleks kronis...................................................................12

PENDAHULUAN
Dermatitis atopik merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat kronik residif,
umumnya muncul pada bayi dan anak-anak, maupun dewasa ditandai dengan adanya
pruritus, distribusi lesi yang khas serta memiliki riwayat atopi pada diri sendiri
maupun keluarga seperti asma, rinitis alergika, dan dermatitis atopik sebelumnya.1,2
Berdasarkan usia terjadinya serangan, dermatitis atopik dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu dermatitis atopik infantil yang terjadi pada usia dua bulan
hingga dua tahun, dermatitis atopik pada anak-anak yang terjadi pada usia dua hingga
sepuluh tahun, dan dermatitis atopik pada remaja dan dewasa. 2 Dermatitis atopik
pada infantil dan anak-anak sering sering dipicu oleh alergi makanan, sedangkan pada

dewasa lebih sering dicetus oleh kontak terhadap alergen dan zat iritan seperti
deodorant, sabun mandi, parfum, sarung tangan, perhiasan dan bahan-bahan kimia,
serta dapat pula dipicu oleh perasaan cemas dan stress.3
Prevalensi kejadian dermatitis atopik pada anak-anak berkisar antara 10-20%
kasus, sedangkan prevalensi pada dewasa berkisar antara 1-3% kasus. Meskipun
jarang terjadi, dermatitis atopik mungkin saja muncul pada usia dewasa, dan biasanya
terjadi setelah dekade ketiga kehidupan. Menurut data terakhir yang diperoleh dari
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) menunjukkan
bahwa dermatitis atopi merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi yang terjadi di
negara berkembang maupun

negara yang sedang berkembang. Rasio terjadinya

dermatitis atopi antara perempuan dan laki-laki adalah 1.3 : 1, dimana perempuan
lebih sering menderita dermatitis atopik dibandingkan laki-laki.4
Dermatitis atopi terjadi karena adanya kombinasi faktor genetik, faktor
lingkungan dan faktor imunologik seperti terjadinya mutasi pada gen yang mengkode
protein filagrin, adanya kerusakan pada sawar kulit, infeksi, stres, dan lain-lain.5,6
Diagnosa dermatitis atopik dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klinis yang
ditemukan pada pasien. Menurut kriteria Hannifin dan Rajka, harus ada tiga kriteria
mayor dan tiga kriteria minor. Kriteria mayor terdiri dari : pruritus, morfologi dan
distribusi lesi khas simetris, dermatitis yang bersifat kronis residif, dan memiliki
riwayat atopik pada diri maupun keluarga, seperti asma, rinithis alergika, dan
dermatitis atopik. Adapun kriteria minornya yaitu seperti xerosis, keratosis, reaktifitas
IgE ditandai dengan RAST test positif, peningkatan serum IgE, gatal bertambah
ketika berkeringat, hipersensitifitas terhadap makanan, white dermographism positif,
riwayat stress dan lain sebagainya.2,4 Pada pasien dewasa, dermatitis atopik sering
menimbulkan gejala-gejala tersebut dengan tempat predileksi tersering pada tangan
dan area intertriginosa. 6
Kesuksesan

terapi untuk dermatitis atopik membutuhkan penanganan tata

laksana yang sistematik dan meliputi beberapa terapi seperti terapi hidrasi kulit,
terapi farmakologis serta mengeliminasi faktor pencetus seperti zat iritan, alergen,
agen infeksi dan stres emosional. 4

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

:R

Umur

: 46 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Perawat

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Jeulingke

Tanggal Pemeriksaan : 22 Maret 2016


8

Nomor CM

: 0-87-84-86

Anamnesis
Keluhan Utama
Ruam kemerahan yang terasa gatal
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muncul ruam kemerahan yang terasa gatal
pada lengan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, serta pada bagian badan sejak sekitar
lima bulan yang lalu. Awalnya muncul bercak merah pada daerah lengan disertai
dengan rasa gatal. Keluhan pasien bersifat hilang dan timbul. Bercak kemerahan yang
disertai gatal semakin lama semakin bertambah banyak dan rasa gatal semakin
bertambah saat pasien berkeringat. Rasa gatal dapat berkurang apabila bagian yang
gatal digaruk dan ketika pasien mengoleskan bedak salisil talk di badannya dan
meminum obat cetirizin yang diperoleh dari puskesmas tempatnya bekerja. Namun,
ketika persediaan obat habis ternyata bercak semakin gatal dan memerah. Keluhan
terasa memberat sejak dua hari sebelum rumah sakit meskipun pasien telah
mengoleskan salisil talk pada seluruh badannya yang terasa gatal. Pasien juga
mengeluhkan permukaan kulit pada daerah paha kanan dan paha kiri mengering
disertai dengan sisik diatasnya. Pasien juga mengeluh mata sedikit membengkak dan
telapak tangannya terasa kering yang memberat sejak dua hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya dalam lima bulan ini.
Pasien juga sering bersin-bersin dipagi hari.
Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien juga menderita hal yang sama dengan yang dikeluhkan oleh pasien.
Riwayat pemakaian obat
Pasien pernah mendapatkan obat cetirizin dan menggunakan salisil talk.
Namun setelah obat tersebut habis, keluhan pasien muncul kembali.
Riwayat kebiasaan sosial

Pasien merupakan seorang perawat di salah satu puskesmas di Banda Aceh,


bekerja dan tinggal dirumah dengan kondisi ruangan yang panas meskipun telah
menggunakan kipas angin.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Vital Sign
Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Heart Rate

: 92 kali permenit

Respiratory Rate

: 23 kali permenit

Suhu

: 37,3 oC

B. Status Dermatologis (22 Maret 2016)


Regio

: femur dextra et sinistra

Deskripsi lesi

: tampak gambaran makula eritematous berbatas tegas, tepi


reguler, berukuran numular disertai dengan skuama halus di
permukaannya, tersusun diskret, jumlah multiple, distribusi
simetris, disertai adanya likenifikasi kulit.

10

Gambar 1. Lesi pada regio femur dextra


et sinistra

Gambar 2. Skuama pada regio femur


sinistra

Gambar 3. Likenifikasi pada regio femur


dextra

Gambar 4. Lesi pada regio femur sinistra

Gambar 2. Orbital darkening

Gambar 3. Hyperlinearis palmaris

11

DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.

Dermatitis atopik
Dermatitis kontak iritan
Tinea corporis
Likhen simpleks kronik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Uji klinis White dermographysm : pada pemeriksaan didapatkan hasil negatif


(tidak dijumpai adanya delayed blanched response)

2.

Atopic patch test dan prick test

3.

Pemeriksaan darah tepi : eosinofilia

4.

Pemeriksaan level serum IgE

Resume
Pasien perempuan berusia 46 tahun, datang dengan keluhan bercak kemerahan
pada kulit yang terasa gatal, kulit kering dan bersisik. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan adanya makula eritematous berbatas tegas dengan tepi regular, ukuran
numular disertai skuama halus pada permukaannya, dengan susunan diskret, jumlah
multipel dan distribusi simetris.
Diagnosis Klinis
Dermatitis Atopik
Tatalaksana
a) Farmakoterapi
Terapi sistemik
12

- Cetirizin tab 1x1 (malam)


Terapi topikal
- Dexoximethasone oint 15gr + Vaseline album
b) Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien.
- Memakai pelembab untuk mencegah kulit agar tidak kering.
- Menjaga kebersihan lingkungan, hindari tungau debu rumah.
- Hindari paparan suhu yang terlampau panas/dingin.
- Gunakan pakaian yang memiliki bahan dasar lembut dan menyerap keringat.
- Jangan menggaruk bagian yang gatal.
- Mandi menggunakan sabun dengan pH balance seperti sabun bayi.
- Hindari faktor yang dapat memicu stres dan cemas
Prognosis

Quo ad vitam
Quo ad fungtionam
Quo ad sanactionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

ANALISA KASUS
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 46 tahun di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUDZA. Dari anamnesis, pasien mengeluhkan munculnya ruam
kemerahan dan rasa gatal yang semakin bertambah terutama saat pasien berkeringat,
Pasien juga mengeluhkan kulit pada telapak tangan dan pahanya terasa kering, serta
bersisik pada permukaannya.
Pada anamnesis, pasien berjenis kelamin perempuan berusia 46 tahun.
Dermatitis atopik paling sering terjadi pada masa anak-anak yaitu dengan prevalensi
kejadian sekitar 10-20%, sedangakan prevalensi pada saat dewasa hanya terjadi pada
1-3% kasus. Meskipun jarang, serangan dermatitis atopik mungkin saja terjadi pada
usia dewasa, dan biasanya terjadi setelah dekade ketiga kehidupan. Menurut data
terakhir yang diperoleh dari

International Study of Asthma and Allergies in

Childhood (ISAAC) menunjukkan bahwa dermatitis atopi merupakan penyakit


dengan prevalensi tinggi yang terjadi di negara berkembang maupun negara yang
sedang berkembang. Rasio prevalensi serangan dermatitis atopi antara perempuan
dan laki-laki adalah 1.3:1.0 dimana perempuan lebih sering menderita dermatitis
atopik dibandingkan laki-laki.4

13

Pasien juga mengeluh gatal dan kulit kemerahan dan kering. Sesuai dengan
teori, gejala yang sering muncul pada pasien dermatitis atopik adalah rasa gatal, kulit
kering, bercak kemerahan, papula eritema, ekskoriasi sekunder, sampai likenifikasi.
Rasa gatal dan kulit kemerahan terjadi karena terlepasnya mediator radang seperti
histamin dari sel-sel radang akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas yang diperantarai
IgE. Rasa gatal yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk dapat membuat
ambang rasa gatal menurun akibat peregangan pada serabut saraf epidermis karena
akantosis dan likenifikasi akibat garukan yang dilakukan. Garukan selanjutnya pada
penderita dermatitis atopik akan mencetuskan rasa gatal yang lebih hebat. Pasien
dengan dermatitis atopi juga cenderung memiliki kulit yang kering (xerosis) akibat
berkurangnya protein filagrin, berkurangnya ceramide yang merupakan molekul
utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum korneum, sehingga akan
meningkatkan transepidermal water loss yang dapat menyebabkan kulit menjadi
kering dan merusak sawar kulit yang memudahkan terjadinya penetrasi alergen,
antigen, dan bahan kimia dari lingkungan masuk ke dalam kulit yang kemudian dapat
menyebabkan terjadinya respon inflamasi. 4,11
Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat atopi pada pasien dan
keluarganya. Pasien mengaku sering bersin dipagi hari dan ibu pasien juga
mengeluhkan hal yang sama dengan keluhan pasien saat ini, yaitu rasa gatal dan
adanya ruam kemerahan di lengan kiri dan kanan. Sedangkan ayah pasien alergi
terhadap ayam dan udang. Hal ini sesuai dengan teori dimana menunjukkan sekitar
dua pertiga pasien dengan dermatitis atopik memiliki riwayat atopi baik pada individu
maupun keluarga seperti asma, rinitis alergika, dan dermatitis atopik. 1
Dari anamnesis pasien memiliki riwayat penggunaan sabun mandi lifebuoy
yang didalamnya terkandung senyawa alkali Acrylates Copolymer. Sesuai dengan
teori senyawa alkali merupakan bahan iritan lemah yang dapat memicu terjadinya
dermatitis atopik. Selain alkali, bahan antiseptik, parfum dan bahan pelarut lainnya
yang terkandung pada sabun merupakan bahan iritan lemah yang dapat mengiritasi
kulit terutama pada kulit pasien dengan dermatitis atopik. Menurut teori, pasien

14

dengan dermatitis atopik lebih sering terjadi dermatitis kontak iritan dari pada
dermatitis kontak alergi.10
Pada pemeriksaan fisik, tampak gambaran makula eritematous berbatas tegas,
tepi reguler, berukuran numular disertai dengan skuama halus di permukaannya,
tersusun diskret, jumlah multiple, distribusi simetris, disertai adanya likenifikasi kulit.
Sesuai dengan teori, gejala yang sering muncul pada pasien dermatitis atopik adalah
rasa gatal, kulit kering, bercak kemerahan, papula eritema, ekskoriasi sekunder,
sampai likenifikasi. 4,9
Pada kasus dengan kecurigaan dermatitis atopik dapat digunakan kriteria
Hanifin-Rajka untuk membantu menegakkan diagnosa. Pada kasus, ditemukan 4
gejala mayor dan 4 gejala minor. Hal ini dapat membantu menegakkan diagnosa
dermatitis atopik. Adapun kriteria mayor yang ditemukan pada pasien adalah rasa
gatal atau pruritus, morfologi dan distribusi lesi yang khas yaitu distribusi simetris,
serta perjalanan penyakit yang bersifat kronik dan berulang, ada riwayat atopi pada
individu maupun pada keluarga. Sedangkan kriteria minor pada pasien ini antara lain
kulit kering, hiperlinear palmaris, gatal bila berkeringat, perjalanan penyakit
dipengaruhi oleh lingkungan atau emosi.4
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan white dermographism
dan didapatkan hasil yang negatif dimana tidak didapatkan delayed blanched
response pada saat dilakukan penggoresan instrumen tumpul pada kulit. White
dermographism merupakan reaksi yang terjadi akibat adanya kelainan vaskular pada
pasien dengan dermatitis atopi berupa mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah
setempat oleh jaringan yang mengalami inflamasi atau edema pada. White
dermographism merupakan salah satu dari banyak kriteria minor dan bukanlah
menjadi pertanda patognomonis dalam menegakkan diagnosa dermatitis atopik.
Menurut penelitian pada 15 pasien dengan dermatitis atopik, 11 orang memiliki white
dermographism dan 4 orang dengan kulit normal (red dermographism). 11
Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah dermatitis atopik, dermatitis
kontak iritan, tinea corporis, dan liken simpleks kronis. Keempat diagnosis tersebut
dapat menyebabkan rasa gatal dan lesi kemerahan. Dermatitis atopik merupakan

15

inflamasi kulit yang bersifat kronis residif, umumnya muncul pada bayi, kanakkanak, maupun dewasa, yang memiliki riwayat atopi pada dirinya sendiri ataupun
pada keluarganya baik berupa asma, rhinitis alergika, konjungtivitis, maupun
dermatitis atopik, dengan gejala pruritus dan distribusi khas. Pada pemeriksaan fisik
kulit dapat ditemukan makula atau patch, papula, bisa disertai skuama, krusta, erosi
dan likenifikasi pada lesi yang kronis, polimorf, berbatas tidak tegas, distribusi
khas yang simetris. 4,8

Gambar. 4 Lesi pada dermatitis atopi


Dermatitis kontak iritan merupakan inflamasi pada kulit melalui mekanisme
non imunologi, disebabkan kulit terpapar bahan iritan eksogen berupa agen kimiawi,
fisik, maupun biologik. Pada pemeriksaan fisik kulit didapatkan efloresensi
monomorf, berupa skuama, makula eritematous berbatas tegas, edema, vesikel/bula,
atau erosi. Pada kasus kronis dapat ditemukan adanya makula eritema dengan
hiperkeratosis dan terbentuknya fisura. Dapat pula ditemukan adanya rasa gatal yang
disertai dengan sensasi terbakar segera setelah terpapar bahan iritan.4,8

Gambar. 5 Lesi pada dermatitis kontak iritan


Tinea corporis merupakan infeksi dermatofit pada kulit halus. Pada pemeriksaan
fisik kulit didapatkan adanya makula eritematous berbatas jelas, tepi polisiklik dengan
tepi aktif dan meninggi, bisa disertai papul atau vesikel, dan adanya lesi yang sembuh
ditengah (central healing) yang tertutup skuama.

16

Gambar. 6 Lesi pada tinea corporis


Liken simpleks kronis merupakan inflamasi kulit kronis dengan rasa sangat
gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis kulit terlihat lebih jelas dengan bentuk
sirkumkripta akibat garukan dan gosokan berulang akibat adanya sensari pruritus.
Biasanya dijumpai pada usia diatas 20 tahun dan sering terjadi pada wanita. Pada
pemeriksaan fisik kulit didapatkan lesi berupa papul eritem konfluen yang selanjutnya
karena garukan berulang dapat membentuk plak hiperpigmentasi disertai dengan
likenifikasi dan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama yang minimal. Bentuk lesi
biasanya bulat, lonjong, atau linear sesuai pola garukan.4,8

Gambar. 7 Lesi pada liken simpleks kronis


Prinsip pengobatan pada pasien dengan dermatitis atopik adalah hidrasi kulit
dengan memberikan pelembab dan mengatasi gejala yang muncul dengan pemberian
anti inflamasi dan anti pruritus. Pada pasien ini diberikan terapi cetirizine satu tablet
sekali sehari pada saat malam hari dan dexoximethasone oint 15gr dicampurkan
dengan vaseline album 100 gr. Sesuai dengan teori, pengobatan pasien dengan
dermatitis atopi dapat diberikan obat kortikosteroid topikal sehingga mengurangi

17

sensari pruritus dengan mengatasi inflamasi dan kulit kering. Jika respon terhadap
kortikosteroid potensi rendah tidak optimal dalam mengurangi gejala, maka dapat
dipertimbangkan untuk memberikan steroid yang lebih poten, seperti antagonis
calcineurin

topikal

pimecrolimus

dan

tacrolimus.

International

Consensus

Conference on Atopic Dermatitis II (ICCAD II) merekomendasikan kortikosteroid


topical untuk mengatasi eksaserbasi akut/flare, sedangkan inhibitor kalsineurin
topikal digunakan secara intermiten untuk terapi pemeliharaan. Penelitian pada koaplikasi betametason valerat dengan takrolimus atau pimekrolimus meningkatkan
penetrasi keduanya sehingga efektifitasnya meningkat. Kombinasi kortikosteroid dan
antibiotik topikal dapat diberikan pada lesi dengan infeksi ringan. Kemudian dapat
pula diberikan antihistamin sistemik yang menghambat reseptor H1 pada dermis yang
kemudian dapat mengurangi sensari pruritus pada kulit.4,8

DAFTAR PUSTAKA
1. Orfali RL, et al. Rev Assoc Med Bras. Atopic dermatitis in adults : clinical and
epidemiological considerations. 2013 ; 59 (3) : 270-275
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of The Skin Clinical
Dermatology. 2011. Atopic Dermatitis, Eczema, and Noninectious Immunodeficiency
Disorders. Hal:63
3. Arkwright PD, et al. American Academy of Allergy, Asthma & Immunology.
Journal Allergy Clinical Immunology In Practice. Management of Difficult to Treat
Atopic Dermatitis. 2013. 1 : 142-51
4. Leung D, Eichenfield L, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis, Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 8th ed. United state: McGraw-Hill Company.
Hal:165
5. Malajian D, Yassky EG. New Pathogenic and Theraupetic Paradigms in Atopic
Dermatitis. Cytokine. 2014
6. Karagiannidou A, et al. Journal of Allergy and Therapy. Atopic Dermatitis : Insight
on pathogenesis, Evaluation and Management. 2014. 5:6

18

7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Primer. Jakarta. Edisi Revisi Tahun 2014
8. Eichenfield LF, et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis.
Section 2. Management and treatment of atopic dermatitis with topical therapies. J
Am Acad Dermatol 2014;71:116-32
9. Thomsen, SF. ISRN Allergy. Atopic Dermatitis: Natural History, Diagnosis, and
Treatment. 2014. Article ID 35420, 7 pages
10. Sugito TL, Boediardja SA, Wisesa TW, Prihianti S, Agustin T. Buku Panduan
Dermatitis Atopik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.2011.
11. Wong, SS, Edwards C, Marks R. Journal of Dermatological Science. A study o
white dermographism in atopic dermatitis. 1996. P.148-15

RESUME JURNAL
Jurnal dengan judul Diagnostic accuracy of atopy patch tests for food allergy
in children with atopic dermatitis aged less than two years dilakukan dengan tujuan
untuk menilai keakuratan Atopic Patch Test (ATP) dalam mengidentifikasi atopik
terhadap telur ayam, susu sapi, kedelai dan gandum pada anak-anak cina dengan
Dermatitis Atopic (DA) yang berusia kurang dari 2 tahun. Pada penelitian ini, tes ATP
dilakukan dan alergi makanan dikonfirmasi dengan memakan telur ayam, susu sapi,
kedelai dan gandum.
Populasi penelitian terdiri anak laki-laki dan perempuan yang dirujuk klinik
dermatologi pediatrik rawat jalan dari rumah sakit anak pendidikan Chongqing,
China. Pasien yang diduga alergi makanan dan DA dan memenuhi kriteria Hanifin
dan Rajka, dimasukan dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan
penyakit sistemik, penyakit infeksi akut, dan penyakit autoimun dikeluarkan dalam
penelitian. APT dilakukan dengan telur ayam, susu sapi, kedelai, dan gandum pada
anak DA berusia dibawah 2 tahun dan alergi makanan dikonfirmasi dengan tantangan
makanan oral. Klasifikasi diagnostik yang berbeda dari hasil APT yang prospektif

19

dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil tantangan makanan, dikendalikan untuk


validasi relevansi klinis dari nilai yang berbeda dari tantangan. Pengaruh tingkat
keparahan tanda-tanda kulit pada keakuratan diagnostik APT dievaluasi pada anakanak dengan DA. Selanjutnya, nilai tanda-tanda kulit APT dalam diagnosis alergi
makanan tanpa tantangan makanan oral diselidiki.
Dari total 498 tantangan makanan dengan empat makanan utama yang
diberikan pada 150 anak (138 telur ayam, 150 susu sapi, 123 kedelai, dan 87
gandum). Ditemukan tantangan makanan positif, telur ayam sebanyak 92 (66,7%),
susu sapi 94 (62.7%), kedelai 48 (39.0%), dan gandum 21 (24.1). Alergi makanan
ganda ditemukan pada 33 pasien. Dari 255 reaksi tantangan makanan, ditemukan 17
(6.7%) ialah reaksi lambat termasuk vomitus dan 13 pasien urtikaria, 137 (53.7%)
reaksi terlambat yaitu eczema, dan 101 (39.6%) kombinasi diantara keduanya.
Diantaranya 100 pasien dengan kombinasi eczema dan oral urtikaria, satu kasus
kombinasi vomitus dan eczema.
Tes APT dilakukan pada 20 pasien kelompok kontrol dan 150 pada kelompok
uji. Tes APT positif tidak ditemukan pada kelompok kontrol. Eritema diobservasi
enam pasien dari 150 pasien DA dengan tes ATP menggunakan petrolatum, hasilnya
tidak ditemukan infiltrat dan papul. Sebanyak 68 dari 150 pasien (45.3%) tes APT
positif untuk telur ayam, 66 (44%) untuk susu sapi, 47 (31.1%) untuk kedelai, dan 24
(16%).
Tes APT merupakan metode yang tepat untuk mendiagnosis DA pada anakanak China yang berusia dibawah 2 tahun terhadap alergi makanan. Eritema dan
infiltrat tidak termauk dalam tes APT positif.

20

Telaah Kritis Diagnostik


Diagnostic accuracy of atopy patch tests for food allergy in children with atopic
dermatitis aged less than two years
N

PETUNJUK

KOMENTAR

o
1.

Apakah terdapat
kesamaan dengan
baku emas ?

Penelitian ini menggunakan uji


diagnostik

Atopy

Patch

Test

(ATP) terhadap alergi makanan

Iya

pada anak berusia kurang dari 2


tahun dengan Dermatitis Atopic

2.

Apakah sampel
subyek penelitian
meliputi spektrum
penyakit dari yang
ringan sampai berat,
penyakit yang

(DA)
Pada

penelitian

ini,

derajat

keparahan penyakit menggunakan


Scoring Atopic Dermatitis
(SCORAD). Ringan (0-25) = 0,

21

terobati dan tidak


terobati ?
3.

4.

Sedang (25-50) = 70, Berat (>50)


= 73

Iya
Apakah lokasi

penelitian disebutkan
dengan jelas ?
Iya
Apakah presisi uji
diagnosa dan variasi
pengamat dijelskan ?
Tidak

5.

Penelitian ini dilakukan Rumah


Sakit

Anak

Pendidikan

Chongqing, China
Pada

penelitian

ini

hanya

dilakukan satu uji diagnostik


yaitu tes APT sehingga tidak
dilakukan uji kappa.
Istilah ini dijelaskan pada hasil

Apakah istilah
normal dijelaskan ?

dari Tes APT dilakukan pada 20

Iya

pasien kelompok kontrol dan 150


pada kelompok uji. Tes APT
positif

tidak

kelompok

ditemukan
kontrol.

pada

Eritema

diobservasi enam pasien dari 150


pasien

DA dengan

menggunakan

tes

ATP

petrolatum,

hasilnya tidak ditemukan infiltrat


dan papul. Sebanyak 68 dari 150
pasien (45.3%) tes APT positif
untuk telur ayam, 66 (44%) untuk
susu sapi, 47 (31.1%) untuk
6.

Apabila uji diagnosa


yang diteliti
merupakan bagian
dari suatu kelompok
uji diagnosa, apakah
kontribusi pada

kedelai, dan 24 (16%).


Tidak
dijelaskan
bagaimana

22

kontribusinya

kelompok diagnosa
tersebut di jelaskan ?

7.

Tidak diketahui

Apakah cara dan


tekhnik dijelaskan ?

Tes ATP dilakukan sesuai dengan


protocol European Task Force on

Iya

Atopic

Dermatitis

Bahan

uji

temple

(ETFAD).
disegarkan

setiap hari dengan satu bagian


dari petrolatum dan dua bagian
alergen bubuk. Susu sapi (susu
bubuk yang mengandung 3,5%
lemak), telur segar (putih dan
kuning), kedelai (kedelai mentah,
hancur dan dicampur menjadi
bubuk)

dan

bubuk

gandum.

Kemudian pasien dipersiapkan


bebas dari salap dan minyak
berlebihan.

Waktu

oklusinya

selama 48 jam dan hasilnya


dibacakan

24

jam

setelah

penghapusan finn chambers. Hasil


tes APT sesuia dengan standar
ETFAD, yaitu : tidak ada reaksi
atau eritema tanpa infiltrat (-),
eritema dan infiltrate (+), eritema
dan beberapa papul (++), eritema,
dan

beberapa

papul

(+++),

eritema, papul dan vesikel (+++)


23

Apakah kegunaan uji


diagnosa yang
sedang diteliti
disebutkan ?

8.

Dijelaskan bahwa kegunaan uji


diagnosa

ini

adalah

untuk

menyelidiki keakuratan tes APT


terhadap alergi makanan pada

Iya

pasien DA berusia kurang dari 2


tahun.

Kesimpulan : Dari hasil telaah kritis jurnal terapi didapatkan 6 jawaban iya , 1
jawaban tidak tahu dan 1 jawaban tidak. Dapat disimpulkan jurnal tersebut layak
untuk menjadi referensi.

24

Anda mungkin juga menyukai